MAKALAH sgd 3

53
DISASTER NURSING SGD 7 Thayakinta Pertiwi 1002105019 Kadek Dwi Pradnya Iswari 1002105040 Ni Made Dewi Ratnasari 1002105045 Ayu Ervyna Novita Sari 1002105051 Ni Luh Putu Devi Kusumayanti 1002105053 I Gede Ardi Suyasa 1002105057 Ni Wayan Yuliantari 1002105059 Ni Made Putri Karuniawati 1002105065 Kadek Ana Dwijayanti 1002105075 Ni Luh Putu Dian Yunita Sari 1002105083 Ni Putu Ayu Jayanti 1002105089

description

data

Transcript of MAKALAH sgd 3

Page 1: MAKALAH sgd 3

DISASTER NURSING

SGD 7

Thayakinta Pertiwi 1002105019

Kadek Dwi Pradnya Iswari 1002105040

Ni Made Dewi Ratnasari 1002105045

Ayu Ervyna Novita Sari 1002105051

Ni Luh Putu Devi Kusumayanti 1002105053

I Gede Ardi Suyasa 1002105057

Ni Wayan Yuliantari 1002105059

Ni Made Putri Karuniawati 1002105065

Kadek Ana Dwijayanti 1002105075

Ni Luh Putu Dian Yunita Sari 1002105083

Ni Putu Ayu Jayanti 1002105089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Page 2: MAKALAH sgd 3

Learning task kamis, 5 Desember 2013

1. Sebutkan dan jelaskan jenis pendarahan dan jelaskan penanganannya

2. Sebutkan dan jelaskan fraktur dan jelaskan penanganannya

3. Jelaskan tentang syndrome kompartemen

4. Jelaskan tentang syok, jenis syok dan manifestasi klinis dari syok

5. Jelaskan tentang peningkatan tekanan intracranial, penyebab dan tanda klinisnya

6. Sebutkan dan jelaskan isi dari kotak P3K

7. Carilah gambar atau video tentang bandage dan splinting

Didemonstrasikan

Buatlah balutan pada cedera kepala

Buatlah balutan pada trauma dada

Buatlah balutan pada luka laserasi pada lengan \ ketiak

Buatlah balutan pada luka amputasi

Buatlah balutan mitela untuk menggantungkan lengan yang cedera

Buatlah balutan pada fraktur klavikula

Buatlah bidai pada fraktur femur sinistra

Page 3: MAKALAH sgd 3

1. Jenis perdarahan dan penanganannya:

A. Perdarahan Luar (terbuka)

Jenis perdarahan ini terjadi akibat kerusakan dinding pembuluh darah disertai

dengan kerusakan jaringan kulit, yang memungkinkan darah keluar dari tubuh dan

terlihat jelas dari luka. Bila kita menjumpai perdarahan terbuka, makakita sebagai

penolong harus berhati-hati karena darah korban bisa saja menular pada kita.

Berdasarkan rusaknya pembuluh darah yang mengalami gangguan, perdarahan luar

diklasifikasikan menjadi:

a) Perdarahan nadi (arteri)

Plasma darah yang berasal dari pembuluh nadi keluar menyembur sesuai dengan

denyut nadi dan berwarna merah terang karena masih kaya oksigen (O2). Banyaknya

plasma darah yang keluar dipengaruhi tekanan sistoloik, bila tekanan menurun maka

pancaran darah berkurang. Hal inilah yang membuat perdarahan arteri sulit

dikendalikan, sehingga perlu pemantauan dan pengendalian ekstra sepanjang

perjalanan menuju fasilitas kesehatan.

b) Perdarahan balik (vena)

Plasma darah yang berasal dari pembuluh balik keluar mengalir dan berwarna merah

gelap. Pendarahan jenis ini mudah untuk dikendalikan karena tekanan dalam

pembuluh balik lebih rendah dari pada tekanan luar.

c) Perdarahan kapiler

Pendarahan berasal dari pembuluh kapiler, darah yang keluar merembes perlahan. Hal

ini dikarenakan tekanan pembuluh darah ini sangat kecil dibandingkan pembuluh

arteri dan vena. Warna plasma darah yang keluar bervariasi antara merah terang

seperti darah arteri dan merah gelap sepertidarah vena.

Perdarahan luar pada dasarnya bisa dikendalikan dengan 4 cara berikut:

a) Tekanan langsung di tempat perdarahan

Cara ini adalah yang terbaik untuk perdarahan luar pada umumnya. Caranya adalah

dengan menggunakan setumpuk kasa steril atau kain bersih biasa,tempat perdarahan itu

ditekan. Tekanan tersebut harus dipertahankan sampai terhenti atau sampai pertolongan

yang lebih lanjut (pertolongan olehtenaga medis) dapat di berikan. Penekanan ini

dilakukan selama 15-20 menit atau sampai terfiksasi sehingga tidak ada lagi

Page 4: MAKALAH sgd 3

perdarahan. Kasa boleh dilepas apabila kasa sudah terlalu basah oleh darah dan perlu

diganti denganyang baru. Kemudian kasa tersebut di tutup dengan dengan balutan yang

menekan, dan bawa penderita ke rumah sakit.

b) Elevasi (dilakukan bersamaan penekanan)

Tindakan ini hanya berlaku untuk perdarahan di daerah alat gerak saja.Tinggikan

anggotan badan yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Ini akan menyebabkan daya

tarik bumi mengurangi tekanan darah, sehingga memperlambat perdarahan. Jangan

menggunakan metode ini bila ada indikasi cedera otot rangka dan benda tertancap.

c) Tekanan pada tempat-tempat tertentu

Tempat-tempat yang di tekan adalah hulu (pangkal) pembuluh nadi yang terbuka. Jadi

tujuan dari penekanan ini adalah untuk menghentikan aliran darah yang menuju ke

pembuluh nadi yang cidera. Perhatikan gambar berikut, garis – garis panah

menunjukkan arah aliran darah di dalam pembuluh nadi, tempat-tempat yang ditekan

terletak diantara jantung dan tempat luka.

Cara lain yang dapat membantu menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut :

Imobilisasi dengan atau tanpa pembidaian

Kompres dingin

Metode Torniket

Penggunaan metode Torniket: Torniket adalah balutan yang menjepit sehingga aliran

darah di bawahnya terhenti sama sekali. Sehelai pita kain yang lebar, pembalut segitiga

yang di lipat-lipat, atau sepotong ban dalam sepeda dapat digunakan untuk keperluan

ini. Panjang torniket harus cukup untuk dua kali melilit bagian yang hendak di balut.

Tempat yang paling baik untuk memasang torniket ini adalah lima jari di bawah ketiak

(untuk perdarahan di lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk perdarahan di

kaki).

Cara menggunakan torniket ini adalah:

1) Lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki. Lebih bagus lagi apabila sebelumnya

dialasi dengan kain atau kain kasa untuk mencegah timbulnya lecet pada kulit yang

terkena torniket langsung.

Page 5: MAKALAH sgd 3

2) Apabila menggunakan kain maka ikatkan dengan sebuah simpul hidup,kemudian

selipkan sebatang kayu di atas simpul tersebut. Selanjutnya diikatlagi dengan

simpul air untuk mengencangkan torniket, tetapi jangan diputar terlalu keras, karena

dapat melukai jaringan-jaringan di bawahnya.

3) Tanda-tanda apabila torniket ini sudah dapat memperkecil denyut nadi bagian tubuh

yang berada di bawah torniket, akan terlihat dari warna kulitdi sekitar daerah

tersebut menjadi kekuningan.

4) Untuk memudahkan pengusungan, perlihatkan torniket, jangan di tutup dengan

selimut. Selain itu setiap 10 menit torniket harus dikendurkan selama 30 detik,

untuk memberi kesempatan darah memberi makanan-makanan ke jaringan di bawah

torniket tersebut. Sementara torniket kendor,luka dapat ditekan dengan kasa steril.

5) Penderita yang ditorniket harus segera dikirim ke rumah sakit, untuk memperoleh

pertolongan selanjutnya.

B. Pendarahan Dalam (tertutup)

Jenis perdarahan ini terjadi akibat kerusakan dinding pembuluh darah tetapitidak

disertai dengan kerusakan jaringan kulit, yang memungkinkan darah tidak keluar dari

tubuh dan tidak terlihat jelas seperti pada luka memar. Perdarahan dalam umumnya

disebabkan oleh benturan tubuh korban dengan benda tumpul, ataukarena jatuh,

kecelakaan kendaraan bermotor, ledakan dan lain sebagainya. Perdarahan dalam ini juga

bevariasi mulai dari yang ringan hingga yang dapat menyebabkan kematian. Mengingat

perdarahan dalam berbahaya dan tidak terlihat (tersamar), maka penolong harus

melakukan penilaian dari pemeriksaan fisik lengkap termasuk wawancara dan analisa

mekanisme kejadiannya.

Penatalaksanaan pada pendarahan dalam:

1) Baringkan penderita

2) Periksa dan pertahankan A-B-C (Air Breath Control)

3) Berikan oksigen bila ada

4) Rawat sebagai penderita syok

5) Jangan memberikan makan dan minum sementara

6) Jangan lupa menangani cedera atau gangguan lain

7) Segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat

Page 6: MAKALAH sgd 3

2. Fraktur dan penanganannya:

A. Definisi

Fraktur adalah gangguan kontinuitas yang terjadi ketika tulang mendapat tekanan

yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorbsinya dan dapat tejadi juga injuri jaringan

lunak disekitarnya. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut

Carpenito (1999), menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang

disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan menentukan apakah

fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, 1995).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.

Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial

untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).

B. Klasifikasi

a. Berdasarkan sifat fraktur.

1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan

keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit/tanpa cidera jaringan lunak sekitarnya

Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.

Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan.

Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan

ancaman sindroma kompartement.

2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

a) Derajat I

- luka kurang dari 1 cm

Page 7: MAKALAH sgd 3

- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.

- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.

- Kontaminasi ringan.

b) Derajat II

- Laserasi lebih dari 1 cm

- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse

- Fraktur komuniti sedang.

c) Derajat III

- Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan

neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

kedua korteks tulang.

2). Fraktrur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti:

a) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

b) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.

1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan

akibat trauma angulasi atau langsung.

2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

Page 8: MAKALAH sgd 3

3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan

trauma rotasi.

4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot

pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen

tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut

lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

Page 9: MAKALAH sgd 3

f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

C. Penatalaksanaan Fraktur

a) Penatalaksanaan secara umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan

sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada

masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu

tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di

RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi

semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan

lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk

mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada

jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

b) Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari

adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai

adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien

dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan

sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah

tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen

Page 10: MAKALAH sgd 3

patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan

lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan

menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang

memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen

tulang

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan

bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang

panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai

bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang

cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan

bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji

untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk

mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan

reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah

bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian

dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi

cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa

mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

c) Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani

pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi

stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis,

gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prosedur

pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna

atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis

pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :

· Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah

setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah

Page 11: MAKALAH sgd 3

· Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,

paku dan pin logam

· Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk

memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang

berpenyakit.

· Amputasi : penghilangan bagian tubuh

· Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang

memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)

atau melalui pembedahan sendi terbuka

· Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

· Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau

sintetis

· Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi

dengan logam atau sintetis

· Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi

· Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau

mengurangi kontraktur fasia.

Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (1998), sebelum menggambil

keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife. Prinsip penatalaksanaan fraktur

ada 4 R yaitu :

a. Recognition: diagnose dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesa,

pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi

fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi

yang mungkin terjadi selama pengobatan.

b. Reduction

Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang

manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan

traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanipulasi untuk mengembalikan

kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.

Page 12: MAKALAH sgd 3

Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal / tidak memuaskan. Reduksi

terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam

posisinya sampai penyembuhan tulang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat.

Reduction interna fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan terbuka dan

mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen

kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur

secara bersamaan.

c. Retention

Imobilisasi fraktur tujuannnya mencegah fragmen dan

mencegah pergerakan yang dapat mengancam union.

Untuk mempertahankan reduksi (ektremitas yang

mengalami fraktur) adalah dengan traksi.

Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-

tulang sebagai kekuatan dengan control dan tahanan beban keduanya untuk menyokong

tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi,

mempertahankan ligament tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri,

mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2

pemasangan traksi adalah: skin traksi dan skeletal traksi.

d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin.

3. Sindrom kompartemen

A. Definisi

Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang

tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen

jaringan. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak

Berdasarkan letaknya komparteman terdiri dari beberapa macam, antara lain:

1) Anggota gerak atas

a. Lengan atas : Terdapat kompartemen anterior dan posterior

Page 13: MAKALAH sgd 3

b. Lengan bawah : Terdapat tiga kompartemen,yaitu: flexor superficial, fleksor

profundus, dan ekstensor

2) Anggota gerak bawah

a. Tungkai atas: Terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial, dan posterior

b. Tungkai bawah: Terdapat empat kompartemen, yaitu: kompartemen anterior,

lateral, posterior superfisial, posterior profundus

Syndrome kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai

bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior

profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).

B. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang

kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1) Penurunan volume kompartemen, kondisi ini disebabkan oleh:

Penutupan defek fascia

Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2) Peningkatan tekanan eksternal

Balutan yang terlalu ketat

Berbaring di atas lengan

Gips

3) Peningkatan tekanan pada struktur komparteman

Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

Pendarahan atau Trauma vaskuler

Peningkatan permeabilitas kapiler

Penggunaan otot yang berlebihan

Luka bakar

Operasi

Gigitan ular

Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45

% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah. 

C. Patofisiologi

Page 14: MAKALAH sgd 3

Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal

yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan

nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya,

peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup.

Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler

bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga

menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya

tekanan dalam kompartemen. Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan

menimbulkan nyeri hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan

intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan

berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi

hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus,

yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.

Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,

antara lain:

a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

b. Theori of critical closing pressure.

Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural

arteriol yang tinggi. Tekanan trans mural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol-

tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan

tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi

perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing

pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutup.

c. Tipisnya dinding vena

Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena

maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari

kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga

drainase vena terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa

perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg

mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen. Patogenesis dari sindroma

kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat membesar sekitar

Page 15: MAKALAH sgd 3

20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra

kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular

pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik

terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus – menerus tetap tinggi dan

mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri

selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot.

Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kena

D. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:

1) Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,

ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.

Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-

anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya).

Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2) Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.

3) Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

4) Parestesia (rasa kesemutan)

5) Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut

dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom. Sedangkan pada

kompartemensyndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

- Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari

atau beraktivitas selama 20 menit.

- Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

- Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

E. Penanganan

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi

neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah

dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun

beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa

adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.

Penanganan kompartemen secara umum meliputi:

Page 16: MAKALAH sgd 3

1) Terapi Medikal/non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan

sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran

darah dan akan lebih memperberat iskemia

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut

kontriksi dilepas.

c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat

perkembangan sindroma kompartemen

d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah

e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat

mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan

memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang

nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas

2) Terapi Bedah

Fasciotomi  dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg.

Tujuan dilakukan tindakan ini adalah  menurunkan tekanan dengan memperbaiki

perfusi otot.

Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat

dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik,

evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk

maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi

adalah 6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi

ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman

dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan

resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.

4. Syok

A. Definisi

Page 17: MAKALAH sgd 3

Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung

dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah

yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian

sel maupun jaringan.

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang

menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat

gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland

tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis. Syok adalah keadaan tidak cukupnya

pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen

dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak

diperlukan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan

pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

B. Jenis Syok

Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Shock Hypovolemic

a. Hemoragik, bisa karena adanya trauma atau pun masalah gastrointestinal dan

retroperitoneal

b. Non hemoragik/ kekurangan cairan dibagi lagi menjadi kehilangan cairan

eksternal seperti dehidrasi, muntah, diare, poliuria dan retribusi cairan interstitial

seperti akibat suhu, trauma, anafilaksis.

c. Peningkatan kapasitas vaskuler atau venodilatation misalnya sepsis, anafilaksis

dan toxins atau karena obat-obatan

2. Shock Cardiogenic

a. Miopati seperti, infark mikardial ventrikel kiri atau kanan, trauma miokardial,

miokarditis, kardiomiopati, post ischemic myocardial stunning, septic myocardial

depression, dan farmakologi seperti kardiotoksik anthracycline serta Ca channel

blocker

b. Mekanik mencakup gagal katup obstruktif dan regurgitasi, kardiomiopati

hipertrofi, ventricular septal defect.

c. Aritmia karena sinus bradikardi, blok atrioventrikuler dan takikardi

supraventikuler serta ventrikel.

Page 18: MAKALAH sgd 3

3. Shock Extracardiac Obstructive seperti penurunan preload ventrikel dan peningkatan

afterload ventrikel

4. Shock Distributive mencakup

a. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)

Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya

sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti

gen- anti bodi sistemik.

b. Syok septik (berhubungan dengan infeksi)

jarang ditemukan pada fase awal dari trauma, tetapi sering menjadi penyebab

kematian beberapa minggu sesudah trauma (melalui gagal organ ganda). Paling

sering dijumpai pada korban luka tembus abdomen dan luka bakar. Shock sepsis

akibat bakteri, fungi, virus, rickettsial, sindrom toksik, anafilaksis, anaphylactoid

c. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).

Yang ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang

belakang (spinal cord). Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa diserta takhikardi

atau vasokonstriksi.

C. Manifestasi Klinis

- Nadi cepat dan lemah

- Napas cepat dan dangkal

- Kulit pucat,dingin dan lembab

- Sering kebiruan pada bibir dan cuping telinga

- Haus

- Mual dan muntah

- Lemah dan pusing

- Merasa seperti mau kiamat, gelisah

D. Stadium

1. Stadium Kompensasi.

a. MAP menurun 10 – 15 mmHg

b. Mekanisme kimia dan ginjal diaktifkan

c. Pelepasan rennin, ADH, aldosteron, katekolamin mengakibatkan GFR menurun

dan urine output menurun, reabsorbsi Na meningkat – vasokonstriksi sistemik

Page 19: MAKALAH sgd 3

d. Hipotensi jaringan organ non vital dan ginjal

2. Stadium intermediate.

a. MAP menurun lebih dari 20 mmHg

b. Kompensasi tak begitu lama untuk menyuplay oksigen

c. Hipoksia organ vital, organ lain mengalami anoxia, iskemik yang selanjutnya

menyebabkan sel – sel jaringan rusak dan mati dan ini mengancam jiwa

d. Koreksi dalam 1 jam (golden hour)

3. Irreversible Stage.

a. Anoxia jaringan dan kematian sel meningkat

b. Sel tersisa metabolisme anaerob

c. Terapi tidak efektif

E. Penatalaksanaan

1. Fluid volume deficit :

a. Terapi intravena (sesuai jenis shock) : Kristaloid (untuk mengembalikan cairan

elektrolit) : RL, ringer Acetat, Normosal

b. Kolloid (untuk mengembalikan volume plasma dan mengembalikan tekanan

osmotic) : WB, PRC, plasma (plasmanat, dekstran, dll).

2. Decrease Cardiac Output

Tujuan intervensi : Meningkatkan cairan vaskuler, Mendukung mekanisme

kompensasi klien, Mencegah komplikasi iskemia.

1) Therapi obat :

a. Meningkatkan venous return.

b. Memperbaiki kontraksi miokard.

c. Menjamin perfusi miokard yang adekuat :

- Vasoconstrictor agent : Dopamin, Epinephrine, NE, Vasopressin

- Agen yang meningkatkan kontraksi mokard : Dobutamin, Epinephrine,

Iso proterenol.

- Agen yang menambah perfusi miokard : Nitrogilserin, Nitropruside,

Isosorbid dinitrat

2) Therapi Oksigen

Page 20: MAKALAH sgd 3

3) Posisi

Penanganan shock berbeda-beda berdasarkan klasifikasinya. Berikut penanganan shock

berdasarkan parameter DO2/VO2

1) Protocol umum jika menggunakan PA cath (protocol vincent)

2) Proto

col

perioperative (protocol pearce)

Page 21: MAKALAH sgd 3

3) Protocol hipovolemik (protocol parillo)

Page 22: MAKALAH sgd 3

4) Protocol panduan untuk transfusi PRC

5) Protocol sepsis (protocol rivers)

5. Peningkatan tekanan intra cranial

A. Definisi

Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial

dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler,

2006). Menurut Morton, et.al tahun 2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15

Page 23: MAKALAH sgd 3

mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau

peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu

otak (sekitar 80% dari volume total),cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar

10%) (Joanna Beeckler, 2006). Monro–Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan

regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap (Morton, et.al, 2005). Selama total

volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor

harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan.

Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan

menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme kompensasi

yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau

arteriserebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak (Joanna Beeckler, 2006).

Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik seperti

radiografi tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak direkomendasikan karena

berisiko terjadinya herniasi batang otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal

lebih rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan cairan serebrospinal di lumbal tidak

selalu menggambarkan keakuratan tekanan cairan serebrospinal intrakranial

(Black&Hawks, 2005).

B. Indikasi dan Kontra Indikasi

a. Indikasi pemantauan TIK

Pedoman BTF (Brain Trauma Foundation) 2007 merekomendasikan bahwa TIK

harus dipantau pada semua cedera kepala berat (Glasgow Coma Scale/GCS 3-8

setelah resusitasi) dan hasil CT Scan kepala abnormal (menunjukkan hematoma,

kontusio, pembengkakan, herniasi dan penekanan sisterna basalis), TIK juga

sebaiknya dipantau pada pasien cedera kepala berat dengan CT scan kepala normal

jika diikuti dua atau lebih criteria antara lain usia>40 tahun, sikap motorik, dan

tekanan darah sistolik <90mmHg.

Indikasi pemantauan TIK menurut Smith,M. (2008) dalam Monitoring Intracranial

Pressure in Traumatic Brain Injury. International Research Society

No. Indikasi pemantauan TIK

1 Severe head injury

2 Intracerebral hemorrhage

Page 24: MAKALAH sgd 3

3 Subarachnoid hemorrhage

4 Hydrocephalus

5 Stroke

6 Cerebral edema

7 Central nervous system infections

8 Hepatic encephalopathy

b. Kontra indikasi pemantauan TIK

Tidak ada kontraindikasi absolut untuk memantau TIK, hanya ada beberapa

kontraindikasi relatif yaitu:

Koagulopati dapat meningkatkan risiko perdarahan pada pemasangan

pemantauan TIK. Bila memungkinkan pemantauan TIK ditunda sampai

International Normalized Ratio (INR), Prothrombin Time (PT) dan Partial

Thromboplastin Time (PTT) terkoreksi (INR < 1,4 dan PT < 13,5 detik). Pada

kasus emergensi dapat diberikan Fresh Frozen Plasma dan vitamin K.

Trombosit < 100.000/mm3

Bila pasien menggunakan obat anti platelet, sebaiknya berikan sekantong

platelet dan fungsi platelet dengan menghitung waktu perdarahan.

Imunosupresan baik iatrogenic maupun patologis juga merupakan

kontraindikasi relative pemasangan pemantauan TIK.

C. Penyebab

a. Tumor primer atau metastasis

b. Hemoragia otak

c. Hematoma subdural

d. Abses otak

e. Hidrosefalus akut

f. Nekrosis otak yang diinduksi oleh radiasi

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan pembuluh darah

dari jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada duramater yang sensitif dan

berbagai struktur dalam otak. Indikasi peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan

Page 25: MAKALAH sgd 3

penyebab naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari

peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan,

iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil,

kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung. Sakit kepala, mual, muntah,

penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK.

Cushing triad yaitu peningkatan tekanan sistolik, baradikardi dan melebarnya tekanan

pulsasi adalah respon lanjutan danmenunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan

hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks, 2005). Perubahan polanafas dari cheyne-stokes

ke hiperventilasi neurogenik pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik

menunjukkan kenaikan TIK.

6. Isi kotak P3K

SNI STANDARD. 1995TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN & PERALATAN

Tabel jumlah petugas K3, berdasarkan Jumlah Pekerja.

KATEGORI RESIKO

JUMLAH NAKERPETUGAS P3K

Resiko RendahToko, kantor/office, perpustakaan

         < 50 pekerja         diantara 50 dan 200 pekerja         > 200 pekera

Orang yang ditunjuk paling sedikit 1 (satu) orang. Paling tidak 1 (satu) orang untuk 200 pekerja.

Resiko MenengahTeknik ringan, Gudang/warehouse,Proses Makanan

         < 20 pekerja         diantara 20 dan 100 orang

pekerja         > 100 pekerja

Orang yang ditunjuk paling sedikit 1 (satu) orang.

Sedikitnya 1 (satu) orang untuk 100 pekerja.

A. Resiko TinggiIndustri berat, industri kimia, slaughter houses

         < 5 pekerja         diantara 5 dan 50 pekerja         > 50 pekerja

Orang yang ditunjuk paling sedikit 1 (satu) orang.

Sedikitnya 1 (satu) orang untuk 50 pekerja.

Sedikitnya 1 (satu) orang petugas P3K telah dilatih untuk kondisi darurat.

Page 26: MAKALAH sgd 3

Sumber: HSE (First Aid) ISBN 0-7176-0426-8

Jumlah Naker

Tempat Kerja Dg Sedikit Kemungkinan Terjadi Kecelakaan

Tempat Kerja Dg Ada Kemungkinan Terjadi

Kecelakaan

Tempat Kerja Dg Banyak Kemungkinan

Terjadi Kecelakaan

0 s/d 25Kotak P3K Bentuk IKotak P3K Bentuk I&IIKotak P3K Bentuk II

25 s/d 100IIIIII

100 s/d 500IIIIIIII + Kotak Dokter

> 500II Setiap 500 naker

III + Kotak DokterSetiap 500 naker Kotak

Dokter

IIISetiap 500 naker +

Kotak dokter

Daftar Isi Kotak P3K menurut bentuknya masing-masing:

- Kotak Bentuk I berisi:

         10 gram kapas putih

         1 rol pembalut gulung lebar 2.5 cm

         1 rol pembalut gulung lebar 5 cm

         1 pembalut segitiga (mitella)

         1 pembalut cepat steril/snelverband

         10 buah kassa steril ukuran 5x5 cm

         1 rol plester lebar 2.5 cm

         10 buah plester cepat (mis. Tensoplast, dll.)

         1 buah gunting

         1 buku catatan

         1 buku pedoman P3K

         1 daftar isi kotak P3K

Obat-obatan untuk Kotak P3K Bentuk I

         Obat pelawan rasa sakit (mis. Antalgin, Acetosai, dll)

         Obat sakit perut (mis. Paverin, enterovioform, dll)

         Norit

         Obat anti alergi

         Obat merah

         Soda Kue

         Obat tetes mata

         Obat gosok

- Kotak Bentuk II berisi:

Page 27: MAKALAH sgd 3

         50 gram kapas putih

         100 gram kapas gemuk

         3 rol pembalut gulung lebar 2.5 cm

         2 rol pembalut gulung lebar 5 cm

         2 rol pembalut gulung lebar 7.5 cm

         2 pembalut segitiga (mitella)

         2 pembalut cepat steril/snelverband

         10 buah kassa steril ukuran 5x5 cm

         10 buah kassa steril ukuran 7.5x7.5 cm

         1 rol plester lebar 1 cm

         20 buah plester lebar 1 cm

         20 buah plester cepat (mis. Tensoplast)

         1 bidal

         1 gunting pembalut

         1 buah sabun

         1 dos kertas pembersih (cleansing tissue)

         1 pinset

         1 lampu senter

         1 buku catatan

         1 buku pedoman P3K

         1 daftar isi kotak P3K

Obat-obatan untuk Kotak P3K Bentuk II

         Obat pelawan rasa sakit (mis. Antalgin, Acetosai, dll)

         Obat sakit perut (mis. Paverin, enterovioform, dll)

         Norit

         Obat anti alergi

         Soda Kue, garam dapur

         Merculochrom

         Obat tetes mata

         Obat gosok

         Salep anti histamimka

         Salep sulfa atau S.A. powder

         Boor zalif

         Sofratulle

         Larutan rivanol 1/10 500 cc

         Amoniak cair 25% 100 cc

- Kotak Bentuk III berisi:

         300 gram kapas putih

         300 gram kapas gemuk

         6 rol pembalut gulung lebar 2.5 cm

         8 rol pembalut gulung lebar 5 cm

         2 rol pembalut gulung lebar 10 cm

         4 pembalut segitiga (mitella)

         1 rol plester lebar 2.5 cm

         3 bidal

         1 gunting pembalut

         1 buah sabun

         2 dos kertas pembersih (cleansing tissue)

Page 28: MAKALAH sgd 3

         2 pembalut cepat steril/snelverband

         20 buah kassa steril ukuran 5x5 cm

         40 buah kassa steril ukuran 7.5x7.5 cm

         1 rol plester lebar 1 cm

         20 buah plester cepat (mis. Tensoplast)

         1 pinset

         1 lampu senter

         1 buku catatan

         1 buku pedoman P3K

         1 daftar isi kotak P3K

Obat-obatan untuk Kotak P3K Bentuk III sama dengan obat-obatan untuk Kotak P3K Bentuk II

Kotak Khusus Dokter berisi:

         1 set alat-alat minor surgery lengkap

         1 botol Alcohol 70% isi 100 cc

         1 botol Aquadest isi 100 cc

         1 botol Betadine solution 60 cc

         1 botol Lysol isi 100 cc

         5 spnit injection diskosable 2 ½ cc

         5 spnit injection diskosable 5 cc

         20 lidi kapas

         2 flakon ATS injection isi 100 cc (disimpan ditempat sejuk)

         5 flakon P.S. 4:½ atau 4:1 atau PP injectie

         Ampul morphine injectie

         3 ampul pethridine injectie

         2 flakon antihistamine injectie

         2 flakon anti panas injectie

         5 ampul adrenaline injectie

         1 flakon cartison injectie

         2 ampul cardizol injectie

         2 ampul aminophyline injectie

         10 sulfas atropine injectie 0.25 g

         10 sulfas atropine injectie 0.5 g

         5 ampul anti spascodik injectie

         2 handuk

         1 tempat cuci tangan

         1 mangkok bengkok

         1 buku catatan

         1 buku pedoman P3K

         1 daftar isi

Sumber: SNI-19-3994-1995

Menurut dr. Swee Yong Peng, instruktur P3K dan dokter di IAG HealthSciences Singapura

isi kotak P3K adalah:

Alat pelindung, seperti sarung tangan, celemek, masker

Alat-alat itu untuk melindungi penolong terhadap paparan dari luka yang akan ditangani.

Page 29: MAKALAH sgd 3

Alat pembersih, seperti alkohol, krim antiseptik atau antibiotik

Tujuannya, untuk membersihkan luka demi mengurangi risiko terjadi infeksi.

Kain kasa

agar luka tidak terpapar udara luar.

Perban atau perekat

untuk menutup luka setelah diberi kain kasa.

Obat pereda rasa sakit, seperti aspirin

untuk meringankan rasa sakit yang diderita korban secara cepat.

Obat antibiotik

untuk mengantisipasi demam atau gejala lanjutan akibat  luka

Gula batu atau permen manis

untuk meningkatkan kadar gula darah agar tubuh korban tidak lemas.

Iodin

untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pada luka.

Pinset atau kapas

untuk media pengantar obat cair.

Buku manual yang berisi fungsi dan cara penggunaan alat-alat di atas

Berdasarkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-15/MEN/VIII/2008. TENTANG

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT KERJA. ISI

KOTAK P3K:

Page 30: MAKALAH sgd 3

7. Carilah gambar atau video tentang bandage dan splinting

A. Prinsip Bandaging/pembalutan

Membalut merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai dengan baik oleh

dokter dan pemberi pelayanan kesehatan lainnya. Istilah pembalut merujuk pada aplikasi

secara luas maupun secara sempit pembalutan untuk tujuan terapeutik. Apapun

alasannya, perlu diingat bahwa jika tidak diterapkan dengan benar, membalut dapat lebih

cepat dan mudah menyebabkan injury. Tekanan pembalutan harus tidak melebihi tekanan

hidrostatik intravaskuler, jika membalut bertujuan untuk mengurangi pembentukan

oedema tanpa meningkatkan tahanan vaskuler yang dapat merusak aliran darah.

Tujuan dilakukan pembalutan antara lain:

a. Menahan bagian tubuh supaya tidak bergeser dari tempatnya

b. Menahan pembengkakan yang dapat terjadi pada luka

c. Menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar bagian itu tidak

bergeser

Page 31: MAKALAH sgd 3

d. Menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi

e. Melindungi atau mempertahankan dressing lain pada tempatnya

Macam alat pembalutan:

a. Mitella (pembalut berbentuk segitiga)

Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan

berbagai ukuran. Pnjang kaki antara 50-100cm. Pembalut ini dipergunakan pada

bagian kaki yang tebentuk bulat atau untuk menggantung bagian anggota badan

yang cedera. Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku,

telapak tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.

b. Dasi (mitella yang berlipat-lipat sehingga berbentuk seperti dasi)

Pembalut ini adalah mitella yang dilipat-lipat dari salah satu sisi segitiga agar

beberapa lapis dan berbentukseperti pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan

lebamya antara 5-10cm. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata,

dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis

dan kaki terkilir.

c. Pita (pembalut gulung)

Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan elastis.

Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena kassa mudah menyerap air,

darah dan tidak mudah bergeser ( Kendor).

Macam-macam pembalut dan penggunaannya :

Lebar 2,5 cm - Biasa untuk jari-jari

Lebar 5cm - Biasa untuk leher dan pergelangan tangan

Lebar 7,5 cm - Biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki

Lebar 10 cm - Biasa untuk paha dan sendi pinggul

Lebar >10-15cm - Biasa untuk dada, perut, dan punggung

d. Plester (pembalut berperekat)

Pembalut in untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang

terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang. Khusus untuk penutup luka,

biasa dilengkapi dengan obat anti septik

e. Pembalut yang spesifik

Page 32: MAKALAH sgd 3

Snelverband adalah pembalut pita yang sudah ditambah dengan kassa penutup

luka dan steril, baru dibuka pada saat akan dipergunakan, sering dipakai pada

luka-luka lebar yang terdapat pada badan.

Sufratulle adalah kassa steril yang telah direndam dengan obat pembunuh

kuman. Biasa dipergunakan pada luka-luka kecil

f. Kassa steril

Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil

yang sudah diberi obat-obatan ( antibiotik, antiplagestik). Setelah ditutup kassa itu

kemudian baru dibalut.

B. Prinsip splinting/pembidaian

Semua ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai yang

kaku untuk menjaga dan melindungi ekstremitas yang cedera. Pada patah tulang terbuka

atau luka lain, luka harus ditutup dulu dengan kassa, status vaskuler dan neurologis

ekstremitas tersebut harus diperiksa sebelum dan sesudah imobilisasi. Tujuan

immobilisasi : 1. Mengurangi nyeri 2. Mencegah gerakan fragmen tulang, sendi yang

cedera dan jaringan lunak yang cedera (ujung fragmen tulang yang tajam dapat

mencederai syaraf, pembuluh darah dan otot). 3. Mencegah fraktur tertutup menjadi

terbuka 4. Memudahkan transportasi 5. Mencegah gangguan sirkulasi pada bagian distal

yang cedera 6. Mencegah perdarahan akibat rusaknya pembuluh darah oleh fragmen

tulang 7. Mencegah kelumpuhan pada cedera tulang belakang.

MACAM-MACAM BIDAI/SPLINT 1. Rigid splint 2.. Pneumatic splint & gips 3.

Traction splint

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat, atau bahan lain yang kuat tetapi

ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak

bergerak (immobilisasi) memberikan istirahat, dan mengurangi rasa sakit. Sedangkan

prinsip pembidaian adalah : 1. Lakukan pembidaian di tempat dimana anggota badan

mengalami cidera 2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak

perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang 3. Melewati minimal dua sendi

yang berbatasan.

Syarat-syarat pembidaian

Page 33: MAKALAH sgd 3

(1) Siapkan alat-alat selengkapnya

(2) Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur

lebih dulu pada anggota badan korban yang tidak sakit

(3) Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor

(4) Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan

(5) Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang

patah

(6) Kalau memungkinkan, anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.

(7) Sepatu, gelang, jam tangan, dan alat pengikat perlu dilepas

GAMBAR

Gambar balutan pada cedera kepala

Gambar balutan pada trauma dada

Page 34: MAKALAH sgd 3

Gambar balutan pada luka laserasi pada lengan \ ketiak

Page 35: MAKALAH sgd 3

Gambar balutan pada luka amputasi

Gambar balutan mitela untuk menggantungkan lengan yang cedera

Page 36: MAKALAH sgd 3

Gambar bidai pada fraktur femur sinistra

Page 37: MAKALAH sgd 3

DAFTAR PUSTAKA

Argenta C Louis. Compartment syndromes in Basic science for surgeons. Saunders. Philadelphia. 2004. p : 143-4

Azar Frederick. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed 10th. Vol

3. Mosby. USA. 2003. p : 2449-57

Brunner and Suddarth.2002. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3. Jakarta: EGCDeLee C Jesse, Drez David. Compartment syndrome in DeLee & Drez`s orthopaedic sports

medicine. Ed 2nd. Vol 1. Saunders. USA. 2003. p : 13-4Lastiko Ae. 2013. Bab II Perdarahan Standar Kompetensi: Menjelskan Pada Siswa Konsep

Perdarahan. Diakses tanggal 5 Desember 2013. (http://www.academia.edu/3819369/BAB_III_Perdarahan_Standar_Kompetensi_Menjelaskan_pada_siswa_konsep_perdarahan)

Rasul Abraham. Compartment syndrome. Available at http://www.emedicine.com.

Price, A.S. & Wilson. L.M. (2002). Konsep klinis proses-proses penyakit. (ed 6). Jakarta: EGCSmeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical

nursing. (ed 8). (Agung waluyu, et al, Penerjemah). Philadelphia: Lippincott. (Buku asli diterbitkan 1996)