Makalah Uji Kualitatif Dan Kuantitatif Asam Salisilat Secara Spektrofotometri UV
-
Upload
vicky-wijoyo -
Category
Documents
-
view
2.063 -
download
133
description
Transcript of Makalah Uji Kualitatif Dan Kuantitatif Asam Salisilat Secara Spektrofotometri UV
ANALISIS KUALITATIF DAN ANALISIS KUANTITATIF PADA PENETAPAN
KADAR ASAM SALISILAT DENGAN METODE ALKALIMETRI
I. Tujuan
a. Untuk mengidentifikasi senyawa asam salisilat dalam suatu sample.
b. Untuk membuat dan membakukan larutan baku basa dari senyawa baku sekunder
yang berupa padatan.
c. Untuk menetapkan kadar asam salisilat dengan metode alkalimetri.
II. Dasat Teori
Asam salisilat memiliki rumus molekul C7H6O3 (BM = 138,12). Senyawa ini
berbentuk hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus
putih, dengan rasa agak manis, tajam, dan stabil di udara. Senyawa ini tidak berbau.
Kelarutan sangat tinggi dalam eter dan etanol. Asam salisilat larut dalam air mendidih,
agak sukar larut dalam kloroform, dan sukar larut dalam air dan benzena (Dirjen
POM, 1995). Senyawa ini memiliki beberapa khasiat, yaitu keratolitikum dan
antifungi (Dirjen POM, 1979).
Alkalimetri dan asidimetri merupakan reaksi netralisasi. Asidimetri merupakan
titrasi senyawa basa atau senyawa yang dibentuk dari garam asam lemah dengan
hidrolisis, dengan menggunakan larutan standar asam. Sedangkan alkalimetri
merupakan titrasi larutan asam atau senyawa yang dibentuk dari hidrolisis garam basa
lemah, dengan larutan standar basa (vogel, 1951).
Alkalimetri diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu titrasi langsung dan titrasi
residu. Titrasi langsung merupakan reaksi langsung dari basa dengan asam, contohnya
titrasi asam.
H3BO3 + NaOH NaBO2 + 2H2O
Pada titrasi residu merupakan reaksi dari asam dengan kelebihan dari larutan baku
basa dan kelebihan basa yang tidak bereaksi yang kemudian dititrasikan dengan
larutan baku asam. Contoh reaksi berikut merupakan titrasi dengan analit asam laktat.
Asam Borat NatriumHidroksida
NatriumBorat
air
CH3CH(OH)COOH + NaOH CH3CH(OH)COONa + H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O
(Alam, 2011)
Basa yang sering digunakan dalam analisis alkalimetri adalah NaOH. Larutan
baku primer yang sering digunakan untuk standarisasi NaOH adalah larutan asam
oksalat. NaOH perlu distandarisasi karena senyawa ini bersifat higroskopis sehingga
mudah mengikat air dan bereaksi dengan CO2 di udara (Gandjar dan Rohman, 2007).
Suatu analisis asidi dan alkali metri harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
Reaksinya berlangsung cepat
Reaksinya harus sederhana dan dapat dinyatakan dengan persamaan
reaksi
Harus ada perubahan yang terlihat saat ekuivalen tercapai, baik secara
fisika maupun kimia
Harus aada indikator jika syarat ketiga tidak dipenuhi
(Gandjar dan Rohman, 2013).
Pada titrasi asam-basa dapat dipilih sebuah indikator yang menunjukkan
perbedaan warna pada pH yang mendekati titik ekuivalen. Semua indikator pada
umumnya digunakan merupakan asam atau basa organik sangat lemah. Phenol red
dengan nama phenol-sulphonephthalein memiliki rentang pH 6,8 – 8,4 (kuning –
merah) (Vogel, 1951). Indikator fenolftalein memiliki trayek pH 8,2 – 10,0 (tidak
berwarna – merah) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Metode titrasi ini secara umum sering digunakan untuk analisi kualitatif suatu
senyawa. Hal ini disebabkan metode ini sangat cepat, akurat, dan mudah (Skoog,
1993).
III. Alat dan Bahan
a. Alat
Buret 25 mL Buret 50 mL
NatriumHidroksida
Asam laktat
Asam Klorida
Natrium laktat air
NatriumHidroksida
Natriumklorida
air
Gelas ukur 50 mL
Gelas ukur 100 mL
Labu takar 1000 mL
Erlenmeyer
Pipet tetes
Gelas Beker
Cawan porselen
Drop plate
Penjepit
Tabung reaksi
Pengaduk kaca
Sendok
Gelas objek dan gelas
penutup
b. Bahan
Kalium biftalat
Air bebas CO2
Natrium hidroksida
Fenolftalin
Etanol netral
Aquadest
Merah fenol
FeCl3
Aseton
Sampel asam salisilat
Baku asam salisilat
IV. Cara Kerja
1. Uji kualitatif
Zat ditambah 1m mL air, lalu ditambah 1 tetes FeCl3, terjadi warna biru violet.
Kemudian zat ditambah pereaksi Folin-Ciocalteu menghasilkan warna biru.
Setelah itu dilakukan reaksi kristal dengan aseton-air.
2. Pembuatan Natrium Hidroksida 0,1 N
Sejumlah natrium hidroksida dilarutkan dengan air bebas CO2 secukupnya hingga
tiap 1000 mL larutan mengandung 4,001 g natrium hidroksida.
3. Pembakuan Natrium Hidroksida 0,1 N
Lebih kurang 400 mg kalium biftalat (yang sebelumnya telah dikeringkan)
ditimbang seksama. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 75 mL air bebas
CO2, ditutup kemudian dikocok-kocok hingga larut. Selanjutnya larutan tersebut
dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator
fenolftalin hingga warna berubah menjadi merah. Tiap 1 mL NaOH setara dengan
20,42 mg kalium biftalat.
4. Pembuatan Etanol Netral
Ke dalam 15 ml etanol 95% ditambahkan 1 tetes merah fenol kemudian
ditambahkan bertetes-tetes NaOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah.
5. Penetapan Kadar Asam Salisilat
Lebih kurang 250 mg sampel ditimbang seksama, dilarutkan dalam 15 mL etanol
netral, ditambahkan 20 mL air. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan
indikator merah fenool hingga warna kuning berubah menjadi merah. Tiap mL
NaOH 0,1N setara dengan 13,81 mg C7H8O3.
V. Data Pengamatan
V.1Uji Kualitatif
A. Uji Pendahuluan
Pemeriksaan
Salisilat
(BM=138,12)
Asam Salisilat
1. Organoleptisa. Bentukb. Bauc. Warna
2. Kelarutan a. Dalam air dingin b. Dalam air panas c. Dalam NaOH 3 N panas d. Dalam NaOH 3 N dingin e. Dalam etanol f. Dalam H2SO4 3 N
Senyawa + Struktur
3. Flourusensi a. Serbuk dalam 254 nm b. Serbuk dalam 365 nm c. Dalam H2SO4 3 N, 254 nm d. Dalam H2SO4 3 N, 365 nm
4. Pengarangan a. Mula-mula b. Meleleh c. Sisa
B. Analisis Gugus Reaksi dengan FeCl3 (gugus fenol) Sampel + FeCl3 Gugus karbosilat Sampel + NaHCo3
C. Analisis Golongan ( Golongan Salisilat)
1. Sampel + FeCl3 berwarna + etanol warna tetap 2. Sampel + metanol + H2SO4 pekat lalu
dipanaskan
Unggu-biru
Bau gondopuro
Merah-ungu
-
KristalKhasPutih
Tidak larut Tidak larut Larut Larut Larut Tidak Larut
Putih Putih berpendar Putih Putih berpendar
PutihMenguap, timbul asapBentuk jarum,kecoklatan
V.2Uji Kuantitatif
Pembuatan Larutan NaOH
Massa cawan porselen = 32,4579 gMassa cawan + NaOH = 36,4788 gMassa cawan + sisa = 32,5512 gMassa NaOH = 3,9276 g
Pembakuan Larutan NaOH Orientasi
Massa kertas = 0,4390 gMasaa kertas + Kalium Biftalat = 0,8387 gMassa kertas + sisa = 0,4390 gMassa Kalium Biftalat = 0,3997 g
Volume NaOH = 22,35 ml
Replikasi I
D. Analisis Khusus
Sampel + 0,5 ml asam nitrat diuapkan sampai kering, lalu dilarutkan dalam 5 ml aseton + 5 ml KOH-etanol 0,1 N
E. Reaksi KristalPembuatan kristal dengan Aseton-Air Sampel+ aseton lalu ditetesi
air, diamkan sebentar
F. Mikroskopik
Perbesaran : 12,5 × 10
Kristal berbentuk jarum tajam
Merah Jingga
Massa kertas = 0,4220 gMasaa kertas + Kalium Biftalat = 0,8242 gMassa kertas + sisa = 0,4211 gMassa Kalium Biftalat = 0,4031 g
Volume NaOH = 21,95 ml
N NaOH =
=
= 0,13 N
Replikasi IIMassa kertas = 0,4279 gMasaa kertas + Kalium Biftalat = 0,8285 gMassa kertas + sisa = 0,4285 gMassa Kalium Biftalat = 0,4000 g
Volume NaOH = 19,57 ml
N NaOH =
=
= 0,15 N
Replikasi IIIMassa kertas = 0,4645 gMasaa kertas + Kalium Biftalat = 0,8649 gMassa kertas + sisa = 0,4648 gMassa Kalium Biftalat = 0,4001 g
Volume NaOH = 21,85 ml
N NaOH =
=
= 0,13 N
Rata-rata Normalitas NaOH =
= 0,14 N
Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam sampel Penimbangan sampel :
Orientasi Massa kertas = 0,4679 gMasaa kertas + sampel = 0,7373 gMassa kertas + sisa = 0,4891 gMassa sampel = 0,2482 g
Replikasi IMassa kertas = 0,4788 gMasaa kertas + sampel = 0,7234 gMassa kertas + sisa = 0,4811 gMassa sampel = 0,2423 g
Replikasi IIMassa kertas = 0,4545 gMasaa kertas + sampel = 0,7056 gMassa kertas + sisa = 0,4555 gMassa sampel = 0,2501 g
Replikasi IIIMassa kertas = 0,4463 gMasaa kertas + sampel = 0,6700 gMassa kertas + sisa = 0,4488 gMassa sampel = 0,2212 g
Kadar Asam Salisilat
OrientasiVolume NaOH = 5,25 ml
Replikasi IVolume NaOH = 4,552 ml
% Kadar =
=
= 36,32 %
Replikasi IIVolume NaOH = 5,055 ml
% Kadar =
=
= 39,07 %
Replikasi IIIVolume NaOH = 4,442 ml
% Kadar =
=
= 38,65 %
Rata-rata % Kadar Asam Salisilat =
= 38,01 %
% Kadar sebenarnya = 27,46 %
% Kesalahan =
=
= 38,419 %
X
36,32 % 38,01 % -1,69 2.8561
39,07 % 38,01 % 1.06 1,1236
38,65 % 38,01 % 0,64 0,4096
Standar Deviasi (SD ) =
=
= 1,481
Koefisien Variasi =
=
= 3,897 %
Range Kadar = ± SD
= 38,01 % ± 1,481
= 36,530 % – 39,490 %
VI. Pembahasan
a. Uji Kualitatif
Tujuan dilakukan uji kualitatif adalah untuk mengidentifikasi suatu
senyawa pada suatu sampel. Dalam uji kualitatif dilakukan beberapa uji seperti
uji pendahuluan, analisis gugus, golongan, dan analisis khusus, serta terdapat uji
mikroskopik terhadap bentuk kristal senyawa.
1. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa yang
dilakukan pertama kali. Uji pendahuluan meliputi uji organoleptis, kelarutan,
fluorosensi, dan pengarangan.
Uji organoleptis merupakan uji mengenai bentuk, warna, rasa, dan
bau dari senyawa yang akan diuji. Pengujian ini menggunakan panca indera.
Tetapi untuk pengujian rasa tidak dianjurkan untuk dilakukan karena senyawa
dapat saja berbahaya bagi tubuh praktikan. Sehingga dalam uji organoleptis
hanya dilakukan uji bentuk, bau, dan warna. Berdasarkan pengamatan
praktikan, bentuk fisik asam salisilat berupa kristal, berwarna putih, dan
berbau khas. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa asam
salisilat merupakan hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk
hablur halus putih, dengan rasa agak manis, dan hampir tidak berbau (Dirjen
POM, 1979).
Secara teori, asam salisilat bersifat asam terhadap metil merah (Dirjen
POM, 1979). Senyawa asam akan larut dalam larutan basa. Hal ini sesuai
dengan uji kelarutan pada NaOH 3 N dalam kondisi panas atau pun dingin,
senyawa sangat mudah larut. Asam salisilat larut dalam etanol dan tidak larut
dalam air panas, air dingin, maupun larutan H2SO4. Karena asam salisilat larut
dalam etanol yang merupakan pelarut organik, dapat dikatakan bahwa asam
salisilat merupakan senyawa organik. Bila
dibandingkan dengan teori, asam salisilat sukar
larut dalam air dan benzena; mudah larut
dalam etanol dan eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut dalam
kloroform (Dirjen POM, 1995)
Uji fluorosensi bertujuan untuk melihat apakan senyawa tersebut
memiliki kemampuan untuk berfluorosensi di bawah sinar UV. Apabila dapat
berfluorosensi, maka dapat dilakukan pengujian kuantitatif dengan
menggunakan metode fluorometri. Suatu senyawa dapat berfluorosensi
apabila memiliki gugus kromofor (ikatan rangkap terkonjugasi), gugus
auksokrom (gugus yang punya PEB dan menempel langsung pada gugus
kromofor), berbentuk planar, dan kaku (Gandjar dan Rohman, 2007).
Berdasarkan pengamatan, senyawa ini memiliki kemampuan berfluorosensi.
Hal ini disebabkan asam salisilat memiliki keempat syarat di atas.
Uji pengarangan dilakukan untuk mengidentifikasi apakah senyawa
tersebut termasuk golongan organik yang punya unsur C (karbon) atau
Biru : gugus kromofor
Ungu : gugus auksokrom
anorganik. Selain itu melalui uji pengarangan dapat juga dilakukan
identifikasi senyawa berdasarkan bau yang khas yang timbul. Asam salisilat
mula-mula berwarna putih, saat meleleh menimbulkan asap, dan terdapat sisa
berbentuk jarum, berwarna kecoklatan. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan
bahwa asam salisilat merupakan senyawa organik yang mengandung unsur C.
2. Analisis Golongan
Analisis golongan bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa
yang diidentifikasi. Untuk menganalisis golongan salisilat, digunakan
pereaksi FeCl3 dan hasil positifnya berupa warna ungu. Pada saat sampel
diberi larutan FeCl3, senyawa berubah warna dari putih menjadi ungu, yang
menandakan positif salisilat. Untuk lebih meyakinkan pengujian, dilakukan
penambahan etanol. Apabila tetap berwarna ungu, berarti positif golongan
salisilat.
Berdasarkan hasil pengujian, warna senyawa tetap berwarna ungu.
Selain itu dapat dilakukan pengujian dengan menambahkan pereaksi metanol
dan H2SO4 pada sampel dan dipanaskan. Apabila timbul bau gondopuro,
maka positif golongan salisilat. Dalam pengujian tersebut, tercium bau
gondopuro. Saat asam salisilat direaksikan dengan metanol maka terjadi
reaksi esterifikasi membentuk senyawa ester yang memiliki bau khas
gondopuro. H2SO4 berfungsi sebagai katalisator reaksi tersebut yang bersifat
menarik molekul air. Berikut merupakan reaksi yang terjadi.
3. Analisis Gugus
Analisis gugus bertujuan untuk mengetahui gugus apa saja yang
terdapat di dalam senyawa tersebut. Untuk analisis gugus pada asam salisilat
digunakan dua pereaksi, yaitu FeCl3 dan NaHCO3. Pereaksi FeCl3 digunakan
untuk mengidentifikasi adanya gugus fenol dengan hasil positif berwarna
Metil-2-hidroksi benzoat
ungu. Sedangkan pereaksi NaHCO3 untuk mengidentifikasi adanya gugus
asam karboksilat dengan hasil positif terbentuknya gelembung-gelembung
gas atau buih.
Berdasarkan percobaan didapatkan hasil, bahwa saat sampel
ditambahkan FeCl3 berubah warna menjadi ungu. Hal ini terjadi karena atom
O (oksigen) dari gugus –OH (hidroksil) akan membentuk kompleks ungu
dengan Fe3+. Berikut adalah reaksi yang terjadi.
Sedangkan untuk uji gugus asam karboksilat tidak dilakukan, karena
tidak tersedianya pereaksi NaHCO3. Seharusnya saan sampel diberi NaHCO3
akan menimbulkan gelembung-gelembung gas. Gelembung gas ini
merupakan gelembung gas CO2. Berikut adalah reaksi yang terjadi.
4. Reaksi Khusus
Reaksi khusus bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa secara
spesifik. Untuk reaksi khusus pada asam salisilat disebut reaksi Vitali-Morin.
Reaksi ini menggunakan beberapa pereaksi, seperti HNO3, aseton, KOH-
etanol 1 N. Dalam reaksi ini juga digunakan pemanasan di atas penangas air.
Hal ini bertujuan untuk mempercepat penguapan HNO3. Hasil positif dari
reaksi Vitali-Morin adalah timbul warna merah-jingga.
Berdasarkan percobaan, didapatkan bahwa larutan berwarna jingga.
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sampel tersebut terdapat asam salisilat.
Berikut merupakan reaksi yang terjadi.
C6H4(OH)CO2H + HNO3 C6H3(NO2)(OH)CO2H + H2O
5. Uji Mikroskopik
Uji mikroskopik bertujuan untuk melihat bentuk kristal dari senyawa.
Dalam reaksi ini digunakan pereaksi aseton-air. Saat asam salisilat bereaksi
dengan aseton terjadi proses kristalisasi. Mula-mula molekul asam salisilat
akan membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-kisi di
antara molekul asam salisilat yang terus bertambah membentuk kristal yang
lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah energi.
Berdasarkan pengamatan, didapatkan bentuk kristal asam salisilat
adalah berbentuk jarum tajam. Pengamatan ini dilakukan pada perbesaran
12,5x10. Hal ini sesuai dengan teori bahwa asam salisilat berbentuk jarum-
jarum tajam (Dirjen POM, 1995).
Berdasarkan beberapa uji di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam
sampel terdapat senyawa asam salisilat.
b. Uji Kuantitatif
Tujuan dari praktikum kali ini adalah membuat dan membakukan larutan baku
basa dari senyawa baku sekunder yang berupa padatan dan menetapkan kadar
asam salisilat dengan metode alkalimetri. Alkalimetri merupakan penetapan kadar
senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Alkalimetri merupakan reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang
berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat
juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima
proton (basa).
Senyawa yang ditetapkan kadarnya secara alkalimetri pada praktikum ini
adalah asam salisilat. Struktur Kimia asam salisilat adalah sebagai berikut:
5-nitro-salicylic acid
Langkah pertama adalah membuat larutan baku sekunder basa dari NaOH
dalam air bebas CO2. Larutan baku NaOH termasuk dalam suatu larutan baku
sekunder karena NaOH bersifat higroskopis serta mudah bereaksi dengan CO2
sehingga harus ditetapkan kadarnya melalui pembakuan menggunakan larutan
baku primer asam. Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan
baku primer)
Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari udara
Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100±0,02)%
Larutan baku primer yang digunakan adalah kalium biftalat dalam air
bebas CO2 untuk mencegah NaOH bereaksi dengan CO2 membentuk reaksi
sebagai berikut:
2 NaOH + CO2 Na2CO3 (s) + H2O
Pembakuan menggunakan indikator fenolftalein yang memiliki trayek 8,4-
10,4 dan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah. Suatu indikator
berfungsi untuk menandakan saat terjadi titik akhir titrasi. Kisaran penggunaan
indikator adalah satu unit pH di sekitar nilai pKa-nya. Fenolftalein mempunyai
pKa 9,4, sehingga perubahan warna terjadi pada pH di sekitar nilai pKa-nya.
Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH 8,4-10,4
karena proton dipindahkan dari struktur fenol pada fenolftalein sehingga pH-nya
meningkat akibatnya terjadi perubahan warna. Berikut penata ulang struktur yang
bertanggung jawab pada perubahan warna fenolftalein:
( Tidak berwarna) ( berwarna merah)
Fenolftalein akan bereaksi dengan NaOH yang berlebih dan menghasilkan
warna merah sebagai tanda titik akhir reaksi. Reaksi yang terjadi pada saat
pembakuan larutan NaOH dengan kalium biftalat adalah sebagai berikut:
Setelah kadar larutan NaOH sebagai larutan baku sekunder telah dibakukan
maka dilakukan penetapan kadar asam salisilat. Langkah pertama adalah dengan
melarutkan sampel ke dalam etanol netral yang dibuat dengan menambahkan 1
tetes merah fenol ke dalam 15 ml etanol 95 % lalu ditambahkan bertetes-tetes
NaOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah. Digunakan etanol netral karena
asam salisilat bersifat mudah larut dalam etanol. Sedangkan yang digunakan
adalah etanol netral karena jika bersifat asam maka akan terjadi reaksi penetralan
dengan NaOH sehingga reaksi yang didapat menjadi bias karena merah fenol
tidak hanya bereaksi dengan titran tetapi juga dengan etanol. Merah fenol sebagai
indikator memiliki trayek pH 6,8-8,4 dengan warna kuning-merah. Titik akhir
titrasi dipeoleh dari ketika setetes NaOH bereaksi dengan merah fenol
membentuk warna merah. Titik akhir titrasi adalah keadaan di mana terjadinya
perubahan warna yang terlihat dan menandakan titrasi harus diakhiri. Sedangkan
titik ekuivalen merupakan keadaan di mana bahan yang diselidiki telah bereaksi
dengan senyawa baku secara kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam
persamaan reaksi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Titrasi yang dilakukan pada penetapan kadar asam salisilat secara alkalimetri
merupakan titrasi langsung karena asam salisilat yang akan ditetapkan langsung
dititrasi dengan baku NaOH. Kelebihan dari titrasi langsung adalah mudah, cepat
dan sederhana.
Pada penetapan kadar asam salisilat kali ini diperoleh konsentrasi NaOH hasil
pembakuan dengan kalium biftalat adalah 0,14 N sedangkan kadar asam salisilat
hasil alkalimetri sebesar 36,32 % (replikasi I), 39,07 % (replikasi II), dan
38,65 % (replikasi III). Sehingga rata-ratanya sebesar 38,01 % . Dan
range kadarnya sebesar 36,53-39,49 % . Jadi, kadar asam salisilat yang
termasuk ke dalam range adalah kadar hasil replikasi II dan III. Kadar asam
salisilat sebenarnya adalah sebesar 27,46 % . Sehingga % kesalahan praktikan
adalah sebesar 38,419 %. Kesalahan bisa disebabkan karena sampel asam salisilat
yang mengandung endapan talcum seharusnya disaring terlebih dahulu supaya
mempermudah pengamatan terhadap titik akhir titrasi dan penggunaan alat dalam
hal pembacaan volume titran yang kurang tepat. Standar deviasi yang diperoleh
sebesar 1,481. Standar deviasi digunakan sebagai ukuran kuantitatif ketepatan,
terutama apabila dibutuhkan untuk membandingkan ketepatan suatu hasil dengan
hasil yang lain. CV yang didapatkan sebesar 3,897 %. CV atau koefisien variasi
menunjukkan keterulangan hasil yang didapatkan tiap replikasi. Semakin kecil
nilai SD dan CV dari serangkaian pengukuran maka metode yang digunakan
semakin tepat.
VII. Kesimpulan
1. Dalam Sampel terdapat asam salisilat. Asam salisilat berbentuk kristal (jarum
tajam), tidak berbau, berwarna putih, merupakan senyawa organik dan dapat
berflourosensi, larut dalam etanol, bersifat asam, memiliki gugus fenol dan
termasuk golongan salisilat.
2. Hasil pembakuan NaOH dengan menggunakan kalium biftalat yaitu 0,14 N
3. Persen kadar asam salisilat pada sampel sebesar 36,32 % (replikasi I), 39,07
% (replikasi II), dan 38,65 % (replikasi III). Sehingga rata-ratanya sebesar
38,01 % . Dan range kadarnya sebesar 36,53-39,49 % . Jadi, kadar asam
salisilat yang termasuk ke dalam range adalah kadar hasil replikasi II dan III.
Kadar asam salisilat sebenarnya adalah sebesar 27,46 % . Sehingga %
kesalahan praktikan adalah sebesar 38,419 %. Standar deviasi yang diperoleh
sebesar 1,481. Dan koefisien Variasi yang didapatkan sebesar 3,897 %.
VIII. Daftar Pustaka
Alam, M., Akhtar, M., 2011, Textbook of Practical Analytical Chemistry, Elsevier, India, p. 18.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, hal. 57.
Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, hal. 51.Gandjar, G.I., Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hal. 236.Skoog, D.A., 1993, Analytival Chemistry, Sixth Edition, Saunders College Publishing,
USA, p. 150.
Vogel, A.I., 1951, A Text-Book of Quantitative Inorganic Analysis Theory & Practice, Longmans Green AND Co., London, pp. 36, 47, 52.