Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

36
1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sebagai bagian dari gugusan kepulauan Nusantara, Pulau Bali termasuk salah satu dari ke-27 provinsi Republik Indonesia. Bali terkenal akan keindahan panorama alamnya yang alami nan eksotis. Selain itu Bali merupakan cerminan dari warisan budaya Hindu yang amat kental. Tidak heran apabila Bali dijuluki sebagai “surga pariwisata”. “Anggapan tersebut dibangun atas wacana orientalis yang ingin melihat Bali sebagai “museum hidup” budaya Hindu-Jawa di tengah negeri Islam terbesar di dunia.” 1 Tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata menjadi jalan untuk meningkatkan taraf hidup orang Bali, pun tanpa merombak pola hidup tradisional mereka. Namun patut diingat bahwa “tujuan pariwisata” Bali, yang kini nampak sebagai sesuatu yang tak terelakkan, baik dimata orang Bali sendiri maupun di mata para wisatawan ialah bahwa pariwisata merupakan hasil dari sejarah yang khas, dan dari keputusan-keputusan tertentu. Darimana datangnya keputusan itu salah satunya disebabkan oleh karena faktor historis Bali yang pernah dijajah oleh Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan Bali di mata dunia lewat seni tradisonal-nya seperti tarian. Tidak heran bila Bali bisa dikatakan lebih terkenal daripada Indonesia. 1 Picard, Michael. Tourisme culturel et culture tourisque. Editions I’Harmattan. Paris:1992 Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

description

PKP

Transcript of Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

Page 1: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Sebagai bagian dari gugusan kepulauan Nusantara, Pulau Bali termasuk salah satu

dari ke-27 provinsi Republik Indonesia. Bali terkenal akan keindahan panorama alamnya

yang alami nan eksotis. Selain itu Bali merupakan cerminan dari warisan budaya Hindu yang

amat kental. Tidak heran apabila Bali dijuluki sebagai “surga pariwisata”. “Anggapan

tersebut dibangun atas wacana orientalis yang ingin melihat Bali sebagai “museum hidup”

budaya Hindu-Jawa di tengah negeri Islam terbesar di dunia.”1 Tidak dapat dipungkiri bahwa

pariwisata menjadi jalan untuk meningkatkan taraf hidup orang Bali, pun tanpa merombak

pola hidup tradisional mereka.

Namun patut diingat bahwa “tujuan pariwisata” Bali, yang kini nampak sebagai

sesuatu yang tak terelakkan, baik dimata orang Bali sendiri maupun di mata para wisatawan

ialah bahwa pariwisata merupakan hasil dari sejarah yang khas, dan dari keputusan-keputusan

tertentu. Darimana datangnya keputusan itu salah satunya disebabkan oleh karena faktor

historis Bali yang pernah dijajah oleh Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah kolonial

Hindia Belanda memperkenalkan Bali di mata dunia lewat seni tradisonal-nya seperti tarian.

Tidak heran bila Bali bisa dikatakan lebih terkenal daripada Indonesia.

Isu yang paling hangat menimpa Bali saat ini ialah mengenai reklamasi yang akan

dilakukan di Teluk Benoa di daerah Bali. “Teluk Benoa terletak di sisi tenggara pulau Bali,

dan direncanakan untuk direklamasi tepatnya adalah Pulau Pudut. Reklamasi direncanakan

seluas 838ha dengan ijin pengelolaan PT TWBI selama 30 tahun, dan pembangunan berbagai

objek wisata di atasnya.”2

Tentu saja hal ini menimbulkan polemik akibat adanya pihak pro dan kontra atas

berbagai pertimbangan jika proyek reklamasi di bangun. Pihak kontra mendasari argumennya

merujuk pada Pasal 93 Peraturan Presiden 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Sarbagita yang menyebutkan bahwa Teluk Benoa adalah kawasan konservasi.

Mereklamasi kawasan konservasi artinya melanggar peraturan tersebut, terlebih banyak

dampak negatif yang akan berdampak bagi kelangsungan ekosistem maupun kehidupan 1Picard, Michael. Tourisme culturel et culture tourisque. Editions I’Harmattan. Paris:19922 www.forbali.org/faq-2/ (Di akses pada 01/11/2014 pukul 10.12)

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 2: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

2

masyarakat. Sedangkan pihak pro beranggapan bahwa reklamasi ialah demi untuk kemajuan

dan masa depan Bali, dan mereklamasi Bali ialah legal hukumnya, hal ini sesuai dengan

Perpres No. 51/2014.

Pada tanggal 30 Mei 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani

Perpres No. 51 tahun 2014. Inti dari Perpres ini adalah berubahnya status Teluk Benoa dari

kawasan konservasi perairan menjedi kawasan pemanfaatan umum dan diijinkannya

reklamasi seluas maksimal 700 hektar.3

Dalam melakukan reklamasi tentu banyak aspek yang mesti diperhatikan. Mengingat

kawasan pantai adalah kawasan yang seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh lapisan

masyarakat. Apabila pantai direklamasi tentu saja fungsi pantai sebagai public space bagi

suatu masyarakat/kota tidak dapat berjalan seperti sediakala. Kawasan yang telah direklamasi

seakan-akan telah berubah menjadi milik pribadi. Investor yang melakukan pengurukan lahan

rawa atau laut akan merasa memilikinya. Jika sudah begitu maka masyarakat akan merasa

dirugikan. Belum lagi timbulnya kekhawatiran akan bencana seperti banjir misalnya.

Munculnya pelbagai macam gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa kian ramai.

Gerakan tersebut sebagai bentuk respon masyarakat terhadap Perpres No.51/2014. Produk

nyata dari gerakan ini dalam menyuarakan hak-hak masyarakat Bali berupa poster, spanduk,

lagu, konser musik, akun-akun media sosial yang bersedia menampung aspirasi sekaligus

mengampanyekan penolakan reklamasi.

I.II Rumusan Masalah

1. Penjelasan Mengenai Perpres No.51/2014

2. Analisis Perda Propinsi Bali Tahun 2009 Terkait Proyek Reklamasi

3. Relasi Konsep Ajeg Bali dengan Perpres No.51/2014

4. Mempertanyakan UU Pengelolaan Pesisir di Bali

5. Evaluasi Kebijakan Mengenai Dampak Reklamasi Teluk Benoa

6. Belajar dari Reklamasi Pulau Nipah

BAB II

3 Ibid

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 3: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

3

TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

II.I Kerangka Teori

Pengertian Reklamasi

Menurut pengertiannya secara bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa

Inggris, to reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Secara spesifik dalam

Kamus Bahasa Inggris-Indonesia terbitan PT. Gramedia disebutkan arti reclaim sebagai

menjadikan tanah (from the sea). Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation

diterjemahkan sebagai pekerjaan memperoleh tanah. Para ahli belum banyak yang

mendefinisikan atau memberikan pengertian mengenai reklamasi pantai. Kegiatan reklamasi

pantai merupakan upaya teknologi yang dilakukan manusia untuk merubah suatu lingkungan

alam menjadi lingkungan buatan, suatu tipologi ekosistem estuaria, mangrove dan terumbu

karang menjadi suatu bentang alam daratan. (Maskur, 2008).

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan

manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara

pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU No 27 Thn 2007).

Pengertian reklamasi lainnnya adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan

atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna

dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di

laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Pada dasaranya reklamasi merupakan

kegiatan merubah wilayah perairan pantai menjadi daratan. Reklamasi dimaksudkan upaya

merubah permukaan tanah yang rendah (biasanya terpengaruh terhadap genangan air)

menjadi lebih tinggi (biasanya tidak terpengaruh genangan air). (Wisnu Suharto dalam

Maskur, 2008).

Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair

yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut,

biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan,

pertanian, serta objek wisata. Dalam perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah

satu langkah pemekaran kota. Reklamasi diamalkan oleh negara atau kotakota besar yang laju

pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala

dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut,

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 4: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

4

pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan

baru. (http//www.lautkita.org)

Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir

merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan (Kay and Alder, 1999). Sedangkan definisi

reklamasi pantai menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.40/PRT/M/2007 adalah

kegiatan di tepi pantai yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat

sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara

pengurugan, pengeringan (polder), atau drainase. Metode urukan dilakukan dengan cara

menguruk tanah timbunan berupa pasir yang diperoleh dari dasar laut dan darat atau berupa

tanah lempung, material sisa pembakaran batu bara, limbah padat, dan lainnya.

Tujuan Reklamasi

Tujuan reklamasi juga yaitu untuk memperbaiki daerah atau areal yang tidak terpakai

atau tidak berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan

manusia antara lain untuk lahan pertanian, perumahan, tempat rekreasi dan industri

(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990). Sedangkan menurut Max Wagiu, 2011. Tujuan dari

program reklamasi yaitu:

a. Untuk mendapatkan kembali tanah yang hilang akibat gelombang laut

b. Untuk memperoleh tanah baru di kawasan depan garis pantai untuk mendirikan

bangunan yang akan difungsikan sebagai benteng perlindungan garis pantai

c. Untuk alasan ekonomis, pembangunan atau untuk mendirikan konstruksi

bangungan dalam skala yang lebih besar.

Metode dalam Reklamasi

Yang Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai dan

reklamasi lahan terpisah dari pantai daratan induk. Cara pelaksanaan reklamasi sangat

tergantung dari sistem yang digunakan. Menurut Buku Pedoman Reklamasi di Wilayah

Pesisir (2005) dibedakan atas 4 sistem, yaitu :

a. Sistem Timbunan

Reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan

berada di atas muka air laut tinggi (high water level) yang aman.

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 5: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

5

b. Sistem Polder

Reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan direklamasi

dengan memompa air yang berada didalam tanggul kedap air untuk dibuang keluar

dari daerah lahan reklamasi.

c. Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan

Reklamasi ini merupakan gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah

lahan diperoleh dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai

ketinggian tertentu sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air

laut cukup aman.

d. Sistem Drainase

Reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari

wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi

muka air laut.

Pedoman dan Undang-Undang yang Mengatur Reklamasi Pantai

Pembangunan reklamasi di Indonesia harus mengacu pada pelbagai pedoman dan Undang-

Undang yang mengatur tentang reklamasi pantai, antara lain:

Pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai (Peraturan Menteri PU

No. 4/PRT/M/2007) yang mencakup penjelasan tentang faktor-faktor yang harus

diperhatikan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan reklamasi, yaitu aspek

fisik, ekologi, sosial ekonomi dan budaya, tata lingkungan dan hukum, aspek

kelayakan, perencanaan dan metode yang digunakan. Pedoman ini juga memberikan

batasan, persyaratan dan ketentuan teknis yang harus dipenuhi agar suatu wilayah

dapat melakukan reklamasi pantai.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang memberi

wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaatkan

sumber daya alam secara optimal.

Undang-undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang merupakan

guide line bagi daerah untuk mengatur, mengendalikan dan menata wilayahnya dalam

satu-kesatuan matra ekosistem,

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 6: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

6

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil yang mengamanatkan wilayah pesisir diatur secara komprehensif

mulai dari perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan pengendalian.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang

mengatur tentang perlindungan terhadap aset baik berupa jiwa

II.II Kerangka Konseptual

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Analisis Perpres No.51 Tahun

2014

Analisis Perpres No.51 Tahun

2014

Analisis Perda Propinsi Bali

Analisis Perda Propinsi Bali

UU Pengelolaan

Pesisir di Bali

UU Pengelolaan

Pesisir di Bali

Relasi Dengan Konsep Ajeg Bali

Relasi Dengan Konsep Ajeg Bali

Dampak Reklamasi Teluk BenoaDampak Reklamasi Teluk Benoa

LingkunganLingkunganEkonomiEkonomi

BudayaBudayaSosialSosial

Studi Kasus Pulau Nipah

Studi Kasus Pulau Nipah

PenjelasanPenjelasan

Page 7: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

7

BAB III

ISI

III.I Penjelasan Mengenai Perpres 51 Tahun 2014

Menurut UU No.51/2014 “tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar,

Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).” Salah satu poin terpenting dari aturan tersebut

adalah mengubah peruntukkan Perairan Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan

menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal seluas 700 Hektar. Aturan tersebut

juga mengubah kawasan konservasi pulau kecil dari seluruh Pulau Serangan dan Pudut,

menjadi sebagian Pulau serangan dan Pudut. Dalam aturan tersebut juga menghapus besaran

luas taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagai kawasan pelestarian alam.

Peraturan Presiden no.51 tahun 2014 merupakan perubahan atas Peraturan Presiden no. 45

tahun 2011. Yang berisi tentang tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar,

dan Tabanan. Dimana pasal 55, 56, 63A, 81, 101A, 120A, dan pasal 122 mengalami

perubahan. Dalam Perpres no.51 tahun 2014 menyebutkan perubahan sebagian status zona

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan Teluk Benoa, serta arahan umum

pemanfaatan ruang kawasan tersebut. Karena adanya perkembangan kebijakan strategis

nasional dan dinamika internal di Kawaan Perkotaan SARBAGITA. Khususnya terkait

pemafaatan ruang di kawasan Teluk Benoa, sehingga diperlukan revitalisasi kawasan yang

sesuai dengan perkembangan potensi alam, wisata, lingkungan, dan masyarakat di Bali secara

khusus dan umum.

Kawasan Teluk Benoa dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai kawasan konservasi

perairan karena terdapat perubahan fisik, seperti adanya jalan tol, jaringan pipa migas, dan

pelabuhan Internasional Benoa. Pertimbangan lain adalah karena terjadinya pendangkalan

sehingga menjadikan Teluk Benoa tidak tepat untuk menjadi kawasan konservasi.

Sehingga dengan adanya reklamasi kawasan Teluk Benoa dinilai dapat dikembangkan

sebagai kawasan pengembangan kegiatan ekonomi serta sosial budaya dan agama. Tentu

saja pemerintah menyatakan akan tetap memperhatikan kelestarian fungsi Taman Hutan

Raya Ngurah Rai dan ekosistem di sekitarnya.

Menurut kajian tim yang beranggotakan para pakar dari beberapa universitan seperti

UGM, ITB, IPB, ITS, dan Unhas memberikan hasil bahwa jika Teluk Benoa dibiarkan

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 8: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

8

maka akan terjadi pendangkalan secara masif di teluk dan akan berdampak pada hancurnya

taman hutan raya mangrove karena kekurangan air. Maka dari itu diperlukan revitalisasi di

Teluk Benoa. Perubahan yang dilakukan pada Perpres no.45/2011 akan dilakukan

konsultasi publik yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM). Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014

diharapkan dalam implementasinya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian

terkait, dan Pemerintah Daerah, serta pengembang dapat memanfaatkannya sebaik

mungkin untuk kepentingan pembangunan dan masyarakat di Bali sesuai dengan peraturan

yang berlaku.

III. II Analisis Perda Provinsi Bali No. 16 tahun 2009

Pemerintah Bali sendiri mengeluarkan Peraturan Daerah yang membahas tentang

rencana tata ruang wilayah provinsi Bali dari tahun 2009-2029. Didalam Perda ini dijelaskan

berbagai macam ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi Bali berdasarkan

berbagai aspirasi yang ditampung dalam merencanakan tata ruang di Bali.

Di dalam pasal 11 ayat (1) Perda Provinsi Bali no. 16 tahun 2009 diseutkan bahwa

kebijakan pengembangan kawasan lindung mencakup :

a) pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

b) pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan

lingkungan hidup;

c) pemulihan dan penanggulangan kerusakan lingkungan hidup; dan

d) mitigasi dan adaptasi kawasan rawan bencana.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Bali memiliki kawasan-kawasan yang ditetapkan

sebagai kawasan lindung yang harus terus dijaga dan dilestarikan. Salah satunya Teluk

Benoa. Sedangkan dengan adanya reklamasi bisa jadi membuat usaha untuk pelestarian

kawasan lindung tersebut menjadi gagal. Memang pemerintah menjelaskan bahwa kawasan

perairan di Teluk Benoa sudah tidak layak untuk menjadi lahan konservasi. Tetapi dengan

dilaksanakannya reklamasi Teluk Benoa akan membuat berbagai ekosistem perairan yang

hidup di sana menjadi rusak. Dan hal ini juga merujuk pada reklamasi yang sudah pernah

dilakukan di berbagai wilayah lain di Indonesia. Contohnya seperti yang terjadi di Pulau

Nipah.

Dalam ayat (3) masih dalam pasal 11 juga disebutkn berbagai strategi pencegahan

dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan kawasan lindung,

yaitu:

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 9: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

9

a) Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan

hidup;

b) Melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan erubahan dan/atau

dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c) Melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,

dan/atau komponen lain yang dibuang kedalamnya;

d) Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung

menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan hidup yang tidak berfungsi

dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Dan seterusnya…

Dalam poin d dapat ditarik garis besar bahwa Provinsi Bali juga memiliki peraturan

untuk mencegah terjadinya perubahan fisik lingungan hidup yang tidak berfungsi dalam

menunjang pembangunan berkelanjutan. Dan seperti yang sudah diketahui bahwa reklamasi

tidak hanya dapat memberikan perluasan lahan tetapi dia juga mampu membuat perubahan

fisik terhadap lingkungan sekitar. Reklamsi dalam penanganan yang tidak tepat dapat pula

menjadi masalah dalam berjalannya proses pembangunan. Karena biaya konservasinya yang

relatif besar, ditambah lagi apabila kawasan tersebut tidak memiliki potensi atau memiliki

potensi tetapi tidak di manfaatkan secara maksimal maka dia akan menjadi sumber masalah

dari pembangunan di wilayah tersebut. Dan kaitannya dengan pembangunan yang

berkelanjutan, dimana reklamasi yang sangat mungkin akan merusak kehidupan di bawah

perairan laut dapat menjadikan kawasan rekalamasi tersebut semakin tidak layak untu

menjadi kawasan konservasi perairan laut. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa

reklamasi sendiri sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam Perda Provinsi

Bali no. 16 tahun 2009 tersebut.

III.III Relasi Konsep Ajeg Bali dengan Perpres No.51/2014

Arti kata “ajeg” merujuk pada pengertian stabil, tetap dan konstan. Ajeg atau ajek

bermakna tetap atau tidak berubah (KBBI : 1976). Satu hal yang dipertahankan oleh

masyarakat Bali adalah nilai, yaitu agama Hindu. Hal yang tetap dalam kebudayaan adalah

perubahannya. Teknologi menyebabkan perubahan praktik dan perubahan kemasan.

Ajeg Bali meliputi berbagai hal di Bali, mulai dari sitem religi, ekonomi, seni-budaya,

niaga, politik, lingkungan, politik, pendidikan, tata ruang, kependudukan, kesehatan,

pendidikan, pariwisata, dan hal-hal lain yang menyangkut cara hidup masyarakat. Dalam

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 10: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

10

sistem persubakan, misalnya, dilakukan “sterilisasi” wilayah subak dari pembangunan

perumahan untuk melestarikan kondisi ekologis sekitar subak. Sosialisasi budaya Bali, seperti

membuat janur, ditanamkan semenjak kanak-kanak dan merupakan bentuk ajeg Bali. Hal ini

saya temukan ketika melihat perlombaan membuat prasarana ibadah bagi anak-anak SD dan

SMP di Tanah Lot.

Ajeg Bali terinspirasi oleh nilai-nilai yang dianut dalam agama Hindu, yang

diwujudkan dalam ajaran “Tri Hita Karana” yang berarti tiga penyebab kebahagiaan atau

kemakmuran. Ketiga konsep tersebut dalah Parahyangan (hubungan manusia dengan

Tuhan), Pawongan (hubungan manusia dengan sesama manusia), dan Palemahan (hubungan

manusia dengan alam) (Dewa Nyoman Suardana. 2007).

Dalam pelaksanaannya konsep Ajeg Bali dimaknai dalam tiga tataran, yaitu dalam

tataran individu; ajeg Bali dimaknai sebagai kemampuan manusia Bali untuk memiliki

kepercayaan diri kultural (cultural confidence) yang bersiat kreatif dan tidak membatasi diri

pada hal-hal fisikal semata. Kedua, dalam tataran lingkungan kultural; ajeg Bali dimaknai

sebagai sebuah ruang hidup budaya Bali yang bersifat inklusif, multikultur, dan selektif

terhadap pengaru-pengaruh luar. Terakhir, dalam tataran proses kultural; ajeg bali merupakan

interaksi manusia dengan ruang hidup buadayanya guna melahirkan produk-produk atau

penanda-penanda budaya baru melalui sebuah proses yang berdasarkan nilai-nilai moderat

(tidak terjebak pada romantisme masa lalu maupun godaan dunia modern), non-dikotomis,

berbasis pada nilai-nilai kultural, dan kearifan lokal, serta memiliki kesadaran ruang (spasial)

dan waktu yang mendalam. Dalam ketiga tataran tersebut, disepakati bahwa ajeg Bali

bukanlah sebauah konsep yang stagnan, melainkan upaya pembaruan terus-menerus yang

dilakukan secara sadar oleh manusia Bali untuk menjaga identitas, ruang, serta proses

budayanya agar tidak jatuh di bawah penaklukan hegemoni budaya global (Bali Post. 2004).

Masyarakat Bali terus berubah secara kreatif dan menciptakan tradisi-tradisi baru.

Dalam pariwisata ditekankan agar kebutuhan pariwisata terlayani, sementara budaya lokal

tetap bertahan. Namun, jika kita perhatikan, pada praktiknya masyarakat Bali tidak pernah

terlepas dari Tri Hita Karana, apa yang mereka lakukan selalu berlandaskan hal tersebut.

Masyarakat Bali tidak pernah terlepas dari ritual agama Hindu yang selalu mencari

keseimbangan dalam hampir setiap kegiatan hidupnya. Tri Hita Karana sendiri juga diartikan

sebagai falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun

keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan

manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan,

kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 11: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

11

Agaknya perlu kita mengaitkan konsep Tri Hita Karana dengan proyek reklamasi

Teluk Benoa. Mengapa? Karena penting sekali untuk mengetahui apakah ketika proyek

reklamasi Teluk Benoa dilaksanakan masyarakat Bali tetap bisa menjalankan ajeg Bali lewat

pengamalan nilai-nilai Tri Hita Karana.

Nilai Tri Hita Karana yang paling berkaitan dengan proyek reklamasi ialah

Palemahan (hubungan manusia dengan alam). Palemahan berasal dari kata “lemah” yang

artinya tanah. Palemahan juga berati bhuwana atau alam. Dalam artian yang sempit

palemahan berarti wilayah sutu pemukiman atau tempat tinggal. Manusia hidup dimuka bumi

ini memerlukan ketentraman, kesejukan, ketenangan dan kebahagiaan lahir dan batin. Untuk

mencapai tujuan tersebut manusia tidak bisa hidup tanpa bhuwana agung (alam semesta).

Manusia hidup di alam dan dari hasil alam. Hal inilah yang melandasi terjadinya hubungan

harmonis antara manusia dengan alam semesta ini.

Keharmonisan antara manusia dengan alam ini yang berusaha dijaga oleh masyarakat

Bali. Tidak heran apabila masyarakat Bali amat khawatir akan terjadinya bencana alam akibat

dari dampak yang ditimbulkan reklamasi. Karena bencana sejatinya menunjukkan tanda

bahwa hubungan manusia dengan alam sedang tidak harmonis. Tentu bukan hanya bencana

alam saja yang dikhawatirkan, masalah lainnya seperti degradasi daya dukung lingkungan

juga menjadi pertimbangan.

III.IV UU PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya disebut PWP-PK) Pasal 1 Ayat (2), disebutkan bahwa:

”Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut

yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut”.

Selanjutnya, pada Pasal 2 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK

disebutkan bahwa:

”Ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi

daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh

perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi

kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut di ukur dari garis

pantai.”

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 12: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

12

Ruang lingkup Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK meliputi

daerah pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah

administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari

garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Sementara itu, menurut

UNCLOS 1982, pengertian/batasan wilayah pesisir tidak diatur, tetapi UNCLOS 1982,

membagi laut ke dalam zona-zona yaitu: 4

a. Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu Negara adalah :

1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

2. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters)

3. Laut Wilayah (Territorial Sea)

4. Zona Tambahan (Contiguous Zone)

5. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone)

6. Landas Kontinen (Continental Shelf))

b. Wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi suatu Negara adalah:

1. Laut Lepas (High Seas)

2. Dasar Laut Dalam/kawasan (Area/Deep Sea Bed)

Penentuan batas wilayah pesisir dan laut tidak dapat disamakan antara ketentuan

dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK dengan UNCLOS 1982. UU Nomor 27

Tahun 2007 berlaku pada batas wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12

(dua belas) mil diukur dari garis pantai, sedangkan UNCLOS 1982 tidak menentukan batas

wilayah pesisir maupun cara pengukurannya.

Di setiap negara di dunia, pada dasarnya pengaturan pengelolaan pesisir dan pulau

kecil menyesuaikan dengan keadaan geografis negara tersebut. Sedangkan di Indonesia

sendiri, sesuai dengan hukum nasional pembagian kebijakan mengenai pengelolaan pesisir

dan pulau-pulau kecil dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Ketentuan perundang-undangan nasional yang mengatur pengelolaan wilayah pesisir

dan laut yang bersifat konkrit dan mengikat (hard law), atau ketentuan yang

dihasilkan dari perjanjian internasional (treaty, convention, atau agreement) baik yang

bersifat bilateral, multilateral, global, regional maupun sub-regional bagi negara-

negara yang menyatakan diri siap terikat (express to be bound) dan

memberlakukannya di wilayahnya;

4 Churchill V.Lowe, The Law of the Sea, Juris Publishing, third edition, 1999, h. 30

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 13: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

13

2. ketentuan-ketentuan yang berbentuk soft law, yaitu ketentuan-ketentuan yang memuat

prinsip-prinsip umum (general principles), bersifat pernyataan sikap atau komitmen

moral dan tidak mengikat secara yuridis. Daya ikatnya tergantung kepada

kesediaan negara-negara untuk menerimanya sebagai hukum nasional, misalnya

dalam bentuk deklarasi, piagam atau protokol.

Di Indonesia, terdapat beberapa perangkat hukum nasional yang mengatur

pengelolaan wilayah pesisir dan laut, antara lain:

a. Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nations

Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Dimana UNCLOS tidak

mengatur secara khusus dalam pasal-pasalnya tentang pengelolaan wilayag pesisir

dan laut, tetapi ada makna yang tersirat mengenai sumber kekayaan laut yang

membutuhkan pengelolaan yng baik sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan, tanpa merusak lingkungan laut untuk kemakmuran manusia.

Maka dari itu, yang menjadi pertanyaan adalah apakah reklamasi yang akan

dilakukan di Teluk Benoa tidak akan merusak kehidupan laut disekitarnya?

Walaupun kembali lagi, alasan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia

menyatakan bahwa perairan laut di teluk Benoa tersebut sudah tidak layak

menjadi kawasan konservasi. Tetapi apakah memang keadaan perairan di Teluk

Benoa telah benar-benar rusak sehingga tidak ada kemungkinan untuk diperbaiki

tanpa reklamasi? Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah

untuk mengkaji ulang bagaimana sebenarnya kondisi perairan laut di Teluk Benoa

dan mencari alternatif-alternatif lain untuk memperbaikinya.

b. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. UU ini

menjadi pembaharuan dari UU No.4/Prp/1960 tentang ketentuan Perairan di

Indonesia. Dimana pembaharuan yang dilakukan disini menyesuaikan dengan

perkembangan rezim baru negara kepulauan sesuai yang dinyatakan dalam Bab IV

UNCLOS 1982.

c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007. UU ini membahas tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional tahun 2005-2025. Dinyatakan

dalam Bab II huruuf I bahwasumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki

peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan sekaligus sebagai penopang

sistem kehidupan yang meliputi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon,

pengaturan secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih yang merupakan

penopang kehidupan manusia.

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 14: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

14

Arah pembangunan menurut UU ini adalah pendayagunaan dan pengawasan

wilayah laut yang sangat luas. Dan arah pemanfaatannya harus dilakukan melalui

pendekatan multisektor, integratif, dan komprehensif dengan tujuan untuk

meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya.

Sudah jelas sekali apapun langkah yang diambil untuk memperbaiki Teluk Benoa,

sekalipun dengan reklamasi haru memperhatikan kelestarian sekitar. Walaupun

dalam faktanya reklamasi akan merusak kehidupan dalam laut di kawasan

tersebut. Dan dari pertama dikeluarkannya wacana untuk reklamasi teluk Benoa

sudah banyak penolakan yang dilakukan baik leh masyarakat setempat dan secara

Naisional. Kedua hal ini akan melenceng dari tujuan UU No. 17 tahun 2007 ini

karena akan menciptakan konflik dan akan menimbulkan kerusakan kelestarian

sekitar.

d. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007. Seperti yang dibahas sebelumnya, UU

ini berisi tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dimana di

Indonesia sendiri pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dal laut belum

terintegrasi dengan kegiatan pembanguan dari berbagai sektor dan daerah. Selain

itu peraturan perundang-undangan tentang pemanfaatan sumber daya pesisir dan

laut lebih mengarah pada eksploitasi sumber daya tanpa memperhatikan

kelestaroan sumber daya-nya serta belum mampu meilah faktor-faktpr yang

menjadi penyebab kerusakan lingkungan.

Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir mengintegrasikan berbagai perencanaan

yang disusun oleh berbagai sektor dan daerah sehingga terjadi keharmonisan dan

saling penguatan pemanfaatannya. Perencanaan wilayah pesisir tebagi menjad 4

tahapan, yaitu: 1) rencana strategis; 2) rencana zonasi; 3) rencana pengelolaan;

dan 4) rencana aksi sesuai dengan prinsip 1 dan 3 dari intergrated coastal

management.

Sesuai UU No. 27 Tahun 2007 pasal 34, reklamasi hanya dapat dilaksanakan jika

manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya

ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan

memperhatikan beberapa hal salah satunya keberlanjutan kehidupan dan penghidupan

masyarakat. Hal ini tercantum dalam UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 34:

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 15: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

15

(1) Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka

meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.

(2) Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga dan

memperhatikan:

a. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;

b. keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil; serta

c. persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan

material.

(3) Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Presiden.

III.V Evaluasi Kebijakan Mengenai Dampak Reklamasi Teluk Benoa

Reklamasi teluk Benoa menimbulkan berbagai macam reaksi dari masyarakat di Bali

termasuk Indonesia. Karena pada dasarnya Reklamasi ini dianggap hanya merupakan bisnis

semata yang menguntungkan para investor dan merugikan masyarakat Bali karena akan

merusak kualitas lingkungan hidup. Karena hakikatnya Bali merupakan tempat pariwisata

yang “menjual” pemandangannya atau alamnya bukan resort atau bangunan-bangunannya.

Bukan berarti bahwa masyarakat Bali anti pembangunan tapi untuk melakukan pembangunan

harus dilakukan secara berkelanjutan agar hasilnya maksimal karena apabila tidak maka

pembangunan hanya akan menjadi peluru untuk kita sendiri. Berikut akan dijelaskan

mengenai dampak-dampak dari Reklamasi Teluk Benoa di berbagai aspek.

Dampak Reklamasi Teluk Benoa terhadap Lingkungan

Reklamasi Teluk Benoa dinilai beberapa kalangan akademisi akan berdampak buruk

terhadap lingkungan hidup di Bali. Diantaranya yaitu merusak lingkungan di daratan hingga

terjadinya perubahan arus air laut di sekitar perairan Teluk Benoa. I Nyoman Sunarta pakar

Hidrologi dari Universitas Udayana mengatakan berdasarkan hasil pengamatannya akhir-

akhir ini saja sudah terlihat adanya kekacauan arus di sekitar teluk Benoa. Hal itu akan

diperparah lagi dengan jika Reklamasi jadi dilakukan. Arus air laut yang seharusnya masuk

ke Teluk Benoa akan mengalami perubahan lantaran adanya pulau-pulau marina di sekitar

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 16: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

16

kepulauan tersebut. Kondisi ini akan membuat terjadinya perubahan arus air laut beralih ke

pinggiran pantai di sekitarnya.

R.Suryanto pakar Geomorfologi dari Universitas Udayana berpendapat bahwa dengan

berubahnya sirkulasi air di Teluk Benoa juga akan berpengaruh pada perkembangan hutan

bakau dan kehidupan biota laut disekitarnya. Sebab, jika arus air laut mengalir ke pantai

lainnya maka pohon-pohon bakau akan mengalami kekurangan suplai-suplai air laut dan

menyebabkan gangguan terhadap pertumbuahan dan perkembangan pohon bakau. Demikian

pula pada perkembangan biota laut seperti ikan, kepiting, dan lainnya yang hidup di sekitar

perairan bakau akan terganggu lantaran kurangnya asupan nutrisi yang dibawa oleh air laut

itu sendiri. Tidak hanya itu, reklamasi di perairan Teluk Benoa juga akan berdampak pada

mendangkalnya kawasan Pelabuhan Benoa. Sebab, dengan adannya pembuatan pulau-pulau

di sekitarnya akan mengakibatkan tingginya tumpukan endapan yang berakibat pada

susahnya kapal untuk berlabuh di pelabuhan. ''Pelabuhan perlu perairan dalam. Kalau banyak

pulau nantinya akan membawa banyak endapan. Kapal akan susah masuk serta diperlukan

banyak biaya untuk mengeruknya,'' ujarnya. Terkait dengan proses reklamasi yang

membutuhkan sejumlah material seperti pasir yang akan diambil di dasar perairan Pantai

Sawangan, kata Suryanto, hal tersebut tidak terlalu menimbulkan masalah lantaran jumlah

pasir di kawasan Sawangan masih bisa mencukupi kebutuhan reklamasi. Namun, yang sangat

penting untuk diperhatikan dalam proses pengambilan pasir tersebut adalah pengawasan.

Jangan sampai pengambilan pasir untuk reklamasi Teluk Benoa diambil di dasar perairan

yang dangkal. Menurut Suryanto, kedalaman minimal untuk pengambilan pasir di kawasan

perairan Sawangan sekitar 30 meter di bawah laut. Dampak reklamasi lain terhadap

lingkungan yaitu pada terumbu karang: terumbu karang akan mati, pasir putih hilang dan

ikan-ikan akan berkurang karena habitat hilang.

Dampak Reklamasi Teluk Benoa di Bidang Ekonomi

Di satu sisi dalam hal lapangan kerja, akan dibangunnya akomodasi pariwisata dan

fasilitas umum akan memberikan peluang lapangam kerja bagi masyarakat bali 5-10 tahun

mendatang. Diperkirakan sekitar 200.000 lapangan kerja baru akan tersedia di kawasan ini.

Saat ini jumlah angkatan kerja khususnya lulusan perguruan tinggi terus bertambah

sementara lapangan pekerjaan mengalami stagnasi, karena sangat bergantung kepada kondisi

dan perkembangan pariwisata yang sangat rentan terhadap kondisi keamanan dan kondisi

sosial lainnya. Terlebih lagi tahun 2015 kita akan menjadi bagian dari Komunitas Tunggal

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 17: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

17

Asean, sejalan dengan akan diberlakukannya Asean Trade Area (AFTA). Dalam masa

tersebut, para pekerja dari luar negeri akan datang ke bali untuk bersaing mendapatkan

pekerjaan dalam seluruh bidang, mulai dari manager, supir, sampai tukang sapu. Keberadaan

lapangan baru akan sangat membantu persaingan kerja bagi para tenaga kerja lokal Bali.

Demikian pula dengan para penari dan lulusan SMK Kesenian, dan juga perguruan tinggi

seni akan mendapatkan kesempatan luas untuk tampil dengan dibagunnya art center dan

akomodasi pariwisata baru. Di sisi lainnya hal yang demikian bisa dikatakan tidak efektif

karena mungkin saja pekerja yang direkrut bukan merupakan masyarakat Bali. Dengan biaya

yang sangat besar untuk Reklamasi tersebut maka mustahil apabila tidak ada dana-dana yang

“hilang” dimakan oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Dengan tinginya angka

perkiraan korupsi yang terjadi untuk proyek revitalisasi ini maka diperkirakan negara akan

mengalami kerugian yang cukup besar.

Dampak Reklamasi di Bidang Budaya

“WE DONT NEED DISNEY LAND TO PLAY AND HAVE FUN!!”. Demikianlah

tanggapan masyarakat Bali yang nampak di halaman muka website ForBali.org, sebagai

bentuk sikap atas rencana proyek reklamasi Teluk Benoa. Sebagai bagian dari Indonesia Bali

sudah sangat terkenal melalui kekhasan budaya dan alam yang dimilikinya. Maka yang

dibutuhkan oleh masyarakat Bali yaitu tetap menjaga budaya dan alamnya tanpa harus

melakukan pembangunan seperti Singapura. Karena dengan budaya dan alam yang

dimilikinya sudah memberikan identitas tersendiri bagi Bali yang membuatnya dikenal di

kancah Internasional. Bagi masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu menyayangi

Alam merupakan wujud bakti kepada Tuhan sedangkan mereklamasi Teluk Benoa bukan

merupakan wujud bakti ke Tuhan melainkan suatu bentuk eksploitasi. Mungkin sebagian

meyakini bahwa merubah bentangan alam merupakan hal yang sepele. Apabila ada uang

maka semuanya dapat dilakukan tetapi hal demikian tidak semudah itu, karena dampak yang

akan datang kemudian tidak bisa diatasi atau dihindari begitu saja.

Dampak reklamasi di bidang budaya berekairtan erat dengan konsep Tri Hita Kirana

yang sudah dipaparkan sebelumnya. Karena budaya menjadi sarana masyarakat Bali

beribadah kepada Tuhan-Nya. Untuk itu perlunya menjaga keharmonisan antara manusia

dalam alam perlu dilaksanakan sebagai bentuk perwujudan nilai palemahan dalam Tri Hita

Kirana. Karena ketika alam “marah” (terjadi bencana, kondisi alam tidak aman) maka

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 18: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

18

masyarakat Bali akan mengalami kendala dalam mengekspresikan diri lewat budaya yang

sekian notabene-nya di bangun lewat hubungan harmonis dengan alam.

Dampak reklamasi di bidang Sosial

Reklamasi teluk benoa juga mendatangkan dampak dibidang sosial diantaranya akan

terbentuk kesenjangan yang sangat jelas antar anggota masyarakat. Dapat dikatakan yang

“ber-uang” akan semakin kaya dan yang tidak “ber-uang” akan semakin tersingkirkan atau

tergusur dari hidup yang layak. Investor akan dapat menarik keuntungan yang semakin besar

dari reklamasi ini malalui mega-mega proyek yang akan dibangun yang juga berpotensi

merusak lingkungan hidup masyarakat Bali. Sedangkan rakyat-rakyat lainnya akan semakin

jatuh terpuruk karena beban hidup yang ditanggungnya akan semakin besar atau berat yang

secara tidak langsung disebabkan oleh semakin mahalnya harga-harga kebutuhan hidupnya di

daerah yang sudah dikembangkan menjadi resort tersebut.

Kemudian dampak sosial terjadi karena dengan berdirinya bangunan konstruksi di

kawasan reklamasi, komunitas nelayan di daerah tersebut terpaksa pindah ke tempat lain,

karena 2 alasan penting:5

- Mereka terpaksa menjual tanah tempat mereka bermukin karena tidak dapat lagi

menjalankan profesinya seperti biasa. Mereka cenderung melakukan alih profesi

dan mencari lapangan pekerjaan lain.

- Mereka tidak dapat berinteraksi dengan orang baru yang menempati kawasan

reklamasi yang modern dan yang pasti ada jurang perbedaan yang dalam di antara

masyarakat komunitas nelayan tradisional dengan para pendatang baru akibat

orientasi sosial yang berbeda.

Karena seperti yang kita tahu kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian besar

adalah petani tambak, nelayan atau buruh. Dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi

ikan yang ada di laut sehingga berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang

menggantungkan hidup kepada laut.

III.V Belajar dari Reklamasi Pulau Nipah

5 Jurnal “Dampak Program Reklamasi Bagi Program Ekonomi Rumah Tangga Nelayan di Kota Manado”. Max Wagiu. UNSRAT. Manado. Hal.2

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 19: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

19

Pulau Nipah, adalah salah satu pulau yang merupakan bagian dari Nusantara. Pulau

ini merupakan salah satu dari 20 pulau terluar yang dimiliki oleh Indonesia. Pulau Nipah

dahulu pernah nyaris tenggelam. Bagaimana tidak, pasir yang ada di Pulau ini dikeruk terus-

menerus untuk kemudian dijual kepada Singapura. Hal ini dilakukan karena kondisi

perekonomian masyarakat lokal yang tidak seberapa. Akibatnya, luas pulau Nipah tidak lebih

dari 1,2 hektar. Sehingga memunculkan potensi pulau Nipah akan menghilang terkena abrasi.

Maka dari itu, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk membentuk landfill dengan

maksud untuk melindungi Pulau Nipah dari abrasi yang memang rawan terjadi. Kebijakan itu

disebut juga reklamasi.

Dari kebijakan reklamasi yang diambil pemerintah ini bukan berarti tidak merugikan

negara. Biaya reklamasi pulau Nipah ini mencapai lebih dari 300 miliar rupiah. Sangat

merugikan negara apabila dibandingkan dengan masyarakat lokal yang menjual pasir kepada

Singapura setara dengan harga sekilo beras. Dimana pasir ini nantinya menjadi aset berharga

bagi Singapura dengan nilai lebih dari 20 juta. Sedangkan pulau Nipah tidak akan

mendapatkan keuntungan seperti itu bahkan terancam sirna.

Pulau Nipah sendiri memiliki banyak posisi strategis selain keberadaannya sebagai

titik pangkal penentuan batas wilayah Indonesia-Singapura, yaitu sbb:6

Posisi strategis pertama, adalah kemungkinan wilayah ini mengandung endapan mineral

ekonomis, seperti timah, emas, dan bauksit. Indikasi itu dapat dilihat dari sejarah geologi

Selat Malaka yang sebelum zaman es mencair berupa daratan, bagian dari Paparan Sunda.

Apabila bisa dibuktikan pada dasar Selat Malaka terdapat jejak sungai purba, tidak tertutup

kemungkinan mineral ekonomis tersebut diendapkan di sana sehingga maraknya isu

penambangan pasir di wilayah ini sebenarnya adalah pencari mineral yang setelah diekstraksi

di atas kapal membuang lumpur dan lempungnya ke laut. Hal itulah yang menambah

kekeruhan laut di sekitar Pulau Nipah sangat tinggi.

Posisi strategis kedua, menjadikan Pulau Nipah sebagai pusat monitoring polusi lingkungan

laut sekitar Selat Malaka dan Philip. Sebagian besar kapal yang melintasi selat-selat ini

adalah tanker yang memuat ribuan galon minyak tanah, solar, dan sebagainya, yang sangat

riskan terjadi bencana pencemaran tumpahan minyak ataupun masuknya material polutan

lainnya ke wilayah Indonesia (dumping). Terhadap kasus ini, Indonesia bisa mengajukan

6 Jurnal. “Menghadapi Singapura di Masa Depan”. Dharma Agung S.I

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 20: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

20

klaim internasional atas kerusakan ekosistem dan lingkungan laut yang terjadi dalam

teritorial kita. Namun, banyak klaim Indonesia terhadap masalah ini mentah pada aspek

pembuktian ilmiah dan lemahnya bukti hukum yang mendukung proses klaim tersebut.

Sementara itu, Konvensi Hukum Laut Internasional yang disahkan Perserikatan Bangsa-

Bangsa pada tahun 1982, UNCLOS mengatur dengan jelas kedaulatan penuh Indonesia atas

wilayahnya terhadap upaya pencegahan, pengurangan, dan kontrol terhadap semua

kemungkinan polusi lingkungan laut.

Posisi strategis ketiga, menjadikan Pulau Nipah sebagai salah satu pulau untuk monitoring

bajak laut di sekitar Selat Malaka dan Philip, yang saat ini telah menjadi perhatian dunia

internasional akibat maraknya aksi perompakan di sana. Pulau Nipah yang terancam

tenggelam karena abrasi akibat reklamasi pulau Jurong telah mengalami reklamasi sejak

tahun 2002 dengan kontraktor Hutama Karya. Pulau ini memiliki luas 1,4 hektare pada saat

air pasang, dan 60 hektare pada saat air surut.

Pengembangan kegiatan ekonomi di pulau Nipah memang sangat diperlukan untuk

kepentingannya sendiri. Mengingat potensi dan prospek ekonomi pulau Nipah sangat besar

apabila bisa dimanfaatkan dengan benar. Kementerian Pertahanan RI menyatakan bahwa

pulau Nipah memiliki lokasi yang strategis, maka dari itu dibutuhkan ide dan konsep untuk

memajukan pulau ini. Dan juga bekerja sama dengan Singapura--yang juga berbatasan

dengan pulau Nipah, Indonesia--untuk kepentingan pertahanan nasional negara masing-

masing. Dimana kedua negara harus mampu berkolaborasi dan berkreasi untuk membangun

wilayah perbatasan ini. Hanya saja kampanye yang dilakukan pemerintah untuk

mengembangkan pulau ini belum memberikan hasil yang sesuai.

Maka dari itu dari reklamasi Pulau Nipah ini dapat diambil dua garis besar yang

menjadi sangat penting sebagai pertimbangan dilaksanakannya reklamasi Teluk Benoa.

Berikut penjelasannya :

1. Bahwa reklamasi bukan jalan satu-satunya untuk memperbaiki suatu kawasan.

Karena harus memperhatikan kawasan sekitar dari kawasan tersebut. Baik

keselamatan lingkungan dan juga persetujuan dari masyarakat lokal sebagai

penduduk setempat yang memiliki hak untuk menolak atau memberikan aspirasi

lain

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 21: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

21

2. Apabila reklamasi menjadi satu-satunya jalan, maka harus ada keseimbangan

dalam pemeliharaannya. Sehingga yang seharusnya memperbaiki kawasan tidak

menjadi biang dari kerusakan yang terjadi di kawasan tersebut. Maka diperlukan

kerja sama dari berbagai pihak terkait sehingga tidak menjadikan reklamasi

sebagai sumber musibah. Serta perwujudan perawatan kawasan reklamasi harus

direalisasikan, jangan hanya dijadikan jalan untuk mendapat persetujuan dari

masyarakat lokal tetapi ternyata tidak ada aksi nyatanya. Seperti yang terjadi pada

Pulau Nipah yang memang ada kemajuan dalam perluasan daratannya, hanya saja

dalam pengembangan kawasan tersebut masih tertinggal. Padahal hal tersebut

tidak sesuai dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan negara untuk biaya

reklamasi dan perawatannya.

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 22: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

22

BAB IV

KESIMPULAN

Sesuai UU No. 27 Tahun 2007 pasal 34, reklamasi hanya dapat dilaksanakan jika

manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya

ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan

memperhatikan beberapa hal salah satunya keberlanjutan kehidupan dan penghidupan

masyarakat. Reklamasi di Teluk Benoa membawa dampak yang kurang baik bagi lingkungan

maupun bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar serta budaya dalam prinsip

ajeg Bali.

Kemudian perlunya menjadikan reklamasi Pulau Nipah sebagai studi kasus sebelum

melakukan reklamasi Teluk Benoa sebagai pertimbangan apakah reklamasi Teluk Benoa

harus tetap dilaksanakan. Pun sebelumnya Bali pernah melakukan reklamasi pada salah satu

pulaunya, yaitu Pulau Serangan. Nelayan di kawasan tersebut kemudian kesulitan mencari

ikan karena pantai-nya sudah direklamasi. Hal ini disebabkan karena biota laut yang telah

mengalami perusakan akibat reklamasi. Saat kerusakan alam laut itu terjadi, beruntung

beberapa nelayan setempat kreatif membuat terumbu karang buatan. Hingga sekarang

nelayan-nelayan bali yang menjadi korban reklamasi ini sudah mendunia karena Coral

buatannya bisa diekspor dgn sebutan "Coral Serangan".

Reklamasi yang dilakukan di kawasan Teluk Benoa membawa dampak lingkungan,

sosial, ekonomi, budaya. Maka reklamasi Teluk Benoa perlu dikaji ulang dan proses

perijinannya perlu untuk dihentikan sementara sampai Presiden mencabut Perpres No.51

Tahun 2014. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai konflik yang semakin

berkepanjangan antara Pemerintah Kota dan masyarakat lokal maupun demi kelangsungan

lingkungan hidup, karena pada prinsipnya pantai dan laut merupakan common property

(milik bersama) dimana tidak hanya manfaatnya yang bisa dirasakan bersama, akan tetapi

dampak negatifnya juga menjadi tanggung jawab banyak pihak.

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 23: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

23

Daftar Pustaka

http://berita.i-y-i.com/95/78/43/reklamasi-pulau-nipah-terhambat-kapal-keruk-singapura.htm (di akses pada 04/11/2014 pukul 14.01)

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/01/03054526/Kementerian.PU.Reklamasi.Pulau.Terluar (di akses pada 04/11/2014 pukul 15.10)

http://metrobali.com/2013/08/05/reklamasi-teluk-benoa-untuk-masa-depan-bali/ (di akses

pada 05/11/2014 pukul 19.51)

http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=77329 (di akses

pada 05/11/2014 pukul 19.42)

http://www.change.org/p/ketua-dprd-bali-segera-cabut-sk-reklamasi-teluk-benoa (di akses pada 04/11/2014 pukul 14.01)

http://www.forbali.org/faq-2/?lang=en (di akses pada 04/11/2014 pukul 14.21)

 http://www.wilayahperbatasan.com/pulau-pulau-perbatasan-ri-singapura-kian-hilang-belajar-

dari-reklamasi-pulau-nipah/ (di akses pada 04/11/2014 pukul 15.01)

https://www.academia.edu/4432623/Reklamasi_Pantai (di akses pada 05/11/2014 pukul

14.02)

Maskur A, 2008, Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai Di Kota Semarang

Tesis. Program magister ilmu hukum. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Semarang

Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor

45 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung,

Gianyar, dan Tabanan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahunn 2007 tentang pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil.

Jurnal “Dampak Program Reklamasi Bagi Program Ekonomi Rumah Tangga Nelayan di Kota Manado”.Max Wagiu.UNSRAT.Manado

Jurnal “ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI DI KAWASAN PANTAI MARINA

SEMARANG”. Oleh: Nur Endah Iswahyuni, R. Slamet Santoso

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014

Page 24: Makalah Uas Pkp (Bentuk StandaPKPr)

24

Makalah Analisis Perpres No.51 Tahun 2014