Makalah Skizofrenia Residual Fix

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sehat jiwa tidak hanya terbatas dari gangguan jiwa tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan semua orang, kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup dapat menerima orang lain sebagaimana adanya,serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes RI, 2005). Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, 2007). Ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat 1

description

ilmu kesehatan jiwa

Transcript of Makalah Skizofrenia Residual Fix

Page 1: Makalah Skizofrenia Residual Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sehat jiwa tidak hanya

terbatas dari gangguan jiwa tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan semua

orang, kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi

tantangan hidup dapat menerima orang lain sebagaimana adanya,serta mempunyai

sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes RI, 2005).

Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), Syafii Ahmad,

kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara

termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi

memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di

sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk

menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres

tersebut (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Pelayanan Medik

Departemen Kesehatan, 2007).

Ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat

mempengaruhi kesehatan jiwa. Supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka

perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan

rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup

terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada

lingkungannya termasuk beberapa masalah gangguan jiwa yang diantaranya

skizofrenia (Windyasih, 2008).

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental

berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh

kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I

ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan

asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala

negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk (Hawari,

2003).

1

Page 2: Makalah Skizofrenia Residual Fix

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini di tandai

dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

gangguan kognitf dan persepsi. Sedangkan gejala negatifnya antara lain seperti

avolition (menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan

miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar, serta terganggunya relasi personal.

Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam

kemampuan individu berfikir dan memecahkan masalah, kehidupan afek dan

menggangu relasi personal. Kesemuanya mengakibatkan pasien skizofrenia

mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya,

sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain

(Setiadi, 2006).

Dalam melakukan perawatan klien dengan gangguan jiwa, maka perlu adanya

dukungan keluarga karena faktor keluarga menempati hal vital dalam penanganan

pasien gangguan jiwa dirumah. Hal ini mengingat keluarga adalah support system

terdekat selama 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga sangat menentukan

apakah pasien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung pasien

yang konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program

pengobatan secara optimal. Dengan adanya anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa, maka akan mempengaruhi terhadap kebutuhan sistem pada

keluarga tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh Biegel et

al, 1995 yang dikutip dari Stuart dan Laraia, 2001, bahwasanya dari keluarga yang

memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual yaitu dengan meningkatnya

stres dan kecemasan keluarga, hal ini ditandai dengan adanya respon yang berbeda

pada setiap anggota keluarga dalam kesiapan menerima anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa. (Windyasih, 2008).

Menurut WHO, masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi

masalah yang sangat serius, paling tidak ada satu dari empat didunia mengalami

masalah mental, dengan perkiraan sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami

gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu menurut Direktur WHO wilayah Asia

Tenggara Dr. Uton Muctar Rafei mengatakan bahwasanya hampir satu pertiga dari

penduduk wilayah ini pernah mengalami gangguan Neuropsikiatri, di Indonesia

diperkirakan sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan

2

Page 3: Makalah Skizofrenia Residual Fix

kesehatan jiwa. Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia

diperkirakan terus meningkat. Jumlah populasi penduduk Indonesia yang terkena

gangguan jiwa berat mencapai 1-3 persen di antara total penduduk. Jika penduduk

Indonesia diasumsikan sekitar 200 juta, tiga persen dari jumlah itu adalah 6 juta

orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, menurut RISKESDAS, 2007

(Windyasih, 2008).

1.2 Tujuan

Tujuan pemakalah membuat makalah ini antara lain:

1. Mengetahui konsep Skizofrenia Residual meliputi:

Difinisi

Etiologi

Tanda dan gejala

Patofisiologi

Manifestasi klinis

Komplikasi

Prognosis

2. Mengetahui penanganan pasien dengan Skizofrenia Residual meliputi :

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

1.3 Manfaat

Pemakalah tentunya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Sesuai dengan tujuan awal, maka kami harap para pembaca dapat mengetahui seluk

beluk tentang Skizofrenia Residual mulai dari penyebab, pengobatan dan

pencegahannya. Diharapkan dengan pengetahuan yang sedikit ini nantinya bisa

meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat di indonesia.

BAB II

3

Page 4: Makalah Skizofrenia Residual Fix

PEMBAHASAN

Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai skizofrenia, untuk  pertama

kalinya diidentifikasi sebagai “demence precoce” atau gangguan mental dini olehBenedict

Muler (1809-1873), seorang dokter kebangsaan belgia pada tahun 1890. Konsep yang lebih

jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri jerman

pada tahun 1893. Kraepelin menyebutnya dengan istilah “dimentia praecox”. Menurut Kraepeli, dimentia

praecox merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh.

Dimentia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku.

Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh kemampuan-kemampuan yang menurun

yang akhirnya menjadi disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang dimentia

paecox ini meliputi pola-pola tingkah laku seperti delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.

Eugen Bleuler (1857-1939), seorang psikiater swiss, memperkenalkan istilah skizofrenia.

Istilah ini berasal dari bahasa yunani schitos artinya terbelah, terpecah, dan prenyang

artinya pikiran. Secara harafiah, skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang

terpecah/terbelah.Bleuler lebih menekankan pola perilaku, yaitu tidak adanya integrasi

otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi. Dengan demikian tidak ada

kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan yang sebenarnya.

PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) menempatkan

skizofrenia pada kode F20. Skizofrenia termasuk dalam kelompok psikosis fungsional.

Psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsional yang nonorganis

sifatnya, hingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian

dan maladjustment sosial yang berat, tidak mampu mengadakan hubungan sosial dengan

dunia luar, bahkan sering terputus sama sekali denga realitas hidup (lalu menjadi

ketidakmampuan secara sosial). Hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat

gangguan pada fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal

dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan orang lain dan dirinya sendiri, yang

secara hukum disebut gila.

2.1 DEFENISI

4

Page 5: Makalah Skizofrenia Residual Fix

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak

belumdiketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta

sejumlah akibatyang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial

budaya. Padaumumnya ditandai oleh penyimpangan yang foundamental dan karakteristik

dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inapropriate) atau tumpul

(blunted). Kesadaranyang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,

walaupun kemundurankognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Skizofrenia residual adalah skizofrenia yang diawali dengan gejala positif, namunminimal

dalam waktu satu tahun terakhir telah timbul gejala negatif.

2.2 EPIDEMOLOGI

Insiden skizofrenia secara umum berkisar antara 5-50/100.000 orang pertahun.Ditemukan pada 1%

populasi di seluruh dunia tanpa memandang sosioekonomi dan jeniskelamin. Prevalensi di

Amerika Serikat berbeda pada tiap negara bagian dan diperkirakan1.5-2 juta orang terkena

kelainan ini. Onset skizofrenia lebih cepat pada laki-laki (15-25tahun) dibanding

perempuan (25-35 tahun). Namun pada hakekatnya bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia

(10% pada usia 20 tahun, 65% pada usia 20-40 tahun, 50% pada usia 30tahun, dan 25% pada usia diatas 40

tahun. Diperkirakan pula bahwa skizofrenia mengenai 33-50% pada individu tunawisma serta

penyalahgunaan obat terjadi pada 50% penderitaskizofrenia.

2.3 ETIOLOGI

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebabSkizofrenia,

yaitu pendekatan biologis ( meliputi faktor genetik dan faktor biokimia), dan pendekatan

psikodinamik.

 

Pendekatan Biologis

5

Page 6: Makalah Skizofrenia Residual Fix

1. Faktor Genetik 

 Semakin dekat hubungan genetis antara penderita skizofrenia dan anggota keluarganya,semakin besar

kemungkinannya untuk terkena skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan

terkena skizofrenia dapat ditularkan secara genetis. Keluarga penderita skizofrenia tidak

hanya terpengaruh secara genetis akan tetapi juga melalui pengalamansehari-hari. Orang

tua yang menderita skizofrenia dapat sangat mengganggu perkembangan anaknya.

2. Faktor Biokimia

Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu

banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Kelebihan ini mungkin karena produksi

neurotransmitter atau gangguan regulasi mekanisme pengambilan kembali yang dengannya

dopamine kembali dan disimpan oleh vesikel neuron parasimpatik. Kemungkinan lain

adalah adanya oversensitif reseptor dopamine atau terlalu banyaknya respon dopamine.

3. Otak 

Sekitar 20-35% penderita skizofrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak.

Pendekatan Psikoanalisa

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri atas 3 aspek yaitu id, ego, dan super ego.

Pertimbangan antara id dan super ego seringkali tidak seimbang dan menimbulkan konflik. Apabila ego

berfungsi dengan baik, maka situasi konflik tersebut akan dapat dikendalikannyaatau di

selesaikannya secara adekuat. Sementara jika ego lemah, maka situasi konflik tersebut

tidak akan dapat diseleaikannya, dan akan timbul banyak konflik internal atau bahkan

konflik yang sifatnya sangat hebat, yang diekspresikan dalam bentuk tingkahlaku yang abnormal. 

6

Page 7: Makalah Skizofrenia Residual Fix

2.4 GEJALA KLINIS

Pembagian skizofrenia menjadi subtipe berdasarkan gejala-gejala yang menonjol.Secara

garis besar gejala skizofrenia, menurut DSM-IV, dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Gejala Positif:

  Halusinasi (auditorik; mendengar suara-suara yang mengomentari atau bercakap-

cakaptentang dirinnya, visual,olfaktorik, gustatorik, taktil)

Waham (biasa dalam bentuk waham kejar, cemburu, bersalah, kebesaran,

keagamaan, somatik, waham dikendalikan, siar pikiran, penarikan pikiran, waham

menyangkut diri sendiri)

Perilaku aneh (dalam berpakaian, perilaku sosial, seksual, agresif, perilaku

berulang)

Gangguan proses pikiran (inkoherensi, noologismus, tangensialitas, sirkumtansial,

bicarakacau)

 

2. Gejala Negatif:

Afek yang tumpul/datar (ekspresi wajah tidak berubah, penurunan spontanitas

gerak,hilangnya gerakan ekspresif, kontak mata yang buruk, afek yang tidak sesuai, tidak

adanyamodulasi suara)

Alogia (kemiskinan bicara, kemiskinan isi bicara, penghambatan dan peningkatan

latensirespon)

Tidak ada kemauan, apati (bersikap acuh tak acuh)

Anhedonia (tidak suka berhubungan sosial, tidak suka dalam hubungan pertemanan)

Atensional impairmen (pecahnya perhatian)

2.5 DIAGNOSIS

7

Page 8: Makalah Skizofrenia Residual Fix

Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Residual (F20.5) adalah

sebagai berikut: Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut harus dipenuhi semua

a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor,

aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan ketidaan inisiatif, kemiskinan dalam

kualitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka,

kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang

memenuhikriteria untuk diagnosis skizofrenia

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan

frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang

(minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari skizofreniad)

d. Tidak terdapat dimentia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronik

atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

2.6 PENATALAKSANAAN Farmakoterapi

Trifluooperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah

digunakan terhadap sindron psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, afek

tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dll.

Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada

reseptor  pascasinaptik neuron diotak, kususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal

(DopamineD2 reseptor antagonis), sehingga efektif untuk geala positif. Sedangkan obat

antipsikosisatipikal disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2 Reseptor” juga terhadap

“Serotonin 5HT2 Reseptor”, sehingga efektif juga untuk gejala negatif.

 

Psikoterapi dan Sosioterapi

8

Page 9: Makalah Skizofrenia Residual Fix

 Skizofrenia dapat berupa kondisi yang sangat mengkhawatirkan dan dapat berhubungan dengan

penurunan fungsi sosial, sehingga diperlukan dukungan, nasehat, dan pendidikan yang baik.

 Terapi pendekatan psikologi keluarga yang utama berfokus padamembangun ikatan yang baik

dengan pasien. Pelatihan kemampuan sosial juga diperlukankarena dapat meningkatkan

kompetensi sosial dan menolong fungsi adaptasi dalamkomunitas.

2.7 PROGNOSIS

Sekitar 10% pasien skizofrenia akan berhasil bunuh diri. Sebagian besar beresiko pada

orang muda yang mempunyai pendidikan tinggi dan bagi orang yang menderita penyakit. Jenjang usia

pada penderita skizofrenia biasa sekitar 10 tahun lebih pendek dibanding usia orang pada

umumnya. Hal ini dikarenakan beberapa faktor diantaranyatindakan bunuh diri, meningkatnya jumlah

perokok, sosial ekonomi dan kecelakaan.

Faktor-faktor dengan prognosis yang baik pada skizofrenia adalah:-

 

Wanita

Status menikah

Onset pada umur tua

Onset sakitnya secara tiba-tiba

Merespon baik terhadap pengobatan

Tidak adanya gejala negatif 

Riwayat premorbid yang baik

Waktu yang pendek dari sakitnya sampai pengobatan

Penyakitnya dipengaruhi oleh pikiran pasien sendiri atau masalah keluarga

 

BAB III

9

Page 10: Makalah Skizofrenia Residual Fix

PENUTUP

 Kesimpulan

Skizofrenia residual adalah skizofrenia yang diawali dengan gejala positif, namun minimal

dalam waktu satu tahun terakhir telah timbul gejala negatif. Gejala-gejala positif disini

antara lain adalah waham, halusinasi, pikiran kacau, dan bicara kacau. Sedangkan gejala-

gejala negatifnya adalah apati (bersikap acuh tak acuh), alogia, afek tumpul/datar,

anhedonia (tidak suka berhubungan sosial), dan antensional impairmen (pecahnya

perhatian).

Untuk menentukan diagnosis dari skizofrenia residual, PPDGJ III dapat digunakan sebagai

pedoman. Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Residual (F20.5)

adalah persyaratan berikut harus dipenuhi semua)

 a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor,

aktivitas menurun, afek yang tumpul, sip pasif dan ketidaan inisiatif, kemiskinan

dalam kualitas atauisi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi

muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang

buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang

memenuhikriteria untuk diagnosis skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan

frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang

(minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari skizofreniad)

d. Tidak terdapat dimentia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronik

atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut. Pada

skizofrenia residual terdapat adanya gangguan persepsi, isi pikiran, perilaku dan

adanya hendaya dalam bidang sosial sehingga pasien membutuhkan

farmakoterapi, psikoterapii, dan sosioterapi.

10

Page 11: Makalah Skizofrenia Residual Fix

DAFTAR PUSTAKA  

Cameron, Alasdair D. 2004. Psychiatry second edition. Philadelphia: Elseivier

Mosbhy.

Maslim,Dr.Rusdi.SpKJ.2001.Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ

III.Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

Maslim,Dr.Rusdi.SpKJ.2007.Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik,Edisi

Ketiga. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

Residual Skizofrenia Diagnostic Criteria, Available.at:

Http://Counsellingresource.com/distress/skizophrenia/icd/residual.html

Skizofrenia, Available at;Http://www.cc.columbia.edu/cu/cup 

Stern, Theodore A.2004.Massachusetts General Hospital Psychiatry Update

andBoard Preparation, Second Edition.New York: McGraw-Hill.

Stevens, Vivian M. 2004.Behavioral Science. Philadelphia: Elseivier Mosbhy.

Wicaksana, inu.2000.Skizofrenia: Antara Kerja dan Kualitas Hidup.Artikel padaharian

kompas 15 oktober 2000,halaman 21.

11