makalah TPK
Transcript of makalah TPK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga
senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk
yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi
selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring
dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya
(cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi
dan tindak pidana lainnya.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru
menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri
fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang
menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan
yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat
kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini
meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh
kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta
eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat
mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa.
Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya
menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310)
1
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah
banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini
sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel
organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif
dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi
hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.
Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang
tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak
pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan yakni :
1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
1.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian latar
belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi serta Undang – Undang
apa yang mengatur tentang Tindak Pidana Korupsi ?
2. Mengapa Tindak Pidana Korupsi termasuk ke dalam Tindak Pidana Khusus ?
3. Bagaimanakah dampak korupsi terhadap Negara Indonesia dan bagaimana cara
menanggulangi terjadinya korupsi.?
1.3. Maksud dan Tujuan Penulisan2
1. Untuk mengetahui pengertian dari tindak pidana korupsi dan undang-undang yang
mengaturnya.
2. Menganalisis mengapa tindak pidana korupsi termasuk ke dalam tindak pidana
khusus.
3. Untuk mengetahui apa saja dampak dari korupsi dan bagaimana cara
menangggulanginya.
1.4 Metode penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu metode studi
kepustakaan maupun literatur yang dianggap perlu dan berkaitan dengan masalah yang
dibahas pada makalah ini secara terperinci dan mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1 PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UNDANG-UNDANGNYA
A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata latin “Corruptio “ atau “ Corruptus “ yang kemudian
muncul dalam bahasa inggris dan Prancis “ Corruption ”, dalam Bahasa Belanda “
Korruptie ”, dan Bahasa Indonesia “ korupsi “.
Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gamblang dijelaskan dalam
13 buah pasal dalam UU No.31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No.20 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,
korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut
menjelaskan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana
korupsi.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakar yang memakai
uang sebagai standar kebenaran dan sebagai suatu kekuasaan mutlak. Sebagai akibat
korupsi ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan
memiliki politisi korup dapat masuk dalam golongan elite yang berkuasa dan sangat
dihormati. Mereka juga memilik status sosial yang tinggi.
Sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi
yang lamban dan sebagainya.
Warisan pemerintahan kolonial.
sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada
kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan
oleh pejabat pemerintah.
Unsur tindak pidana korupsi, adalah sebagai berikut:
4
Unsur Objektif :
1. Setiap orang;
2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Unsur Objektif :
1. Dengan melawan hukum.
Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan Pasal 2 sampai Pasal 17 dan Pasal 21 sampai Pasal 24 UU No 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pelaku tindak pidananya
adalah Setiap orang, yang berarti orang perseorangan dan Korporasi. Dalam UU No 3
Tahun 1971 pelaku Tindak Pidana Korupsi yaitu orang perseorang saja. Pelaku Tindak
Pidana Korupsi menurut KUHP adalah “ Barang siapa “ yang berarti orang perseorang
( swasta atau pegawai negeri ).
a. Korporasi
Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisir baik
berupa Badan Hukum maupun tidak.
Badan Hukum di Indonesia :
Perseroan Terbatas (PT) Yayasan
Koperasi
Indonesische Maatchapij op Andelen ( IMA )
5
b. Orang Perorangan
Firma
Perusahaan Komanditer ( CV )
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
B. Asas – Asas Undang-Undang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
Menurut UU No 31 Thn 1999 terdapat beberapa asas yang membedakannya dari UU tindak pidana lain, yaitu :
1. Pelakunya adalah setiap orang, meliputi orang perseorangan dan korporasi ( Badan hukum dan perkumpulan orang ).
2. Pidananya bersifat komulasi dan alternatif
3. Adanya pidana minimum dan maksimum
4. Percobaan, pembantuan tindak pidana korupsi dipidana sama dengan pelaku.
5. Setiap orang yang di luar wilayah indonesia memberikan bantuan, kesempatan, sarana, dan keterangan untuk terjadinya TPK dipidana sama dengan pelaku.
6. Pidana tambahan selain pidana tambahan yang diatur dalam KUHP ( Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 ).
7. Orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dapat dipidana ( Pasal 22 ).
Jenis Tindak Pidana Korupsi
Jenis tindak pidana korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yaitu :
1. Kerugian keuangan negara ( Pasal 2 dan 3 )
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
6
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan ( Pasal 12 huruf I )
7. Gratifikasi ( Pasal 12B jo. Pasal 12C )
Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi menurut UU No 31
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, terdiri dari :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi ( Pasal 21 ).
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar ( Pasal 22
jo. Pasal 28 )
3. Bank yang tidak memberi keterangan rekening tersangka ( Pasal 22 jo. Pasal 29 ).
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
( Pasal 22 jo. Pasal 35 ).
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberi keterangan palsu ( Pasal 22 jo. Pasal 36 ).
6. Saksi yang membuka identitas pelapor ( Pasal 24 jo. Pasal 31 ).
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang 31 Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus tersebut disebut Komisi
Pemberantasan Korupsi yang memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervise,
termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana yang :
7
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang
ada kaitannya dengan TPK yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara Negara.
2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat
3. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar )
( Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 ).
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada :
1. Kepastian hukum
2. Keterbukaan
3. Akuntabilitas
4. Kepentingan umum
5. Proporsionalitas
2.2 TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI TINDAK PIDANA KHUSUS
Kekhususan peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, dari aspek
norma, jelas mengatur hal-hal yang belum diatur dalam KUHP. Dikatakan khusus, karena
dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat asas atau hal – hal yang menyimpang
dari ketentuan umum dalam Buku I KUHP.
Contohnya perbedaan pada KUHP sebagai sumber hukum materiil pada tindak pidana
umum dengan UU tindak pidana korupsi pada tindak pidana khusus:
No Perbedaan KUHP UU Tindak pidana korupsi
1 Penyadapan Tidak dibolehkan Dibolehkan dilakukan penyadapan
2 Aparat penegak
hukum
Polisi sebagai penyidik dan
penyelidik
Penyidik dan penyelidik selain
polisi juga bisa jaksa penuntut
umum dan penyidik KPK
8
3 Sistem
peradilannya
Bersifat konvensional Secara ad hoc
4 Hukuman
Pokok
Pidana Mati-
Pidana penjara
Kurungan; dan
Denda.
Pidana mati
Pidana penjara
Hukuman denda
5 Hukuman
Percobaan,
pembantuan
Percobaan, pembantuan tindak
pidana hukumannya dikurangi
1/3 dari ancaman hukuman.
Percobaan, pembantuan tindak
pidana korupsi dipidana sama
dengan pelaku
6. Ancaman
pidana
Ancaman pidana maksimum Adanya pidana minimum dan
maksimum
7 Subjek Hukum Orang perorangan Orang dan Korporasi ( Badan
hukum / bukan badan hukum ).
Tindak Pidana Korupsi dikatakan Tindak Pidana Khusus karena dasar hukum
maupun berlakunya menyimpang dari ketentuan umum Buku I KUHP. Bahkan dalam
hukum acara (hukum formal) peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus dapat
menyimpang dari UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, contohnya dalam
Tindak Pidana Korupsi dilakukan acara pembuktian terbalik ( Pasal 37 UU No. 20 Tahun
2001 ).
Kekhususan peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, dari aspek
norma, jelas mengatur hal-hal yang belum diatur dalam KUHP. Subyek tindak pidana
Korupsi diperluas karena tidak saja meliputi orang pribadi tetapi juga badan hukum
( Korporasi ). Sedangkan dalam masalah pemidanaan, dilihat dari pola perumusan
maupun pola ancaman sanksi, juga dapat menyimpang dari ketentuan KUHP, contohnya
dalam Tindak Pidana Korupsi sanksi Pidana minimal 4 tahun.
9
2.3 DAMPAK KORUPSI DAN CARA MENANGGULANGINYA
A. Dampak Korupsi
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi
- Menurut Chetwynd et al (2003),
korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik
maupun asing. Mereka mencontohkan fakta businessfailure di Bulgaria yang
mencapai angka 25 persen.Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut
mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap
tahunnya akibat korupsi penguasa.Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan
Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang
akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut
kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.
- Menurut Mauro (2002),
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan
2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong
peningkatan investasilebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008)
menyimpulkan bahwa pada setiapkenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan
mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persensetelah melakukan kajian empirik
terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004.
- Menurut Gupta et al (1998),
Menyatakan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan
mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8
persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan
dalammenghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan.
10
Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan
publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta,
Davoodi, danTiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi
ternyata akanmemperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya,
angka putus sekolahdan kematian bayi mengalami peningkatan
3. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan
menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan
IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin.
Artinya,kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin
melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari
masyarakat umum kepada paraelit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok
kaya akibat korupsi.
4. Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan
ketamakandan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga
akan menyebabkanhilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.Rasa
saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan
hilang.Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang
kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi
negara. Perasaan amanakan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity
feeling).
11
B. Cara Penanggulangan Korupsi
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya
penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
a. Preventif.
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah
maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan
milik perusahaan atau milik negara.
2. mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai
dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling
menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan
kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan
dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada
masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol,
koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan.
6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa
peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu
berusaha berbuat yang terbaik.
b. Represif.
1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
12
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah :
Pasal 2 : Setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara.
Tindak Pidana Korupsi dikatakan Tindak Pidana Khusus karena dasar hukum maupun
berlakunya menyimpang dari ketentuan umum Buku I KUHP. Bahkan dalam hukum
acara (hukum formal) peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus dapat
menyimpang dari UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, contohnya dalam
Tindak Pidana Korupsi dilakukan acara pembuktian terbalik ( Pasal 37 UU No. 20 Tahun
2001 ). Kekhususan peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, dari aspek
norma, jelas mengatur hal-hal yang belum diatur dalam KUHP. Subyek tindak pidana
Korupsi diperluas karena tidak saja meliputi orang pribadi tetapi juga badan hukum
( Korporasi ). Sedangkan dalam masalah pemidanaan, dilihat dari pola perumusan
13
maupun pola ancaman sanksi, juga dapat menyimpang dari ketentuan KUHP, contohnya
dalam Tindak Pidana Korupsi sanksi Pidana minimal 4 tahun.
Dampak Tindak Pidana Korupsi
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal,
terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer,
menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi,
hilangnya kewibawaan administrasi.
Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi :
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan
nasional.
3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak
korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak
korupsi.
3. 2 Saran
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan
rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan
dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi
penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia.
Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena
pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran Pemberantasan korupsi
seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh
14
sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat
keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, Evi. Tindak Pidana Korupsi ( edisi kedua ). 2007. Jakarta : Sinar Grafika.
Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami Untuk Membasmi ( Buku Saku Untuk Memahamu Tindak Pidana Korupsi ). 2006. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
Prinst, Darwan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2002. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi ( Ditinjau dari Hukum Pidana ). 2002. Jakarta : Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti.
Undang – Undang :
Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang –
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
15