Makalah Skill Lab

48
Masa pra remaja merupakan masa terjadinya perubahan besar dalam diri seorang anak. Anak mulai memperhatikan penampilan diri sehingga anak mulai sadar bila terdapat sesuatu yang lain dalam penampilan terutama wajah. Penampilan yang indah dan menarik akan menambah rasa percaya diri. 3 Pemahaman dan penghayatan secara substansial akan tuntutan perubahan penampilan kehidupan sehat dan cantik seorang anak cukup rumit dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Tuntutan perubahan penampilan akan wajah anak yang sehat dan cantik semakin bervariasi. 4 Susunan gigi merupakan bagian yang menunjang penampilan wajah. 3 Keadaan gigi geligi, terutama gigi anterior juga berperan dalam mempengaruhi daya tarik atau estetik wajah. Jika posisi atau keadaan gigi geligi anterior kurang baik atau tidak beraturan, daya tarik wajah akan berkurang pula. 5 Gigi anterior memiliki fungsi estetik, bila terjadi trauma pada gigi anterior harus segera dilakukan perawatan agar tidak kehilangan fungsinya. 6 Pada dasarnya lengkung gigi sulung dapat mengalami perubahan dalam ukuran dimensi rata-rata, hal ini disebabkan adanya pergeseran dari gigi geligi rahang atas yang dapat merubah gigi geligi rahang bawah atau sebaliknya, akhirnya dimensi lengkung gigi geligi mengalami perubahan. 7 Malposisi gigi anterior akan mengurangi nilai estetik penampilan senyum seseorang. 8 Perubahan yang terjadi pada anak dari keadaan gigi geligi oklusi normal

description

oklusi

Transcript of Makalah Skill Lab

Page 1: Makalah Skill Lab

Masa pra remaja merupakan masa terjadinya perubahan besar dalam diri

seorang anak. Anak mulai memperhatikan penampilan diri sehingga anak mulai sadar

bila terdapat sesuatu yang lain dalam penampilan terutama wajah. Penampilan yang

indah dan menarik akan menambah rasa percaya diri.3 Pemahaman dan penghayatan

secara substansial akan tuntutan perubahan penampilan kehidupan sehat dan cantik

seorang anak cukup rumit dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Tuntutan

perubahan penampilan akan wajah anak yang sehat dan cantik semakin bervariasi.4

Susunan gigi merupakan bagian yang menunjang penampilan wajah.3

Keadaan gigi geligi, terutama gigi anterior juga berperan dalam

mempengaruhi daya tarik atau estetik wajah. Jika posisi atau keadaan gigi geligi

anterior kurang baik atau tidak beraturan, daya tarik wajah akan berkurang pula.5 Gigi

anterior memiliki fungsi estetik, bila terjadi trauma pada gigi anterior harus segera

dilakukan perawatan agar tidak kehilangan fungsinya.6 Pada dasarnya lengkung gigi

sulung dapat mengalami perubahan dalam ukuran dimensi rata-rata, hal ini

disebabkan adanya pergeseran dari gigi geligi rahang atas yang dapat merubah gigi

geligi rahang bawah atau sebaliknya, akhirnya dimensi lengkung gigi geligi

mengalami perubahan.7

Malposisi gigi anterior akan mengurangi nilai estetik penampilan senyum

seseorang.8 Perubahan yang terjadi pada anak dari keadaan gigi geligi oklusi normal

menjadi maloklusi, dapat bersifat sementara atau tetap, hal ini tergantung pada

intensitas dan waktu terjadinya interaksi tumbuh kembang.4 Masa tumbuh kembang

adalah periode terjadinya berbagai perubahan termasuk di dalam rongga mulut. Bukti

adanya tumbuh kembang adalah proses pergantian gigi sulung dengan gigi tetap.9

Proses tumbuh kembang pada anak, umumnya bersifat dinamis dan berjalan terus

secara kesinambungan.7 Keadaan oklusi normal yang ditemukan pada masa gigi

sulung tidaklah menjamin tidak menimbulkan maloklusi pada masa berikutnya. Hal

itu terjadi karena banyak hal yang mempengaruhi proses tumbuh kembang khususnya

saat pergantian gigi geligi.9 Susunan gigi yang tidak teratur karena berbagai sebab

sehingga anak tersebut memerlukan perawatan ortodonti.3

Kasus maloklusi pada anak dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga

program pencegahan sangat diperlukan. Perawatan maloklusi dalam tahap

pencegahan sangat diperlukan, untuk memperhatikan kesehatan antara gigi, tulang

dan otot dalam fungsinya.10 Jika anak masih dalam proses tumbuh kembang, untuk

Page 2: Makalah Skill Lab

memprediksi kejadian akhir proses tumbuh kembang wajah anak yang dikaitkan

dengan perawatan ortodonti sulit untuk dilakukan sehingga pertimbangan tindakan

atau intervensi ortodonti pada anak semakin kompleks.4

Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu sekitar 80% dari

jumlah penduduk. Hal tersebut menyebabkan antisipasi perkembangan angka kejadian

maloklusi, khususnya maloklusi pada anak diperlukan upaya penanggulangan secara

dini.11 Dalam menentukan tindakan pelayanan ortodonti seawal mungkin dalam masa

tumbuh kembang anak di era globalisasi, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan

secara seksama seperti anak masih dalam proses tumbuh kembang.4

DEFINISI MALOKLUSI

Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak

harmonisnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau anomali

abnormal dalam posisi gigi.8 Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi intercuspal

dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan

pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion artinya molar

pertama merupakan kunci oklusi.6

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang

dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi

dalam lengkung gigi, ataupun hubungan geligi dalam suatu susunan lengkung gigi

dengan gigi antagonis, yang tidak sesuai dengan morfologi normal pada kompleks

maksilo dentofasial.

Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto, oklusi normal sebagai hubungan

dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang atas dan rahang

bawah dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi

yang benar, dan keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara

berbagai macam jaringan penyangga gigi yang normal pula.6

Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi normal,

sebagai berikut: 9

1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas

beroklusi dalam celah antara mesial dan sentral dari molar pertama rahang

bawah.

2. Angulasi mahkota yang benar.

3. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan maloklusi.

Page 3: Makalah Skill Lab

4. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan oklusi.

5. Tidak ada rotasi gigi.

6. Tidak ada celah diantara gigi geligi.

7. Adanya curve of spee yang datar terhadap dataran oklusal.

Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai, maka

akan tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto

maloklusi merupakan penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran

maloklusi pada remaja di Indonesia masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983

adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%, sementara perilaku kesehatan gigi pada

remaja khususnya tentang maloklusi masih belum cukup baik dan pelayanan

kesehatan gigi belum optimal.6

2.1.1 Jenis Maloklusi

Secara umum, maloklusi dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:

1. Maloklusi intra lengkung

Maloklusi intra lengkung adalah malposisi gigi dan hubungannya terhadap

lengkung. Yang dimaksud dengan malposisi gigi seperti inklinasi lebih ke

distal/mesial/lingual/bukal, pergeseran ke mesial/distal/lingual/bukal, oklusi supra

versi/infra versi, rotasi gigi, maupun transposisi.

2. Maloklusi inter lengkung

Maloklusi ini dikarakteristikkan ke dalam hubungan abnormal antara dua

atau lebih gigi dari satu lengkung ke lengkung yang lain. Maloklusi ini dapat

terjadi pada arah sagital, vertikal, maupun transversal. Maloklusi sagital berupa

oklusi prenormal dan post normal. Oklusi prenormal yaitu lengkung bawah lebih

ke depan ketika pasien melakukan oklusi sentrik. Oklusi post normal yaitu

lengkung bawah lebih ke distal ketika pasien melakukan oklusi sentrik.

Maloklusi vertikal berupa deep bite dan open bite dimana terdapat

Page 4: Makalah Skill Lab

hubungan vertikal yang abnormal antara gigi pada rahang atas dan bawah.

Sedangkan maloklusi transversal berupa crossbites dimana hubungan transversal

abnormal antara rahang atas dan bawah.

3. Maloklusi skeletal

Maloklusi skeletal disebabkan karena ketidaknormalan pada maksila atau

mandibula. Ketidaknormalan ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan

antara rahang. Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital,

vertikal, maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati

ataupun retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah. Pada arah transversal

berupa rahang sempit ataupun lebar.

2.1.2 Etiologi Maloklusi

Maloklusi disebabkan oleh beberapa faktor, bukan hanya satu faktor saja.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan maloklusi, yaitu:

1. Herediter.

Genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya maloklusi

seperti, ukuran dan bentuk gigi, ukuran dan bentuk rahang, kelainan dental, gigi

berjejal,overjet dan lain-lain.

2. Keadaan kongenital.

Keadaan ini dilihat setelah bayi lahir. Penyebabnya dapat berupa infeksi,

faktor mekanik saat melahirkan, dampak radiologi, nutrisi dan kimia.

3. Pengaruh lingkungan.

Tekanan berpengaruh terhadap pertumbuhan kraniofasial. Tekanan ini

Page 5: Makalah Skill Lab

mungkin dapat menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dari jaringan lunak.

Lingkungan dapat dibagi menjadi faktor prenatal dan post natal. Faktor prenatal dapat

berupa nutrisi yang didapatkan ketika bayi masih dalam kandungan dan juga dapat

berupa diet dan metabolisme ibu hamil.17 Faktor post natal dapat berupa tekanan

forsep saat melahirkan, cerebral palsy, traumatik pada TMJ, dan lain-lain.

4. Faktor fisiologi Adaptasi fisiologi dapat menyebabkan basis skeletal

mengalami diskrepansi. Gigi erupsi mempunyai pengaruh terhadap tekanan jaringan

lunak bibir, dagu, dan lidah. Pada bagian labial, menyebabkan proklinasi gigi dan

lengkung gigi. Ini terlihat pada maloklusi skeletal Klas III.

5. Kebiasaan buruk.

Kebiasaan bernafas melalui mulut menyebabkan otot menjadi lebih ke distal

menghambat pertumbuhan dan rotasi mandibula sehingga mandibula mengalami

retrognati.5

1. Faktor – faktor penyebab kelainan tumbuh kembang struktur mastikasi

A. Faktor Genetik dan Kromosom

Kelainan kongenital pada ayah dan ibu dapat kemungkinan besar

mempengaruhi dari kelainan kongenital pada anak, gen yang normal

maupun tidak normal dapat diturunkan dari generasi ke generasi

berikutnya, Seperti contoh berikut :

Pewarisan kelainan susunan genetik, dapat kita lihat pada orang

yang mengalami penyakit syndrome Down (Mongolism) mendapat

pewarisan gen dengan trisomi pada kromosom nomor 21.

Pewarisan gen yang normal juga dapat menimbulkan suatu kelainan

dengan pola berikut:

AYAH

Ukuran Gigi Ukuran Rahang Hasil

Page 6: Makalah Skill Lab

Besar Besar Normal

Normal Normal Normal

Kecil Kecil Normal

IBU

Ukuran Gigi Ukuran Rahang Hasil

Besar Besar Normal

Normal Normal Normal

Kecil Kecil Normal

ANAK

Ukuran Gigi Ukuran Rahang Hasil

Besar Besar Normal

Normal Normal Normal

Kecil Kecil Normal

Besar Kecil Tidak Normal

Kecil Besar Tidak Normal

B. Faktor Infeksi

Infeksi virus pada ibu hamil sering menimbulkan gejala yang nyata, atau

tidak ada pengaruhnya terhadap ibu itu sendiri, tetapi menimbulkan akibat

yang serius pada masa organogenesis, beberapa infeksi yang

menyebabkan terjadinya tergangunya atau kelainan kongenital adalah

TORCH diantaranya Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes

Virus.

Page 7: Makalah Skill Lab

C. Radiasi

Setelah terjadi pembuahan, sel-sel menjadi sangat radiosensitif dan mudah

rusak oleh karena radiasi. Sinar radiasi akan ber-efek desrupsi dan

diferensiasi jaringan.

D. Sifat teratogen pada obat-obatan

Sifat teratogenik adalah berbagai macam bahan penyebab terjadinya

bahan-bahan yang dapat menyebabkan kelainan pada masa perkembangan

janin. Terutama pada masa organogenesis. Bahan-bahan yang mungkin

bersifat teratogen diantaranya, diazepam, penisilamin, fenotiazines.

E. Trauma :

Prenatal :

Asimetri lutut dan kaki dapat menekan muka. Sehingga menjadi asimetri dan

menghambat pertumbuhan mandibula.

F. Kelenjar endokrin :

Ketidakseimbangan kelenjar endokrin mampu mempengaruhi metabolisme

zat-zat dalam tubuh dan mempengaruhi pada tumbuh kembang

kraniodentofasial.

- Hormon somatotropin : disekresi pada minggu ke 9-20

- Hormon tiroid : menghasilkan TSH dan TRH pada minggu ke

12-24dan mempengaruhi susunan saraf dan retradasi mental.

- Hormon insuli : disekresi pada bulan ke 6. Digunakan untuk

keseimbangan glukosa darah dan sintesis protein

Etiologi Maloklusi Dalam Ortodontik Kedokteran Gigi

Etiologi Maloklusi Dalam Ortodontik Kedokteran Gigi

Kebanyakan dari maloklusi yang memerlukan perawatan ortodonsia disebabkan oleh

karena dua kemungkinan    :

1. Perbedaan antara ukuran gigi-gigi dan ukuran rahang yang menampung gigi tersebut.

2. Pola tulang muka yang tidak selaras.

Page 8: Makalah Skill Lab

Untuk mempermudah mengetahui etiologi dari maloklusi dibuat klasifikasi dari

penyebab kelainan maloklusi tersebut. Terdapat dua pembagian pokok klasifikasi

maloklusi          :

1. Faktor Ekstrinsik atau disebut faktor sistemik atau faktor umum

2. Faktor Intrinsik atau faktor lokal

b. Penyajian

1. Faktor Ekstrinsik

a. Keturunan (hereditair)

b. Kelainan bawaan (kongenital) misal : sumbing, tortikollis, kleidokranial diostosis,

cerebral plasi, sifilis dan sebagainya.

c. Pengaruh lingkungan

· Prenatal, misalnya : trauma, diet maternal, metabolisme maternal dan sebagainya.

· Postnatal, misalnya : luka kelahiran, cerebal palsi, luka TMJ dan sebagainya.

d.  Predisposisi ganguan metabolisme dan penyakit

· Gangguan keseimbangan endokrin

· Gangguan metabolisme

· Penyakit infeksi

e. Kekurangan nutrisi atau gisi

f. Kebiasaan jelek (bad habit) dan kelainan atau penyimpangan fungsi.

· Cara menetek yang salah

· Mengigit jari atau ibu jari

· Menekan atau mengigit lidah

· Mengigit bibir atau kuku

· Cara penelanan yang salah

· Kelainan bicara

· Gangguan pernapasan (bernafas melalui mulut dan sebagainya)

· Pembesaran tonsil dan adenoid

· Psikkogeniktik dan bruksisem

g. Posture tubuh

h. Trauma dan kecelakaan

2. Faktor Intrinsik :

a. Kelainan jumlah gigi

Page 9: Makalah Skill Lab

b. Kelainan ukuran gigi

c. Kelainan bentuk

d. Kelainan frenulum labii

e. Prematur los

f. Prolong retensi

g. Kelambatan tumbuh gigi tetap

h. Kelainan jalannya erupsi gigi

i. Ankilosis

j. Karies gigi

k. Restorasi gigi yang tidak baik

 FAKTOR EKSTRINSIK

a. Faktor keturunan atau genetik

Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan  dari orang tuanya

atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah ciri-ciri khusus suatu ras atau

bangsa misalnya bentuk kepala atau profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau

suku induk dari individu tersebut yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa

yang merupakan prcampuran dari bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai

banyak maloklusi

b. Kelainan bawaan

Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan faktor keturunan

misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare lip, celah langit-langit (cleft

palate).

·  Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga tidak dapat tegak

mengkibatkan asimetri muka.

·  Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula baik sebagian atau

seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini diikuti dengan terlambatnya

penutupan sutura kepala, rahang atas retrusi dan rahang bawah protrusi.

·  Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi otot yang

disebabkan karena luka didalam kepala yang pada umumnya sebagai akibat

kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya gangguan fungsi pada otot-otot

pengunyahan, penelanan, pernafasan dan bicara akan mengakibatkan oklusi gigi tidak

normal.

Page 10: Makalah Skill Lab

·  Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan terjadinya

kelainan bentuk dan malposisi gigi dari bayi yang dilahirkan

c. Gangguan keseimbangan endokrine

Misal : gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan kritinisme dan

resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan erupsi lambat dari gigi tetap.

d. Kekurangan nutrisi dan penyakit

Misal : Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C), beri-beri

(kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat.

Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter)

1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan  bentuk dan ukuran lidah

mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya penyesuaian antara

bentuk muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.

2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum.

Sifat mukosa : keras, lunak, kencang atau lembek mempengaruhi erupsi gigi.

Frenulum labii dapat mengakibatkan celah  gigi dan mempengaruhi kedudukan bibir.

Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi gigi.

3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta penjang lengkung rahang dapat mengakibatkan gigi

berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia, mikrodomtia. Lebar dan panjang

lengkung rahang, penyesuaian antara rahang atas dan rahang bawah mengakibatkan

terjadinya mandibuler retrusi atau prognatism.

FAKTOR INTRINSIK ATAU LOKAL

a. Kelainan jumlah gigi

1. Super numerary gigi (gigi kelebihan)

Lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline (garis mediana)

sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens. Bentuknya biasanya konus

kadang-kadang bersatu (fused) dengan gigi pertama kanan atau kiri, jumlahnya pada

umumnya sebuah tapi kadang-kadang sepasang. Gigi supernumery kadang-kadang

tidak tumbuh (terpendam atau impected) sehingga menghalangi tumbuhnya gigi tetap

didekatnya atau terjadi kesalahan letak (malposisi). Oleh karena itu pada penderita

Page 11: Makalah Skill Lab

yang mengalami kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri rahang atas perlu

dilakukan Ro photo.

2. Agenese dapat terjadi  bilateral atau unilateral atau kadang-kadang unilateral dengan

partial agenese pada sisi yang lain

Lebih banyak terjadi dari pada gigi supernumerary. Dapat terjadi pada rahang atas

maupun rahang bawah tetapi lebih sering pada rahang bawah. Urutan kemungkinan

terjadi kekurangan  gigi adalah sebagai berikut :

- Gigi seri II rahang atas ( I2 )

- Gigi geraham kecil II rahang bawah ( P2 )

- Gigi geraham III rahang atas dan rahang bawah

- Gigi geraham kecil II ( P2 ) rahang bawah

- Pada kelainan jumlah gigi kadang diikuti dengan adanya kelainan bentuk atau ukuran

gigi. Misalnya bentuk pasak dari gigi seri II (peg shaps tooth).

b.   Kelainan ukuran gigi

Salah satu penyebab utama terjadinya malposisi adalah gigi sendiri yaitu ukuran gigi

tidak sesuai dengan ukuran rahang, ukuran gigi lebih lebar atau sempit dibandingkan

dengan lebara lengkung rahang  sehingga meyebabkan crowded atau spasing.

c.   Kelainan bentuk gigi

Kelainan bentuk gigi yang banyak dijumpai adalah adanya peg teeth ( bentuk pasak)

atau gigi bersatu (fused). Juga perubahan bentuk gigi akibat proses atrisi (karena

fungsi) besar pengaruhnya terhadap terjadinya maloklusi, terutama pada gigi sulung

(desidui).

d. Kelainan frenulum labii

e. Premature los

Fungsi gigi sulung (desidui) adalah : pengunyahan, bicara, estetis

Juga yang terutama adalah menyediakan ruang untuk gigi tetap, membantu

mempertahankan tinggi oklusal gigi-gigi lawan (antagonis), membimbing erupsi gigi

tetap dengan proses resopsi.

Akibat premature los fungsi tersebut akan terganggu atau hilang sehingga dapat

mengkibatkan terjadinya malposisi atau maloklusi.

f. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delayed eruption)

Page 12: Makalah Skill Lab

Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar gigi sulung atau

karena jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras sehingga perlu dilakukan eksisi.

Kadang-kadang hilang terlalu awal (premature los) gigi sulung akan mempercepat

erupsinya gigi tetap penggantinya, tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya

penulangan yang berlebihan sehingga perlu pembukaan pada waktu gigi permanen

akan erupsi, sehingga gigi tetap penggantinya dapat dicegah.

g. Kelainan jalannya erupsi gigi

Merupakan akibat lebih lanjut dari gangguan lain. Misalnya adanya pola herediter

dari gigi berjejal yang parah akibat tidak seimbangnya lebar dan panjang lengkung

rahang dengan elemen gigi yaitu adanya : persistensi atau retensi, Supernumerary,

pengerasan tulang, tekanan-tekanan mekanis : pencabutan, habit atau tekanan

ortodonsi, faktor-faktor idiopatik (tidak diketahui)

h. Ankilosis

Ankilosis atau ankilosis sebagian  sering terjadi pada umur 6 – 12 tahun. Ankilosis

terjadi oleh karena robeknya bagian dari membrana periodontal sehingga lapisan

tulang  bersatu dengan laminadura dan cemen.

Ankilosis dapat juga disebabkan oleh karena gangguan endokrin atau penyakit-

penyakit kongenital (misal : kleidokranial disostosis yang mempunyai predisposisi

terjadi ankilosis,  kecelakaan atau trauma).

i. Karies gigi

Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat mengakibatkan terjadinya

pemendekan lengkung gigi sedang karies beroklusal mempengaruhi  vertikal dimensi.

Adanya keries gigi pada gigi sulung mengakibatkan berkurangnya tekanan

pengunyahan yang dilanjutkan ke tulang rahang, dapat mengakibatkan rangsangan

pertumbuhan rahang berkurang sehingga pertumbuhan rahang kurang sempurna.

j. Restorasi gigi yang tidak baik

Terutama tumpatan aproksimal dapat menyebabkan gigi elongasi, sedangkan

tumpatan oklusal dapat menyebabkan gigi ektrusi atau rotasi.

2. Macam – Macam Oklusi

A. Klasifikasi Angle

Page 13: Makalah Skill Lab

Klasifikasi Angle didasarkan pada gigi molar pertama permanen

karena merupakan gigi yang pertama kali tumbuh dan merupakan gigi

yang terbesar sehingga bisa mencapai zygomatikum

1. Kelas I Angle ( Neutroklusi )

Merupakan oklusi normal dimana cusp mesiobukal gigi molar

pertama permanen rahang atas berada pada bukal groove molar

pertama permanen rahang bawah

2. Kelas II Angle ( Distoklusi )

Merupakan salah satu maloklusi dimana bukal groove gigi

molar pertama permanen rahang bawah berada pada sisi distal cusp

mesiobukal dari gigi molar pertama permanen rahang atas. Kelas II

dibagi menjadi 2 divisi,

Divisi 1 maksilanya lebih labioversi.

Divisi 2 mandibula lebih linguoversi

3. Kelas III Angle ( Mesioklusi )

Merupakan salah satu jenis maloklusi dimana bukal groove gigi

molar pertama permanen rahang atas berada pada sisi mesial cusp

mesiolingual, sehingga menyebabkan overjet terbalik.

TABLE ANGLE’S CLASSIFICATIONS OF MALOCCLUSION AND FACIAL PROFILES

Page 14: Makalah Skill Lab

a) Crowding

Kondisi oklusi gigi geligi antara RA dan RB tampak tidak beraturan (gigi

berjejal)

b) Open bite

Gigitan terbuka (open bite), yaitu keadaan di mana terdapat celah atau

ruangan atau tidak ada kontak di antara gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah

apabila rahang dalam keadaan hubungan sentrik.

c) Cross bite

Gigitan silang (cross bite), yaitu keadaan di mana satu atau beberapa gigi atas

terdapat di sebelah palatinal atau lingual gigi-gigi bawah. Dikenal beberapa

macam cross bite :

a. Anterior cross bite, yaitu keadaan di mana gigi insisivi atas terdapat di sebelah

lingual gigi insisivi bawah.

Page 15: Makalah Skill Lab

b. Posterior cross bite, macamnya :

1) Buccal cross bite atau outer cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol

palatinal gigi posterior atas terdapat di sebelah bukal tonjol bukal gigi

posterior bawah.

2) Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas

terdapat pada fossa sentral gigi posterior bawah.

3) Complete lingual cross bite atau inner cross bite atau scissor bite, yaitu

keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas terdapat di sebelah lingual

tonjol lingual gigi posterior bawah.

a. anterior cross bite b. buccal cross bite/ outer cross bite c. lingual cross

bite d. complete lingual cross bite / inner cross bite/ scissor cross bite

d) Diastema

Terlihat ada space (jarak) antara gigi yang satu dan yang lainnya.

e) Deep bite

a.

d.b.

c.

Page 16: Makalah Skill Lab

Gigitan dalam (deep bite), terlihat gigi yang terdapat pada RA saat oklusi

sampai menyentuh bagian gingiva dari RB.

f) Edge to edge

Terlihat bertemunya antara edge atau incisal edge dari gigi anterior RA

dengan edge atau incisal edge gigi RB.

B. Klasifikasi Insisivus

Beberapa dokter gigi menganggap lebih mudah untuk

mengklasifikasikan hubungan insisivus secara terpisah dari hubungan segmen

bukal. Hubungan insisivus mungkin tidak sama dengan hubungan segmen

bukal dan pada keadaan ini, sebaiknya keduanya diketahui. Selain itu, tujuan

utama perawatan orthodonti adalah untuk memperoleh hubungan insisivus

normal dan oleh karena itu klasifikasi maloklusi harus dipertimbangkan.

Walaupun istilah angle digunakan dalam mengklasifikasi hubungan insisivus,

harus ditekankan bahwa klasifikasi ini bukan klasifikasi Angle.

a.) Klas I

Insisal edge bawah beroklusi dengan bagian tengah permukaan palatal

insisivus atas atau terletak langsung dibawahnya bila overbite incomplete.

b.) Klas II

Insisal edge bawah terletak dibelakang bagian tengah permukaan

palatal insisivus atas. Hubungan insisivus klas II dibagi menjadi:

Divisi 1: Insisivus atas proklinasi

Divisi 2: Insisivus pertama atas retroklinasi

Page 17: Makalah Skill Lab

KLASIFIKASI MALOKLUSI

Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi Angle.6

Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi

molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle mengelompokkan maloklusi

menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III. 12

1. Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. 12 Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal groove molar pertama

permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.1) 13, 14 Terdapat

relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen

(netrooklusi). 12 Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi

dan protrusi. 14

Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C

ektostem

Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik

(anterior crossbite).

Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.

Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat

prematur ekstraksi. 15

Gambar 2.1 Maloklusi Klas I

2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. 12 Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove

Page 18: Makalah Skill Lab

gigi molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar

2.2). 13, 14

Gambar 2.2 Maloklusi Klas II

Divisi 1 : insisivus sentral atas proklinasi sehingga didapatkan jarak gigit besar

(overjet), insisivus lateral atas juga proklinasi, tumpang gigit besar

(overbite), dan curve of spee positif. 12

Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, tumpang

gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau sedikit

bertambah. 12, 14

Pada penelitian di New York Amerika Serikat diperoleh 23,8% mempunyai

maloklusi Klas II. Peneliti lain mengatakan bahwa 55% dari populasi Amerika Serikat

mempunyai maloklusi Klas II Divisi I. 14

3. Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. 12 Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove

gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang

anterior). Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.3). 13, 14

Gambar 2.3 Maloklusi Klas III

Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.

Page 19: Makalah Skill Lab

Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila tetapi ada

linguoversi dari gigi anterior mandibula.

Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi

anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik. 15

Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite anterior dan crossbite

posterior. 10

a. Crossbite anterior

Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior

maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.

b. Crossbite posterior

Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.

Selain Klasifikasi Angle, terdapat berbagai jenis maloklusi, seperti: 10

1. Deepbite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal gigi insisivus

maksila terhadap insisal gigi insisivus mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada

kasus deepbite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus

mandibula sering berjejal, linguoversi, dan supra oklusi.

2. Openbite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan

rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya

antara lain :

a.Anterior openbite

Klas I Angle anterior openbite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi depan

inklinasi ke depan, dan gigi posterior supra oklusi, sedangkan Klas II Angle divisi I

disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.

b. Posterior openbite pada regio premolar dan molar.

c. Kombinasi anterior dan posterior/total openbite terdapat baik di anterior,

posterior, dapat unilateral ataupun bilateral.

3. Crowded (Gigi berjejal)

Gigi berjejal adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang normal. Penyebab gigi

berjejal adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung

basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam,

Page 20: Makalah Skill Lab

lengkung koronal adalah lengkung yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah

mesiodistal yang paling besar dari mahkota gigi geligi.16 Faktor keturunan merupakan salah

satu penyebab gigi bejejal, misalnya ayah mempunyai struktur rahang besar dengan gigi

yang besar-besar, ibu mempunyai struktur rahang kecil dengan gigi yang kecil. Kombinasi

genetik antara rahang kecil dan gigi yang besar membuat rahang tidak cukup dan gigi

menjadi berjejal. Kasus gigi berjejal dibagi berdasarkan derajat keparahannya, yaitu: 10

a. Gigi berjejal kasus ringan

Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula, dianggap

suatu variasi yang normal dan dianggap tidak memerlukan perawatan.

b. Gigi berjejal kasus berat

Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan oral hygiene yang

buruk.

4. Diastema (Gigi renggang)

Gigi renggang adalah suatu keadaan terdapatnya ruang di antara gigi geligi yang

seharusnya berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu: 10

a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya antara lain frenulum labial

yang abnormal, kehilangan gigi, kebiasaan jelek, dan persistensi.

b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh faktor

keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis.

MALOKLUSI

2.1       Pengertian Maloklusi

Maloklusi adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal, maloklusi juga diartikan

sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk

rongga mulut serta fungsi

Maloklusi dapat timbul kaena faktor keturunan dimana ada ketidaksesuaian besar rahang dengan

besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang mengikuti garis keturunan Ibu, dimana

Page 21: Makalah Skill Lab

rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi mengikuti garis keturunan bapak yang giginya

lebar-lebar. Gigi-gigi tersebut tidak cukup letaknya di dlaam lengkung gigi.

Kekurangan gizi juga dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang

terganggu.

2.1.1    Macam-macam Maloklusi

Maloklusi dibagi 3:

1. Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah terhadap

tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan

2. Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap

tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan

rahang

3. Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul gangguan

saat dipakai untuk mengunyah

2.2       Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle

Kelas I Angle

Tonjol Mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1 bawah

Neutroklusi

kelas 1 angle

Kelas II Angle

Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih kemesial dari posisi kelas 1

Page 22: Makalah Skill Lab

telah melewati puncak tonjol mesiobukal M1 bawah

gigi M1 bawah lebih ke distal : Distoklusi

kelas II angle

Kelas III Angle

Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih Ke distal dari posisi klas 1

Telah melewati puncak tonjol distobukal M1 bawah

Gigi M1 bawah lebih ke mesial : Mesioklusi

kelas III angle

2.2.1    Kekurangan Klasifikasi Angle

Klasifikasi Angle ini masih merupakan system yang belum sempurna, masih terdapat

kekurangan-kekurangan pada system ini, karena Dr.Angle hanya berdasarkan hubungan gigi-gigi

saja dan oklusi antara lengkung gigi dirahang atas dan rahang bawah. Hingga sekarang

klasifikasi Dr.Angle masih banyak dipakai. Selain itu, system ini terbatas dan tidak dapat dipakai

untk segala keadaan sehingga dengan sstem ini kita tidak dapat memecahkan masalah tentang

hubungan gigi-gigi. Sebaba diagnose intra oral tidak mencukupi untuk menentukan suatu

anomaly, sebaiknya kita menggunakan ekstra oral dan diagnosis cephalometrik sebelum kita

memasukkan anomali itu kedalam suatu kelas. Apabila kita menggunakan M1 sebagai fixed

point dalam menentukan klasifikasi dalam maloklusi, maka kita akan kecewa, sebab suatu

hubungan mesio-distal yang normal dari molar-molar. Dan perlu ditekankan bahwa didalam

Page 23: Makalah Skill Lab

makhluk hidup tidak ada yang dinamakan fixed point, khususnya pada masa pertumbuhan. Kita

masih menggunakan klasifikasi dari Dr.Angle untuk menentukan maloklusi hanyalah untuk

penyederhanaan saja.

Apabila dengan system Angle kita mengalami kesulitan dalam menentukan klasifikasi dari

maloklusi, maka kita dapat pula menggunakan bantuan cara gnatognatik dan fotostatik. Bukan

suatu diagnosis, hanya suatu penggolongan.

2.2.2    Batasan untuk Klasifkasi Menurut Angle dalam penilaian maloklusi.

Penilaian masalah vertical dan transversal tidak termasuk ke dalam klasifikasi menurut Angle.

Overbite secara umum digunakan untuk mengukur hubungan oklusal vertical pada gerigi , tapi

tidak digunakan untuk pengukuran untuk hubungan vertical dari struktur facial skeletal.

“Crossbites” pada bidang transversal dapat berupa masalah sederhana seperti masalah antar 2

gigi atau yang kompleks yang melibatkan sebagian besar gigi posterior maxilla dan mandibula.

Klasifikasi Angle tidak menilai masalah-masalah seperti rotasi , “crowding”, dan “spacing” yang

terjadi pada gigi. Faktor lain seperti ketidakadaan gigi karena factor turunan atau impaksi gigi

yang membutuhkan perawatan orto , tidak berhubungan dengan klasifikasi menurut Angle.

Karena itulah, percobaan epidemiologi tidak dapat mengandalkan system klasifikasi Angle ,

karena factor penting seperti alignment gigi, overbite,overjet, dan crossbite tidak dapat diukur.

Pengetahuan tntang hubungan antara “the angle classes” dan alignment gigi, serta masalah

transversal dan vertical sangat berguna pada perlakuan kesehatan. Hubungan ini sangat

membantu untuk membedakan antara masalah maloklusi simple seperti “alignment problem”

pada maloklusi kelas 1 dengan maloklusi yang lebih kompleks seperti maloklusi divisi 1 kelas2

dengan crossbite posterior dan anterior.

Beberapa pendapat tentang klasifiksi Angle bersifat sangat subjektif untuk ukuran epidemiologi.

Pembahasan ini dapat berlaku saat investigator tidak menyusun batas objektif pada variable

seperti “tooth crowding” dan posisi anteroposterior gigi M1. Sebagai contoh, seseorang dengan

hubungan molar kelas 1 dapat memiliki oklusi yang ideal ,oklusi normal, dan maloklusi kelas 1.

Tiga grup ini dapat dibedakan dengan mendapatkan pengukuran secara objektif dari incisor yang

tidak beres dan penilaian oklusi ideal dengan skor 0 (alignment sempurna) , oklusi normal

Page 24: Makalah Skill Lab

dengan skor 1 dan skor untuk maloklusi tingkat 1 adalah >1. Terdapat kemiripan pada beberapa

hubungan M1 antara kelas 1 dan 3, dan kelas 1 dan 2.Hubungan molar kelas 1, 2, dan 3 dapat

dibedakan dengan dibuat sebuah jarak yang objektif, seperti 2mm mesial dan distal ke buccal

groove dari bagian bawah M1 .

2.3       Klasifikasi Incisivus

1. Kelas 1- Incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak di bawah cingulum

plateau incisive rahang atas

kelas I incisivus

1. Kelas 2- incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak pada bagian palatal

sampai cingulum plateau pada incisive rahang atas. Terbagi menjadi:

kelas II incisivus

1.

1. Pembagian :

Page 25: Makalah Skill Lab

kelas II incisivus divisi 1

2. Pembagian 2: central incisor rahang atas mengalami retroklinasi

kelas II incisivus divisi 2

1. Kelas 3-incisor edge pada rahang bawah oklusi dengan atau terletak pada bagian anterior

sampai cingulum plateau pada incisive rahang bawah

kelas III incisivus

Page 26: Makalah Skill Lab

Pada oklusi yang normal adalah hubungan kelas 1 dan overjet sebesar 2-4mm.  overbite terjadi

saat incisive rahang atas menutupi ¼ sampai 1/3 incisive bagian bawah pada saat oklusi.

2.4 Klasifikasi caninus:

1. Kelas 1- canine rahang atas beroklusi pada ruang buccal antara canine rahang bawah dan

premolar  satu rahang bawah

2. Kelas II- canine rahang atas oklusi di anterior sampai ruang buccal di antara canine

rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.

Page 27: Makalah Skill Lab

kelas II caninus

3. Kelas III- canine rahang atas oklusi di posterior sampai ruang buccal di antara canine

rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.

2.5 Klasifikasi Skeletal

Hubungan rahang satu sama lain juga bervariasi pada ketiga bidang ruang, dan variasi pada

setiap bidang bisa mempengaruhi.

Hubungan posisional antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan bawah, satu sama  lain

dengan gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi, disebut sebagai hubungan skeletal. Keadaan ini

kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan basis gigi atau pola skeletal. Klasifikasi dari

hubungan skeletal sering digunakan, yaitu:

1. Klas 1 skeletal-dimana rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada

keadaan oklusi.

kelas I skeletal

2. Klas 2 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang

dalam hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Klas 1 skeletal.

Page 28: Makalah Skill Lab

kelas II skeletal

3. klas 3 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke depan

daripada kelas 1 skeletal.

kelas III skeletal

Page 29: Makalah Skill Lab

Contoh dari Klas 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Gambar 4.3. Tentu saja, di sini ada berbagai

macam kisaran keparahan Klas 2 dan Klas 3 skelatal.

Gambar 4. 4 memperlihatkan efek variasi dari hubungan skeletal terhadap oklusi gigi-gigi jika

posisi gigi pada rahang tetap konstan.

Variasi pada hubungan skeletal bisa disebabkan oleh:

1. Variasi ukuran rahang

2. Variasi posisi rahang dalam hubungannya dengan basis kranium

Jadi jika salah satu rahang terlalu besar atau kecil dalam hubungannya dengan rahang lainnya

pada dimensi anteroposterior, akan dapat terjadi perkembangan hubungan klas 2 atau 3 skeletal.

Selanjutnya, jika salah stau rahang terletak lebih ke belakang atau ke depan daripada yang lain

dalam hubungannya dengan basis kranium, juga bisa terbentuk hubungan kelas 2 atau 3 skeletal.

Ukuran relatif dari rahang pada dimensi lateral juga mempengaruhi oklusi gigi-gigi. Idealnya,

kedua rahang cocok ukurannya, sehingga oklusi dari gigi-gigi bukal pada relasi transversal

adalah tepat. Kadang-kadang sebuah rahang lebih lebar dari yang lain sedemikian rupa sehingga

menimbulkan oklusi dari gigi-gigi terpengaruh, menimbulkan gigitan terbalik bukal jika rahang

bawah lebih lebar, atau oklusi lingual dari gigi-gigi bawah jika rahang atas yang lebih lebatr.

Gigitan terbalik bukal bisa unilateral atau bilateral.

Hubungan vertikal dari rahang atas dan bawah juga mempengaruhi oklusi. Efeknya paling jelas

terlihat berupa variasi bentuk rahang bawah pada sudut gonium. Mandibula dengan sudut

gonium yang tinggi cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah  yang lebih panjang, dan

pada kasus yang parah bisa menimbulkan gigitan terbuka anterior. Sebaliknya, mandibula

dengan sudut gonium yang rendah cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih

pendek.

2.6       Klasifikasi Profitt-Ackerman

Di tahun 1960-an, Ackerman dan Profitt meresmikan sistem tambahan informal pada metode

Angle dengan mengidentifikasi lima karakteristik utama dari malocclusi untuk digambarkan

Page 30: Makalah Skill Lab

secara sistematis pada klasifikasi. Pendekatan tersebut menutupi kelemahan utama skema Angle.

Secara spesifik, ia (1) menyertakan evaluasi pemadatan dan asimetri pada gigi dan menyertakan

evaluasi incisor protrusion, (2) mengenali hubungan antara protrusion dan crowding, (3)

menyertakan bidang transversal dan vertikal dan juga anteroposterior, dan (4) menyertakan

informasi tentang proporsi rahang pada titik yang tepat, yaitu pada gambaran hubungan pada tiap

bidang. Pengalaman membuktikan bahwa minimal lima karakteristik harus dipertimbangkan

dalam evaluasi diagnostik lengkap.

Meskipun elemen-elemen skema Ackerman-Profitt biasanya tidak dikombinasikan seperti

awalnya, sekarang banyak digunakan klasifikasi dengan lima karakteristik utama. Namun

perubahan terpenting adalah penekanan yang lebih besar pada evaluasi proporsi jaringan lunak

pada wajah dan hubungan gigi pada mulut dan pipi, pada senyum dan juga saat istirahat.

Penambahan Mengenai 5 Karakteristik Sistem Klasifikasi

Dua hal yang secara seksama membantu menganalisis hal ini adalah: (1) mengevaluasi orientasi

dari garis estetik (esthetic line) dari pertumbuhan gigi yang berhubungan tetapi berbeda dengan

fungsi garis Angle pada oklusi dan (2) menambahkan mengenai 3 dekripsi dimensional dari

wajah dan hubungan gigi dengan karakteristik rotasi sekitar daerah dari setiap alat.

1. Estethic Line of Dentition

Pada analisis moderen, garis kurva yang lain mengkarakteistikkan kemunculan dari pertumbuhan

gigi sangatlah penting. Garis estetik ini mengikuti tepi muka dari maksila gigi anterior dan gigi

posterior. Orientasi dari garis ini, seperti pada kepala dan rahang yang dideskripsikan ketika

terjadi rotasi yang tepat (pitch) pada aksis, perputaran (roll), dan pergeseran (yaw) sebagai

tambahan pada bagian transverse, anteroposterior dan vertikal.

1. Ketepatan, Perputaran, Pergeseran dari dekripsi sitematik

Kunci dari aspek yang telah dijelaskan dari sistem klasifikasi di atas adalah penggabungan dari

analisis sistematik dari skeletal dan hubungan gigi pada tiga bagian, sehingga tingkat kesalahan

(deviasi) pada setiap arah dapat digabungkan ke dalam daftar masalah pasien. Deskripsi yang

Page 31: Makalah Skill Lab

lengkap membutuhkan pertimbangan dari kedua pergerakan secara translasi (ke depan/ke

belakang, ke atas/ke bawah, ke kiri/ke kanan) pada bidang tiga dimensi dan rotasi mengenai garis

tegak lurus pada aksis dengan posisi yang tepat, berputar atau bergeser (pitch, roll, dan yaw).

Pengenalan dari rotasi aksis ke dalam deskripsi yang sistematis dari ciri dentofacial secara

signifikan meningkatkan ketelitian dari pendeskripsian dan dengan demikian terjadi peningkatan

fasilitas terhadap setiap masalah yang ada.

Ketepatan, perputaran, dan pergeseran dari garis estetik pertumbuhan gigi berguna untuk

mengevaluasi hubungan gigi dengan jaringan lunak. Dari pandangan ini, rotasi ke atas/ ke bawah

yang berlebihan dari gigi dan cenderung pada bibir dan dagu dapat diperhatikan sebagai salah

satu aspek dari ketepatan. Ketepatan dari pertumbuhan gigi cenderung pada jaringan lunak di

daerah wajah dan harus dievaluasi dengan percobaan klinis. Ketepatan dari rahang dan gigi satu

dengan yang lainnya serta otot skeletal di wajah dapat diperhatikan secara klinis, tetapi harus

dipastikan dengan menggunakan cephalometric radiograph pada klasifikasi akhir, di mana

ketepatan dinyatakan sebagai orientasi/patokan dari palatum, oklusal, dan daerah mandibula ke

bagian horisontal yang benar.

Perputaran (roll) dideskripsikan sebagai perputaran/rotasi ke atas dan ke bawah pada satu sisi

atau sisi yang lain. Pada percobaan klinis, hal ini sangat penting untuk menghubungkan orientasi

transverse dari gigi (garis estetik) dengan kedua jaringan lunak dan skeleton pada wajah.

Hubungan dengan jaringan lunak dievaluasi secara klinis dengan garis intercommissure sebagai

referensi. Baik cetakan maupun foto dapat digunakan untuk menandai bagian oklusal (Fox

plane) yang akan memperlihatkan bagian frontal maupun oblique ketika bibir tersenyum.

Hubungan skeleton wajah memeperlihatkan keterkaitan dengan garis interokular. Penggunaan

Fox plane adalah dengan memberi tanda pada kemiringan dari bidang oklusi yang dapat

memepermudah untuk memperlihatkan hubungan gigi pada garis oklusal namun dengan

perlengkapan ini tidak mungkin untuk dapat melihat hubungan gigi dengan garis

intercommissure. Hal ini membuat dokter gigi dapat mendeteksi ketidaksesuaian antara sisi-sisi

dari gigi ke bibir yang berjarak 1mm sedangkan pada orang normal berjarak 3mm.

Rotasi dari rahang dan gigi satu dengan yang lainnya disekitar aksis vertikal memproduksi

skeletal atau ketidaksesuain garis tengah yang disebut dengan pergeseran. Pergerakan gigi yang

Page 32: Makalah Skill Lab

relatif ke rahang, atau pergerakan dari rahang bawah atau rahang atas yang mengambil gigi

dengan hal itu, dapat terjadi. Efek pergerakan, selain gigi dan atau penyimpangan yang skeletal

midline, biasanya terjadi secara unilateral antara hubungan Kelas II atau Kelas II molar.

Pergerakan yang ekstrim berhubungan dengan asmetris posterior crossbite, buccal pada satu sisi

dan pada bagian lingual yang lain. Pergerakan meninggalkan klasifikasi sebelumnya, tetapi pada

bagian transverse yang asimetris memudahkan pendeskripsisan hubungan yang akurat.

Penyimpangan midline gigi hanya dapat sebagai bayangan dari salah penempatan incisive karena

gigi yang tumpang tindih. Hal ini harus dibedakan dari ketidaksesuaian pergerakan dimana

seluruh lengkung gigi dapat berputar di satu sisi. Jika ketidaksesuaian pergerakan terjadi,

pertanyaan berikutnya adalah apakah rahang itu sendiri mengalami penyimpangan, atau apakah

gigi cenderung menyimpang ke arah rahang. Penyimpangan pergerakkan maksila dapat terjadi

namun jarang, suatu kasus asimetri dari mandibula terjadi pada 40% pasien dari pasien normal

mandibular pertumbuhan yang berlebihan, dan pada pasien ini giginya akan cenderung

mengalami penyimpangan dalam penyeimbangan arah ke rahang. Hal ini dapat terdeteksi dengan

pemeriksaan klinis dengan seksama karena mungkin tidak terlihat jelas dalam catatan diagnostik.

Meskipun merupakan  tambahan kepada evaluasi diagnostik, ciri-ciri dentofacial harus dapat

menggambarkan lima karakteristik utama. Pemeriksaan lima karakteristik utama sesuai dengan

urutan akan mempermudah dalam mengorganisir informasi diagnostik untuk meyakinkan bahwa

tidak ada hal penting yang terlewatkan.

2.7       Maloklusi Dental dan Skeletal

Klasifikasi melalui 5 karakteristik ciri dentofacial

Penampakan dentofacial

Perbandingan frontal dan oblique facial, gigi anterior, orientasi terhadap garis estetik oklusi,

profil

Penjajaran (allignment)

Rapat/ terdapat ruang, membentuk lengkung, simetris, orientasi terhadap garis fungsional oklusi

Page 33: Makalah Skill Lab

Anteroposterior

Klasifikasi Angle, skeletal dan dental

Transverse

Crossbite, skeletal dan dental

Vertikal

Kedalaman menggigit, skeletal dan dental

2.8 Maloklusi dalam Sistem Stomatognatik

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja

mastikasi. Pasien dewasa dengan maloklusi dental dan skeletal yang parah memiliki kemampuan

mastikasi terbatas dibandingkan dengan individu yang oklusinya normal.

Beberapa penelitian juga telah mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja mastikasi pada

anak-anak. Manly and Hoffmeistr melaporkan bahwa anak-anak dengan maloklusi kelas I dan

kelas II memiliki kemampuan mastikasi yang sama dengan anak-anak oklusi normal, dan tidak

ada perbedaan yang signifikan terhadap kinerja mastikasinya, tetapi anak-anak dengan maloklusi

kelas III tidak memiliki kemampuan mastikasi sebaik anak-anak dengan maloklusi kelas I dan II.

Sebenarnya maloklusi tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menggigit dan

memroses makanan. Tetapi jika dibandingkan dengan maloklusi kelas I, kelas II, dan kelas III,

individu dengan oklusi normal dapat menghasilkan distribusi partikel yang lebih luas sehingga

mengidikasikan adanya kemampuan mastikasi yang lebih baik.

Setiap penyimpangan dari oklusi statis serta fungsional yang ideal akan bisa menimbulkan

kelainan pada komponen-komponen sistem pengungunyahan yang lain, khususnya sendi

temporomandibula dan otot-otot pengunyahan. Anggapan ini tidak benar sejauh menyangkut

oklusi alami. Banyak penelitian yang sudah dilakukan pada pasien dengan disfungsi sendi

temporomandibular dan otot. Kebanyakan peneliti sependapat bahwa masalah ini mempunyai

Page 34: Makalah Skill Lab

etiologi multifaktor, dengan maloklusi sebagai salah satu faktor di antaranya, tetapi tidak ada

faktor tunggal yang bisa menimbulkan masalah ini. Sebaliknya, penelitian-penelitian mengenai

maloklusi sebagian besar gagal untuk menemukan hubungan yang pasti antara tipe atau

keparahan suatu maloklusi dengan disfungsi temporomandibular. Meskipun demikian, disfungsi

oklusal bisa timbul akibat perawatan ortodonsi, bahkan dewasa ini makin tumbuh kesadaran

bahwa di samping upaya untuk mendapatkan oklusi statis yang ideal, perawatan ortodonsi juga

harus dilakukan dengan tujuan mendapatkan oklusi fungsional yang baik.

Foster, F. D. 2003. Buku Ajar Orthodonsi. Jakarta: EGC

Houston WJB.1990.Ortodonti Walther. Edisi ke 4. Terjemahan oleh drg. Lilian Yuwono.1994.

Jakarta:Hipokrates

Langlais, RP, dkk. 2015. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang sering ditemukan. Jakarta: EGC

Scheid, Rickne C. 2012. Woelfel Anatomi Gigi Edisi 8. Jakarta: EGC

Sulandjari, Heryumani. 2008. Buku Ajar Ortodonsia I KGO 1. Yogyakarta: Universitas Gadjah

Mada