Malpraktek Medik
-
Upload
rahma-riantini -
Category
Documents
-
view
31 -
download
6
Transcript of Malpraktek Medik
Tinjuan kepustakaan
MALPRAKTEK MEDIKOleh : T. H. Makmur Mohd. Zein
ABSTRACT
Kata Kunci: Malpraktek Medik
Pendahuluan
Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua di dunia, dan mempunyai
kedudukan yang sangat mulia di masyarakat disebabkan dianya berhubungan langsung
dengan kehidupan dan kematian manusia. Dokter dipuji karena keberhasilannya dalam
tindakan medik, bekerja penuh dedikasi tanpa pamrih, selalu berusaha mencoba
mengurangi penderitaan orang sakit dan dilain pihak dokter dicerca, disindir, dan
dikritik karena melakukan pelanggaran susila/amoral, kerjanya melanggar
sumpah/kodeki, masalah imbalan jasa/tarif dsb. Sekarang tidak aneh profesi medis atau
rumah sakit dituntut sampai ke pengadilan minta pertanggung jawaban atas tindakannya
dan minta ganti rugi atas kesalahan tindakannya menyangkut bidang perdata maupun
pidana. Dipihak lain dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas
profesinya dengan sangat baik dan hati-hati serta penuh tanggung jawab. Dokter
seharusnya mampu menegakkan diagnosa dengan benar sesuai dengan prosedur serta
memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai dengan standar profesi
pelayanan medik serta tindakannya memang wajar dan diperlukan.
Malpraktek medik sering diidentikkan dengan tindakan kejahatan, sedangkan
penyimpangan yang dilakukan dokter tidak selalu menimbulkan pertanggungjawaban
hukum.dan tidak selalu dapat dituntut kepengadilan, dilakukannya penyimpangan ini
sesuai dengan kondisi pasien pada saat tersebut. Sebenarnya profesi lain juga ada yang
melakukan malpraktek seperti profesi wartawan, guru, pengacara, tetapi profesi ini
belum mendapat perhatian dari masyarakat.
Sasaran hukum yang paling sering terkenai yaitu tentang tuntutan ketidak layakan
dalam prektek, diantaranya menyangkut dokter ahli bedah, ahli anesthesia dan ahli
kebidanan dan penyakit kandungan.
1
Pengertian Malpraktek
Malpraktek medis sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Tindak
Kesalahan Medik, tetapi istilah ini belum mendapat keabsahannya. Malpraktek dalam
bahasa Inggris disebut “malpractice” diartikan sebagai “wrong doing” atau “neglect of
duty”, yaitu dari The Advanced Learner’s Dictionary of Current English by Hornby Cs.
2-nd edition, oxford University Press, London.
Menurut kamus hukum Coughlin’s Dictionary of Law, malpractice dikaitkan
dengan kesalahan profesi, sebagai berikut:
Malpractice is Professional misconduct on the part of a professional person, such
as a physician, dentist, veterinarian. Malpractice may be the result of ignorance,
neglect, or lack of skill or fidelity in the performance of professional duties;
intentional wrongdoing; or illegal or unethical practice.
Kalau pengertian ini dikaitkan dengan profesi medis, maka dikatakan dokter
melakukan malpraktek (malpraktek medis) yaitu ia melakukan tindakan medik yang
salah (wrong doing) ataupun dokter tersebut tidak mengurus pasiennya dengan baik
dalam bidang pengobatan/perawatan (neglect the patient by giving not or not enough
care to the patient).
Menurut Henry Campell Black, dalam kamus hukumnya Black’s Law Dictionery,
1979, halaman 864-865, Medical Malpractice harus memenuhi beberapa persyaratan,
yaitu:
1. Adanya hubungan antara dokter dan pasien,
2. Adanya standard kehati-hatian dan pelanggarannya,
3. Adanya kerugian yang dapat digugat ganti rugi dan
4. Adanya hubungan kausal antara pelanggaran, kehati-hatian dan kerugian yang
diderita
Malpraktek medik diartikan adanya kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mmengobati
pasien/kliennya atau menurut ukuran dalam lingkungan yang sama, atau dalam
melaksanakn profesi medik dan kerjanya tidak sesuai dengan Standard profesi medik.
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas kewajibannya, harus bekerja dengan
memenuhi Standard Profesi Medik dan juga menghormati hak pasien. (sesuai dengan
2
UU Kesehatan N0. 23 Tahun 1992, ps 53 ayat 2, 4). Standard Profesi Medik ini
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum, apabila kelalaian tersebut tidak
menimbulkan kerugian atau cedera pada orang lain dan orang tersebut dapat
menerimanya. Jika kelalaian tadi menimbulkan kerugian materi ataupun dapat
mencelakakan bahkan dapat merengut nyawa orang lain, hal ini dikatagorikan sebagai
kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal. Culpa lata mempunyai tolok ukur
sebagai berikut: 1.bertentangan denganhukum,
2.akibatnya dapat dibayangkan,
3.akibatnya dapat dihindarkan,
4. perbuatannya dapat disalahkan
Standar Profesi Medik, menurut Leenen (1981, halaman 36) dalam bukunya Ilmu
Hukum Kesehatan, yaitu: Berbuat secara teliti/seksama menurut ukuran medik, sebagai
seorang dokter yang memeliki kemampuan rata-rata (average) dibandingkan dengan
dokter dari katagori keahlian medik yang sama, dalam situasi kondisi yang asama
dengansarana upaya (midddelen) yang sebanding/proporsional dengan tujuan konkrit
tindakan/perbuatan medis tersebut.
Unsur Standard Profesi Kedokteran , menurut rumusan Leenen, sebagai berikut:
a. Berbuat secara teliti/seksama (zorgvuldig handelen) dikaitkan dengan
culpa/kelalaian. Bila seorang dokter yaang bertindak “onvoorzichteg”, tidak
teliti, tidak berhati-hati maka ia memenuhi unsur kelalaian; bila ia sangat tidak
berhati-hati ia memenuhi culpa lata.
b. Sesuai ukuran ilmu medik (volgens de medische standaard”
c. Kemampuan rata-rata (average) dibandingkan kategori keahlian medik yang
sama .
d. Situasi dan kondisi yang sama.
e. Sarana upaya (middelen) yang sebanding/proporsional (azas proportional),
dengan tujuan konkret tindakan/perbuatan medik tersebut.
Menurut Leenen kelima unsur standar profesi diatas harus digunakan untuk menilai
apakah sesuatu perbuatan medik ada melakukan malpraktek atau tidak.
Standard profesi medik menurut D. Veronica Komalawati, SH,MH, yaitu:
3
“ Tindakan medis dalam suatu kasus yang konkrit menurut ukuran tertentu yang
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan pengalaman yang memiliki seorang dokter rata-
rata menurut situasi dan kondisi dimana tindakan medis dilaksanakan”
Standard profesi medik merupakan tolok ukur yang dipakai untuk menilai ada
tidaknya kesalahan (kelalaian atau kesengajaan) dari dokter yang memberikan
pelayanan medik kepada pasien atau kliennya. Standard profesi medik ini dapat saja
berubah tergantung perkembanganilmu medik, situasi dan kondisi tempat. Standard
profesi medik di Rumah Sakit Pendidikan tentunya sangat berbeda dengan Standard
profesi medik dari Puskesmas yang terpencil, yang segala keterbatasan manusia dan
peralatannya.
Dari pendapat-pendapat yang dikemukan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan malpraktek medik atau Tindak Kesalahan Medik, adalah tindakan
salah dari dokter sewaktu menjalankan profesi kedokteran yang mengakibatkan
kerusakan atau kerugian bagi kehidupan si penderita dalam bentuk kelalaian berat dan
pelayanan medik yang diberikannya adalah dibawah standard dan dokter menggunakan
keahlian kedokterannya untuk kepentingan pribadinya.
Malpraktek medik dapat menimbulkan gugatan perdata, gugatan pidana,
pelanggaran Hukum Administrasi dan pelanggaran Etika Kedokteran.
Gugatan Perdata terhadap Malpraktek Medik,
Pengertian.
Dokter dalam melaksanakan profesi kedokteran/kesehatan, tanpa disadarinya
sewaktu menerima pasien terjadilah suatu hubungan yang berbentuk perikatan atau
perjanjian dengan objeknya adalah pelayanan medik (meliputi pelayanan dalam bidang
promotip, kuratip, preventip, dan rehabilitatip). Transaksi atau persetujuan yang terjadi
antara dua pihak ini, dalam bidang kedokteran/kesehatan dikenal dengan sebutan
“transaksi terapetik”.
Dokter selama ini hanya mengetahui kalau ianya telah selesai pendidikan
profesinya di Fakultas Kedokteran, memperoleh ijazah sebagai dokter atau dokter
spesialis, kemudian ianya menyelesaikan Surat Izin Dokter dan Surat Izin Praktek dari
Departermen Kesehatan, maka ia-nya sudah boleh berpraktek dan menerima pasien atau
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan ijazah yang dimilikinya. Dokter
dapat bertugas di pedesaan, rumah sakit umum, rumah sakit pendidikan, rumah sakit
khusus atau di pusat pelayanan kesehatan lainnya. Pola pikirnya adalah bagaimana ia
4
dapat berbuat untuk dapat menjalankan profesinya dengan sebaik-baiknya, sesuai
dengan misi atau tugas yang diembannya. Tidak semua dokter mengetahui tentang
transaksi terapetik.
Transaksi artinya perjanjian atau persetujuan, yaitu hubungan timbal balik antara
dua pihak yang bersepakat dalam hal tertentu. Terapetik diartikan pengobatan, tetapi
sebenarnya menyangkut semua aspek kedokteran/kesehatan, yaitu aspek promotip,
preventip, kuratip, dan rehabilitatip dalam menegakkan diagnostik. Transaksi terapetik
yang sesuai dengan aspek hukum menimbulkan dari masing-masing pihak yaitu
mempunyai hak dan kewajiban yang sama-sama harus dipatuhi. Bila satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ataupun
menggugat pihak lain, hal ini berkaitan dengan hukum perdata.
Perikatan dokter dengan pasiennya (disebut juga kliennya) dalam bentuk transaksi
terapetik tidak sama dengan perikatan antara advokat atau biro bantuan hukum dengan
kliennya. Hubungan dokter dengan pasiennya dalam perjanjian hukum perdata termasuk
dalam kategori perikatan berdasarkan daya usaha/upaya maksimal (inspannings
verbintenis), yang artinya dokter tidak mungkin menjamin upaya pengobatan akan
selalu berhasil sesuai dengan keinginan si pasien, dokter hanya selalu berusaha dengan
upaya yang maksimal. Keadaan ini berbeda dengan ikatan yang berbentuk kategori
perikatan yang berdasarkan hasil kerja (resultants verbintenis), misalnya yang berkaitan
dengan kontrak bangunan, dimana bila pemborong tidak menyelesaikan bangunan
sesuai dengan jadwal dan bestek yang disepakati, maka si pemesan dapat menuntut si
pemborong.
Persetujuan
Secara ilmu hukum kesehatan, landasan hukum hubungan dokter dengan
pasiennya yaitu melalui Pasal 1313 KUH Perdata :
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Terlihat jelas adanya hubungan atau persetujuan antara dokter atau beberapa orang
dokter dengan pasien atau keluarga pasien. Pasien atau keluarga pasien tentunya
memerlukan/membutuhkan kepandaian dan ketrampilan yang dapat diberikan dokter
untuk usaha penyembuhan si pasien. Persetujuan diberikan pasien berdasarkan atas
informasi dokter tentang penyakitnya, alternatip pengobatan serta akibat yang mungkin
timbul dari upaya pengobatan yang diberikan dokter. Persetujuan ini disebut Informed
5
consert = Persetujuan Tindakan Medik (PTM), adalah syarat untuk terjadi transaksi
terapetik, tetapi bukan sebagai syarat untuk sahnya transaksi tersebut.
Akibat dari persetujuan ini akan terjadi “perjanjian” antara kedua pihak, dimana
keduanya setuju dan berjanji untuk melakukan sesuatu dalam bidang pengobatan atau
kesehatan yang meliputi bidang promotip, preventip, kuratip dan rehabilitatip.
Persetujuan dan perjanjian ini akan menimbulkan “perikatan” antara kedua pihak yaitu
antara pasien dan dokter.
Yang dimaksud dengan perikatan menurut undang-undang, ialah:
“perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih. di mana
pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak
yang lain itu berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Dari ketentuan diatas dapat dilihat bahwa pelayanan kesehatan memang terjadi
hubungan antara pasien atau keluarga pasien yang meminta pertolongan atau bantuan
dan dokter dengan keahlian yang dimilikinya sanggup memenuhi bantuan yang diminta
pasien atau keluarganya pasien. Hal ini dikatakan bahwa pihak pasien atau keluarganya
menuntut suatu prestasi dari dokter.
Prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut dan menurut undang-undang, yaitu
dapat berupa, 1. menyerahkan sesuatu barang,
2. melakukan sesuatu perbuatan dan
3. tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Prestasi yang utama yang berkaitan antara dokter dengan pasien adalah “melakukan
sesuatu perbuatan”, dalam bentuk usaha kesehatan promotip, preventip, kuratip dan
rehabilitatip. Prestasi dapat juga “tidak melakukan sesuatu perbuatan” dalam arti
dokter tidak melaklukan tindakan terhadap pasiennya karena sesuatu sebab, misalnya
pasien dengan usus buntu dalam stadium abces. Dokter bedah tidak melakukan tindakan
apendiktomi (operasi usus buntu) pada stadium tersebut, adalah suatu prestasi, karena
kalau dokter mengambil tindakan bedah pada situasi tersebut, malahan akan tambah
memperburuk keadaan pasien, tetapi memberikan tindakan perawatan.
Syarat sahnya suatu persetujuan
Syarat-syarat yang perlu dipenuhi yang berkaitan dengan perikatan atau persetujuan
didapati dalam KUH Perdata, pasal 1320, isinya : “Untuk sahnya persetujuan diperlukan
4 syarat, yaitu:
6
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya ( de toestemming van
degenen die zich verbiden).
2. Kecakapan untuk membuat perikatan ( de bekwaamheid om enne
verbintennis aan te gaan ).
3. Suatu hal tertentu ( een hepaald onderwerp).
4. Suatu sebab yang halal ( eene geoorloofdeoorzaak)
Ad. 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Apa yang menjadi kesepakatan antara dokter dengan pasien dan sejak kapan pula
kesepakatan tersebut terjadi ?
Kesepakatan merupakan perjanjian pokok, hubungan dokter dengan pasien
adalah lebih dilandasi hubungan konfidensi sebagai yang disebut dalam
Mukadimah Kode Etik Kedokteran sebagai “transaksi terapeutik antara dokter
dan pasien yang dijalankan dalam suasana konfidensi serta diketahui senantiasa
diliputi oleh segala emosi dan kekhawatiran mahluk insani”.
Kesepakatan dimulai sejak dokter menangani pasien tadi, misalnya mulai
menanyakan keluhannya,memeriksanya dan seterusnya merawatnya. Bagaimana
pula terhadap pasien yang tidak sadar dan tidak ada keluarganya, antara
keduanya belum ada kesepakatan atau belum juga ada kesepakatan dari
keluarganya. Dokter berkewajiban melakukan tindakan kedokteran sesuai
dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), pasal 14, “Setiap dokter
wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusian,
kecuali bila ia jakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikanya”.
Gugatan “wanprestatie” dapat dilakukan bila ada perjanjian atau
kesepakatan timbal balik atau perjanjian bilateral antara kedua pihak. Walaupun
sudah ada kesepakatan dari keluarga untuk kasus “pasien yang akan diambil
tindakan bedah”, apakah dokter dapat digugat karena melakukan wanprestatie.
Kesepakatan tertulis yang dibuat oleh rumah sakit yang berbentuk surat
izin tindakan untuk suatu tindakan tertentu, sedangkan materi yang ada dalam
surat izin tindakan, hanya ditentukan secara sepihak oleh rumah sakit,
barangkali perlu diragukan keabsahannya secara yuridis untuk dapat dianggap
sebagai kontrak terapetik.
Wanprestasi secara umum, dapat dalam bentuk sebagai berikut:
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
7
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
mestinya.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
.
Ad.2. Kecakapan untuk buat perikatan
Secara yuridis ataupun sosiologis kedudukan dokter dan pasien adalah
setingkat, namun secara psikologis kedudukan pasien tetap lebih rendah, pasien
menaruh kepercajaan kepada dokter, karena:
a. dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk menyembuhkan
penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan pasien
b. dokter selalu bertindak dengan hati-hati dan teliti
c. dokter dalam bertindak selalu berdasarkan standard profesinya.
Sesuai dengan KUH Perdata psl. 1330, yang dianggap tidak cakap dalam membuat
persetujuan, adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa (minder jarigen), yaaitu belum berumur 21
tahun.
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan ( die onder curatele gesteld zijn),
misalnya karena dungu ( on noozelheid ), sakit jiwa ( krankzinnigheid) dan
rezernij.
Mereka –mereka diatas dapat didampingi orang tuanya atau walinya, ataupun orang
dengan sukarela mewakili urusan pasien yang tanpa atau dengan persetujuan pasien
yang sering disebut “zaakwaarnemer” sampai pasien tersebut dapat mengurus dirinya
sendiri.
Ad. 3. Suatu hal tertentu
Menurut KUH Perdata pasal 1332, hanya barang yang dapat
diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persutejuan, untuk hal yang
berbentuk “ onderwerp “ dari persetujuan tersebut adalah “ jasa “ dengan objek
perjanjian adalah usaha kesehatan yang meliputi promotip, preventip, kuratip dan
rehabilitatip dari dokter sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Perjanjian ini tidak
mungkin mencantumkan bahwa dokter menjamin pasiennya akan sembuh
8
sempurna, seperti halnya kontrak suatu proyek pembangunan, tetapi dokter akan
melakukan tindakan kedokteran yang wajar sesuai dengan standard profesinya
menggunakan ilmu pengetahuan kedokteran yang dimilikinya dengan sebaik-
baiknya.
Ad.4. Suatu sebab yang halal
Menurut KUH Perdata pasal 1335, disebutkan bahwa “ suatu persetujuan
tanpa sebab ( zonder oorzaak ) atau dibuat karena sesuatu sebab yang palsu ( valse
oorzaak ) atau terlarang ( ongeoorloofde oorzaak ), tidak mempunyai kekuatan”.
Persesetujuan antara dokter dan pasien, didasari adanya itikad yang baik, karena
sebab yang halal, dalam bentuk usaha promotip, preventip, kuratip dan rehabilitatip
dan diikuti pembayaran jang halal sebagai balas jasa.
KUH Perdata pasal 1320 yang mempunyai 4 syarat dapat diperlakukan
terhadap perjanjian antara dokter dengan pasien.
Pihak yang tidak memenuhi persetujuan, maka menimbulkan “wanprestatie”,
timbullah gugatan terhadap pihak dokter. Gugatan terhadap pasien juga dapat
terjadi, apabila dokter menggugat kembali dengan gugatan ganti rugi karena
mencemarkan nama baik dokter.
Gugatan yang mungkin timbul akibat wanprestasi, adalah sebagai berikut:
Membayar ganti rugi yang diderita oleh pasien berbentuk biaya, rugi dan
bunga(vide 1243 KUH Perdata).
Pembatalan persetujuan (vide 1266 KUH Perdata), yang secara tertulis
mengandung
Dokter dapat digugat perdata, karena wanprestasi dan juga dapat digugat
berdasarkan “ perbuatan melanggar hukum “ ( on rechtmatige daad ), berdasar KUH
Perdata pasal 1365, yang berbunyi sebagai berikut:
“ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkaan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut “.
9
Menurut KUH Perdata pasal 1365 tersebut, tidak membedakan antara kesengajaan
( dolus ) dan kelalaian ( Culpa), yang diharuskannya adanya unsur kesalahan ( schuld ),
dimana pihak pelanggar hukum agar dapat membayar ganti rugi..
DAFTAR PUSTAKA
------- (1993) Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan, Edisi II, Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Amien Fred (1991). Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
Amir Amri (1997). Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta.
Guwandi J. (1988). Dokter dan Hukum, Monella, Jakarta.
Guwandi J. (1991). Etika dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Guwandi J. (1994). Kelalaian Medik (Medical Negligence), Edisi II, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Guwandi J. (1993). Malprektek Medik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Leenen (1991). Pelayanan Kesehatan dan Hukum, Bina Cipta, Bandung.
Samil, RS. (1980). Kode Etik Kedokteran Indonesia, Bagian Obstetri dan Ginekologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
10
----- (1992). Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, Eko Jaya,
Jakarta.
11