Malpraktek Medik

17
Tinjuan kepustakaan MALPRAKTEK MEDIK Oleh : T. H. Makmur Mohd. Zein ABSTRACT Kata Kunci: Malpraktek Medik Pendahuluan Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua di dunia, dan mempunyai kedudukan yang sangat mulia di masyarakat disebabkan dianya berhubungan langsung dengan kehidupan dan kematian manusia. Dokter dipuji karena keberhasilannya dalam tindakan medik, bekerja penuh dedikasi tanpa pamrih, selalu berusaha mencoba mengurangi penderitaan orang sakit dan dilain pihak dokter dicerca, disindir, dan dikritik karena melakukan pelanggaran susila/amoral, kerjanya melanggar sumpah/kodeki, masalah imbalan jasa/tarif dsb. Sekarang tidak aneh profesi medis atau rumah sakit dituntut sampai ke pengadilan minta pertanggung jawaban atas tindakannya dan minta ganti rugi atas kesalahan tindakannya menyangkut bidang perdata maupun pidana. Dipihak lain dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya dengan sangat baik dan hati- hati serta penuh tanggung jawab. Dokter seharusnya mampu menegakkan diagnosa dengan benar sesuai dengan prosedur serta memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai 1

Transcript of Malpraktek Medik

Page 1: Malpraktek Medik

Tinjuan kepustakaan

MALPRAKTEK MEDIKOleh : T. H. Makmur Mohd. Zein

ABSTRACT

Kata Kunci: Malpraktek Medik

Pendahuluan

Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua di dunia, dan mempunyai

kedudukan yang sangat mulia di masyarakat disebabkan dianya berhubungan langsung

dengan kehidupan dan kematian manusia. Dokter dipuji karena keberhasilannya dalam

tindakan medik, bekerja penuh dedikasi tanpa pamrih, selalu berusaha mencoba

mengurangi penderitaan orang sakit dan dilain pihak dokter dicerca, disindir, dan

dikritik karena melakukan pelanggaran susila/amoral, kerjanya melanggar

sumpah/kodeki, masalah imbalan jasa/tarif dsb. Sekarang tidak aneh profesi medis atau

rumah sakit dituntut sampai ke pengadilan minta pertanggung jawaban atas tindakannya

dan minta ganti rugi atas kesalahan tindakannya menyangkut bidang perdata maupun

pidana. Dipihak lain dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas

profesinya dengan sangat baik dan hati-hati serta penuh tanggung jawab. Dokter

seharusnya mampu menegakkan diagnosa dengan benar sesuai dengan prosedur serta

memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai dengan standar profesi

pelayanan medik serta tindakannya memang wajar dan diperlukan.

Malpraktek medik sering diidentikkan dengan tindakan kejahatan, sedangkan

penyimpangan yang dilakukan dokter tidak selalu menimbulkan pertanggungjawaban

hukum.dan tidak selalu dapat dituntut kepengadilan, dilakukannya penyimpangan ini

sesuai dengan kondisi pasien pada saat tersebut. Sebenarnya profesi lain juga ada yang

melakukan malpraktek seperti profesi wartawan, guru, pengacara, tetapi profesi ini

belum mendapat perhatian dari masyarakat.

Sasaran hukum yang paling sering terkenai yaitu tentang tuntutan ketidak layakan

dalam prektek, diantaranya menyangkut dokter ahli bedah, ahli anesthesia dan ahli

kebidanan dan penyakit kandungan.

1

Page 2: Malpraktek Medik

Pengertian Malpraktek

Malpraktek medis sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Tindak

Kesalahan Medik, tetapi istilah ini belum mendapat keabsahannya. Malpraktek dalam

bahasa Inggris disebut “malpractice” diartikan sebagai “wrong doing” atau “neglect of

duty”, yaitu dari The Advanced Learner’s Dictionary of Current English by Hornby Cs.

2-nd edition, oxford University Press, London.

Menurut kamus hukum Coughlin’s Dictionary of Law, malpractice dikaitkan

dengan kesalahan profesi, sebagai berikut:

Malpractice is Professional misconduct on the part of a professional person, such

as a physician, dentist, veterinarian. Malpractice may be the result of ignorance,

neglect, or lack of skill or fidelity in the performance of professional duties;

intentional wrongdoing; or illegal or unethical practice.

Kalau pengertian ini dikaitkan dengan profesi medis, maka dikatakan dokter

melakukan malpraktek (malpraktek medis) yaitu ia melakukan tindakan medik yang

salah (wrong doing) ataupun dokter tersebut tidak mengurus pasiennya dengan baik

dalam bidang pengobatan/perawatan (neglect the patient by giving not or not enough

care to the patient).

Menurut Henry Campell Black, dalam kamus hukumnya Black’s Law Dictionery,

1979, halaman 864-865, Medical Malpractice harus memenuhi beberapa persyaratan,

yaitu:

1. Adanya hubungan antara dokter dan pasien,

2. Adanya standard kehati-hatian dan pelanggarannya,

3. Adanya kerugian yang dapat digugat ganti rugi dan

4. Adanya hubungan kausal antara pelanggaran, kehati-hatian dan kerugian yang

diderita

Malpraktek medik diartikan adanya kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan

tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mmengobati

pasien/kliennya atau menurut ukuran dalam lingkungan yang sama, atau dalam

melaksanakn profesi medik dan kerjanya tidak sesuai dengan Standard profesi medik.

Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas kewajibannya, harus bekerja dengan

memenuhi Standard Profesi Medik dan juga menghormati hak pasien. (sesuai dengan

2

Page 3: Malpraktek Medik

UU Kesehatan N0. 23 Tahun 1992, ps 53 ayat 2, 4). Standard Profesi Medik ini

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum, apabila kelalaian tersebut tidak

menimbulkan kerugian atau cedera pada orang lain dan orang tersebut dapat

menerimanya. Jika kelalaian tadi menimbulkan kerugian materi ataupun dapat

mencelakakan bahkan dapat merengut nyawa orang lain, hal ini dikatagorikan sebagai

kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal. Culpa lata mempunyai tolok ukur

sebagai berikut: 1.bertentangan denganhukum,

2.akibatnya dapat dibayangkan,

3.akibatnya dapat dihindarkan,

4. perbuatannya dapat disalahkan

Standar Profesi Medik, menurut Leenen (1981, halaman 36) dalam bukunya Ilmu

Hukum Kesehatan, yaitu: Berbuat secara teliti/seksama menurut ukuran medik, sebagai

seorang dokter yang memeliki kemampuan rata-rata (average) dibandingkan dengan

dokter dari katagori keahlian medik yang sama, dalam situasi kondisi yang asama

dengansarana upaya (midddelen) yang sebanding/proporsional dengan tujuan konkrit

tindakan/perbuatan medis tersebut.

Unsur Standard Profesi Kedokteran , menurut rumusan Leenen, sebagai berikut:

a. Berbuat secara teliti/seksama (zorgvuldig handelen) dikaitkan dengan

culpa/kelalaian. Bila seorang dokter yaang bertindak “onvoorzichteg”, tidak

teliti, tidak berhati-hati maka ia memenuhi unsur kelalaian; bila ia sangat tidak

berhati-hati ia memenuhi culpa lata.

b. Sesuai ukuran ilmu medik (volgens de medische standaard”

c. Kemampuan rata-rata (average) dibandingkan kategori keahlian medik yang

sama .

d. Situasi dan kondisi yang sama.

e. Sarana upaya (middelen) yang sebanding/proporsional (azas proportional),

dengan tujuan konkret tindakan/perbuatan medik tersebut.

Menurut Leenen kelima unsur standar profesi diatas harus digunakan untuk menilai

apakah sesuatu perbuatan medik ada melakukan malpraktek atau tidak.

Standard profesi medik menurut D. Veronica Komalawati, SH,MH, yaitu:

3

Page 4: Malpraktek Medik

“ Tindakan medis dalam suatu kasus yang konkrit menurut ukuran tertentu yang

didasarkan pada ilmu pengetahuan dan pengalaman yang memiliki seorang dokter rata-

rata menurut situasi dan kondisi dimana tindakan medis dilaksanakan”

Standard profesi medik merupakan tolok ukur yang dipakai untuk menilai ada

tidaknya kesalahan (kelalaian atau kesengajaan) dari dokter yang memberikan

pelayanan medik kepada pasien atau kliennya. Standard profesi medik ini dapat saja

berubah tergantung perkembanganilmu medik, situasi dan kondisi tempat. Standard

profesi medik di Rumah Sakit Pendidikan tentunya sangat berbeda dengan Standard

profesi medik dari Puskesmas yang terpencil, yang segala keterbatasan manusia dan

peralatannya.

Dari pendapat-pendapat yang dikemukan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan malpraktek medik atau Tindak Kesalahan Medik, adalah tindakan

salah dari dokter sewaktu menjalankan profesi kedokteran yang mengakibatkan

kerusakan atau kerugian bagi kehidupan si penderita dalam bentuk kelalaian berat dan

pelayanan medik yang diberikannya adalah dibawah standard dan dokter menggunakan

keahlian kedokterannya untuk kepentingan pribadinya.

Malpraktek medik dapat menimbulkan gugatan perdata, gugatan pidana,

pelanggaran Hukum Administrasi dan pelanggaran Etika Kedokteran.

Gugatan Perdata terhadap Malpraktek Medik,

Pengertian.

Dokter dalam melaksanakan profesi kedokteran/kesehatan, tanpa disadarinya

sewaktu menerima pasien terjadilah suatu hubungan yang berbentuk perikatan atau

perjanjian dengan objeknya adalah pelayanan medik (meliputi pelayanan dalam bidang

promotip, kuratip, preventip, dan rehabilitatip). Transaksi atau persetujuan yang terjadi

antara dua pihak ini, dalam bidang kedokteran/kesehatan dikenal dengan sebutan

“transaksi terapetik”.

Dokter selama ini hanya mengetahui kalau ianya telah selesai pendidikan

profesinya di Fakultas Kedokteran, memperoleh ijazah sebagai dokter atau dokter

spesialis, kemudian ianya menyelesaikan Surat Izin Dokter dan Surat Izin Praktek dari

Departermen Kesehatan, maka ia-nya sudah boleh berpraktek dan menerima pasien atau

dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan ijazah yang dimilikinya. Dokter

dapat bertugas di pedesaan, rumah sakit umum, rumah sakit pendidikan, rumah sakit

khusus atau di pusat pelayanan kesehatan lainnya. Pola pikirnya adalah bagaimana ia

4

Page 5: Malpraktek Medik

dapat berbuat untuk dapat menjalankan profesinya dengan sebaik-baiknya, sesuai

dengan misi atau tugas yang diembannya. Tidak semua dokter mengetahui tentang

transaksi terapetik.

Transaksi artinya perjanjian atau persetujuan, yaitu hubungan timbal balik antara

dua pihak yang bersepakat dalam hal tertentu. Terapetik diartikan pengobatan, tetapi

sebenarnya menyangkut semua aspek kedokteran/kesehatan, yaitu aspek promotip,

preventip, kuratip, dan rehabilitatip dalam menegakkan diagnostik. Transaksi terapetik

yang sesuai dengan aspek hukum menimbulkan dari masing-masing pihak yaitu

mempunyai hak dan kewajiban yang sama-sama harus dipatuhi. Bila satu pihak tidak

memenuhi kewajibannya maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ataupun

menggugat pihak lain, hal ini berkaitan dengan hukum perdata.

Perikatan dokter dengan pasiennya (disebut juga kliennya) dalam bentuk transaksi

terapetik tidak sama dengan perikatan antara advokat atau biro bantuan hukum dengan

kliennya. Hubungan dokter dengan pasiennya dalam perjanjian hukum perdata termasuk

dalam kategori perikatan berdasarkan daya usaha/upaya maksimal (inspannings

verbintenis), yang artinya dokter tidak mungkin menjamin upaya pengobatan akan

selalu berhasil sesuai dengan keinginan si pasien, dokter hanya selalu berusaha dengan

upaya yang maksimal. Keadaan ini berbeda dengan ikatan yang berbentuk kategori

perikatan yang berdasarkan hasil kerja (resultants verbintenis), misalnya yang berkaitan

dengan kontrak bangunan, dimana bila pemborong tidak menyelesaikan bangunan

sesuai dengan jadwal dan bestek yang disepakati, maka si pemesan dapat menuntut si

pemborong.

Persetujuan

Secara ilmu hukum kesehatan, landasan hukum hubungan dokter dengan

pasiennya yaitu melalui Pasal 1313 KUH Perdata :

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Terlihat jelas adanya hubungan atau persetujuan antara dokter atau beberapa orang

dokter dengan pasien atau keluarga pasien. Pasien atau keluarga pasien tentunya

memerlukan/membutuhkan kepandaian dan ketrampilan yang dapat diberikan dokter

untuk usaha penyembuhan si pasien. Persetujuan diberikan pasien berdasarkan atas

informasi dokter tentang penyakitnya, alternatip pengobatan serta akibat yang mungkin

timbul dari upaya pengobatan yang diberikan dokter. Persetujuan ini disebut Informed

5

Page 6: Malpraktek Medik

consert = Persetujuan Tindakan Medik (PTM), adalah syarat untuk terjadi transaksi

terapetik, tetapi bukan sebagai syarat untuk sahnya transaksi tersebut.

Akibat dari persetujuan ini akan terjadi “perjanjian” antara kedua pihak, dimana

keduanya setuju dan berjanji untuk melakukan sesuatu dalam bidang pengobatan atau

kesehatan yang meliputi bidang promotip, preventip, kuratip dan rehabilitatip.

Persetujuan dan perjanjian ini akan menimbulkan “perikatan” antara kedua pihak yaitu

antara pasien dan dokter.

Yang dimaksud dengan perikatan menurut undang-undang, ialah:

“perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih. di mana

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak

yang lain itu berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

Dari ketentuan diatas dapat dilihat bahwa pelayanan kesehatan memang terjadi

hubungan antara pasien atau keluarga pasien yang meminta pertolongan atau bantuan

dan dokter dengan keahlian yang dimilikinya sanggup memenuhi bantuan yang diminta

pasien atau keluarganya pasien. Hal ini dikatakan bahwa pihak pasien atau keluarganya

menuntut suatu prestasi dari dokter.

Prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut dan menurut undang-undang, yaitu

dapat berupa, 1. menyerahkan sesuatu barang,

2. melakukan sesuatu perbuatan dan

3. tidak melakukan sesuatu perbuatan.

Prestasi yang utama yang berkaitan antara dokter dengan pasien adalah “melakukan

sesuatu perbuatan”, dalam bentuk usaha kesehatan promotip, preventip, kuratip dan

rehabilitatip. Prestasi dapat juga “tidak melakukan sesuatu perbuatan” dalam arti

dokter tidak melaklukan tindakan terhadap pasiennya karena sesuatu sebab, misalnya

pasien dengan usus buntu dalam stadium abces. Dokter bedah tidak melakukan tindakan

apendiktomi (operasi usus buntu) pada stadium tersebut, adalah suatu prestasi, karena

kalau dokter mengambil tindakan bedah pada situasi tersebut, malahan akan tambah

memperburuk keadaan pasien, tetapi memberikan tindakan perawatan.

Syarat sahnya suatu persetujuan

Syarat-syarat yang perlu dipenuhi yang berkaitan dengan perikatan atau persetujuan

didapati dalam KUH Perdata, pasal 1320, isinya : “Untuk sahnya persetujuan diperlukan

4 syarat, yaitu:

6

Page 7: Malpraktek Medik

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya ( de toestemming van

degenen die zich verbiden).

2. Kecakapan untuk membuat perikatan ( de bekwaamheid om enne

verbintennis aan te gaan ).

3. Suatu hal tertentu ( een hepaald onderwerp).

4. Suatu sebab yang halal ( eene geoorloofdeoorzaak)

Ad. 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Apa yang menjadi kesepakatan antara dokter dengan pasien dan sejak kapan pula

kesepakatan tersebut terjadi ?

Kesepakatan merupakan perjanjian pokok, hubungan dokter dengan pasien

adalah lebih dilandasi hubungan konfidensi sebagai yang disebut dalam

Mukadimah Kode Etik Kedokteran sebagai “transaksi terapeutik antara dokter

dan pasien yang dijalankan dalam suasana konfidensi serta diketahui senantiasa

diliputi oleh segala emosi dan kekhawatiran mahluk insani”.

Kesepakatan dimulai sejak dokter menangani pasien tadi, misalnya mulai

menanyakan keluhannya,memeriksanya dan seterusnya merawatnya. Bagaimana

pula terhadap pasien yang tidak sadar dan tidak ada keluarganya, antara

keduanya belum ada kesepakatan atau belum juga ada kesepakatan dari

keluarganya. Dokter berkewajiban melakukan tindakan kedokteran sesuai

dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), pasal 14, “Setiap dokter

wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusian,

kecuali bila ia jakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikanya”.

Gugatan “wanprestatie” dapat dilakukan bila ada perjanjian atau

kesepakatan timbal balik atau perjanjian bilateral antara kedua pihak. Walaupun

sudah ada kesepakatan dari keluarga untuk kasus “pasien yang akan diambil

tindakan bedah”, apakah dokter dapat digugat karena melakukan wanprestatie.

Kesepakatan tertulis yang dibuat oleh rumah sakit yang berbentuk surat

izin tindakan untuk suatu tindakan tertentu, sedangkan materi yang ada dalam

surat izin tindakan, hanya ditentukan secara sepihak oleh rumah sakit,

barangkali perlu diragukan keabsahannya secara yuridis untuk dapat dianggap

sebagai kontrak terapetik.

Wanprestasi secara umum, dapat dalam bentuk sebagai berikut:

a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

7

Page 8: Malpraktek Medik

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

mestinya.

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

.

Ad.2. Kecakapan untuk buat perikatan

Secara yuridis ataupun sosiologis kedudukan dokter dan pasien adalah

setingkat, namun secara psikologis kedudukan pasien tetap lebih rendah, pasien

menaruh kepercajaan kepada dokter, karena:

a. dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk menyembuhkan

penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan pasien

b. dokter selalu bertindak dengan hati-hati dan teliti

c. dokter dalam bertindak selalu berdasarkan standard profesinya.

Sesuai dengan KUH Perdata psl. 1330, yang dianggap tidak cakap dalam membuat

persetujuan, adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa (minder jarigen), yaaitu belum berumur 21

tahun.

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan ( die onder curatele gesteld zijn),

misalnya karena dungu ( on noozelheid ), sakit jiwa ( krankzinnigheid) dan

rezernij.

Mereka –mereka diatas dapat didampingi orang tuanya atau walinya, ataupun orang

dengan sukarela mewakili urusan pasien yang tanpa atau dengan persetujuan pasien

yang sering disebut “zaakwaarnemer” sampai pasien tersebut dapat mengurus dirinya

sendiri.

Ad. 3. Suatu hal tertentu

Menurut KUH Perdata pasal 1332, hanya barang yang dapat

diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persutejuan, untuk hal yang

berbentuk “ onderwerp “ dari persetujuan tersebut adalah “ jasa “ dengan objek

perjanjian adalah usaha kesehatan yang meliputi promotip, preventip, kuratip dan

rehabilitatip dari dokter sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Perjanjian ini tidak

mungkin mencantumkan bahwa dokter menjamin pasiennya akan sembuh

8

Page 9: Malpraktek Medik

sempurna, seperti halnya kontrak suatu proyek pembangunan, tetapi dokter akan

melakukan tindakan kedokteran yang wajar sesuai dengan standard profesinya

menggunakan ilmu pengetahuan kedokteran yang dimilikinya dengan sebaik-

baiknya.

Ad.4. Suatu sebab yang halal

Menurut KUH Perdata pasal 1335, disebutkan bahwa “ suatu persetujuan

tanpa sebab ( zonder oorzaak ) atau dibuat karena sesuatu sebab yang palsu ( valse

oorzaak ) atau terlarang ( ongeoorloofde oorzaak ), tidak mempunyai kekuatan”.

Persesetujuan antara dokter dan pasien, didasari adanya itikad yang baik, karena

sebab yang halal, dalam bentuk usaha promotip, preventip, kuratip dan rehabilitatip

dan diikuti pembayaran jang halal sebagai balas jasa.

KUH Perdata pasal 1320 yang mempunyai 4 syarat dapat diperlakukan

terhadap perjanjian antara dokter dengan pasien.

Pihak yang tidak memenuhi persetujuan, maka menimbulkan “wanprestatie”,

timbullah gugatan terhadap pihak dokter. Gugatan terhadap pasien juga dapat

terjadi, apabila dokter menggugat kembali dengan gugatan ganti rugi karena

mencemarkan nama baik dokter.

Gugatan yang mungkin timbul akibat wanprestasi, adalah sebagai berikut:

Membayar ganti rugi yang diderita oleh pasien berbentuk biaya, rugi dan

bunga(vide 1243 KUH Perdata).

Pembatalan persetujuan (vide 1266 KUH Perdata), yang secara tertulis

mengandung

Dokter dapat digugat perdata, karena wanprestasi dan juga dapat digugat

berdasarkan “ perbuatan melanggar hukum “ ( on rechtmatige daad ), berdasar KUH

Perdata pasal 1365, yang berbunyi sebagai berikut:

“ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkaan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut “.

9

Page 10: Malpraktek Medik

Menurut KUH Perdata pasal 1365 tersebut, tidak membedakan antara kesengajaan

( dolus ) dan kelalaian ( Culpa), yang diharuskannya adanya unsur kesalahan ( schuld ),

dimana pihak pelanggar hukum agar dapat membayar ganti rugi..

DAFTAR PUSTAKA

------- (1993) Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan, Edisi II, Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Amien Fred (1991). Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.

Amir Amri (1997). Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta.

Guwandi J. (1988). Dokter dan Hukum, Monella, Jakarta.

Guwandi J. (1991). Etika dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta.

Guwandi J. (1994). Kelalaian Medik (Medical Negligence), Edisi II, Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Guwandi J. (1993). Malprektek Medik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta.

Leenen (1991). Pelayanan Kesehatan dan Hukum, Bina Cipta, Bandung.

Samil, RS. (1980). Kode Etik Kedokteran Indonesia, Bagian Obstetri dan Ginekologi,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

10

Page 11: Malpraktek Medik

----- (1992). Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, Eko Jaya,

Jakarta.

11