Makalah Uts
-
Upload
muhammad-luthendra -
Category
Documents
-
view
92 -
download
3
description
Transcript of Makalah Uts
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi yang membantu manusia dalam
memberikan dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan, adapun manusia dalam
hal ini dapat menyampaikan ide dan gagasan, baik verbal maupun non verbal.
Pentingnya sebuah bahasa harus diikuti dengan pemahaman bahasa dan elemen-
elemennya pula, seperti kosa kata bahasa, struktur bahasa, dan lain sebagainya.
Pada kenyataannya, bahasa muncul dan berkembang karena interaksi antar
individu dalam suatu masyarakat.
Sehubungan dengan peran penting bahasa sebagai bagian dari komunikasi
dalam kehidupan manusia dan keterterkaitan bahasa yang diikuti oleh pemahaman
juga elemen-elemennya, Morfologi hadir sebagai tataran linguistik atau ilmu
bahasa yang sangat penting dalam mengkaji seluk beluk kata. Untuk itu, penulis
mengangkat masalah Morfologi kedalam tema sebuah analisis bahasa, dimana
adanya sebuah proses pembentukan sebuah kata yang diawali oleh pembahasan
dasar-dasar analisis sampai pada proses morfofonemik.
Bentuk menurut Kridalaksana (2011:32) merupakan penampakan atau
rupa satuan bahasa, satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau
grafemis. Selanjutnya, menurut Samsuri (1994: 190), proses morfologis ialah cara
pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan
morfem yang lain. Beberapa pengertian antara bentuk dan proses morfologis
menjadi proses awal dan inti yang mengawali juga mendasari ikhwal terbentuknya
kata dengan segala bentuk-bentuknya.
1
Terkait dengan teori yang mengawali pembahasan materi tersebut, adapun
pembahasan secara lengkap mengenai analisis bahasa morfologi dalam bab
pembahasan, seperti dasar-dasar analisis, pengenalan morfem, wujud morfem,
jenis-jenis morfem, proses morfologis, konstruksi morfologis, dan morfofonemik..
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar-dasar Analisis
Dalam pembahasan mengenai dasar-dasar analisis akan dibahas mengenai
bentuk-bentuk yang berulang, bentuk dan pengertian, dan ujaran.
Skema 1. Dasar-dasar Analisis
2.1.1 Bentuk-bentuk Yang Berulang
Bentuk menurut Kridalaksana (2011:32) merupakan penampakan atau
rupa satuan bahasa, satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis
atau grafemis. Untuk mengetahui bentuk-bentuk yang berulang kita dapat
membandingkan kata-kata dalam bahasa Indonesia berikut ini:
(1) buku dengan bukunya; kata dengan katanya; di serambi; meja
dengan di meja;
(2) mendekat dengan dekatkan;mendengar dengan dengarkan.
Pada (1) yang berulang yaitu buku, kata, serambi, meja, nya, dan di (2)
ialah dekat, dengar, men, dan kan. Di dalam membandingkan urutan-urutan
3
Dasar-dasar Analisis
Bentuk-bentuk yang Berulang
Bentuk dan Pengertian Ujaran
seperti di atas itu tidak bisa manasukan atau melokasikannya secara
sembarangan, tetapi terdapat dasar-dasarnya, dalam hal ini dasar tersebut
meliputi bentuk, yang berupa fonem atau urutan fonem-fonem, dan
pengertian. Contoh misalnya dalam bahasa Indonesia karena terdapat nya
yang berulang pada urutan bukunya dan bertanya, kita tidak dapat mengambil
simpulan ada bentuk buku, berta, dan nya. Hal ini karena nya yang kedua dan
juga berta tidak mempunyai pengertian setidaknya dalam bahasa Indonesia.
Bentuk-bentuk yang berulang harus memenuhi syarat “bentuk dan
pengertian yang sama atau mirip”. Bandingkan kalimat-kalimat berikut ini:
1) Amat sedang membaca buku.
2) Buku tebu ini amat keras.
Maka bentuk-bentuk /amat/ dan /buku/ di dalam kedua kalimat itu tidak
bisa dianggap berulang, karena walaupun sama bentuk tetapi tidak memenuhi
syarat persamaan pengertian.
2.1.2 Bentuk dan Pengertian
Sebuah penyelidikan morfosintaksis ditentukan oleh perpaduan bentuk
dan pengertian. Keduanya merupakan sebuah komposit, karena pengertian itu
selalu diberikan oleh bentuk atau kadang-kadang oleh tak adanya bentuk.
Pada nyatanya perbedaan bentuk membawa perbedaan pengertian pula.
Sering terdapat bentuk yang berulang dengan pengertian yang sama
tidak selalu tepat sama, melainkan ada perbedaan yang disebabkan oleh
4
fonem yang berdekatan dan perubahan itu baik yang kecil maupun yang besar
disebabkan oleh konvensi kebiasaan.
Dalam memperhatikan pengertian kita harus teliti dan hati-hati, karena
hal ini tidak bisa diperlakukan secara eksak. Kecuali itu, bahasa mempunyai
beberapa macam pengertian. Selain ada pengertian leksikal, yang dimiliki
oleh bentu-bentuk itu sendiri, ada juga pengertian gramatikal, yaitu yang
diberikan pada bentuk itu oleh keseluruhan hubungan distribusi dengan
bentuk-bentuk yang lain. Apabila kita telah menyadari hal-hal tersebut, kita
pasti akan lebih berhati-hati dalam memperlakukan komposit bentuk-
pengertian itu. Sering kita temukan bahwa pengertian itu tidak merupakan
lingkupan yang biasa ditentukan oleh keliling bentuk itu. Mungkin di dalam
menentukan pengertian bentuk kaki tidak terlalu mengalami kesulitan,
biarpun diikuti oleh bentuk-bentuk yang berbeda, seperti: orang, kucing,
meja, kursi, gunung, atau langit. Tetapi bagaimana tentang pengertian bentuk
akar bila diikuti bentu-bentuk yang berbeda seperti: tanaman, gigi, dan
sembilan misalnya?
Karena sifat pengertian itu, tidak dapat dielakan bahwa orang dapat
memberikan perlakuan yang kurang eksak. Biarpun demikian, komposit
bentuk-pengertian itu tetap kita pertahankan, karena jika komposit itu
ditinggalkan maka pekerjaan analisis bentuk-bentuk ini akan jauh lebih rumit
dan tidak terselesaikan.
5
2.1.3 Ujaran
Kemampuan berbicara adalah bakat tunggal manusia. Sekelompok
manusia, betapapun primitifnya, mempunyai bahasa sebagai alat komunikasi
di antara mereka. Semua manusia di dunia ini menguasai ujaran bahasanya,
tetapi hanya setengah dari mereka yang mempunyai tulisan bagi bahasanya.
Ujaran memanipulasikan bunyi-bunyi bahasa, sehingga sepenggal
bunyi bisa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang penting sekali. Ada
bahasa-bahasa yang mempergunakan nada untuk memberikan perbedaan
pengertian. Ada pula yang mempergunakan panjang (bunyi-bunyi) untuk
menyatakan modalitas atau waktu, serta ada pula bahasa yang memakai
tekanan untuk berbagai macam aspek kebahasaan yang lain.
Di dalam ilmu bahasa, ujaran memang lebih penting. Karena bahasa
terlebih dahulu adalah ujaran. Walaupun ujaran itu bisa lenyap selamanya,
tetapi sekarang setelah ada alat-alat untuk merekam, tentu bisa dipakai untuk
merekam ujaran, sehingga ujaran bisa “diabadikan” juga.
Untuk meneliti bahasa sendiri, seorang ahlibahasa bisa mempergunakan
bentuk tulisan jika bahasanya itu telah mempunyai sistem tulisan. Peneliti
semacam ini bisa mengucapkan dan mengajarkan tulisan-tulisan itu, sehingga
ia tidak akan mengalami kesulitan untuk memperoleh data bahasanya yang
lengkap. Akan tetapi, apabila ahli bahasa itu meneliti bahasa lain, ia harus
meneliti ujaran bahasa itu, baru kemudian mungkin bisa ditambahkan dengan
bentuk tulisan bahasa itu, jika bahasa itu telah ada tulisannya, serta apabila
6
ahlibahasa itu tahu membaca tulisan bahasa itu. Karena itu maka penelitian
terhadap ujaran bahasa itu menjadi hal yang utama.
Sebuah aspek kebahasaan yang sangat penting tetapi sering dilupakan
orang ialah intonasi. Intonasi dalam bahasa-bahasa tertentu demikian
pentingnya karena bisa menyampaikan dan membedakan berbagai variasi
pengertian yang tidak bisa diberikan oleh bentuk tulisan. Intonasi hanya bisa
dipelajari melalui ujaran. Walaupun si peneliti adalah pembicara bahasa yang
ditelitinya, untuk memperoleh data intonasi, ia harus mengambil ujaran
sebagai bahannya.
2.2 Mengenal Morfem
Dalam pembahasan mengenai pengenalan morfem akan diperinci menjadi
empat kategori bahasan, yakni morf, morfem, dan alomorf, prosedur
pengenalan morfem, prinsip-prinsip pokok, dan prinsip-prinsip tambahan.
Skema 2. Mengenal Morfem
7
Mengenal Morfem
Prosedur Pengenalan Morfem
Prinsip-prinsip Pokok
Prinsip-prinsip Tambahan
Morf, Morfem, dan Alomorf
2.2.1 Morf, Morfem, dan Alomorf
Sudah disebutkan dan diterangkan sebelumnya bahwa urutan-urutan
seperti buku, meja, nya, di, dekat, men, dan kan adalah bentuk-bentuk, atau
istilah asingnya adalah morf. Bentuk-bentuk seperti mem, men, meny, dan
meng pada urutan-urutan membaca, mendengar, meyembelih, dan
menggambar dapat dikatakan mirip. Oleh karena bentuk-bentuk itu mirip
susunan fonemnya dan dengan lingkupan pengertian yang sama atau mirip
maka disebut morfem. Bentuk-bentuk atau morf-morf ini jika mendapatkan
cukup data akan berulang, dan karena itu bentuk-bentuk tersebut juga
dikatakan morfem. Jadi morfem adalah komposit bentuk-pengertian terkecil
yang sama atau mirip yang berulang. Atau menurut Ramlan (2009:32)
morfem adalah satuan gramatik terkecil yang tidak mempunyai satuan lain
sebagai unsurnya.
Dalam bahasa Inggris morfem terbagi menjadi dua buah kategori,
seperti free morpheme dan bound morpheme. Free morpheme dalam
pengertiannya adalah sebuah kata dasar yang telah memiliki makna sendiri
(contoh: happy, well, polite, dll), sedangkan bound morpheme adalah satuan
terkecil yang tidak bisa berdiri sendiri terhadap makna. Seperti imbuhan-
imbuhan (prefiks dan subfiks: im-, in-,-less, dll). Lebih jelasnya perbedaan
morf, alomorf, dan morfem ditunjukkan pada ilustrasi di bawah ini:
8
Bentuk atau morf itu dapat terdiri atas sebuah fonem atau lebih, baik
segmen ataupun prosodi. Perhatikan urutan-urutan mengguntingi dan
menulisi, yang masing-masing terdiri atas menggunting + i dan menulis + i.
Kedua akhiran /i/ itu mempunyai pengertian yang sama, sehingga jelas
sebuah fonem bisa merupakan sebuah morf atau morfem, dan bentuk /i/
tersebut ialah sebuah morfem.
Bentuk-bentuk /məm/, /mən/, /məŋ/, dan /mə/ masing-masing disebut
morf, yang semuanya merupakan alomorf (anggota morfem yang sama) dari
morfem {məN}. Untuk membedakan morfem dengan alomorf-alomorfnya,
morfem ditulis di dalam kurung kurawal, sedangkan alomorfnya dituliskan
diapit oleh garis miring.
2.2.2 Prosedur Pengenalan Morfem
Pengenalan morfem-morfem itu dilakukan dengan membanding-
bandingkan bagian-bagian yang berulang, dan dengan mengdakan substitusi.
Misalnya urutan-urutan berikut: tergigit, termakan, terminum. Kita kenal
begian ter yang berulang yang mempunyai pengertian yang sama, yaitu ‘tak
sengaja dilakukan’.
9
Cara mengenal morfem-morfem itu didasarkan atas tiga prinsip pokok
dan tiga prinsip tambahan.
2.2.3 Prinsip-prinsip Pokok
Prinsip A: Bentuk-bentuk yang berulang yang mempunyai pengertian
yang sama, termasuk morfem yang sama.
Untuk menerapkan prinsip pertama ini, perhatikan urutan-urutan pada
bahasa A berikut ini:
1. Kaye ‘pohon’
2. Kayezi ‘pohon-pohon’
3. Pakaye ‘ada pohon’
4. Pakayezi ‘ada pohon-pohon’
5. Maka pakaye ‘itu adalah pohon’
6. Maka pakayezi ‘itu adalah pohon-pohon’
Untuk menemukan morfem-morfem yang sesuai dengan prinsip I
tidaklah terlalu sulit, karena semuanya jelas, yaitu bahwa persamaan bentuk-
pengertian tidak menimbulkan persoalan apa-apa. Tetapi prinsip I ini tidak
akan menyelesaikan penemuan semua morfem bahasa. Misalnya bentuk-
bentuk məm, mən, dan mə pada ucapan-ucapan membaca, mendengar dan
melihat.
I IIməm bacamən dengarmə lihat
10
Pada kolom II kita tidak mendapati persoalan karena bentuk tersebut
bisa berulang pada ucapan-ucapan lain. Tetapi bentuk-bentuk di dalam kolom
I itu tidak sama betul, tetapi mempunyai pengertian yang sama. Perbedaannya
jelas terlihat pada susunan fonem-fonemnya. Di sini jelas bahwa prinsip I saja
tidak dapat memeberikan penyelesaian, artinya ketiga bentuk di dalam kolom
I tidak dapat dimasukan menjadi morfem yang sama. Perbedaan bentuk pada
kolom I dapat dijelaskan secara fonologis, oleh sebab itu bentuk məm, mən,
mə, məŋ, dan məń bisa dimasukan ke dalam morfem yang sama, dan bentuk-
bentuk itu adalah alomorf-alomorf dari sebuah morfem.
Prinsip B: bentuk-bentuk yang mirip (susunan fonem-fonemnya), yang
mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama, apabila
perbedan-perbedaannya dapat diterangkan secara fonologis.
Untuk penerapan prinsip kedua perhatikan bentuk-bentuk berikut:
Bahasa B:
1. Hu?it ‘tanganku’ 1a. u?it ‘tangan’
2. Ak’an ‘ayamku’ 2a. k’an ‘ayam’
3. Orindu ‘kukunya’ 3a. rindu ‘kuku’
4. Owark ‘isterinya’ 4a. wark ‘istri’
Bahasa C:
Tunggal Jamak
1. ‘buku’ buk buks
2. ‘taksi’ kæb kæbz
3. ‘rumah’ haws hawzəz
11
4. ‘mawar’ rowz rowzəz
Ternyata dengan prinsip kedua ini juga masih ditemukan persoalan-
persoalan morfologis yang belum diselesaikan. Oleh karena itu ada satu lagi
prinsip pokok yang ketiga berikut ini:
Prinsip C: bentuk-bentuk yang berbeda susunan fonem-fonemnya, yang
tidak dapat diterangkan secara fonologis perbedaan-perbedaannya, masih
bisa dianggap sebagai alomorf-alomorf daripada morfem yang sama atau
mirip, asal perbedaan-perbedaan itu bisa diterangkan secara morfologis.
Perhatikan kolom di bawah ini:
Ber
be
bel
Tanam
garam
angkat
kerja
ternak
ajar
Jika dilihat dari data di atas, perbedaan ber dan be dapat diterangkan
secara fonologis. Tetapi kita tidak mendapatkan suatu keterangan fonologis
mengapa ajar mendapat bel, sedangkan angkat misalnya, tidak. Satu-satunya
keterangan ialah disebabkan oleh morfem ajar itu sendiri, dan kondisi inilah
yang disebut kondisi morfologis. Dengan kata lain perbedaan antara ber dan
12
be di satu pihak dengan bel di pihak lainnya disebabkan oleh perbedaan-
perbedaan morfem yang mengikutinya.
2.2.4 Prinsip-prinsip Tambahan
Prinsip-prinsip tambahan ini merupakan simpulan dari prinsip-prinsip
pokok. Sebagai akibat prinsip pokok A, bisa diambil simpulan yang
merupakan:
Prinsip D: bentuk bentuk yang sebunyi (homofon) merupakan:
1. Morfem-morfem yang berbeda apabila berbeda pengertiannya.
2. Morfem yang sama, apabila pengertiannya yang berhubungan (atau
sama) diikuti oleh distribusi yang berlainan.
3. Morfem-morfem yang berbeda, biarpun pengertiannya berhubungan,
tetapi sama distribusinya.
Contoh kondisi (1) dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk-bentuk
seperti bisa ‘racun’ dan bisa ‘dapat’; sedang ‘cukupan’ dan sedang ‘lagi’;
buku ‘kitab’, buku ‘sendi’. Dengan kata lain kondisi (1) ini merupakan suatu
homonimi.
Kemudian kondisi (2) kita ambil bentuk kaki, kaki¹ yang diikuti bentuk-
bentuk kuda, Amat, orang dan lain sebagainya, kaki² yang diikuti bentuk
gunung. Tidak pernah terdapat distribusi misalnya kaki gunung itu patah, dan
tidak pernah juga ditemukan keluarga itu tinggal di kaki kuda, melainkan
sebaliknya. Oleh sebab itu, karena kaki¹ dan kaki² mempunyai pengertian
yang berhubungan, katakanlah ‘bagian bawah sesuatu’, maka kedua bentuk
13
tersebut bisa dianggap morfem yang sama. Kondisi (2) ini disebut juga
polisemi, yakni bahwa suatu kata memiliki makna lebih dari satu.
Yang terakhir contoh untuk kondisi (3) kita ambil bentuk kursi ‘tempat
duduk’, yang mempunyai arti kelanjutan ‘kedudukan’. Pada kalimat ‘mereka
berbutan kursi itu’orang tidak tahu apa maksud kursi itu, artinya bisa yang
satu maupun yang lain. Oleh karena itu bentuk kursi sebaiknya dianggap
sebagai dua morfem yang berlainan.
Prinsip E: suatu bentuk bisa dinyatakan sebagai morfem apabila:
1. Berdiri sendiri;
2. Merupakan perbedan yang formil di dalam suatu deretan struktur;
3. Terdapat di dalam kombinasi-kombinasi dengan unsur lain yang
terdapat berdiri sendiri atau di dalam kombinasi-kombinasi yang lain
pula.
Menurut kondisi pertama itu setiap bentuk yang berdiri sendiri yang
sudah tentu dengan artinya sendiri pula dianggap sebagai morfem. Bentuk-
bentuk seperti jelas, yang, pun, barang, lama, dls. dapat langsung kita
nyatakan sebagai morfem-morfem, karena berdiri sendiri dan tidak terdapat
dalam kombinasi dengan bentuk-bentuk lain.
Sebagai contoh kondisi (2), kita ambil bentuk –an pada deretan struktur
tanaman, tulisan, makanan, dan sebutan. Walalupun –an itu tidak pernah
berdiri sendiri, namun dapat juga kita pisahkan dengan mengingat bentuk-
bentuk tanam, makan, tulis, dan sebut, sehingga –an merupakan perbedaan
yang formil dari bentuk tanam dan tanaman, makan dan makanan, tulis dan
14
tulisan, serta sebut dan sebutan, dengan pengertian yang sama (konstan).
Jelas dari contoh-contoh tersebut bahwa suatu bentuk bisa dianggap suatu
morfem, apabila benar-benar mempunyai arti tersendiri.
Seperti pada bahasa Inggris conceive, receive, perceive, conduce,
reduce, produce, contain, retain, pertain. Secara mudah dapat dinyatakan
bentuk-bentuk di atas itu dalam kolom-kolom berikut:
Con
re
per/
pro
Ceive
duce
tain
Sehingga terdapatlah morfem-morfem {con}, {re}, {per/pro}, {ceive},
{duce}, {tain}.
Prinsip F:
a. Jika suatu bentuk terdapat di dalam kombinasi satu-satunya dengan
bentuk lain, yang pada gilirannya terdapat berdiri sendiri atau di dalam
kombinasi dengan bentuk-bentuk lain, bentuk di atas itu dianggap
morfem juga.
b. Jika di dalam suatu deretan struktur terdapat perbedaan yang tidak
merupakan bentuk, melainkan sesuatu kekosongan, maka kekosongan itu
dianggap sebagai:
(1) morfem tersendiri, apabila deretan struktur itu berurusan dengan
morfem-morfem.
15
(2) alomorf dari suatu morfem, apabila deretan struktur itu berurusan
dengan alomorf-alomorf suatu morfem.
Contoh F.b1 biasa diambil contoh dari bahasa-bahasa Indian atau
bahasa-bahasa Afrika. Perhatikanlah deretan struktur bahasa Aztek dialek
Verakrus berikut ini:
ni kwa ‘aku makan’
ti kwa ‘engkau makan’
kwa ‘dia makan’
ni kwah ‘kami makan’
ti kwah ‘kita makan’
aɳ kwah ‘kamu makan’
kwah ‘mereka makan’
Pada urutan di atas terdapat kwa ‘ia makan’ dan kwah ‘mereka makan’.
Jika dibanding-bandingkan kita dapat menemukan bahwa kwa adalah morfem
‘makan’, ni ‘aku’, ti ‘engkau’, h ‘jamak’, maka dapat diambil simpulan bentuk
yang berarti ‘ia makan’ dan ‘mereka makan’ bisa digambarkan masing-masing
sebagai: kwa
kwah
di mana tanda itu menyatakan pengertian ‘ia’, sejajar dengan
bentuk-bentuk ni, ti, dan aɳ. Tanda merupakan kekosongan bentuk, tetapi
mempunyai arti ‘ia’, disebut morfem tanwujud (biasa ditandai dengan ϕ).
16
Terakhir untuk contoh F.b2 diambil dari bahasa Inggris, perhatikan
urutan struktur sejajar berikut ini:
tunggal jamak arti
1. buk buks ‘buku’
2. bæg bægz ‘tas’
3. rows rosiz ‘mawar’
4. šiyp šiyp ‘domba’
Tampak pada deretan struktur 1, 2 dan 3 perbedaan antara tunggal dan
jamak, di mana jamak ditandai dengan bentuk-bentuk –s, -z, -iz, sehingga
dapat dikatakan bahwa morfem jamak dalam bahasa Inggris (yang biasa
ditandai dengan Z1) mempunyai alomorf-alomorf /s/, /z/, /iz/, ketiganya bisa
diterangkan secara fonologis. Pada bentuk 4 baik tungal maupun jamak hanya
ada bentuk šiyp saja. Jadi bentuk jamak dari šiyp tidak ditandai dengan
bentuk. Dengan kata lain bentuk jamak šiyp adalah kosong. Karena di sini
urusannya dengan alomorf-alomorf, seperti /s/, /z/, dan /iz/, maka /ϕ/ pada
šiyp itu hanya alomorf saja, dan bukan morfem. Jadi di sini terdapat alomorf
tanwujud.
2.3 Wujud Morfem
Pembahasan megenai wujud morfem merupakan unsur-unsur yang diwakili
oleh huruf-huruf, yang tidak lain adalah fonem-fonem. Perlu diketahui serta
dipahami pula bahwa wujud morfem yang sebenarnya adalah beragam, artinya
17
tidak hanya memiliki satu wujud semata. Berikut ini akan dipaparkan tentang
wujud-wujud morfem serta pembahasan-pembahasan setiap wujud tersebut;
Skema 3. Wujud Morfem
2.3.1 Morfem yang Terdiri Atas: Sebuah Fonem atau Lebih (Segmen)
Dimana adanya morfem-morfem yang terdiri atas sebuah fonem atau
lebih, tentunya langsung dapat disaksikan, misalnya dalam bahasa Indonesia
berupa; /mata/ pohon/ ter/ tetapi/. Morfem-morfem tersebut merupakan suatu
bentuk fonem-fonem yang terdiri sebuah segmen belaka.
2.3.2 Morfem yang Terdiri Atas: Fonem-fonem Segmen dan Prosodi
(tekanan)
Di dalam beberapa bahasa ditemukan morfem-morfem yang belum
memiliki pengertian penuh atau masih meragukan, tentang apa yang
18
Mengenal Morfem
Prosedur Pengenalan Morfem Prinsip-prinsip Pokok Prinsip-prinsip
Tambahan
Morf, Morfem, dan Alomorf
dinyatakan oleh urutan tersebut. Misalnya dalam bahasa Toba; fonem /bottar/
orang akan meragukan, apakah pengertian tersebut adalah ‘darah’ ataukah
‘anggur’? hal ini terjadi karena dalam bahasa Toba terdapat tekanan atau
fonem-fonem prosodi yang digunakan untuk memahami pengertian bahasa
itu. Jika / bo`ttar/ adalah darah, sedangkan /bott`ar/ adalah anggur.
Dalam bahasa Sunda tidak mengenal adanya tekanan untuk
membedakan arti.
2.3.3 Morfem yang Terdiri Atas: Fonem-fonem Segmen dan Prosodi
(Nada)
Tekanan pada fonem tersebut dapat berupa pula berupa nada, misalnya
panjang-pendek bahasa yang digunakan. Contohnya dalam bahasa Cina; /si/
belum dapat diketahui artinya, bila belum diketahui nadanya. Bentuk /si/
dengan nada datar berarti ‘hilang’ dan dengan nada naik berarti ‘sepuluh’
sedangkan dengan nada naik turun berarti ‘pasar.’
Melalui contoh tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan nada,
menyebabkan perubahan makna pada sebuah wujud morfem. Dalam contoh
lainnya perbedaan nada fonem menyebabkan perbedaan makna kuantitas,
misalnya pada bahasa Mongbandi dari Kongo:
Bentuk Subjek Tunggal Bentuk Subjek Jamak
‘Pergi’ gwe` gwe’
‘Berenang’ ngbo` ngbo’
19
Dalam contoh-contoh diatas, diketahui bahwa perbedaan nada tinggi
(v`) ataupun nada rendah (v’) pada fonem-fonem segmen menyebabkan
perubahan makna kuantitas pada wujud morfem.Inilah yang disebut gabungan
antara fonem-fonem segmen dengan fonem-fonem prosodi berupa nada tinggi
atau rendah dalam morfem.Tentunya gabungan tersebut memiliki
pengertiannya masing-masing, dimana fonem-fonem segmen menunjukan
artinya sendiri dan fonem-fonem prosodi juga memiliki artinya sendiri, atau
dengan kata lain ‘memiliki konsep rangkap.’
Dalam bahasa Sunda nada ini misalnya pada pengungkapan makna
terimakasih yang sangat besar, yaitu nuhun ‘terimakasih’. Walaupun tidak
ada arti ganda dalam kata nuhun, tetapi apabila memakai nada, yaitu pada
vokal u yang kedua diucapkan panjang maka maknanya akan sedikit
bertambah, dari yang hanya terimakasih, maknanya menjadi terimakasih yang
sangat besar.
2.3.4 Morfem yang Terdiri Atas: Prosodi dan Keprosodian (Intonasi)
Morfem dapat terdiri atas fonem-fonem prosodi yaitu nada yang
bergabung dengan persendian yaitu keprosodian yang menjadi sebuah
intonasi. Misalnya dalam bahasa Indonesia:
2 3 3 1
(1) # amat makan # # [2] 3 3 1 # (adalah intonasi
kalimat berita)
2 3 3 2
20
(2) # amat makan # # [2] 3 3 2 # (adalah intonasi
kalimat tanya)
Di dalam bahasa Indonesia intonasi berpengaruh terhadap makna atau
maksud morfem-morfem di dalam sebuah kalimat. Begitu juga dalam bahasa
Sunda, pengaruh intonasi sama seperti pada bahasa Indonesia, yaitu bisa
menunjukan maksud kalimat, berupa berita atau pertanyaan, dan lain-lain.
Memang lebih rumit jika suatu bahasa melakukan gabungan antara
nada, tekanan, dan persendian secara bersamaan.Hal itu sangat jarang sekali
terjadi di dalam bahasa-bahasa dunia, karena yang umum adalah fonem-
fonem dengan nada dan persendian.
2.3.5 Morfem yang Terdiri Atas; Konsep Tanwujud (Kosong)
Tanwujud adalah apabila hanya bermanifestasikan kosong, atau lebih
tepatnya hanya secara teoritis analistis saja. Inilah bentuk terakhir dari wujud
morfem, mari kita lihat beberapa contoh berikut ini;
Bentuk Konsep
1. X + Y A+B
2. X A+C
3. X + Z A+D
4. X + W A + E
Pada contoh bentuk diatas diketahui bahwa (X) pada (1,2,3,4) mewakili
(A), sedangkan pada (Y,Z,W) mewakili (B, D, E) dalam (1,3,4). Mengapa
konsep (C) pada (2) diwakili dengan bentuk kosong?Inilah yang disebut
21
dengan manifestasi kosong yang dalam ilmu bahasa memakai penandaan {0},
yang sebenarnya mewakili konsep (C).
Perhatikanlah bentuk-bentuk dibawah ini;
1. Nitayi ‘Aku Minum’
2. Titayi ‘Engkau Minum’
3. Tayi ‘Dia Minum’
4. Nantayi ‘Kamu Minum’
Pada bentuk ketiga morfem ‘dia’ adalah kosong, inilah yang disebut
manifestasi kosong.Berbeda dengan bentuk ke-2 /Ti/tayi/ yaitu {engkau
minum}, pada bentuk ketiga hanya terdapat /Tayi/ yang seharusnya {minum}
menjadi {dia minum}.Bentuk lainnya dari manifestasi kosong terjadi pula
dalam bahasa Inggris untuk menyatakan kuantitas;
Tunggal Jamak Arti
1. Buk Buks ‘Buku’
2. Baeg baegz ‘Tas’
3. Haws hawsz ‘Rumah’
4. Siyp siyp ‘Domba’
Pada bentuk keempat walaupun bukan morfem, hanya sebagai alomorf
namun perubahan bentuk dari tunggal kepada jamak sama sekali tidak
terlihat, inilah yang juga masuk ke dalam manifestasi kosong. Dalam bahasa
Sunda kasus seperti ini penulis belum pernah mendapatkannya.
22
2.4 Jenis-jenis Morfem
“Morfem adalah komposit bentuk-pengertian yang terkecil yang sama atau
mirip yang berulang” (Samsuri, 1994: 170. “Morfem (morpheme) adalah satuan
bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi
atas bagian bermakna yang lebih kecil.” (Kridalaksana, 2011: 158).
Terdapat dua kriteria yang digunakan untuk menentukan jenis morfem, yaitu
berdasarkan hubungan dan distribusi. Kriteria hubungan terbagi dua lagi yaitu
hubungan struktur dan hubungan posisi. Kriteria distribusi juga terbagi dua,
distribusi bebas dan distribusi terikat.
Skema 4. Jenis-jenis Morfem
2.4.1 Secara Hubungan
Tiga macam morfem menurut hubungan struktur:
1. Morfem yang bersifat penambahan (aditif)
23
Jenis-jenis Morfem
Secara Hubungan Secara Distribusi
2. Morfem yang bersifat penggantian (replasif)
3. Morfem yang bersifat pengurangan (substraktif)
“Morfem aditif (additive morpheme) adalah konsep yang mencakup
dasar, prefiks, sufiks, infiks, suprafiks, konfiks, simulfiks, dan pengulangan”
(Kridalaksana, 2011: 158). Serupa dengan pendapat diatas adalah morfem
aditif (additive morpheme) ialah morfem yang biasanya ditempeli oleh atau
ditempelkan kepada morfem lain, meliputi dasar, afiks (prefix, infiks, sufiks,
konfiks, simulfiks, suprafiks) dan pengulangan. Dalam bahasa Inggris tidak
ditemukan proses infiks (sisipan).
Contoh: /imah/, /mamah/, /ña/, /gədɛ/
“Morfem replasif (replasive morpheme) adalah morfem yang
mengganti bagian dari dasar atau akar” (Kridalaksana, 2011: 158). Hal yang
serupa bahwa morfem replasif (replacive morpheme) ialah morfem yang
menggantikan bagian dari dasar atau akar, biasanya berupa bentuk-bentuk
fonemis; mis. dalam bah. Ing. /s/ menggantikan /z/; advise (verba) menjadi
advice (nomina). Demikian juga /f/ menjadi /v/ dalal half (num.) dan halve
(nom.). Bandingkan dengan kata pemuda dan pemudi, mahasiswa dan
mahasiswi, dalam Bahasa Indonesia.
Contoh: dalam bahasa Inggris:
foot dan feet à /u/ menjadi /iy/
mouse dan mice à /aw/ menjadi /ay/
man dan men à /æ/ menjadi /ɛ/
24
“Morfem substraktif (substractive morpheme) adalah morfem yang
terjadi dari penanggalan fonem dari akar atau dasar” (Kridalaksana, 2011:
158). Hal yang serupa bahwa morfem replasif (replacive morpheme) ialah
morfem yang menggantikan bagian dari dasar atau akar, biasanya berupa
bentuk-bentuk fonemis; mis. dalam bah. Ing. /s/ menggantikan /z/; advise
(verba) menjadi advice (nomina). Demikian juga /f/ menjadi /v/ dalal half
(num.) dan halve (nom.). Bandingkan dengan kata pemuda dan pemudi,
mahasiswa dan mahasiswi, dalam Bahasa Indonesia.
Contoh dalam bahasa Prancis: urutan berikut berkenaan dengan bentuk-
bentuk yang membedakan mana yang bersifat feminim dan maskulin;
/movɛs/ (f) /movɛ/ (m) ‘buruk’
/fos/ (f) /fo/ (m) ‘palsu’
/ptit/ (f) /pti/ (m) ‘kecil’
Kemudian tiga jenis morfem menurut hubungan posisi adalah sebagai
berikut:
1. Morfem yang bersifat urutan
2. Morfem yang bersifat sisipan
3. Morfem yang bersifat simultan
Morfem yang bersifat urutan yaitu morfem yang satu terdapat sesudah
morfem yang lain.
Contoh:
/məm/ + /baca/ + /kan/
25
Hal ini dapat dipertanggungjawabkan karena ditemukan juga bentuk
/baca/, /məmbaca/, dan /bacaan/. Begitu dalam bahasa Sunda misalnya, /sa/
+ /dapur/ + /an/ tiga morfem ini erupakan urutan-urutan karena ada bentuk
sadapuran ‘satu rumpun’, sadapur ‘satu dapur’, dan dapuran ‘rumpun’.
Morfem bersifat sisipan yaitu morfem yang satu terdapat di antara
morfem yang lain.
Contoh:
/kerja/ à /kinerja/
/gətar/ à /gəmətar/
/tunjuk/ à /təlunjuk/
/gigi/ à /gərigi/
Selanjutnya morfem yang bersifat simultan adalah morfem yang mengapit
morfem yang lain. Disebut juga morfem tak langsung.
Contoh:
/kəhujanan/ */kəhujan/ */hujanan/
/kəmalaman/ */kəmalam/ */malaman/
/kədəŋaran/ */kədəŋar/ */dəŋaran/
2.4.2 Secara Distribusi
A. Morfem Bebas
“Morfem bebas adalah morfem-morfem yang dapat diucapkan
tersendiri” (Samsuri, 1994: 188). “Morfem bebas (free morpheme)
adalah morfem yang secara potensial dapat berdiri sendiri”
(Kridalaksana, 2011: 158)
26
Contoh:
korsi, tembok, akar à akar
B. Morfem Terikat
“Morfem terikat adalah morfem-morfem yang tak pernah di dalam
bahasa yang wajar diucapkan tersendiri”. (Samsuri, 1994: 188).
Contoh:
ka-, pang-, -na, -eun à afiks
-juang, -medé, carangcang- à pokok
C. Pembentuk Dasar
“Pembentuk dasar adalah bentuk-bentuk pendek yang mempunyai
fungsi ‘memberikan fasilitas”.(Samsuri, 1994: 188)
Contoh dalam bahasa Sanskrit:
/wad/ ‘menulis’ à /wada/ à /wadati/, /wadama/
Imbuhan dapat terbagi menjadi dua macam yaitu terbuka dan
tertutup
Dalam bahasa Inggris terdapat afik terbuka, seperti pada contoh:
Contoh: formalization
(1) form + al
(2) + ize
(3) + er, ation
(4) +s
-al, - ize, - er, -s dalam bahasa Inggris merupakan afiks terbuka. Afiks
tertutup dalam bahasa Indonesia misalnya prefiks di-.
27
2.5 Proses Morfologis
Seperti yang telah diuraikan dalam bagian pendahuluan, proses morfologis
ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu
dengan morfem yang lainnya (Samsuri, 1994: 190). Di samping itu, bentuk itu
akan mendapat pola intonasi dasar / [2] 3 1/. Bentuk-bentuk seperti /apa/, /mana/
akan mendapat kontur intonasi /31/; /keras/, /beras/ akan mendapat kontur intonasi
/231/, /pas/, /ban/ akam mendapat kontur intonasi 31/; /menara/ berkontur intonasi
/ [2] 231/. Jadi proses morfologis adalah proses penggabungan morfem menjadi
kata.
Menurut Samsuri (1994: 190), proses morfologis meliputi (1) afiksasi, (2)
reduplikasi, (3) perubahan interen, (4) suplisi, dan (5) modifikasi kosong.
Skema 5. Proses Morfologis
28
Proses Morfologis
Perubahan Interen Suplisi Modifikasi Kosong
Afiksasi Reduplikasi
2.5.1 Afiksasi
Pengertian afiksasi menurut Samsuri (1994: 190), merupakan
penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks (-afik). Afiks ada tiga
macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Dalam hal ini, dikaarenakan
letaknya yang selalu di depan bentuk dasar, sebuah afiks dikatakan sebagai
awalan atau prefiks. Afiks disebut sisipan (infiks) karena letaknya di dalam
kata, sedangkan akhiran (sufiks) terletak pada akhir kata.
Dalam bahasa Inggris bantuan afiks ini dapat diketahui dalam bentuk
tunggal atau jamak, dan waktu ini serta lampau. Hal ini berbeda dengan
bahasa Indonesia yang hanya mengetahui katagori kata dan diatesis aktif atau
pasif.
Awalan diletakan di depan dasar seperti dalam bahasa Indonesia /pǝr/,
/tǝr/, /mǝn/ yang pada contohnya dilekatkan pada bentuk /panjaŋ/.
/pǝr/ + /panjaŋ/ /pǝrpanjaŋ/
/tǝr/ + /panjaŋ/ /tǝrpanjaŋ/
/mǝn/ + /panjaŋ/ /mǝmanjaŋ/
Dalam Bahasa Inggris
tangible ‘kasat mata’ + in- intangible ‘tidak kasat mata’
possible ‘mungkin’ + im- impossible ‘tidak mungkin’
well ‘baik” + un- unwell ‘tidak baik’
29
Sisipan terselit atau tersisip di dalam sebuah bentuk, dan mempunyai
penyesipan tertentu. Seperti pada contoh bahasa Jawa:
/tuku/ ‘membeli’ /tinuku/ ‘telah dibeli’
/kǝpoŋ/ ‘mengepung’ /kinǝpoŋ/ ‘dikepung’
/tulis/ ‘menulis’ /tinulis/ ‘ditulis’
Dalam Bahasa Inggris
Beberapa ahli bahasa menyebutkan adanya infiks dalam situasi tertentu.
Yule (1994) menyebutkan infiks bloody untuk ungkapan emosi, contohnya
Hallebloodyluyah! (dari kata Halleluyah). Katamba (1994: 44-45)
menyebutkan bahwa infiks hanya ada dalam bahasa Inggris kontemporer
yang mungkin tidak digunakan dalam kondisi yang sopan, contoh: in-fuckin-
stantiate. Menurut pendapat penulis, satu kata yang mungkin memiliki lebih
dari satu morfem tidak seharusnya dimasukkan dalam kategori afiks, karena
afiks adalah morfem terikat. Oleh sebab itu, menurut penulis, bahasa Inggris
tidak memiliki infiks.
Akhiran diletakan pada akhir suatu dasar. Dalam bahasa Indonesia
akhiran-akhiran seperti:
a. /kan/ d. /wan/
b. /an/ e. /wati/
c. /i/
Dalam Bahasa Inggris
farm ‘kebun’ + -er farmer ‘petani’
30
act ‘seni’ + -or actor ‘pekerja seni’
use ‘berguna” + -less useless ‘tidak berguna’
2.5.2 Reduplikasi
Reduplikasi merupakan sebuah proses pengulangan kata dasar baik
keseluruhan maupun sebagian. Dalam hal ini, reduplikasi dalam bahasa
Indonesia terbagi seperti pada contoh bentuk-bentuk:
a. Reduplikasi penuh atau seluruh
Reduplikasi penuh atau seluruh adakah sebuah perulangan bentuk
dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks. Contohnya:
/buku/ /bukubuku/
/rumah/ /rumahrumah/
/ana?/ /ana?ana?/
/orang/ /orangorang/
Dalam Bahasa Inggris
Menurut Hornby (1982), reduplikasi penuh yaitu seluruh kata dasar
mengalami pengulangan. Dari data Bahasa Inggris ditemukan
31
beberapa kata yang mengalami reduplikasi penuh. Sebagai contoh:
b. Reduplikasi modifikasi/perubahan fonem
32
Reduplikasi modifikasi/perubahan fonem adalah pengulangan dengan
perubahan fonem yang merupakan morfem dasar yang diulang dimana
mengalami perubahan fonem. Contohnya:
Dalam Bahasa Jawa
/bali/ ‘kembali’ /bolabali/ ‘kembali beberapa kali’
/maŋan/ ‘makan’ /moŋanmɛŋ/ ‘makan berulang’
/waktu/ ‘batu’ /wotawatu/ ‘batu berulang’
/roko?/ ‘rokok’ /roka?roko?/ ‘rokok-rokok’
Dalam Bahasa Indonesia
lauk lauk-pauk
gerak gerak-gerik
Dalam Bahasa Inggris
Menurut Hornby (1982), reduplikasi Fonologi dalam Bahasa Inggris
dengan perubahan fonem vokal, yaitu reduplikasi yang fonem
vokalnya mengalami perubahan seperti pada contoh berikut:
kanan
c. Reduplikasi sebagian
33
Reduplikasi sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar,
baik itu pada bagian awal maupun pada bagian akhir morfem.
Contohnya:
Dalam Bahasa Agta
/adanuk/ ‘panjang’ /adadanuk/ ‘sangat panjang’
/addu/ ‘banyak’ /adaddu/ ‘sangat banyak’
/apisi/ ‘kecil’ /apapisi/ ‘sangat kecil’
/abikan/ ‘dekat’ /ababikan/ ‘sangat dekat’
/dakal/ ‘besar’ /dadakal/ ‘sangat besar’
Dalam Bahasa Danakel (metatesis)
Tunggal Jamak Arti
/gira/ /girari/ ’api’
/dale/ /dalela/ ’sakit’
/mago/ /magoga/ ’hutang’
/amo/ /amoma/ ’kepala’
Dalam hal ini, yang diulang adalah konsonan kedua dan vokal
pertama secara terbalik. Penyusunan vokal ini dalam contoh bentuk
bahasa Jawa yakni keselarasan vokal atau pada bahasa Inggris ‘vowel
harmony’.
Dalam Bahasa Inggris
Menurut Hornby (1982), reduplikasi Bahasa Inggris dengan
perubahan fonem konsonan, yaitu pengulangan yang mengalami
perubahan pada fonem konsonan pada kata yang diulang. Dari data
34
dapat dipaparkan reduplikasi fonem konsonan dalam bahasa Inggris
sebagai berikut:
Dalam bahasa Sunda, sebagai berikut:
a. Dwilingga (seluruh bentuk dasar diulang).
b. Dwipurwa (sebagian bentuk dasar diulang, yakni silabe inisial).
c. Trilingga atau trireka (bentuk dasar diulang dengan perubahan bunyi).
d. Pengulangan semu (bentuk ulang semu).
a) Dwilingga
Pengulangan dengan mengulang seluruh bentuk dasar disebut dwimurni.
Dalam proses morfemis dwimurni ini dapat berupa:
35
a. Dwimurni
b. Dwimurni berafiks dan bernasal
c. Dwimurni dengan penambahan mu- pada bentuk ulang
(pengulangan regresif : unsur terulang mengikuti yang diulang)
a. Dwimurni (bentuk ulang penuh) dapat terjadi pada kelas nomina, verba,
adjektiva, adverbial, numeralia, introgativa, dan partikel (mis. Modalitas), dan
berfungsi:
1. Menunjukan jamak pada nomina seperti pada :
imah ‘rumah’ menjadi imah-imah ‘rumah tangga’
2. Membentuk dan menunjukan verba, seperti pada :
kuda ‘kuda’ menjadi kuda-kuda ‘sikap kuda-kuda’
3. Menunjukan adjektiva, seperti pada :
lila ‘lama’ menjadi lila-lila ‘lama-lama’
4. Menunjukan nomina temporal (adverb temporal) seperti pada :
peuting ‘malam’ menjadi peuting-peuting ‘malam-malam’
5. Menunjukan numeralia (urutan kesatuan), seperti pada :
hiji ‘satu’ menjadi hiji-hiji ‘satu-satu’
6. Menunjukan modalitas (a.l. kemungkinan) seperti pada
bisa ‘bisa’ menjadi bisa-bisa ‘mungkin’
7. Membentuk partikel dari interogativa, seperti pada
saha ‘siapa’ menjadi saha-saha ‘siapapun’
36
b. Dwimurni berafiks dan bernasal
Dwimurni berafiks dan bernasal terjadi apabila bentuk yang diulang
ditambah dengan afiks atau bentuk yang diulang mengalami proses nasalisasi dan
berfungsi membentuk verba, seperti pada :
beuli ‘beli’menjadi pangmeuli-meulikeun ‘tolong beli-belikan’
capé ‘lelahmenjadi nyapé-nyapé ‘menjadikan leleh’
c. Dwimurni (pengulangan regresif)
Dwimurni ini seolah-olah mendapat prefiks (tambahan) mu- pada bentuk
yang diulang, dan terjadi pada partikel, seperti pada :
asal ‘asal’ menjadi asal-muasal ‘berasl’
sabab ‘sebab’ menjadi sabab musabab ‘sebabnya’
b) Dwireka
Dwireka termasuk dwilingga dengan perubahan bunyi (vokal), dapat berupa
(1) dwireka (2) dwireka berafiks dan bernasal.
1. Menunjukan jamak dan bermacam-macam, seperti pada:
tulang ‘tulang’ menjadi tulang-taleng
wajit ‘wajit’ menjadi wujut-wajit
2. Membentuk verba dengan makna sering, seperti pada:
pacul ‘cangkul’ menjadi pucal-pacul
balik ‘pulng’ menjadi bulak balik
37
c) Dwipurwa
Dikatakan dwipurwa bila pengulangan yang terjadi pada sebagian bentuk
dasar (silabe inisial diulang). Bahasa Sunda memiliki:
a. Dwipurwa Murni
Dwipurwa dapat terjadi pada nomina, verba, adjektiva, dan interogrativa,
dan berfungsi:
1. membentuk nomina seperti pada bango ‘bangau’ menjadi babango
‘alat untuk khitanan’.
2. membentuk verba seperti pada toél ‘sentuh’ menjadi totoél
menyentuh berkali-kali’.
3. membentuk partikel seperti saha ‘siapa’ menjadi sasaha ‘siapapun’.
b. Dwipurwa dengan Morfemis
Dwipurwa dengan proses morfemis merupakan pengulangan silabe
inisial dengan penambahan atau penguranagn pada silabe awal yang diulang
seperti pada :
1. penambahan fonem
kalung ‘kalung’ menjadi kangkalung
beurat ‘berat’ menjadi beungbeurat
2. pengurangan fonem
buntut ‘ekor’ menjadi bubuntur
38
tunjuk ‘tunjuk’ menjadi tutunjuk
c. Dwipurwa Berafiks dan Bernasal
Dwipurwa berafiks dan dwipurwa yang mengalami nasalisasi dapat
berupa nomina, verba, adjektiva, dan partikel, serta berfungsi:
1. membentuk nomina seperti pada kolot ‘tua menjadi kokoloteun
2. menunjukan verba, seperti pada bawa ‘bawa’ menjdi mamawa
3. Menbentuk adjektiva, seperti pada deui ‘lagi’ menjadi deudeuieun
d. Dwipurwa berafiks, bernasal, dan mengalami proses morfemis
Dwipurwa berafiks, bernasal, dan mengalami proses morfemis terjadi
pada nomina, verba, dan adjektiva, dengan fungsi, antara lain:
1. membentuk dan menunjukan nomina seperti pada :
purut ‘nama jeruk’ menjadi pungpurutan ‘nama jenis
tumbuhan’
seureud ‘sengat’ menjadi seungseureud ‘penyengat’
2. membentuk dan menunjukan verba seperti pada :
pindah menjadi pipindah ‘sering berpindah-pindah’
sangsara ‘sengsara’ menjadi disangsara
3. membentuk dan menunjukan adjektiva seperti pada :
sieun ‘takut’ menjadi singsieuneun ‘ketakutan’
sireum ‘semut’ menjadi singsireumeun ‘kesemutan’
39
d) Trilingga
Trilingga adalah pengulangan dengan perubahan bunyi, dan pengulangan
terjadi tiga kali. Dalam hal ini terjadi pula proses (gejala) morfofonemik berupa
penggantian vokal, bentuk asar selalu satu silabe dan biasanya KA (onomatope).
Trilingga ini dapat dibedakan antara (1) trilingga dengan bentuk dasar diketahui
dan trilingga dengan bentuk dasar tidak diketahui.
a. Trilingga dengan bentuk dasar diketahui
blok (KA untuk tumpah) menjadi blak-blék-blok
dor (KA untuk menembak) menjadi dar-dér-dor
b. Trilingga dengan bentuk dasar tidak diketahui
Trilingga ini menjadi urutan vocal /a/./e/,dan / o / , atau / a / , / i /, dan / e / ,
dan / a / , / I / , / u /, contoh
brang-bréng-brong ‘bunyi ribut’
dag-dig-dug ‘berdebar-debar’
e) Bentuk Ulang Semu
Bentuk ulang semu adalah bentuk ulang yang tidak mempunyai makna bila
tidak diulang, dapat berupa
a. Dwilingga semu seperti pada
cika-cika ‘kunang-kungang
alun-alun ‘pusat kota’
b. Dwipurwa semu, seperti pada :
papatong ‘capung’
40
kukupu ‘kupu-kupu’
c. Dwisasana (pengulanagn silabe ahir) semu , seperti pada :
butiti ‘tandan pisang yang paling kecil’
gewewek (KA untuk mengigit)
2.5.3 Perubahan Interen
Perubahan Interen adalah proses morfologis yang menyebabkan perubahan-
perubahan bentuk morfem-morfem yang terdapat di dalam morfem itu
sendiri (Samsuri, 1994: 192). Contohnya:
Dalam Bahasa Inggris
Tunggal Jamak Arti
/fut/ /fiyt/ ’kaki’
/maws/ /mays/ ’tikus’
/mǝen/ /mɛn/ ’orang laki-laki’
Waktu kini Waktu lampau Arti
/ran/ /rǝen/ ’lari’
/teyk/ /tuk/ ’mengambil’
/siŋ/ /sǝeŋ/ ’menyanyi’
2.5.4 Suplisi
Suplisi adalah proses perubahan morfologis yang menyebabkan adanya
bentuk yang sama sekali baru. Contohnya:
Dalam Bahasa Inggris
Waktu kini Waktu lampau Arti
41
/gow/ /wɛnt/ ’pergi’
/ǝem/ /wǝz/ ’adalah’
Terlihat perbandingan waktu lampau yang sangat berbeda dengan
waktu kini. Kata [gow] yang menunjukkan waktu kini berubah menjadi
[went] yang tidak ada tanda yang sama dengan bentuk lampaunya.
2.5.5 Modifikasi Kosong
Modifikasi kosong adalah proses yang tidak menimbulkan perubahan
pada bentuk, melainkan hanya konsepnya yang berubah. Contohnya:
Dalam bahasa Inggris
Tunggal Jamak Arti
/ šyip/ / šyip/ ’domba’
/diyr/ /diyr/ ’kijang’
Waktu kini Waktu lampau Arti
/put/ /put/ ‘menaruh’
/kat/ /kat/ ‘memotong’
Terjadi persamaan pada proses morfologis modifikasi kosong [šiyp]
waktu kini dengan [šiyp] waktu lampau. Sama halnya dengan [put] yang
menunjukkan tunggal dan [put] jamak.
Adapun perbandingan yang mendasari sebauah perbedaan didalam
persamaan konteks kalimat. Contohnya:
The book is there. ‘Buku itu di sana’
The book are there. ‘Buku-buku itu di sana’
The sheep is there. ‘Domba itu di sana’
42
The sheep are there. ‘Domba-domba itu di sana’
Dalam hal ini, yakni dalam bahasa Inggris penentuan atau
pengklasifikasian bahwa kata tersebut tunggal atau jamak tergantung dari
penggunaan kata ‘to be’ yakni (is, am, are).
2.6 Konstruksi Morfologis
Konstruksi morfologis ialah bentukan daripada kata yang merupakan mungkin
morfem tunggal atau gabungan antara morfem yang satu dengan morfem yang
lain. Bentuk atau satuan yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi
sederhana, sedangkan bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem
disebut konstruksi rumit (Samsuri, 1994: 195).
Skema 6. Konstruksi Morfologis
43
Konstruksi Morfologis
Derivasi dan Infleksi Pamajemukan
Endosentrik dan
Eksosentrik
Konstruksi Sederhana
Konstruksi Rumit
2.6.1 Konstruksi Sederhana
Samsuri (1994: 195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi
dua macam yaitu akar; satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri
sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-
morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula
disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi
proklitik dan enklitik.
2.6.2 Konstruksi Rumit
Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem
atau lebih. Konstruksi rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks,
seperti ber- + juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya
dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada makanan; antara
pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat juang; pokok
kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar +
akar, seperti meja + makan pada meja makan.
Dalam hal ini konstruksi-konstruksi bukanlah manasuka, seperti pada
contoh konstruksi meperjuangkan, memperlakukan, dan mempertajam.
Lapisan-lapisan konstruksi
Pada bagan 1 dan 2 menunjukan lapisan konstruksi kata
memperjualbelikan. Lapisan pertama terdiri atas jual + beli; lapisan kedua
terdiri atas jual-beli + kan; lapisan ketiga terdiri atas per + jual-belikan
lapisan keempat terdiri atas mem + perjual-belikan.
44
Mem per jual beli kan
1
2
3
4
Bagan 1.
Mem
Mem
Per
Jual beli kan
Jual beli
jual beli kan
per jual beli kan
Per jual beli kan
Bagan 2.
Pohon derivasi atau penanda frase
45
Dalam hal ini terdapat 5 morfem yang terpisah atau unsur-unsurnya dibagi
menjadi 5 bagian.
Konstruksi
Afik1 Konst1
Afik2 konstruksi2
Konstruksi3 afik3
akar akar
mem per jual beli kan
Bagan 3.
2.6.3 Derivasi dan Infleksi
Derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya dari pada
dasarnya, sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang
sama dengan bentuk dasarnya (Samsuri, 1994:198). Kita ambil contoh kata
menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada
kalimat-kalimat berikut.
a. 1) Anak itu menggunting kertas.
2) Anak itu gunting kertas.
b. 1). Makanan itu sudah busuk.
2). Makan itu sudah busuk.
c. 1). Amat ingin menjadi pelari.
46
2). Amat ingin jadi lari.
Dasar dari contoh yang diberikan masing-masing tidak dapat
menduduki distribusi yang sama sdengan konstruksi tersebut. Tidak dapat
diperoleh kalimat-kalimat:
a) Anak itu gunting kertas
b) Makan ini sudah busuk.
c) Amat ingin menjadi lari.
Maka dalam hal ini, ketiga contoh tersebut dikatakan derivasi.
Sedangkan Infleksi yakni konstruksi yang menduduki distribusi yang sama pada
dasarnya. Seperti pada contoh:
a. 1) Saya membaca buku itu.
2) saya baca buku itu.
b. 1). Engkau mendengar suara itu.
2). Engkau dengar suara itu.
c. 1). Ia bacai kabar-kabar itu.
2). Ia baca kabar-kabar itu.
Dalam Bahasa Inggris
Bahasa Inggris sangat produktif dalam pembentukkan kata terutama
dalam proses derivasi dan infleksi seperti :
47
Perubahan (derivasi) dari kata kerja act menjadi actor dan selanjutnya
menjadi actors ; mengalami proses infleksi (untuk menyatakan jamak).
2.6.4 Pemajemukan
Pamajemukan adalah konstruksi yang terdiri atas dua morfem, atau dua
kata atau lebih (Samsuri, 1994: 199). Contoh:
I II
Sabun mandi Orang mandi
Rumah sakit Anak sakit
Kaki tangan Kaki meja
Pada deretan I tidak dapat disisipkan morfem lain, sedangkan pada
deretan II dapat. Jika kita bisa mengatakan orang yang mandi, anak yang
sakit, kaki nya meja, tetapi tidaklah sabun yang mandi, rumah yang sakit, atau
kaki nya tangan. Konstruksi-konstruksi pada deretan I itu disebut majemuk,
yang pada deretan II disebut frasa.
Dalam Bahasa Inggris
Black bird Burung hitam (bukan pamajemukan)
Blackbird Sejenis burung (pamajemukan)
2.6.5 Endosentrik dan Eksosentrik
48
Endosentrik yakni dimana konstruksi distribusinya sama dengan kedua
(ketiga) atau salah satu unsur-unsurnya dan apabila konstruksi itu berlainan
distribusinya dari salah satu daripada unsur-unsurnya disebut eksosentrik.
Menurut Kridalaksana (2011: 56), eksosentrik adalah perihal ungkapan yang
maknanya tidak berasal dari makna konstituen. Sebagai contoh ialah
bentukan rumah sakit dan jual beli yang mana kedua kata tersebut merupakan
kata majemuk. Kata rumah sakit merupakan konstruksi endosentrik dimana
distribusinya sama dengan unsur yang pertama.
a. Rumah sakit itu baru dibangun
b. Rumah itu baru dibangun
Kata jual beli merupakan konstruksi eksosentrik karena distribusinya
berlainan dari distribusi unsur-unsurnya.
a. Kedua orang itu mengadakan jual beli
b. Kedua orang itu mengadakan jual
c. Kedua orang itu mengadakan beli
Contoh lain yakni anak malas, makan sayur, merah sekali, dan si kaya.
Ketiga pertama merupakan frasa-frasa endosentrik dan yang keempat
merupakan frasa eksosentrik. Sebagai contoh:
(a) Anak malas itu tidur-tiduran saja
(a1) Anak malas itu tidur-tiduran saja
(b) Perempuan itu makan sayur
(b1) Perempuan itu makan
(c) Bunga mawar itu merah sekali
49
(c1) Bunga mawar itu merah
(d) Si kaya itu membeli mobil
(d1) Si itu membeli mobil
(d2) Kaya itu membeli mobil
2.7 Morfofonemik
Morfofonemik menurut Samsuri (1994: 201) merupakan studi tentang
perubahan-perubahan pada fonem-fonem yang disebabkan hubungan dua morfem
atau lebih serta dengan pemerian tanda-tandanya. Morfofonernis dalam bahasa
Sunda terbagi menjadi sembilan kategori, yakni: (1) Metatesis; (2) Protesis; (3)
Paragoge; (4) Epentesis; (5) Aferesis; dan (6) Sinkope (7) Apakope, (8) Asimilasi,
dan (9) Disimilasi.
Skema 7. Morfofonemik
2.7.1 Metatesis
Dikatakan metatesis apabila terjadi perubahan tempat pada bentuk
dasar, seperti pada:
50
Morfofonemik
Metatesis Protesis Paragoge Epentesis Aferesis Sinkope Apakope Asimilasi Disimilasi
Dalu ‘matang sekali’ à ladu
Aduy ‘hancur à ayud
2.7.2 Protesis
Bila terjadi penambahan fonem pada awal bentuk dasar (fonem inisial)
dikatakan protesis, seperti pada:
Jeung ‘dan’ à eujeung
Rok ‘rok’ à erok
Akang ‘sebutan untuk kakak laki-laki’ à kakang
2.7.3 Paragoge
Dikatakan paragoge di akhir bentuk dasar ada fonem yang
ditambahkan, seperti pada:
Kitu ‘demikian’ à kituh
Sia ‘kamu’ à siah
2.7.4 Epentesis
Gejala bahasa ini terjadi bila ada fonem yang disisipkan ke dalam
bentuk dasar, seperti pada:
Kadé ‘hati-hati’ à kahadé
Eunteup ‘hinggap à euntreup
51
2.7.5 Aferesis
Gejala bahasa ini terjadi bila terdapat pengurangan pada awal (fonem
inisial) bentuk dasar, seperti pada:
Arék ‘akan’ à rék
Bapa ‘bapak’ à apa
2.7.6 Sinkope
Gejala bahasa ini terjadi bila fonem medial (tengah) dikurangi, seperti
pada:
Ambéh ‘supaya’ à améh
kandéktur ‘kondektur’ à kanéktur
2.7.7 Apakope
Gejala bahasa ini terjadi bila fonem final (akhir) pada bentuk dasar
dikurangi, seperti pada:
Ituh ‘itu’ à itu
Italia ‘Italia’ à Itali
2.7.8 Asimilasi
Asimilasi dibagi dua, yaitu asimilasi progresif dan regresif. Asimilasi
profresif terjadi apabila fonem yang berada di belakang salah satu fonem
pada bntuk dasar terpengaruh oleh fonem yang di depannya, hingga berubah
52
(luluh) menjadi fonem yang berada di depannya, seperti pada gambar
‘gambar’ à gamar. Sedangkan asimilasi regresif terjadi bila fonem yang
ada di belakang dai bentuk dasar itu dapat memengaruhi fonem yang ada di
depan, seperti pada gepluk ‘KA – jatuh’ menjadi kepluk.
2.7.9 Disimilasi
Disimilasi juga ada disimilasi progresif dan regresif. Disimilas progresif
yang terjadi bila satu fonem pada bentuk dasar berubah akibat pengaruh
fonem yang sama yang ada di depannya, seperti pada laleur ‘lalat’ à
lareur. Sedangkan dismilasi regresif terjadi bila satu fonem akibat pengaruh
fonem yang sama yang ada di belakangnya berubah menjadi fonem lain,
seperti pada siraru ‘laron’ menjadi silaru, raris ‘sangat laku’ menjadi laris.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada isi pembahasan makalah ini penulis mengambil
beberapa simpulan, yaitu:
1. Suatu bentuk dianggap berulang apabila memenuhi syarat persamaan bentuk
dan pengertian.
2. Dari prinsip-prinsip pokok dan prinsip-prinsip tambahan dapat diambil
bahwa:
a. Kesamaan arti dan bentuk merupakan ciri atau identitas sebuah
morfem
53
b. Bentuk-bentuk yang mempunyai arti konotasi merupakan morfem
yang berbeda.
c. Bentuk dasar dan afiks merupakan sebuah morfem.
d. Dari prinsip tambahan terakhir kita dapat mengetahui adanya
morfem unik, morfem tanujud, dan alomorf tanujud.
3. Wujud morfem menurut Samsuri ada lima macam, yaitu:
a) Morfem yang Terdiri Atas; Sebuah Fonem atau Lebih (Segmen)
b) Morfem yang Terdiri Atas; Fonem-fonem Segmen dan Prosodi
(Tekanan)
c) Morfem yang Terdiri Atas; Fonem-fonem Segmen dan Prosodi
(Nada)
d) Morfem yang Terdiri Atas; Fonem-fonem Prosodi dan Keprosodian
(Intonasi)
e) Morfem yang Terdiri Atas; Konsep Tanujud (Kosong)
4. Jenis-jenis morfem bisa dilihat berdasarkan kriteria hubungan dan
distribusi. Kriteria hubungan terbagi dua lagi, hubungan struktur dan
hubungan posisi. Kriteria distribusi juga dibagi dua yaitu distribusi bebas
dan distribusi terikat.
5. Proses morfologis terdiri dari afiksasi, reduplikasi, perubahan intern,
suplisi, dan modifikasi kosong. Kontsruksi morfologis sendiri terbagi
menjadi dua yaitu konstruksi sederhana dan konstruksi rumit.
54
6. Morfofonemik dalam bahasa Sunda ada sembilan jenis, yaitu metatesis,
protesis, epentesis, paragoge, aferesis, sinkope, apakope, asimilasi, dan
disimilasi.
3.2 Saran
Pada beberapa bagian dari pembahasan analisis Morfologis yang
diungkapkan oleh Samsuri tidak dibahas secara rinci perihal penjelasan materi-
materi yang terdapat didalamnya. Terkait Samsuri dan khususnya bagi penulis,
agaknya agar pembuatan makalah ini akan terus dipertambah oleh para pembaca
perihal perluasan sumber buku dan contoh-contohnya dengan berbagai bahasa-
bahasa di dunia untuk memperluas cakupan pengetahuan kita terhadap bidang
yang kita kaji.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2009 Semantik 1: Makna Leksikal dan Makna
Gramatikal. Bandung: PT. Refika Aditama.
Hornby.A.S. 1982.Oxford advance Learner`s Dictionary of Current English.
London: Oxford University Press.
Katamba, Francis. 1994. Modern Linguistics: Morphology. London: The
Macmillan Press Ltd.
55
Kridalaksana, Harimurti.
1989 Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
1994 Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2011 Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Ramlan, M. 2009. Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi. Yogyakarta: C.V.
Karyono.
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Yule, George. 1994. The Study of Language. Cambridge University Press.
Verhaar, J.W. M. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
DAFTAR KAMUS
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 2008. KBI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
56