Makalah STR 2 Akuntansi Perpajakan
-
Upload
sariarsitas -
Category
Documents
-
view
143 -
download
5
description
Transcript of Makalah STR 2 Akuntansi Perpajakan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bagi pemerintah, pajak mempunyai fungsi sebagai sumber penerimaan
negara. Berdasarkan fungsi ini, pajak adalah bagian laba perusahaan yang seharusnya
diberikan ke pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional. Hal ini
mengakibatkan semakin besar pajak yang disetorkan oleh perusahaan maka akan
semakin besar penerimaan negara. Di sisi yang lain, bagi perusahaan pajak lebih
sering dianggap sebagai pos pengurang laba bersih yang seharusnya bisa
diminimalisir oleh perusahaan. Pajak diakui sebagai elemen utama dalam kebijakan
pengeluaran perusahaan.
Akuntansi komersial yang dibuat oleh perusahaan pada umumnya mengacu
pada aturan-aturan yang ditetapkan dalam Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
(PABU) dan di Indonesia hal tersebut telah diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Dalam menjalankan fungsi pajak, seringkali
pemerintah menetapkan beberapa aturan khusus dimana aturan tersebut berbeda
dengan aturan akuntansi yang diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
Perbedaan-perbedaan inilah yang kemudian menimbulkan akuntansi pajak yang
berbeda dengan akuntansi komersial, yang akhirnya berakibat pada perbedaan laba
rugi menurut akuntansi dengan laba rugi menurut fiskal. Hal inilah yang akhirnya
menimbulkan konflik antara manajemen dengan pemerintah dalam hal perpajakan.
Penerimaan negara yang bersumber dari pajak harus terus dikembangkan dan
ditingkatkan sesuai dengan perkembangan perekonomian dan laju pembangunan
nasional.
Akuntansi komersial atau disebut juga akuntansi keuangan merupakan
aktivitas jasa yang menyediakan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
Informasi ini diperoleh melalui suatu proses akuntansi. Lebih lanjut informasi
tersebut diperlukan oleh setiap entitas usaha untuk mengetahui posisi dan hasil
1
usahanya. Sehingga tujuan utamanya antara lain untuk menyediakan laporan
keuangan kepada manajemen dan pihak-pihak pemangku kepentingan. Akutansi
keuangan berpedoman kepada standar yang berlaku umum, yaitu PSAK/IFRS.
Sedangkan Akuntansi fiskal atau biasa disebut akuntansi pajak merupakan bagian
dari akuntansi keuangan yang menekankan pada penyusunan laporan perpajakan
(Surat Pemberitahuan (SPT)) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap
transaksi atau kegiatan perusahaan. Atau dengan kata lain akuntansi pajak bertujuan
menyediakan informasi keuangan perusahaan yang ditujukan secara khusus kepada
otoritas pajak sebagai salah satu pemenuhan kepatuhan pajak (tax compliance). Dan
akuntansi pajak berpedoman kepada Peraturan Perundang-Undangan.
Jika diperhatikan dengan seksama, Akuntansi Komersial didasarkan pada
kesepakatan yang dilakukan oleh perkumpulan profesi. Sedangkan Akuntansi Pajak
didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana ketentuan tersebut
mengikat kepada semua anggota masyarakat, termasuk anggota perkumpulan profesi.
Dengan demikian apabila terdapat perbedaan antara akuntansi komersial dan
akuntansi pajak, maka akuntansi pajak mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas
praktek akuntansi komersial.
Secara umum, tujuan penyusunan, penyajian dan pelaporan keuangan secara
fiskal adalah untuk memberikan informasi yang diperkukan untuk menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak, membantu Wajib
Pajak untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang, mengetahui dan menilai
tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan sistem self assessment, terutama
ketika sedang dilakukan pemeriksaan.
Akuntansi pajak merupakan akibat dari sistem perpajakan yang dipakai di
Indonesia, self assesment system, dimana Wajib Pajak diberi kewenangan untuk
melapor, mendaftarkan, menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan membayar
pajak yang terutang secara mandiri, tanpa penetapan terlebih dahulu dari otoritas
2
pajak. Sehingga laporan keuangan untuk tujuan fiskal seharusnya mempunyai ciri
kualitatif seperti dapat dipahami oleh fiskus, sensitivitas informasi, bukan
materialitas, disajikan secara jujur, dengan itikad baik, substansi penghasilan dan
beban yang disajikan merupakan penghasilan dan beban yang diperbolehkan oleh
undang-undang, dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya, disampaikan tepat
waktu, bersifat independen terhadap akuntansi komersial, apabila akuntansi komersial
tidak mampu menerbitkan laporan keuangan tepat waktu, akuntansi pajak harus
mampu menerbitkan laporan keuangan fiskal sendiri dan koreksi fiskal merupakan
salah satu cara praktis dalam penyusunan laporan keuangan fiscal.
1.2 Rumusan Masalah
Karena kebutuhan akuntansi perpajakan tersebut, maka dalam makalah ini
akan dibahas mengenai pilihan kebijakan atas system Akuntansi Perpajakan terkait
dengan masalah Aktiva Tetap, Akuntansi Pajak Penghasilan, Akuntansi Pajak
Pertambahan Nilai, dan Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Fiscal.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas dan menjelaskan
tentang pilihan kebijakan atas system Akuntansi Perpajakan terkait dengan masalah
Aktiva Tetap, Akuntansi Pajak Penghasilan, Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai, dan
Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Fiscal.
3
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Pengertian Sistem Akuntansi
Pengertian Sistem Akuntansi menurut para ahli:
1. Mulyadi dalam bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi, pengertian
Akuntansi adalah sebagai berikut: “akuntansi adalah organisasi formulir,
catatan dan laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk
menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh management guna
memudahkan pengelolaan perusahaan” (2008:3).
2. Menurut Soemarso SR, dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Suatu
Pengantar, pengertian Akuntansi adalah: “Akuntansi adalah suatu disiplin
yang menyediakan informasi penting sehingga memungkikan adanya
pelaksanaan dan penilaian jalannya perusahaan secara efisien. Akuntansi
juga dapat didefinisikan sebagai proses mengidentifikasikan, mengukur
dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya
penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang
menggunakan.” (2002:3).
Informasi Akuntansi Menurut APB No.4 (Lubis, 2011), akuntansi merupakan
kegiatan jasa yang berfungsi untuk memberikan informasi kuantitatif, terutama yang
bersifat keuangan mengenai suatu entitas ekonomi, yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi pengambilan keputusan ekonomi.
2.2. Metode Pencatatan
Metode pencatatan akuntansi dibagi menjadi 2 yaitu Accrual Basis dan Cash
Basis. Menurut Abdul Halim dalam bukunya Kamus Akuntansi menjelaskan bahwa:
“accrual basis accounting (akuntansi akrual), yaitu dasar akuntansi yang mengakhiri
4
transaksi dan dasar peristiwa tersebut terjadi dan bukan hanya pada saat kas atau
setara kas diterima 26 atau dibayar”(2002;14). Menurut Kamus Besar Akuntansi
pengertian acrual basis accounting method sebagai berikut: “Acrual basis accounting
method (metode akrual) adalah suatu metode akuntansi dimana penerimaan yang
dihasilkan baru diakui atau dicatat apabila proses yang menghasilkan lengkap dan
apabila transaksi pertukaran terjadi, sementara pengeluaran baru diakui atau dicatat
apabila sejumlah uang benarbenar dibayarkan. (2004:19)
Apabila pencatatan yang digunakan menggunakan cash basis, maka
pendapatan dan beban yang tercatat dalam laporan laba rugi dilaporkan dalam periode
dimana uang kas diterima (pendapatan) atau uang kas yang dibayar (beban). Jadi,
transaksi pendapatan dan beban yang dilaporkan dalam laporan laba rugi adalah
transaksi-transaksi yang melibatkan arus uang kas masuk ataupun arus uang kas
keluar.
2.3. Pajak
Pengelompokan Pajak Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas dalam
bukunya Perpajakan Indonesia. Pembagian pajak dikelompokan berdasarkan
golongan, sifat dan lembaga pemungutannya, pajak menurut golongan dibagi
menjadi 2:
1. Pajak Langsung Adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak
Penghasilan (PPh).
2. Pajak Tidak Langsung Adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak menurut pemungutannya yang salah satunya dengan cara withholding
sistem dimana wewenang dalam pemungutan pajak diberikan kepada pihak ketiga
5
(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) dalam menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak. Mekanisme pemungutan pajak yang dilakukan
oleh fiskus terhadap wajib pajak ada yang bersifat langsung yakni di pungut dari
pihak kedua yang disebut sebagai pajak langsung dan ada juga yang tidak langsung
yakni di pungut dari pihak ketiga yang disebut dengan pajak tidak langsung.
Mekanisme pemungutan tersebut terbentuk karena system yang berlaku dalam
perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dari masing-masingpajak yang
dikelola oleh negara mempunyai tata cara dan prosedur yang berbeda, dalam
pelaksanaannya dibedakan secara tegas antara pajak langsung dan pajak tidak
langsung (Judisseno,1997):
1. Pajak langsung adalah keadaan dimana wajib pajak harus memikul sendiri utang
pajaknya kepada fiskus dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.
2. Pajak tidak langsung adalah keadaan dimana wajib pajak dapat melimpahkan
kewajibannya kepada pihak lain. Pengertian pajak tidak langsung tersebut
menjelaskan bahwa wajib pajak harus bertanggung jawab atas seluruh kewajiban
perpajakannya dan bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pengenaan pajak atas pengeluaran untuk
konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan baik baik badan swasta
maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan
pada anggaran belanja Negara (Sukardji, 2000 : 22).
Pajak Penghasilan merupakan suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada
masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau di
perolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup
berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewjiban yang harus dilaksanakannya
2.4. Laporan Akuntansi Dalam Perpajakan
2.4.1. Aktiva Tetap
Menurut Mulyadi (2001:591), aktiva tetap adalah:
6
“kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat ekonomis
lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan
perusahaan, bukan untuk dijual kembali”
Setiap perusahaan menggunakan berbagai macam aktiva tetap dalam
melakukan kegiatannya, misalnya perlatan, mesin, alat-alat, bangunan dan tanah.
Menurut Soemarso S.R (2005:20) aktiva tetap adalah aset berwujud yang:
1. Masa manfaatnya lebih dari satu tahun;
2. Digunakan dalam kegiatan perusahaan
3. Dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan;
4. Nilainya cukup besar
Penyusutan aktiva tetap didefinisikan sebagai proses akuntansi dalam
mengalokasikan biaya asset berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan
rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari pengguna asset
tersebut (Kiesi, weigandt and warfield,2005). Menurut soemarso SR (2005:24),
penyusutan adalah pembebanan biaya yang disebabkan pemakaian asset tetap.
2.4.2. Rekonsiliasi Fiskal
Peraturan pajak yang berlaku di Indonesia mengharuskan laporan laba rugi
fiskal dihitung berdasarkan metode akuntansi yang digunakan perusahaan dalam
menghitung laba akuntansi. Sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan
ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut. Untuk menentukan besarnya laba
rugi fiskal, perusahaan melakukan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal merupakan
penyesuaian antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal
melalui perbedaan permanen dan perbedaan temporer atau koreksi fiskal positif dan
koreksi fiskal negatif (Zain :2007,221). Penyesuaian yang dilakukan terhadap
7
penghasilan atau biaya yang termasuk koreksi fiskal positif adalah penghasilan yang
menurut fiskal akan bertambah dan atau biaya yang berkurang menurut fiskal atau
dengan kata lain koreksi fiskal positif adalah koreksi yang akan menyebabkan laba
fiskal bertambah. Disisi lain, penyesuaian yang dilakukan terhadap penghasilan atau
biaya yang termasuk koreksi fiskal negatif adalah penghasilan yang menurut fiskal
atau dengan kata lain koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang akan menyebabkan
laba fiskal berkurang.
Beda tetap dapat terjadi dikarenakan oleh adanya perbedaan terkait pengakuan
penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan. Beda waktu terjadi dikarenakan adanya perbedaan
waktu pengakuan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
8
BAB III
PEMBAHASAN
Praktik akuntansi sangat erat kaitannya dengan praktik perpajakan. Namun,
standar maupun aturan yang menjadi acuan dari kedua bidang tersebut memiliki
beberapa perbedaan penting, sehingga tidak jarang menimbulkan kebingungan bagi
kalangan praktisi, perusahaan, maupun individu. Padahal berbagai produk yang
dihasilkan sesuai dengan standar akuntansi menjadi masukan (input) dalam
perhitungan pajak.
Pada perusahaan bersekala menengah dan besar, kesadaran akan pentingnya
akuntansi pajak telah ada dan diterapkan secara serius. Akan tetapi tidak sedikit
perusahaan (apapun sekalanya) belum menyadari pentingnya akuntansi pajak. Ada
kecendrungan untuk mengabaikan atau tidak mau pusing mengurusinya, sehingga
diserahkan kepada konsultan, yang hampir pasti tidak mengetahui operasional
perusahaan yang ditanganinya secara benar dan detail, yang sangat mungkin dapat
menjerumuskan perusahaan.
Definisi akuntansi berdasarkan AICPA, bahwa pengertian akuntansi sebagai
seni (art) dalam pencatatan, pengelompokkan, dan pengikhtisaran dengan cara
tertentu dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang secara umum
bersifat keuangan termasuk juga dalam menginterpretasikan hasilnya. Sedangkan
pengertian akuntansi perpajakan adalah Suatu seni dalam mencatat, menggolongkan,
mengihtisarkan serta menafsirkan transaksi-transaksi finansial yang dilakukan oleh
wajib pajak dan bertujuan untuk menentukan jumlah Dasar Pengenaan Pajak (Nilai
9
yang digunakan sebagai dasar penetapan beban dan pajak yang terutang) dalam suatu
tahun pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Perlunya akuntansi pajak untuk dipelajari dan diketahui selain akuntansi
keuangan adalah karena Pajak seringkali dikenakan atau dipungut atas dasar berbagai
asas, tujuan, dan pertimbangan-pertimbangan yang sebagian besar diantaranya justru
tidak berhubungan dengan penentuan laba rugi periodik atau penetapan beban dan
pendapatan sebagai salah satu tujuan pokok akuntansi keuangan. Sehingga untuk
melaksanakan kewajiban pajak dengan benar terutama dalam pengisian dan pelaporan
SPT sangat penting untuk mengetahui dan mempelajari akuntansi pajak. Dengan
mengetahui Akuntansi Pajak, maka diharapkan Wajib Pajak dapat menghitung Pajak
dengan benar, tidak kurang dan tidak lebih.
3.1. Akuntansi Pajak Penghasilan
3.1.1. Aturan Hukum
Menurut Pasal 15 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun
2010, Saat Terhutang nya Pajak Penghasilan adalah, (tergantung peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu)
PPh 21 PPh 22 PPh 23 PPh 26Pada saat Pembayaran
Disediakan atau dibayarkannya penghasilan.atau Terhutangnya penghasilan yang bersangkutan.
atau tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan.
Jatuh tempo pembayaran penghasilan yang bersangkutan.
Sedangkan di Penjelasan Pasal 15, Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan
untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa),
10
saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti:
royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya). Yang
dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":
a. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang
dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau
ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian
pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan
dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-
Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam
Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan
yang bersangkutan.
b. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan
pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain
pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23
Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang
saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui,
meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" adalah saat kewajiban untuk
melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.
Selain itu kita juga mengenal Pajak Penghasilan Pasal 4(2), dimana beberapa
transaksi umum yang sering terjadi diantaranya terhutang pada saat,
a. Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-227/PJ./2002 Pasal 5 ayat
(1), yaitu Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud Pasal 4 ayat (1), Pihak penyewa wajib : memotong Pajak Penghasilan
11
yang terhutang pada saat pembayaran atau terhutang nya sewa, tergantung
peristiwa mana lebih dahulu terjadi.
b. Penghasilan atas Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Menurut Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 Pasal 1 ayat (1), yaitu Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan
Jadi untuk menentukan Saat Perjurnalan Akuntansi Pajak Penghasilan terkait
Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 26, & 4(2) perlu di perhatikan waktu kapan saat
terhutang dari pasal tersebut, untuk menentukan kapan dilakukannya perjurnalan atau
pembayaran Pajak Penghasilan. Begitu juga untuk mengantisipasi kemungkinan
koreksi dari Pemeriksa Pajak di kemudian hari pada saat terjadinya pemeriksaan
pajak. Dalam hal ini juga akan mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan
Rekonsiliasi Biaya (Biaya yang dicatat dalam Laporan Akuntansi maupun Biaya/DPP
yang dicatat dalam Laporan Pajak/SPT) maupun melakukan Rekonsiliasi Hutang
Pajak Penghasilan (Hutang Pajak yang dilakukan dalam Laporan Akuntansi maupun
Hutang Pajak yang dibayarkan atau disetorkan dalam Laporan Pajak/SPT).
3.1.2. Implementasi
Saat Pengakuan Beban/Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan menurut Akuntansi dan
Pajak adalah sebagai berikut :
1. Cash Basis : Metode Akuntansi dimana, Beban dilaporkan pada periode dimana
cash dibayar
Apabila saat terhutangnya PPh terjadi pada saat pengakuan beban dengan metode
Cash Basis, maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :
Dr. Beban xxx
Cr. Bank/Cash xxx
12
Cr. Hutang PPh xxx
2. Accrual Basis : Metode Akuntansi dimana, Beban dilaporkan pada periode saat
beban itu terjadi dalam usaha menghasilkan pendapatan.
Apabila saat terhutangnya PPh terjadi pada saat pengakuan beban dengan metode
Accrual Basis, maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :
Dr. Beban xxx
Cr. Hutang xxx
Cr. Hutang PPh xxx
3. Deferral Basis : Metode Akuntansi dimana, pos yang sejak awal dicatat sebagai
asset tetapi diharapkan menjadi beban dikemudian hari atau
selama operasi normal bisnis.
Apabila saat terhutangnya PPh terjadi pada saat pengakuan beban dengan metode
Deferral Basis, maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :
Dr. Beban dibayar dimuka xxx
Cr. Bank/Cash xxx
Cr. Hutang PPh xxx
Jika pada akhirnya, Saat terhutang nya Pajak Penghasilan (Saat terjadinya Dasar
Pengenaan Pajak/Beban menurut Pajak) tidak terjadi sama dengan Periode pencatatan
beban secara Akuntansi, maka akan terjadi rekonsiliasi beban antara laporan
akuntansi dengan laporan pajak.
3.2. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai
3.2.1. Aturan Hukum
13
Menurut Pasal 11 Ayat (1) Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai, Saat Terhutangnya PPN terjadi Pada saat :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak;
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
h. h.ekspor Jasa Kena Pajak.
Dan dalam Pasal 11 Ayat (2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak
adalah pada saat pembayaran.
Dalam SE 50/PJ/2011 Tentang Penegasan Saat Penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dijelaskan lebih rinci tentang saat penyerahan yaitu,
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf a
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
a) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
b) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
penerima barang, untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan
14
penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan
antarcabang;
c) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau
pengusaha jasa angkutan; atau
d) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena
Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten.
2) untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk
menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara
hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
3) untuk penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
a) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai
piutang atau penghasilan atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh
Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
dan diterapkan secara konsisten; atau.
b) kontrak atau perjanjian ditandatangani atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal
saat sebagaimana dimaksud pada huruf a) tidak diketahui.
b. Saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf a
terjadi pada saat:
1) harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
15
2) kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada
angka 1) tidak diketahui; atau
3) saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik
sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri
Jasa Kena Pajak.
Oleh karena itu untuk menentukan Saat Perjurnalan Akuntansi Pajak
Pertambahan Nilai juga perlu di perhatikan waktu kapan saat terhutang, untuk
menentukan kapan dilakukannya perjurnalan atau pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai. Begitu juga untuk mengantisipasi kemungkinan koreksi dari Pemeriksa Pajak
di kemudian hari pada saat terjadinya pemeriksaan pajak. Dalam hal ini juga akan
mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan Rekonsiliasi Penjualan (Penjualan
yang dicatat dalam Laporan Akuntansi maupun Penjualan/DPP yang dicatat dalam
Laporan Pajak/SPT) maupun melakukan Rekonsiliasi Hutang Pajak Pertambahan
Nilai (Hutang Pajak yang dilakukan dalam Laporan Akuntansi maupun Hutang Pajak
yang dibayarkan atau disetorkan dalam Laporan Pajak/SPT).
3.2.1. Implementasi
Saat Pengakuan Pendapatan/Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai menurut
Akuntansi dan Pajak adalah sebagai berikut :
1. Cash Basis : Metode Akuntansi dimana, Pendapatan dilaporkan pada periode
dimana cash dibayar
Apabila saat terhutangnya PPN terjadi pada saat pengakuan pendapatan dengan
metode Cash Basis, maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :
Dr. Bank/Cash xxx
Cr. Pendapatan/Uang Muka xxx
Cr. Hutang PPN xxx
16
2. Accrual Basis : Metode Akuntansi dimana, Pendapatan dilaporkan pada periode
dimana pendapatan tersebut dihasilkan (terjadi penyerahan)
Apabila saat terhutangnya PPN terjadi pada saat pengakuan pendapatan dengan
metode Accrual Basis, maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :
Dr. Piutang xxx
Cr. Pendapatan xxx
Cr. Hutang PPN xxx
(Sudah melakukan penagihan dengan Faktur Penjualan/Invoice)
Atau,
Dr. Pendapatan Akrual xxx
Cr. Pendapatan xxx
Cr. Hutang PPN xxx
(Belum melakukan penagihan dengan Faktur Penjualan/Invoice)
3. Deferral Basis : Metode Akuntansi dimana, pos yang sejak awal dicatat sebagai
liability tetapi diharapkan menjadi pendapatan dikemudian hari
atau selama operasi normal bisnis.
Apabila saat terhutangnya PPN terjadi pada saat pengakuan pendapatan dengan
metode Deferral Basis, maka penjurnalannya adalah sebagai berikut :
Dr. Bank/Cash xxx
Cr. Pendapatan diterima dimuka xxx
Cr. Hutang PPN xxx
Oleh karena itu Jika pada akhirnya, Saat terhutang nya Pajak Pertambahan Nilai (Saat
terjadinya Dasar Pengenaan Pajak/Pendapatan menurut Pajak) juga tidak terjadi sama
dengan Periode pencatatan pendapatan secara Akuntansi, maka akan terjadi
rekonsiliasi pendapatan antara laporan akuntansi dengan laporan pajak.
17
3.3. Aktiva Tetap
Aktiva tetap digunakan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan
operasional maupun produksinya. Pada tahap ini terdapat perlakuan akuntansi atas
penggunaan aset, salah satunya penyusutan. Ada 2 jenis aset tetap, sesuai dengan
jenisnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Aset tetap tidak dapat disusutkan Aset tetap yang tidak dapat disusutkan adalah
aset yang mempunyai umur dan masa manfaat yang tidak terbatas. Misalnya,
tanah untuk bangunan kantor, atau untuk bangunan pabrik. Harga perolehan atas
tanah tersebut tidak perlu disusutkan karena masa manfaatnya tidak terbatas.
b. Aset tetap dapat disusutkan Aset tetap yang dapat disusutkan adalah aset yang
umur atau masa manfaatnya terbatas. Jenis dari aset tetap yang dapat disusutkan
terdiri dari dua kelompok, yaitu :
Pengertian penyusutan menurut PSAK Nomor 17 adalah alokasi jumlah suatu
aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Besarnya
penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
besarnya biaya penyusutan adalah saat dimulainya penyusutan, metode penyusutan,
kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan, dan harga perolehan
3.3.1. Pembelian Aktiva
Perlakuan akuntansi pada saat pembelian aktiva tetap dengan
mempertimbangkan aturan perpajakan.
Contoh penjurnalan pembelian mesin Rp 100.000,-:
Pembeli (PKP), Penjual (PKP)
18
Mesin Rp 100.000PPN Masukan Rp 10.000
Kas/Bank Rp 110.000
Pembeli (non-PKP), Penjual (PKP)
Mesin Rp 110.000Kas/Bank Rp 110.000
Pembeli (PKP), Penjual (non-PKP) dan Pembeli (non-PKP) Penjual (non-PKP)
Mesin Rp 100.0000Kas/Bank Rp 100.000
3.3.2. Metode Penyusutan
Perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk kepentingan pajak harus
memperhatikan dasar hukum penyusutan fiscal karena perhitungan dan penerapannya
dapat berbeda dengan penyusutan dalam akuntansi komersial. Suandy (2011:36)
mendefinisikan ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah
beban penyusutan. Dalam praktiknya, banyak perusahaan memilih satu metode
penyusutan dalam menghitung seluruh asset perusahaannya. Metode penyusutan
dibagi menjadi 2, yaitu
1. Berdasarkan kriteria waktu, yaitu:
a. Metode garis lurus (straight line method);
Biaya penyusutan = Tarif penyusutan X Dasar Perhitungan Perhitungan
b. Metode pembebanan yang menurun (dipercepat):
1) Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method);
Biaya penyusutan = Tarif penyusutan X Dasar Perhitungan
Perhitungan
Dasar Perhitungan Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Residu
19
2) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method).
Biaya penyusutan = Tarif penyusutan X Dasar Perhitungan
Perhitungan
Dasar Perhitungan Penyusutan = Harga Sisa Buku Awal Penyusutan
2. Berdasarkan penggunaan:
a. Metode jam jasa (service hours method);
Tarif penyusutan per jam = (Harga Perolehan – Nilai Residu) : Estimated
Service Life
b. Metode jumlah unit produksi (productive output method).
Tarif penyusutan = Produksi Sebenarnya : Kapasitas Produksi
Biaya penyusutan = Tarif penyustan X Dasar Penyusutan
Dasar penyusutan = Harga Perolehan – Nilai residu
Metode penyusutan sesuai dengan PSAK 17, tidak mengharuskan untuk
menggunakan metode mana yang akan digunakan untuk menyusutkan aktiva asalkan
perhitungannya secara sistematis dan masuk akal selama manfaat aktiva, dan metode
penyusutan harus konsisten kecuali ada perubahan kondisi.
Contoh Jurnal Atas Penyusutan Aset Tetap sebagai berikut:
Penyusutan Rp xxxAkumulasi Penyusutan Rp xxx
Metode penyusutan sesuai dengan ketentuan perpajakan sebagaimana telah
diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran untuk mendapatkan
manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui
penyusutan.
Metode penyusutan menurut Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
20
1. Metode garis lurus (straight line method);
Dalam hal aktiva berupa bangunan, metode yang diperkenankan dalam UU
PPh adalah metode garis lurus.
2. Metode saldo menurun (declining balance method).
Dalam hal Wajib Pajak menggunankan metode saldo menurun, maka sisa
buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
Penentuan kelompok dan tarif penyusutan Harta Berwujud didasarkan pada
Pada Pasal 11 UndangUndang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
KELOMPOK HARTA
BERWUJUD
MASA
MANFAAT
TARIF DEPRESIASI
GARIS LURUSSALDO
MENURUN
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% –
Tidak Permanen 10 tahun 10% –
Saat penyusutan dapat dimulai pada: Bulan dilakukan pengeluaran. Untuk
harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan
harta tersebut selesai. Dengan ijin Direktur Jenderal pajak, penyusutan dapat dimulai
21
pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Untuk mengetahui aktiva atau harta yang digunakan masuk kedalam
kelompok berapa, dapat dilihat dalam lampiran I hingga IV di PMK nomor
96/PMK.03/2009 dan sudah ditentukan pula sesuai dengan jenis usaha dan kegiatan
Wajib Pajak.
3.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusutan
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya penyusutan suatu aset:
Harga perolehan
Besarnya harga perolehan akan mempengaruhi besar kecilnya beban yang
akan disusutkan
Nilai Residu atau Nilai Sisa Aset
Nilai residu digunakan sebagai prediksi potensi harga jual aset (apabila akan dijual)
Umur Ekonomis Aset
Dalam menentukan beban penyusutan, umur fungsional menjadi salah satu
penentu dalam perhitungannya.
o Umur fisik Aset Tetap, berhubungan dengan kondisi fisik suatu aset
tetap.
o Umur Fungsional Aset Tetap, berhubungan dengan kontribusi aset
terhadap penggunaanya. Aset Tetap masih mempunyai umur
fungsional jika aset tetap tersebut masih mempunyai manfaat atau
kontribusi dalam operasional produksi perusahaan walaupun secara
fisik sudah tidak mendukung.
3.3.4. Penjualan Aktiva
Dalam pencatatan aset pada setiap perusahaan tentunya akan menggunakan
metode yang berbeda-beda dan ada kemungkinan ketidaksamaan pada perhitungan
komersial dengan fiskal sehingga pada akhir laporan keuangan akhir akan terjadi
22
perbedaan besaran penyusutan yang dimana nantinya akan dikoreksi menurut dengan
perhitungan fiskal. Dalam hal terjadi perbedaan, dalam konteks perpajakan
dinyatakan sebagai beda temporer.
Contoh kasus:
6 Juli 2015, PT.ABC (industri makanan) menjual mesin produksi-nya dengan
harga Rp 60.000 ke PT. XYZ (PKP). Aset tetap mesin ini di beli pada 02 Januari
2012 saat itu harga perolehannya seharga Rp 100.000.
catatan tambahan: (komersial)
PT. ABC memakai metode garis lurus dalam perhitungan penyusutan aset
tetap tanpa nilai sisa (nilai residu, mesin diperkirakan memiliki umur ekonomis 10
Tahun (Komersial). Berikut posisi Aset Mesin PT ABC per 31 Des 2014:
Harga perolehan = Rp 100.000
Akumulasi penyusutan (3 tahun) = Rp 30.000
Nilai sisa buku (komersial) = Rp 70.000
catatan tambahan: (fiskal)
PT. ABC memakai metode garis lurus dalam perhitungan penyusutan aset
tetap tanpa nilai sisa (nilai residu, mesin diperkirakan memiliki umur ekonomis 10
Tahun (komersial) sedangkan jika dilihat dari peraturan penyusutan perpajakan mesin
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok II dan masa manfaat yang berlaku selama 8
tahun. Berikut posisi Aset Mesin PT ABC per 31 Des 2014(secara fiskal):
Harga perolehan = Rp 100.000
Akumulasi penyusutan (3 tahun) = Rp 37.500
Nilai sisa buku (Fiskal) = Rp 62.500
3.3.5. Nilai Buku Aset Tetap Pada Saat Penjualan
Menghitung Penyusutan 01 Januari – 6 Juli 2015 : Mesin di jual tanggal 6 Juli
2015, dimana tanggal 6 belum melewati setengah bulan, sehingga mesin dianggap
23
belum digunakan selama 1 bulan penuh dan penyusutan bulan juli penyusutan tidak
dihitung jadi dihitung hingga bulan juni saja
Secara Komersial:
Penyusutan 1 Jan – 6 Juli 2015 = 6/12 x (100.000/10) = Rp 5.000
Jurnal beban penyusutan:
Penyusutan Rp 5.000
Akumulasi Penyusutan Rp 5.000
Jurnal tersebut menambah Biaya penyusutan dan menambah akumulasi
penyusutan mesin sebesar Rp5.000 Sehingga akumulasi penyusutan mesin per
tanggal 6 Juli 2015 adalah sebagai berikut
Akumulasi penyusutan 31 Des 2014 + Akum. Penyusutan 1 Jan-6 Juli 15:
Rp 30.000 + Rp 5.000 = Rp 35.000
Dan nilai Buku Aktiva Tetap Mesin per 6 Juli 2015 adalah:
Rp 100.000 – Rp 35.000 = Rp 65.000
Secara Fiskal mesin di jual tanggal 6 Juli 2015, bedasarkan xxx maka perhitungan
penyusutan di bulan Juli harus diperhitungkan.
Penyusutan 1 Jan – 6 Juli 2015 = 7/12 x (100.000/8) = Rp 7.292
Jurnal beban penyusutan:
Penyusutan Rp 7.292
Akumulasi Penyusutan Rp 7.292
Jurnal tersebut menambah Biaya penyusutan dan menambah akumulasi
penyusutan mesin sebesar Rp 7.292 Sehingga akumulasi penyusutan mesin per
tanggal 6 Juli 2015 adalah sebagai berikut
Akumulasi penyusutan 31 Des 2014 + Akum. Penyusutan 1 Jan-6 Juli 15:
24
Rp 37.500 + Rp 7.292 = Rp 44.792
Dan nilai Buku Aktiva Tetap Mesin per 6 Juli 2015 adalah:
Rp 100.000 – Rp 44.792 = Rp 55.208
3.3.6. Pengakuan Penjualan
Jurnal Penjualan (Laporan Komersial) – penjualan dikenakan PPN
Kas / Piutang 66.000
Akum. Penyusutan Mesin 35.000
Rugi Penjualan Mesin 5.000
Aktiva Tetap Mesin 100.000
PPN Keluaran 6.000
Jurnal Penjualan (Laporan Fiskal) – pejualan dikenakan PPN
Kas / Piutang 66.000
Akum. Penyusutan Mesin 44.792
Aktiva Tetap Mesin 100.000
Laba Penjualan Mesin 4.792
PPN Keluara 6.000
Apabila terdapat perbedaan dalam pengakuan beban penyusutan dalam
laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, maka pada akhir tahun
pada saat pelaporan pajak jumlah selisih akan dikoreksi fiskal.
3.4. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal
Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang
berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang
25
sesuai dengan ketentuan pajak. Rekonsilisasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak
karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi
(komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial
ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta,
sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah
karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur
akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan
penghasilan dan biaya.
Jika Wajib Pajak harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda, maka
disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan uang juga akan terjadi tidak
tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Untuk mengatasi masalah tersebut
digunakan beberapa pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, yaitu:
1. Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan keuangan
komersial.
2. Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis.
3. Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan-ketentuan
pajak dalam laporang keuangan bisnis.
Untuk menjembatani adanya perbedaan tujuan kepentingan laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal serta tercapainya tujuan efisiensi maka
lebih dimungkinkan untuk menetapkan pendekatan yang kedua. Perusahaan hanya
menyelenggarakan pembukuan menurut akuntansi komersial, tetapi apabila akan
menyusun laporan keuangan fiskal barulah menyusun rokonsiliasi terhadap laporan
keuangan komersial tersebut.
3.4.1. Beda Permanen dan Temporer
26
Perbedaan penghasilan dan biaya atau pengeluaran menurut akuntansi dan
menurut fiskal dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/permanent (permanent
differences) dan beda waktu/sementara (timing differences).
A. Beda Tetap/ Permanen
Beda tetap/permanen adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan beban
berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang bersifat permanen. Artinya penghasilan atau biaya yang
demikian tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitung
penghasilan kena pajak. Contoh: pemberian kenikmatan/ natura kepada
karyawan, sumbangan, biaya jamuan makan,pendapatan bunga, pembayaran
dividen.
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya
menurut akuntansi dengan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan biaya
yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal,
atau sebaliknya. Beda tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable
income).
Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-
hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak:
1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh final (pasal 4 ayat 2 UU PPh)
2. Penghasilan yang bukan Objek pajak (pasal 4 ayat 3 UU PPh)
3. Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha,
yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta
pengeluaran yang sifat pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya
melebihi kewajaran (pasal 9 ayat 1 UU PPh).
Beda Tetap (Permanen) terdiri dari:
a. Beda Tetap Penghasilan
27
1. Penerimaan menurut PSAK merupakan penghasilan tetapi undang –
undang Pajak Penghasilan (PPh) bukan penghasilan. Contoh: Dividen
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
o Dividen berasal dari cadangan laba ditahan
o Bagian perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan
Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal disetor dan harus mempunyai usaha
aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
2. Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan penghasilan tetapi
menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) merupakan penghasilan.
Contohnya: penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-pihak yang ada
hubungan istimewa.
3. Penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat final.
b. Beda Tetap Biaya
Pengeluaran yang menurut PSAK merupakan beban tetapi menurut UU
PPh tidak boleh dikurangi penghasilan bruto adalah
1. Biaya yang tidak ada hubungan langsung untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan,
2. Biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan yang
dikenakan PPh Final,
3. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh,
28
4. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang –
undangan dibidang perpajakan,
5. Kerugian karena penjualan/pengalihan aktiva dan/atau hak yang
dimiliki yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha dan dalam
rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
6. PPh Pasal 21 dan 26 yang ditanggung oleh pemberi penghasilan
kecuali dalam menghitungnya menggunakan metode gross up.
c. Beda Tetap yang disebabkan tidak dipenuhi syarat-syarat khusus:
Adalah suatu penghasilan atau biaya baru akan diakui berbeda sepanjang
tidak memenuhi syarat – syarat pengakuannya dalam ketentuan
perpajakan. namun jika memenuhi ketentuan perpajakan maka perbedaan
yang timbul dalam pengakuan menurut fiskal akan menjadi hilang dan
pengakuannya akan sama dengan pengakuan menurut prinsip akuntansi.
contoh:
Biaya perjalanan yang dapat dikurangkan dari enghasilan bruto
adalah biaya perjalanan pegawai peusahaan untuk kepentingan
perusahaan yang dilengkapi dengan bukti – bukti yang sah, misal:
surat tugas, tiket, kwitansi hotel, atau pembayaran ke biro
perjalanan. Uang saku dalam perjalanan dinas merupakan objek
PPh Pasal 21 dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
adalah biaya promosi yang didukung bukti pemuatan iklan,
pembuatan barang – barang promosi harus dibedakan dengan
sumbangan.
Biaya Entertaiment yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
adalah biaya entertainment yang benar dikeluarkan ada
hubungannya dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dan dibuatkan
29
daftar normative (dilampirkan di SPT Tahunan PPh). Isi daftar
normatif meliputi: Nomor urut, Tanggal, Nama Tempat, Alamat,
Jenis dan Jumlah Entaiment yang diberikan, serta Nama, Posisi,
Nama Perusahaan dan Jenis Usaha Relasi yang dijamu.
Biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah usaha yang dilakuakan di Indonesia.
Kerugian piutang usaha kecuali Bank dan Sewa Guna Usaha
(SGU), piutang yang dapat dihapuskan adalah piutang yang nyata
– nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normative
(dilampirkan di SPT Tahunan PPh).
Beda Tetap yang disebabkan praktek – praktek akuntansi yang
tidak sehat yaitu Keperluan pribadi pemilik atau pemegang saham
dan keluargannya yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai
beban usaha, serta keperluan pribadi pegawai perusahaan yang
dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban usaha.
B. Beda Waktu / Sementara
Beda waktu/sementara adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan beban
tertentu menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku. Perbedaan ini menyebabkan pergeseran pengakuan pendapatan
atau beban antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Contoh :
penyusutan aktiva tetap, pengakuan terhadap piutang dan persediaan.
Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan yang dipakai antara pajak
dengan akuntansi dalam hal:
Akrual dan realisasi
Penyusutan dan amortisasi
Penilaian persediaan
Kompensasi kerugian fiscal
30
Contoh Beda Waktu/Sementara:
1. Penyusutan/amortisasi,
2. Penilaian persediaan,
3. Rugi laba selisih Kurs,
4. Rugi laba atas penyertaan saham,
5. Kerugian piutang kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi, cadangan reklamasi usaha
pertambangan,
6. Tagihan atau hutang dalam valuta asing,
7. Harta berwujud dan tidak berwujud,
8. Biaya pendirian dan perluasan usaha,
9. Biaya sebelum produksi komersial,
10.Biaya dibayar dimuka jangka panjang,
11.Pencadangan kewajiban bersyarat atau cadangan lain,
12.Pengakuan pengahasilan dan biaya atas proyek jangka panjang,
13.Hak penambangan dan hak pengusaha hutan.
3.4.2.Koreksi Positif dan Negatif
Dengan adanya beda waktu dan beda tetap, laporan keuangan komersial harus
dikoreksi terlebih dahulu untuk menghitung penghasilan kena pajaknya. Koreksi ini
disebut koreksi fiskal yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
A. Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena
pajak secara fiskal bertambah, yang selanjutnya berdampak memperbesar
nilai pajak penghasilan yang terutang.
Koreksi Positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah.
Koreksi positif biasannya dilakukan akibat adanya:
1. Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense)
31
2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiscal
3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiscal
4. Penyesuaian fiskal positif lainnya
B. Koreksi negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena
pajak secara fiskal menjadi berkurang yang selanjutnya berdampak
memperkecil penghasilan kena pajak. Koreksi negatif biasanya dilakukan
akibat adanya:
1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
2. Penghasilan yang dikenakan PPh final
3. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
4. Penyesuaian fiskal negative
PT. ABC meminta bantuan KAP ( Kantor Akuntan Publik ) XYZ untuk
menyusun rekonsiliasi fiskal berdasarkan data laporan keuangan pada tahun 2008
sebagai berikut :
Dalam Rupiah (Rp)
Penjualan 20.000.000.000,-
HPP 7.500.000.000,-
Laba Bruto 12.500.000.000,-
Biaya Operasional :
1. Gaji 550.000.000,-
2. Tunjungan Transport Karyawan 150.000.000,-
3. Biaya makan kantor 10.000.000,-
4. Biaya pengobatan yang
ditanggung perusahaan
80.000.000,-
32
5. Biaya training karyawan 20.000.000,-
6. Biaya seragam satpam 10.000.000,-
7. Biaya pengangkutan 10.000.000,-
8. Biaya bunga pinjaman 30.000.000,-
9. Cadangan penghapusan piutang 25.000.000,-
10. Biaya listrik dan telepon kantor 5.000.000,-
11. PBB dan biaya materai 5.000.000,-
12. Penyusutan asset tetap 150.000.000,-
13. Premi asuransi kebakaran pabrik 20.000.000,-
14. Bantuan untuk panitia HUT RI 10.000.000,-
Total Biaya Operasional : 1.075.000.000,-
Laba Usaha 11.425.000.000
Pendapatan Lain – Lain:
1. Dividen dari PT.AI (Setelah
Dividen)
246.500.000
(Persentasi kepemilikan 20%)
2. Keuntungan Selisih Kurs 10.000.000
Total Pendapatan Lainnya 256.500.000
Laba Usaha sebelum PPh 11.681.500.000
Keterangan Tambahan :
Penyusutan Fiskal megunakan metode garis lurus.
Jenis Aset Tahun Beli Harga Beli Nilai Sisa
Bangunan
Permanen
05 – 07 - 04 750.000.000 100.000.000
33
Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2008 ( Dalam Ribuan Rupiah )
No KeteranganMenurut
Akuntansi
Koreksi Fiskal Menurut
Perpajaka
n
Keterangan(+) (-)
1 Penjualan 20.000.000 20.000.000
HPP (7.500.000) (7.500.000)
Laba Kotor 12.500.000 12.500.000
2 Beban Operasi
Gaji 550.000 550.000
Tunjangan Transport 150.000 150.000
Biaya makan kantor 10.000 10.000 0 Pasal 9 ayat
1
Biaya Pengobatan 80.000 80.000
Biaya training 20.000 20.000
Biaya seragam satpam 10.000 10.000
Biaya pengangkutan 10.000 10.000
Biaya bunga pinjaman 30.000 30.000
Cadangan
Penghasilan Piutang
25.000 25.000 0 Pasal 9 ayat
1
Biaya listrik 5.000 5.000
PBB dan Materai 5.000 5.000
Penyusutan asset
tetap
150.000 75.000 75.000 Pasal 2 UU
PPh
Premi asuransi 20.000 20.000
Sumbangan Hut RI 10.000 10.000 0 Pasal 9 ayat
1
34
Total Biaya Operasi (1.075.000) (955.000)
Laba bersih usaha 11.425.000 11.545.000
3 Pendapatan luar usaha
Dividen 246.500 43.500 290.000 Pasal 4 ayat
I
Keuntungan selisih
kurs
10.000 10.000
Total Pendapatan/
biaya dari luar usaha
256.500 300.000
4 Laba Bersih Sebelum
Tax
11.681.500 163.500 0 11.845.000
Additional Noted:
1. Dividen, menurut pajak adalah 290.000.000 padahal tertera 246.500.000, hal
itu karena 246.500.000 ( sudah termasuk pajak 15 % ) dan nilai awal dividen
adalah 290.000.000
2. Penyusutan asset, menurut pajak adalah 75.000.000, sedangkan menurut
akuntansi adalah 150.000.000, itu karena 150.000.000 adalah penyusutan 1
tahun sedangkan lihat tanggal pembelian bangunan yaitu tengah tahun maka
150.000.000/2 adalah 75.000.000
35
BAB IV
KESIMPULAN
1. Untuk menentukan Saat Perjurnalan Akuntansi Pajak Penghasilan terkait
Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 26, & 4(2) perlu di perhatikan waktu
kapan saat terhutang dari pasal tersebut, untuk menentukan kapan
dilakukannya perjurnalan atau pembayaran Pajak Penghasilan
2. Saat Perjurnalan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai juga perlu di perhatikan
waktu kapan saat terhutang, untuk menentukan kapan dilakukannya
perjurnalan atau pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.
3. Pengertian penyusutan menurut PSAK Nomor 17 adalah alokasi jumlah suatu
aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Besarnya
penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan besarnya biaya penyusutan adalah saat dimulainya penyusutan,
metode penyusutan, kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan, dan harga
perolehan
4. Rekonsilisasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan
penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba
menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial ditujukan untuk
menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan
laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Penyebab
36
perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah
karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur
akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan
perlakuan penghasilan dan biaya.
37