MAKALAH WASMMUT

38
PENGAWASAN MUTU DAN UNDANG-UNDANG PANGAN “System Pengawasan Mmutu Dalam Undang-Undang Pangan” Makalah ini disusun oleh : Kelompok 1 AvizaKarinda 240210120066 AdithioKrisnanda 240210120067 RinintaKhairunnisa 240210120069 DestiNurSelly 240210120070 ArifEkoPrayitno 240210120071 Susi Purnama R. 240210120073 Wirda Hanum 240210120074 Rita Fauziah 240210120075 Alfredo Matheus 240210120076

description

wasmut

Transcript of MAKALAH WASMMUT

PENGAWASAN MUTU DAN UNDANG-UNDANG PANGAN

PENGAWASAN MUTU DAN UNDANG-UNDANG PANGAN

System Pengawasan Mmutu Dalam Undang-Undang Pangan

Makalah ini disusun oleh :Kelompok 1

AvizaKarinda 240210120066AdithioKrisnanda240210120067RinintaKhairunnisa240210120069 DestiNurSelly 240210120070ArifEkoPrayitno240210120071Susi Purnama R.240210120073Wirda Hanum240210120074Rita Fauziah240210120075Alfredo Matheus240210120076

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANDEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGANJATINANGOR2014BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidupnya, baik dipandang dari segi kuantitas dan kualitasnya. Mengingat kadar kepentingan yang demikian tinggi, pada dasarnya pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sepenuhnya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya mewujudkan insan yang berharkat dan bermartabat serta mempunyai basis sumberdaya manusia yang berkualitas. Bangsa Indonesia mempunyai basis sumberdaya nasional yang tersebar di seluruh wilayah, sebagai tumpuan bagi upaya pemantapan dan peningkatan ketahanan pangan.Industri pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berperan penting dalam pembangunan industri nasional, sekaligus dalam perekonomian keseluruhan. Perkembangan industri pangan nasional menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Hal ini ditandai oleh berkembanganya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang berasal dari sektor pertanian.Komoditi pangan merupakan salah satu komoditi strategis berhubung dengan bobotnya yang cukup besar dalam pengeluaran rumah tangga. Kondisi seperti ini, pada satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan produk yang diinginkan dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar. Namun, di sisi lain kondisi ini juga berdampak buruk bagi konsumen, dimana konsumen menjadi objek aktivitas bisnis para pelaku usaha yang mencari keuntungan semata, baik melalui promosi, cara penjualan, mutu produk, maupun kandungan makanan yang akan dikonsumsi oleh konsumen.Setiap manusia disadari atau tidak adalah konsumen. Setiap orang pada suatu waktu dalam posisi sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, pasti menjadi konsumen untuk produk barang dan/jasa tertentu. Keadaan konsumen yang universal ini pada satu sisi menunjukkan kelemahan bagi konsumen itu sendiri karena secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal.Sebagai kebutuhan dasar bagi manusia maka pangan yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk dikonsumsi dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan bangsa. Bangsa yang besar dan kuat sudah barang tentu diperlukan tokoh-tokoh calon pemimpin bangsa yang tangguh dan berkualitas yang dimulai dari ketersediaan pangan yang berkualitas sedini mungkin yang disediakan dalam keluarga.Menurut Hafsah, pangan memegang peranan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pemenuhan penyediaan pangan juga tergolong sebagai hak asasi manusia. Kemampuan menyediakan pangan bagi rakyat merupakan indikator kemajuan suatu bangsa (Hafsah, 2006).Dengan semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat serta perkembangan teknologi, diperlukan inovasi produk olahan dari hasil pertanian yang terus menerus dalam hal jenis, bentuk, kemasan, maupun teknik- teknik pemasaran secara terpadu. Industri juga dituntut untuk dapat menyediakan produk-produk pangan olahan yang menarik dengan mutu yang baik, bergizi, aman serta memiliki harga jual yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.Lajunya pertumbuhan perusahaan makanan dan minuman di Indonesia ternyata telah mendorong pula berkembangnya pola makan masyarakat yang makin semarak. Makanan pada mulanya hanya asal kenyang, kini berubah menjadi, makin harus bergizi dan mampu menggugah selera, serta menarik dilihat. Untuk sebagian kelompok masyarakat menengah ke atas yang tidak mempunyai persoalan dengan soal makanan, jenis makanan yang tersedia harus mampu menggugah selera, tetapi lain soal bagi masyarakat rentan dipedesaaan (menengah kebawah), makanan yang mampu dipilih cukup sekedar mengganjal perut dan tidur nyenyak. Kondisi ini tentunya tidak dilewatkan oleh produsen, karena saat ini bisnis makanan dan minuman, ladang emas yang menggiurkan untuk meraup keuntungan.Fenomena menarik ini yang perlu disikapi dipraktikkannya ketidakjujuran sebagian produsen dan pedagang dalam menghasilkan dan menjual pangan yang membahayakan kesehatan konsumen. Praktik ketidakjujuran tersebut dimungkinkan karena produk mereka dapat diperjualbelikan meski tanpa labelisasi atau sertifikasi Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).Beredarnya pangan yang tidak sesuai dengan kualitas yang ditetapkan BPOM tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah sebagai pihak yang berwenang membuat peraturan. Dalam hal ini Undang-undang Pangan Bab VII Tahun 2012 tentang Keamanan Pangan telah mengatur mengenai sanitasi pangan, bahan tambahan pangan yang boleh digunakan, jaminan keamanan pangan dan mutu pangan, serta hal lainnya untuk memastikan bahan produk yang beredar merupakan produk yang hygiene, bergizi, tidak bertentangan dengan keyakinan konsumen, dan bebas dari kemungkinan cemaran. Pada bab ini juga diatur sanksi yang akan diberikan bagi yang melanggarnya.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana sistem kerja pengawasan mutu pangan di Indonesia?2. Apa sanksi yang diberikan kepada produsen yang menjual pangan yang tidak sesuai dengan kualitas yang ditetapkan BPOM berdasarkan UU Pangan Tahun 2012?3. Bagaimana penerapan pengawasan mutu serta pelaksanaan UU Pangan Tahun 2012 sekarang ini?

1.3 Tujuan1. Mengetahui sistem kerja pengawasan mutu di Indonesia2. Mengetahui sanksi yang berlaku bagi produsen yang menjual pangan yang tidak sesuai dengan kualitas yang ditetapkan BPOM3. Mengkaji penerapan pengawasan mutu dan pelaksanaan UU Pangan Tahun 2012 apakah sudah terlaksana atau belum sekarang ini

BAB IITEORI DASAR

2.1Pengawasan MutuPengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan (Soekarto, 1990). Menurut Sofjan (1993), secara umum pengawasan mutu merupakan suatu tindakan atau kegiatan untuk memastikan apakah kebijaksanaan dalam hal mutu (standar) dapat tercermin dalam hasil akhir. Pengawasan mutu menentukan komponen-komponen mana yang rusak dan menjaga agar bahan-bahan untuk produksi mendatang tidak sampai rusak. Pengawasan mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila diperlukan, mempertahankan kualitas yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah bahan yang rusak (Soekarto, 1990).Maksud dari pengawasan mutu adalah agar spesifikasi produk yang telah ditetapkan sebagai standar dapat tercermin dalam produk atau hasil akhir (Sofjan, 1993). Alasan diperlukannya pengawasan mutu produk adalah untuk menekan atau mengurangi volume kesalahan dan perbaikan, menjaga atau menaikkan kualitas sesuai standar. Pengawasan mutu suatu perusahaan dengan semaksimal mungkin akan memberikan kepuasaan dan kepercayaan kepada konsumen yang akan terus menggunakan produk tersebut. Walaupun segala proses produksi direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, barang hasil akhir mungkin saja karena satu dan lain hal tidak sesuai dengan standar-standar yang telah ditentukan. Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kerugian karena kerusakan, pemeriksaan tidak terbatas pada pemeriksaan akhir saja, tetapi dapat dilakukan pada saat proses sedang berlangsung.Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam. Kramer dan Twigg (1983)menyatakanbahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau).Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Hubeis (1994) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Hubeis (1994) menilai mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Menurut Fardiaz (1997), mutu berdasarkan ISO/DIS 84021992 didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logamlogam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi ( tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratanpersyaratan konsumen diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap pengembangan dan produksi, bahkan setelah pengiriman produk kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik. Hal ini karena upayaupaya perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada kegiatankegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses produksi.Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan /industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji).Pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan, yaitu kegiatan yang dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara ini disebut penilaian inderawi atau organoleptik. Di samping menggunakan analisis mutu berdasarkan prinsip-prinsip ilmu yang makin canggih, pengawasan mutu dalam industri pangan modern tetap mempertahankan penilaian secara inderawi/organoleptik. Nilai-nilai kemanusiaan yaitu selera, sosial budaya dan kepercayaan, serta aspek perlindungan kesehatan konsumen baik kesehatan fisik yang berhubungan dengan penyakit maupun kesehatan rohani yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan juga harus dipertimbangkan. Menurut Juran (1995), penerapan dalam pengawasan mutu pangan dalam industri di bagi menjadi dua yaitu: Pengawasan mutu pada proses pengolahan, meliputi:1. Menginspeksi, menguji dan mengidentifikasi produkseperti yang disyaratkan oleh rencana mutu.2. Menetapkan kesesuaian produk terhadappersyaratan yang ditentukan.3. Menahan produk sampai inspeksi dan uji yangdisyaratkan telah selesai.4. Mengidentifikasi produk yang tidak sesuai.5. Hasil inspeksi atau pengujian dicatat dan didokumentasikan dalam suatu dokumen yang sesuai. Pengawasan mutu pada produk akhirDalam inspeksi dan pengujian produk akhir, rencana mutu atau prosedur yang terdokumentasi untuk inspeksi dan pengujianproduk akhir harus mensyaratkan bahwasemua inspeksi dan pengujian yangditentukan baik pada penerimaan bahanmaupun bahan selama proses harus telahdilaksanakan dan datanya memenuhipersyaratan yang ditentukan.Pengujian dalam penerapan pengawasan mutu pangan harus sesuai dengan standar mutu produk yang telah ditentukan. Menurut Soekarto (1990), Standar pangan umumnya mencakup elemem-elemen sebagai berikut :1) Definisi Produk PanganSecara umum definisi suatu produk pangan harus dapat dipahami secarabaik, termasuk kompoen-komponen yang menjadi ciri khasnya antara lainbahan ingredien, BTM, kualitas produk, dan lain-lain. Penerimaan suatuproduk pangan harus jelas, singkat dan tidak menimbulkan keraguan-keraguan pada konsumen. Contoh : Saos tomat vs. saus penyedap rasa tomat, Kentang krispi vs. kripik kentang2) Nama ProdukDalam standar pangan nama yang diberikan pada suatu produk harus sesuaidengan definisi produk tersebut, serta juga sesuai dengan semua peraturanyang ditetapkan oleh standar pangan tersebut.3) KomposisiStandar komposisi mengacu kepada komponen-komponen khas darimakanan tersebut, dan tidak pernah mengacu kepada komponenpilihan/optional.4) Ingredien/komponen tambahanKomponen ini dibedakan dalam 2 kelompok yaitu :a) Komponen pilihan/optional seperti rempah-rempah, bumbu zat gizi, danb) bahan tambahan makanan (BTM) yang pada umumnya bukan zatgizi/untuk meningkatkan karakteristik inderawi produk/warna, tekstur,penampakan, dan daya tahan simpan pangan.5) KualitasStandar kualitas pangan umumnya mencakup kandungan komponen utama,rasa, aroma, tekstur, kondisi, bebas cacat atau kapang, daya tahan simpan,sumber bahan baku yaitu alamai atau sintetis, cara pengolahan mekanis ataukimiawi, dan ukuran.

6) HigienePangan dapat berbahaya bagi kesehatan apabila bahan-bahan yangdigunkan busuk atau tercemar selama penanganan dan pengolahan. Syaratdasar yang harus dipenuhi oleh bahan baku yang dipakai adalah tidakmengandung bahan berbahaya, bebas dari pencemaran atau uji kotoranserta bebas dari pembusukan atau uji jumlah kapang.7)Residu PestisidaUntuk residu pestisida baik yang terdapat dalam pangan secara tidak sengajaatau sebagai akibat perlakuan pemberantasan hama di kebun, pada hasilpencemaran manapun pestisida yang digunkan di pabrik pengolahanterdapat batas-batas toleransi yaitu batas maksimum yang diperbolehkanada.8) PengemasanKemasan untuk makanan ada yang tradisional seperti kaleng, botol dan adayang lebih mutahkir seperti tetrapack, flexible pouch, sachet dansebagainya.9) LabelPada label harus tercantum identitas pangan dan komposisinya, jumlahpangan dalam dalam kemasan dan identitas pabrik pengolahan ataudistributornya.10) Sampling dan AnalisisDalam menerapkan standar pangan langkah pertama yang diperlukan adalahsamping, baik selama proses pengolahan pada produk akhir yang dihasilkan,maupun kedua-duanya. Analasis sampel umumnya mahal memakan waktu lama,memerlukan laboratorium yang lengkap serta tenaga kerja ahli. Meskipundemikian pekerjaan analisis harus dilakukan secara teratur agar pengadaanstandar itu tercapai, termasuk standar pengolah perusahaan ataupun standar-standaryang berlaku lebih luas. Setiap standar biasanya mencantumkan pulacara-cara pengadaan sampling dan metode-metode analisis yang harusdilakukan.

2.2 Undang-undang PanganUndang-undang pangan yang kini berlaku di Indonesia adalah UU no. 18 tahun 2012. Undang-undang ini terdiri atas 16 bab yang terdiri atas 154 butir pasal. Keamanan Pangan dibahas pada Bab VII yang menyatakan bahwa Keamanan Pangan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Jaminan keamanan dan mutu pangan dibahas pada bagian ketujuh bab tersebut yang menyatakan bahwa pemerintah menetapkan standar dan mutu produk pangan. Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Pemerintah dan/atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi oleh Pemerintah dapat memberikan sertifikat Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Ketentuan mengenai standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian tersebut secara umum mengatur tentang jaminan keamanan dan mutu pangan mulai dari pangan segar hingga pangan kemasan.Lebih umumnya, peraturan tentang pengawasan mutu pangan dibahas dalam peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.Pembahasan tentang mutu pangan terdapat pada bab III bagian pertama. Secara umum bab ini mengatur tentang bidang yang bertanggung jawab atas pengawasan mutu pangan yakni Kepala badan yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional menetapkan standar mutu pangan yang dinyatakan sebagai StandarNasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku.Sertifikasi dan penandaan yang menyatakan kessuaian panganterhadap Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalamPasal 29 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, atauKepala Badan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masingmenetapkan persyaratan dan tata cara sertifikasi mutu pangan yangmempunyai tingkat risiko keamanan pangan yang tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap StandarNasional Indonesia yang diberlakukan wajib atau terhadap persyaratanketentuan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 merupakan bagian dari pengawasan pangan sebelum diedarkan.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1Sistem Pengawasan Mutu PanganPengawasan pangan merupakan kegiatan pengaturan wajib baik oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan menjamin bahwa semua produk pangan sejak produksi, penanganan, penyimpanan, pengolahan, dan distribusi adalah aman, layak dan sesuai untuk konsumsi manusia, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan telah diberi label dengan jujur dan tepat sesuai hokum yang berlaku (FAO/WHO, 2003).Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan (Soekarto, 1990). Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan atau industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji).MenurutUU No 7 tahun 1996 pasal 3, tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah :1. tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia;2. terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan3. terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Indonesia menganutMultiple Agency System(sistem berbagai lembaga) dalam pengorganisasian pengawasan mutu pangan dan juga menerapkan sistem pengawasan mutu terpadu (Integrated Control System) yang melibatkan berbagai instansi. Pengawasan dilakukan secara sektoral dan terpecah-pecah oleh lembaga-lembaga nasional, provinsi, dan daerah/lokal seperti Departemen Kesehatan (Depkes), Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Departemen Perdagangan dan Perindustrian (Deperin), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Pemerintah Daerah (Pemda). BPOM merupakan lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengawasan pangan bersama-sama dengan tiga departemen, yakni Depkes, Deptan, dan DKP. Deperin juga menangani pengawasan keamanan pangan khusus dalam hubngannya dengan industri dan perdagangan pangan. Tanggung jawab masing-masing elemen ini telah ditetapkan sebagaimana yang tercantum dalam PP 28 Tahun 2004.Multiple Agency Systemmemiliki banyak kelemahan. Kurangnya koordinasi secara keseluruhan di tingkat nasional sering menyebabkan kebigungan tentang ranah wewenang yang hasilnya adalah kinerja yang tidak efisien. Tingkat keahlian dan sumber daya yang berbeda sehingga menimbulkan implementasi yang berbeda. Pertentangan dapat terjadi antara tujuan kesehatan masyarakat dengan fasilitas perdagangan dan pengembangan industri. Selain itu,kapasitas yang ada terbatas untuk mendapatkan input ilmiah yang tepat dalam pengambilan keputusan. Kurangnya konsistensi menimbulkan pengaturan yang berlebihan (over-regulation) dan duplikasi atau kesenjangan waktu dalam pengaturan. Semua hal tersebut dapat menyebabkan penurunan keyakinan konsumen dalam/luar negeri akan kredibilitas sistem.Pembagian tugas tiap lembaga dalam pengawasan pangan telah tercantum dalam PP 28 Tahun 2004. Namun, deskripsi spesifik tugas tiap lembaga belum jelas, sehingga tampak saling tumpang tindih satu sama lain, seperti halnya kasus beras yang penanganannya masih diperebutkan oleh Deptan dan BPOM. Deptan masih menganggap bahwa beras merupakan bahan segar yang tercakup dalam wewenangnya. Akan tetapi BPOM menyatakan bahwa beras merupakan bahan pangan hasil olahan dari padi. Pernyataan yang dikeluarkan oleh kedua pihak tidak dapat disalahkan karena sesuai dengan PP 28 Tahun 2004. Hal ini akan membingungkan produsen yang hendak mengawaskan mutu produknya. Selain itu, biaya administrasi mungkin saja terjadidoubling, sehingga biaya tambahan meningkatkan yang akan berimbas kepada konsumen. PenerapanMultiple Agency Systemmembutuhkan sebuah lembaga khusus yang dapat menaungi peranan lembaga-lembaga lain, sehingga wewenang pengawasan mutu dapat terpadu dan terpusat.Pengawasan mutu pangan di satu pihak melayani berbagai kegiatan ekonomi dan di lain pihak memerlukan dukungan pemerintah dan insentif ekonomi, serta dibutuhkan masyarakat. Campur tangan pemerintah diperlukan agar mutu dapat terbina dengan tertib karena jika terjadi penyimpangan atau penipuan mutu, masyarakat yang dirugikan. Campur tangan pemerintah dapat berwujud kebijaksanaan atau peraturan-peraturan, terciptanya sistem standarisasi nasional, dilaksanakannya pengawasan mutu secara nasional, dan dilakukan tindakan hukum bagi yang melanggar ketentuan. Kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan perundang-undangan pangan Codex Alimentarius Commision(CAC) disebutFood Control, sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing industri dalam mengendalikan mutu dan keamanan produknya sendiri disebutFood Quality ControlManajemen mutu pada tiga bagian utama penjamin mutu (quality conrol, quality assurance,quality manajement) menjadi titik kritis dalam penerapan sistem jaminan mutu di suatu perusahaan.a.Manajemen mutu di bagianQuality controlQuality controlmerupakan bagian yang bertugas menjamin mutu dari segi produk dan proses yang dilakukan selama produksi sehingga pengendalian mutu bagianquality controlmencakup pengendalian mutu pada bagian produksi.b. Manajemen mutu di bagianQuality assuranceQuality assurancemerupakan bagian yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian proses produksi untuk menghasilkan produk dengan standar mutu yang telah ditentukan serta mengadakan penelitian dan pengembangan produk dalam tujuan meningkatkan kepuasan konsumen sehingga pengendalian mutu padaquality assurancemencakup pengendalian mutu pada bagianquality controldan bagianresearch and development.Pada proses pengawasanquality assurancebekerjasama dengan bagianquality control yang bertanggung jawab terhadap bagian produksi dalam menjamin mutu produk yang dihasilkan. Pembagian tugas dalamquality controldalam mengawasi produksi harus memperhatikan sumber daya yang tersedia dan volume produksi yang dijalankan. Pembagian tugas dapat dilakukan dengan memberi tanggung jawab kepada beberapa orang pada bagian-bagian kritis selama proses produksi seperti proses penyedia bahan baku, proses pengalengan, proses pasteurisasi, atau proses packaging. Selain itu dalam quality controlsendiri diperlukan kepala bagian dan asisten kepala bagian serta bagian administrasi QC yang bertugas mengawasi kinerja staff QC yang bertugas. Berdasarkan hasil atau data yang diperoleh dari QC, baik pada bagian produksi atau pada bagian QC sendiri, dilaporkan pada bagian QA untuk kemudian dilakukan evaluasi dalam hal memperbaiki kualitas atau mempertahankan prestasi yang telah tercapai.Pengawasan juga dilakukan pada bagianresearch and development. Pada bagian ini pengawasan dapat langsung dilakukan oleh QA atau dengan bantuan QC dengan mempertimbangkan sistem mutu yang diterapkan. Pengembangan produk baru sebagai upaya menjaga kualitas produk pada bagianresearch and developmentmerupakan salah satu proses untuk menjaga kepercayaan konsumen terhadap mutu dan kualitas perusahaan, sehingga pengawasan dapat langsung dilakukan oleh QA. Pada bagian ini hal yang perlu diperhatikan adalah: Pengembangan dan penelitian formulasi produk baru Pengawasan dan pengendalian pada bagian produksi pengembangan produk diantaranya pada bahan baku, alur proses, produk akhir, dan gudang. Pengawasan mutu produk dengan pengujian produk akhirPenggunaan form pencatatan selama proses pengawasan sangat berguna dalam memberikan masukan pada manajemen tentang peningkatan kualitas dan perbaikan kinerja. Selain itu, form yang digunakan dapat menjadi dokumen untuk menelusuri kemungkinan kesalahan prosedur jika terdapat pengaduan dari konsumen. Form pencatatan dalam upaya menjaga kualitas produk diantaranya form kualitas bahan baku, form kontaminan, form alur proses, form pasteurisasi, atau form packaging.Sesuai Pasal 67 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Badan POM memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. UU No 7 tahun 1996menyatakan bahwa BPOM bertugas melakukan inspeksi dan investigasi seluruh produk pangan secara nasional. Ini membuat para inspektor di BPOM kelimpungan menghadapi sekian banyaknya produsen pangan. Merebaknya kasus keracunan pangan bukan semata-mata karena kesalahan BPOM. Sistemlah yang mempersulit kerja BPOM. Negara kita perlu mencontoh sistem pengawasanFood and Drugs Administration(FDA) di Amerika. Setiap inspektor diberi mandat untuk mengawasi beberapa produsen tertentu, sehingga pengawasannya akan lebih optimal. Banyaknya pegawai BPOM merupakan kunci utama mengatasi masalah ini. Hal ini dapat dilakukan dengan penngiriman delegasi dari lembaga-lembaga terkait untuk membantu kerja BPOM.Prinsip Pengawasan Makananmeliputi tahap yang disebut dengan Rumus 3-E(Prof. H. Soedjajadi Keman, dr., MS., Ph.D.) :1. Engineering, yang terdiri dariPerundangandanPeraturan.2. Education,yang terdiri dariPemberian informasidanPenyuluhan dan Pendidikan3. Enforcement,yang dilakukan dengan urutanTeguran 1, 2, 3;Peringatan keras;Tutup sementara;Cabut ijinoperasi/produksi; dan terakhir melaluiPerdata/Pidana.Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensip, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar dimasyarakat. Pengawasan tersebut dimulai dari penilaian pre-market produk, sertifikasi sarana produksi, pengawasan post-market produk dan sarana, sampling dan pengujian serta sekaligus melakukan pengamanan pasar dalam negeri dari produk makanan yang tidak memenuhi syarat, mutu, dan ilegal/ palsu.Penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat (community empowerment) juga merupakan bagian dari pengawasan yang dilakukan Badan POM. Untuk memenuhi pengawasan tersebut, Badan POM menerapkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang terdiri dari 3 (tiga) elemen penting yaitu 1. Subsistem Pengawasan oleh ProdusenSistem pengawasan internal produsen yang berdasarkan pada cara produksi yang baik (good manufacturing practices). Melalui proses ini diharapkan agar segala bentuk penyimpangan standar mutu dapat terdeteksi sejak dini. Secara hukum, produsen bertanggung jawab atas pengawasan mutu dan keamanan produk yang mereka hasilkan. Segala bentuk penyimpangan dan pelanggaran dari standar yang ditetapkan dapat berdampak sanksi baik administratif maupun hukum. Dalam sistem pengawasan Produsen ini terbagi empat (4) yaitu :a. GMP (Good Manufacturing Practices)b. PRE Marketing Vigilancec. Post Marketing Vigilanced. HACCP (Hazard Analysis And Critical Control Point)

2. Subsistem Pengawasan oleh KonsumenSistem pengawasan masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh konsumen. Hal ini berusaha dicapai dengan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai kualitas serta penggunaan produk secara benar. Pengawasan mandiri sangat penting dilakukan karena masyarakat merupakan pihak pengambil keputusan yang menentukan pembelian dan penggunaan suatu produk. Dengan tingkat kesadaran dan pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan produk, masyarakat diharapkan dapat melindungi diri dari produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat. Tingginya tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentunya akan mendorong produsen untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas produknya.Dalam sub sistem pengawasan Pemerintah, BPOM juga membagi kegiatan pengawasan tersebut dalam tujuh (7) kategori, yang diantaranya sebagai berikut :a. Regulasib. Standarisasic. Registrasid. Inspeksi.e. Samplingf. Public Warningg. Layanan Aduan Konsumen

3. Subsistem Pengawasan oleh Pemerintah/BPOMSistem pengawasan pemerintah dilakukan oleh Badan POM sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam melakukan pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu sebelum diedarkan di pasar; inspeksi berkala, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium untuk produk obat dan makanan yang sudah beredar, pengumuman publik, serta penegakan hukum. Adapun kegiatan pengawasan yang dilakukan BPOM dalam mengawasi sub sistem pengawasan konsumen terbagi menjadi dua (2) antaralain Pemberdayaan Konsumen dan Edukasi Konsumen. Lebih jelasnya bentuk pengawasan tersebut diatur dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2001, bahwa:1)Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau jasa, pencantuman label, dan klausulabaku, serta pelayanan purna jual barang dan/atau jasa. Pelayanan purna jual yang dimaksud, pelayanan yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen, misalnya tersedianya suku cadang dan jaminan atau garansi.2)Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, dan penjualan barang dan/atau jasa.3)Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat disebarluaskan kepada masyarakat4) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dan atau menteri teknis terkait bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

3.2 Sanksi yang Diberikan Berdasarkan Undang-Undang panganDi Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi hukum. Sanksi hukum ini juga berlaku pada setiap orang yang melanggar UU tentang pangan. Berikut ini adalah sanksi hukum yang diberikan pada para pelaku pelanggaran UU pangana. Sanksi hukum pidanaMenurut R. Soesilo hukum adalah suatu putusan yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana sesuai dengan UU yang berlaku. Hukuman dalam hukum pidana diatur dalam pasal 10 KUHP yang terdiri atas:1. Pidana pokok Pidana mati Pidana penjara Kurungan Denda2. Pidana Tambahan Pencabutan hak hak tertentu Perampasan barang barang tertentu Pengumuman putusan hakimPelanggaran hukum tentang pangan yang dimaksud diantaranya : menimbun barang secara berlebihan, melakukan Produksi Pangan yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan, penambahan BTM yang berlebihan, dan lain lain. Semua pelanggaran ini diberikan sanksi dan ditulis secara jelas dalam dalam UU Pangan No 18 tahun 2012 pada BAB XV pasal 133-148

b. Sanksi hukum perdataHukum perdata adalah hukum yang mengatur individu dengan individu atau yang mengatur hubungan perorangan. Pelanggaran dalam perkara perdata baru akan di ambil tindakan setelah adanya pengaduanterlebih dahulu dari pihak yang merasa di rugikan. Dalam hukum perdata sanksinya biasanya berupa pemenuhan kewajiban (prestasi) atau ganti rugi.

c. Sanksi administrasi/administratifSanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan UU yang bersifat administratif. sanksi administrasi/administratif yang tertulis dalam UU No 18 tahun 2012, yaitu: Denda Penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; Penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; Ganti rugi; dan/atau Pencabutan izin.

Semua sanksi di atas disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan. Artinya tidak semua sanksi administrasi dijatuhkan pada pelaku pelanggaran. Sanksi yang diberikan dilihat dari seberapa berat tingkat pelanggaran yang dilakukan, kemudian pelaku dijatuhi hukuman sesuai dengan UU.

3.3 Penerapan Pengawasan Mutu di IndonesiaDi Indonesia system pelaksanaan pengawasan mutu pangan yang dilakukan oleh BPOM saat ini sedang diusahakan sebaik mungkin. Dalam mempermudah tugasnya, BPOM membentuk 3 subsistem yaitu subsistem pengawasan produsen, subsistem pengawasan konsumen, dan subsistem pengawasan pemerintah (Badan POM). Sistem pengawasan oleh pemerintah dilakukan melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. Akan tetapi, saat ini masih banyak terjadi permasalahan konsumen pada bidang pangan khususnya, diantaranya yang paling mengkhawatirkan masyarakat adalah kasus kasus tentang masalah penyalahgunaan bahan berbahaya pada produk pangan ataupun bahan yang diperbolehkan tetapi melebihi batas yang telah ditentukan. Walaupun sudah terdapat UU pangan yang mengatur tentang pangan, namun masih saja terdapat pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan keresahan oleh konsumen. Secara umum, di Indonesia terdapat empat masalah utama yang terkait dengan keamanan konsumen terhadap makanan yang dikonsumsinya, yaitu :1. Keracunan makanan Dapat terjadi karena rusak dan terkontaminasi atau tercampur dengan bahan berbahaya. Sebagian besar kasus keracunan makanan berasal dari jasa boga (katering). Data nasional yang dirangkum Badan POM selama 4 tahun terakhir juga menjelaskan, bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan (20%); jajanan (13%) dan lain-lain (5%).Data tersebut menggambarkan bahwa kesadaran konsumen jauh dari yang diharapkan, termasuk diantaranya keharusan membaca label sebelum menjatuhkan pilihan untuk membeli. Dalam hal ini diperlukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus menerus. Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan ketentuannya. Kejadian keracunan yang terus terulang ini salah satunya diakibatkan oleh tidak ada pemikiran atau kesadaran untuk melaporkannya ke instansi yang berwenang setelah kejadian. Hal ini kadang dianggap sebagai kejadian yang biasa. Jika dilaporkan, seharusnya produsen sebagai pelaku pelanggaran bisa dikenai sanksi sesuai dengan UU pangan.

2. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Mencakup Bahan pengawet, bahan pewarna, bahan pemanis dan bahan-bahan tambahan lainnya. Kasus yang pernah ditemukan mengenai penyalahgunaan BTM ini adalaha. Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow)b. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya lainnya juga ditemui pada produk pangan, terutama penggunaan formalin, dan boraks. Pemakaian formalin terutama ditemui pada produk pangan berasam rendah seperti mie basah, tahu, ikan asin dan ikan segar.c. Penyalahgunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi dosis yang diizinkan antara lain ditemui pada penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat)Kasus kasus seperti ini masih banyak terjadi karena hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan. Mungkin seharusnya hukuman yang dijatuhkan harus lebih berat agar pelaku pelanggaran menjadi jera dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. 3. Ketentuan label bagi produk-produk industri makanan dan minuman yang tidak sesuai dengan ketentuan label Penyimpangan terhadap peraturan pelabelan yang paling banyak ditemui adalah a. Penggunaan label tidak berbahasa Indonesia dan tidak menggunakan huruf latin, terutama produk impor.b. Label yang ditempel tidak menyatu dengan kemasanc. Tidak mencantumkan waktu kadaluarsad. Tidak mencantumkan keterangan komposisi dan berat bersihe. Tidak ada kode barang MD, ML atau P-IRT dan acuan kecukupan gizi yang tidak konsisten.f. Tidak mencantumkan alamat produsen/importir (bagi produknya)Hasil kajian menemukan bahwa masalah label kurang mendapat perhatian dari konsumen dimana hanya 6,7% konsumen yang memperhatikan kelengkapannya. Khusus menyangkut keterangan halal sebagai bagian dari label, data lembaga pemeriksa halal (LP-POM MUI) menyebutkan saat ini baru sekitar 15% dari produk pangan di Indonesia yang telah memiliki sertifikat halal.4. Produk-produk industri makanan dan minuman yang kadaluarsa.Di pasaran masih ditemukan produk pangan segar dan olahan kemasan yang telah kadaluarsa, tidak hanya di pasar tradisional tapi juga di supermarket. Produk makanan olahan yang ditemukan antara lain makanan kaleng dan beku (daging, bakso, ikan, nugget). Walaupun sistem pengawasan mutu telah diatur sedemikian rupa dalam undang-undang, pelanggaran dalam berbagai hal tetap saja terjadi. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:1. Ketidakpedulian para pelaku pangan terhadap akibat yang ditimbulkannya.2. Pelaku usaha tidak mengetahui kewajiban berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen.3. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah terkait (dinas kesehatan, lembaga perlindungan konsumen).4. Konsumen tidak memperhatikan kemasan produk pangan. Pelaksanaan pengawasan di lapangan dirasakan masih sangat lemah, padahal perangkat peraturan perundang-undangan dalam perlindungan konsumen sudah cukup memadai. Karena itu, perlu dilakukan harmonisasi ketentuan-ketentuan yang ada agar terjalin koordinasi yang efektif antar instansi terkait. Akibat belum adanya harmonisasi selama ini, pelaksanaan kontrol di lapangan belum sepenuhnya berjalan efektif

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan1. Multiple Agency System(sistem berbagai lembaga) dalam pengorganisasian pengawasan mutu pangan dan juga menerapkan sistem pengawasan mutu terpadu (Integrated Control System) yang melibatkan berbagai instansi. 2. Pengawasan mutu dimulai dari penilaian pre-market produk, sertifikasi sarana produksi, pengawasan post-market produk dan sarana, sampling dan pengujian serta pengamanan pasar dalam negeri dari produk makanan yang tidak memenuhi syarat, mutu, dan ilegal/ palsu.3. Badan POM menerapkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang terdiri dari 3 (tiga) elemen penting yaitu subsistem pengawasan oleh produsen, konsumen dan pemerintah/BPOM.4. Sanksi yang diberikan pada produsen yang melanggar berdasarkan UU pangan adalah Sanksi hukum pidana, perdata dan administrasi/administratif.5. Di Indonesia, walaupun terdapat UU pangan yang mengatur tentang pangan, namun masih terdapat pelanggaran-pelanggaran seperti ketidaksesuaian label kemasan, kasus penyalahgunaan bahan berbahaya pada produk pangan ataupun bahan yang diperbolehkan tetapi melebihi batas yang telah ditentukan.

4.2 Saran1. Sebaiknya disamping semakin diperketatnya sistem pengawasan mutu pada undang-undang, kesadaran masyarakat akan mutu produk yang dihasilkan juga perlu ditingkatkan, agar pelanggaran-pelanggaran dalam pengawasan mutu dapat diperkecil.

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, D. 1997. Praktek Pengolahan Pangan yang Baik. PelatihanPengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar.Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan DirjenDikti.Bogor, 21Juli 2 Agustus 1997.

Hafsah, Mohammad Jafar. 2006. Kedaulatan Pangan. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan

Hubeis,M. 1997. Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Bagi Staf Penganjar. Kerjasama Pusat Studi Pangan Pangan & Gizi IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.

Hubeis, M. 1994. Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di Indonesia. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). FakultasTeknologi Pertanian, IPB Bogor.

Juran. J.M. 1995. Kepemimpinan Mutu: Pedoman Peningkatan Mutuuntuk Meraih Keunggulan Kompetitif. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Kadarisman,D. 1994. Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Singkat Dalam Bidang Teknologi Pangan, Angkatan II. Kerjasama FATETA IPB PAU Pangan & GIZI IPB dengan Kantor Meneteri Negara Urusan Pangan/BULOG Sistem Jaminan Mutu Pangan, Bogor.

Kadarisman, D. 1996. Program Perbaikan Mutu. Bahan kuliah jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta. IPB.

Kramer, A. dan B.A. Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food Industry. The AVI Pub. Inc., Conn., USA.

Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press, Bogor.Tunggal. A.W. 1992. Audit Mutu. Rineka Cipta. Jakarta.

Suardi, R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000: Penerapan untuk mencapai TQM. PPM. Jakarta

Tenner, A.R. dan I. J. Detoro. 1992. Total Quality Management. Addison-Wesley Publishing Company.

Tjiptono dan Diana. 1995. Total Quality Management. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.