Makalah Semnas MIPA 2011 Siti Marwati_0

download Makalah Semnas MIPA 2011 Siti Marwati_0

of 9

description

makalah semnas

Transcript of Makalah Semnas MIPA 2011 Siti Marwati_0

  • Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,

    Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011

    K-1

    KESTABILAN WARNA EKSTRAK KUBIS UNGU (Brassica oleracea)

    SEBAGAI INDIKATOR ALAMI TITRASI ASAM BASA

    Siti Marwati

    Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

    Abstrak

    Kubis ungu merupakan tanaman penghasil warna yang dapat digunakan sebagai

    indikator alami titrasi asam basa. Zat warna dominan yang terdapat pada kubis ungu adalah

    antosianin. Penggunaan tumbuhan sebagai indikator alami titrasi asam basa mempunyai

    kelemahan diantaranya tidak awet dan terjadinya ketidakstabilan warna. Faktor-faktor yang

    mempengaruhi kestabilan warna ekstrak kubis ungu antara lain pH, temperatur, cahaya dan

    oksigen. Kestabilan warna berpengaruh pada tingkat kecermatan dan keakuratan hasil

    titrasi menggunakan indikator alami tersebut. Oleh karena itu agar kestabilan warna

    ekstrak kubis ungu sebagai indikator alami titrasi asam basa relatif tinggi maka indikator

    tersebut disimpan dalam bentuk larutan pada kondisi asam, dalam wadah gelap dan

    tertutup. Agar indikator tersebut dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama (kurang

    lebih 3 bulan) maka indikator tersebut disimpan pada temperatur 15 oC.

    Kata Kunci: kestabilan warna, kubis ungu, antosianin

    Pendahuluan

    Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.

    Kubis ungu (Brassica oleracea) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang banyak

    terdapat di Indonesia. Kubis ini mempunyai banyak manfaat karena mempunyai banyak

    kandungan antara lain vitamin A, B, C dan E, mineral kalium, kalsium, fosfor, natrium dan

    besi, serta mengandung antosinin. Adanya antosianin ini kubis ungu dapat menghasilkan

    warna yang khas. (Rut Pramesti, 2009)

    Kubis ungu mengandung antosianin yang berperan dalam berbagai warna merah

    dan biru pada tanaman (Harborn, J.B., 1987). Zat warna dari kubis ungu ini diperoleh

    dengan cara ekstraksi sehingga diperoleh ekstrak kubis ungu yang berwarna ungu. Ekstrak

    kubis ungu ini dapat dimanfaatkan sebagai indikator alami titrasi asam basa karena ekstrak

    kubis ungu dapat berubah warna pada setiap perubahan pH. Selama ini indikator yang

    digunakan dibuat secara sintesis dari bahan-bahan kimia, begitu pula dengan indikator

    asam basa. Sebenarnya indikator asam basa dapat dibuat dengan menggunakan bahan dari

    lingkungan sekitar. Prinsip indikator adalah bahan yang memberikan warna berbeda pada

    lingkungan asam dan basa. Pada umumnya bahan yang memiliki warna menyolok

    memiliki sifat memberikan warna yang berbeda pada kedua suasana asam dan basa.

    Hampir semua tumbuhan yang menghasilkan warna dapat digunakan

    sebagai indikator titrasi asam basa karena dapat berubah warna pada suasana asam dan

    basa. Masing-masing tumbuhan penghasil warna mempunyai karakter warna tertentu pada

    setiap perubahan pH. Penggunaan indikator alami dipengaruhi oleh beberapa faktor

    berkaitan dengan karakter berupa warna, trayek pH, tingkat kecermatan dan keakuratannya

    jika dibandingkan dengan penggunaan indikator komersial. Penggunaan bahan

  • Siti Marwati/ Kestabilan Warna Ekstrak

    K-2

    pengekstrak, cara mengekstraksi dan cara penyimpanan mempengaruhi karakter indikator

    alami. Bahan pengekstrak dan cara mengekstraksi akan berpengaruh pada warna ekstrak

    yang digunakan sebagai indikator alami sehingga tingkat keakuratannya juga akan

    berpengaruh. Cara penyimpanan akan berpengaruh pada kecermatan penggunaan indikator

    alami.

    Penggunaan tumbuh-tumbuhan penghasil warna sebagai indikator alami titrasi

    asam basa mempunyai kelemahan yang berkaitan dengan ketidakstabilan warna ekstrak

    yang digunakan sebagai indikator alami. Hal ini terjadi karena indikator alami tidak awet

    atau mudah rusak karena adanya pengaruh kondisi lingkungan. Oleh karena itu dalam

    kajian ini akan diulas tentang kestabilan warna ektrak kubis ungu sebagai indikator alami

    dengan meninjau pengaruh pH, suhu, cahaya dan udara lingkungan. Dengan mengetahui

    kestabilan warna dari ekstrak kubis ungu yang dipengaruhi oleh adanya pengaruh kondisi

    lingkungan maka dapat digunakan untuk merekomendasikan cara penyimpanan ekstrak

    kubis ungu sebagai indikator alami agar dapat digunakan dengan cermat dan akurat.

    Pembahasan

    Zat Warna Ekstrak Kubis Ungu

    Kubis ungu mengandung setidaknya 36 dari 300 macam atosianin yang berperan

    dalam berbagai warna merah dan biru. Molekul pigmen ini disimpan dalam sel-sel daun

    kubis ungu (Cabrita, L., 1999). Ketika terkena panas selama memasak atau proses

    perebusan, sel-sel yang mengandung antosianin terbuka, menyebabkan pigmen warna larut

    ke dalam pelarut misalnya dalam hal ini air dan menghasilkan warna ungu. Hal inilah yang

    disebut sebagai ekstrak kubis ungu yang dapat langsung digunakan sebagai indikator alami

    titrasi asam basa.

    Warna ekstrak kubis ungu dipengaruhi oleh bahan pengekstrak dan cara

    mengekstraksinya. Kubis ungu yang diekstrak dengan aquades suhu 100 oC dan

    ditempatkan pada botol gelap tertutup serta dibiarkan selama 24 jam menghasilkan warna

    ekstrak biru keunguan dan trayek pH 3,4 6 (Regina Tutik Padmaningrum, dkk, 2007). Kubis ungu yang diekstrak dengan menggunakan campuran metanol dan HCl pekat

    sebanyak 1 % ditempatkan pada botol gelap tertutup suhu 25 oC dapat menghasilkan

    warna ekstrak merah keunguan dan trayek pH 6,8 7,2 (Chigurupati, N.,dkk., 2002). Kubis ungu yang telah dikeringkan kemudian diekstrak dengan aquades suhu 100

    oC

    ditempatkan dalam botol gelap dan tertutup menghasilkan warna ektrak merah pekat dan

    trayek pH 8,8 10,7 (Candra Ajityas AS, 2010). Warna ekstrak yang berbeda-beda ini menunjukkan bahwa jenis antosianin yang berperanan dalam menghasilkan warna merah

    dan biru dipengaruhi oleh proses ekstraksinya.

    Pigmen warna berupa antosianin merupakan pewarna paling penting dan tersebar

    luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab

    hampir semua warna merah jambu, merah tua, lembayung, ungu dan biru dalam daun

    bunga, daun dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimiawi, semua antosianin merupakan

    turunan struktur aromatik tunggal yaitu sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen

    sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi

    atau glikosilasi (Cabrita, L., 1999). Secara kimiawi, antosianin adalah kelompok yang

    sangat beragam, terdapat sebanyak 550 senyawa berbeda yang dilaporkan pada awal 2006

    mengandung antosianin (Perisa, dkk, 2007).

  • Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,

    Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011

    K-3

    Antosianin dapat membentuk senyawa-senyawa turunannya yaitu antosianidin,

    sianidin, pelargonidin, petunidin, malvidin dan delfinidin. Antosianidin adalalah senyawa

    flavanoid secara struktur termasuk kelompok flavon. Glikosida antosianidin dikenal

    sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani yaitu antho berarti bunga, dan

    kyanos berarti biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman

    yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah antosianidin,

    sianidin yang terjadi sekitar 80 % dari pigmen daun tumbuhan, 69 % dari buah-buahan dan

    50 % dari bunga (Diyar Salahudin Ali, 2009). Antosianidin merupakan aglikon yang

    terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum sampai

    saat ini adalah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh

    pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan dengan sianidin,

    sedangkan merah tua, lembayung dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang

    gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin. Gambar bentuk-bentuk strukstur

    antosianin dapat dilihat pada gambar 1.

    Gambar 1. Struktur Antosianin.

    (Cabrita, L.,1999)

    Gambar 1 menunjukkan bahwa warna tumbuhan yang disebakan karena adanya

    antosianin dapat bervariasi tergantung dari kondisi ekstraknya. Warna yang bervariasi

    disebabkan oleh bentuk struktur dari antosianin tersebut. Perubahan struktur tersebut

    dipengaruhi oleh jumlah gugus hidroksilnya. Gugus hidroksil yang terikat pada struktur

    antosianin ini dipengaruhi oleh pH. Hal inilah yang menyebabkan ekstrak kubis ungu dapat

    digunakan sebagai indikator alami titrasi asam basa karena ekstraktersebut dapat berubah

    warna seiring dengan perubahan pH.

    Pengaruh pH terhadap Kestabilan Warna Ekstrak Kubis Ungu

    Kubis ungu dapat digunakan indikator alami titrasi asam basa didasarkan oleh

    adanya perubahan warna pada setiap perubahan pH. Sebagai contoh warna ekstrak kubis

    ungu adalah merah pada pH 1, warna biru kemerahan pada pH 4, warna ungu pada pH 6,

  • Siti Marwati/ Kestabilan Warna Ekstrak

    K-4

    warna biru pada pH 8, warna hijau pada pH 12 dan warna kuning pada pH 13. Perubahan

    warna ini sesuai dengan perubahan warna pada antosianin untuk setiap perubahan pH

    (Harborn, J.B., 1987) dan (Aji Catur Murdiono, 2010).

    Karena kandungan utama zat warna pada kubis ungu berupa senyawa antosianin

    maka ditinjau mekanisme perubahan senyawa antosianin pada setiap perubahan pH dapat

    dilihat pada Gambar 2. Perubahan struktur ini menyebabkan perubahan warna pada setiap

    perubahan pH.

    Gambar 2. Perubahan Struktur Kimia Antosianin pada Setiap Perubahan pH

    (Harborn, J.B., 1987)

    Gambar 2 menunjukkan bahwa untuk reaksi pada pH yang semakin tinggi maka antosianin

    berada dalam kondisi terion sedangkan pada pH yang semakin kecil maka antosianin

    berada dalam kondisi netral. Gugus R dan R menunjukkan terjadinya pembentukan turunan dari antosianin. (Diyar Salahudin Ali, 2009).

    Secara umum antosianin mempunyai kestabilan yang rendah. Selain mempengaruhi

    warna, pH juga mempengaruhi stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam

    daripada dalam suasana basa ataupun netral. Pada suasana asam antosianin berada dalam

    bentuk garam flavilium yang lebih stabil sedangkan pada pH semakin besar warna ekstrak

    kubis ungu menjadi memudar dan berubah menjadi warna biru (Parisa, dkk, 2007). Warna

    biru pada suasana basa ini akan dapat berubah warna menjadi hijau setelah didiamkan

    dalam botol gelap dan tertutup selama 8 menit (Candra Ajityas AS, 2010). Pada umumnya,

    zat-zat warna distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang sesuai. Jika zat warna

    tersebut memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer asetat, demikian

    pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus distabilkan dengan larutan

    buffer yang sesuai.

    Pengaruh Suhu terhadap Kestabilan Warna Ekstrak Kubis Ungu

    Kestabilan warna ekstrak kubis ungu yang didominasi oleh adanya antosianin

    dipengaruhi oleh suhu. Laju degradasi warna antosianin bertambah selama proses ekstraksi

    dan penyimpanan jika terdapat perubahan suhu. Pengaruh suhu pada pH rendah (2 - 4)

    menyebabkan terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosida pada antosianin. Ketidakstabilan

    warna ekstrak kubis ungu akibat adanya pengaruh suhu terlihat munculnya warna coklat

    pada ekstrak tersebut. Pengaruh suhu pada pH yang tinggi menyebabkan terbentuknya

  • Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,

    Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011

    K-5

    struktur intermediet dari antosianin sehingga warna ekstrak kubis ungu kurang stabil jika

    dibandingkan kondisi ekstrak pada pH dan suhu yang rendah (Rein, 2005).

    Secara umum, pengaruh suhu terhadap kestabilan warna ekstrak kubis ungu sama

    seperti halnya pada pengaruh pH. Terjadinya ketidakstabilan warna karena terjadi

    perubahan struktur dari antosianin sehingga menghasilkan warna yang berbeda. Sebagai

    contoh, pelargonidin lebih stabil pada suhu 100 oC daripada petunidin dan petunidin lebih

    stabil daripada malvidin. Dari beberapa studi tentang pengaruh suhu terhadap kestabilan

    warna antosianin dari berbagai ekstrak tumbuhan berwarna ternyata antosianin pada kubis

    ungu paling stabil jika dibandingkan dengan ekstrak srawbery dan anggur (Atoe E. L. dan

    Von Elbe J. H., 1981).

    Faktor suhu sebenarnya dapat memberikan efek positif terhadap antosianin. Faktor

    suhu sangat penting pada perubahan struktur antosianin selama proses penyimpanan.

    Kandungan antosianin dapat stabil jika disimpan pada suhu rendah, sebagai contoh warna

    ekstrak strawberi dapat stabil selama 8 hari jika disimpan pada suhu 0 oC dan ekstrak kubis

    ungu dapat bertahan selama 3 bulan jika disimpan pada suhu 15 OC (Wang dan Strech,

    2001).

    Pengaruh Cahaya terhadap Kestabilan Warna Ekstrak Kubis Ungu

    Cahaya merupakan energi yang dibutuhkan untuk biosentesis antosianin dan juga

    dapat mempercepat proses degradasi antosianin. Pengaruh cahaya terhadap kestabilan

    warna ekstrak kubis ungu juga memberikan perubahan warna dari ekstrak tersebut. Sebagai

    contoh ekstrak kubis ungu mempunyai warna yamg paling stabil jika disimpan di dalam

    botol gelap atau di ruang gelap. Pada penyimpanan ekstrak kubis ungu selama 24 jam dan

    terkena cahaya, pada suhu kamar serta pH 2,3 terjadi pengurangan intensitas warna sebesar

    30 % sedangkan jika ditempatkan pada ruangan terbuka yang terkena langsung dengan

    cahaya matahari terjadi pengurangan intensitas warna sebesar 50 %. Jika ekstrak kubis

    ungu terkena cahaya fluoresen maka terjadi pengurangan intensitas warna sebesar 70 %

    (Kearsley dan Rodriguez, 1981)

    Degradasi antosianin akibat pengaruh cahaya sama dengan degradasi antosianin

    karena pengaruh suhu. Terjadinya perubahan intensitas warna dari ekstrak kubis ungu

    akibat pengaruh suhu menyebabkan terjadinya perubahan warna akibat terjadinya

    perubahan struktur dari antosianin khususnya pada saat antosianin berada dalam bentuk

    terion.

    Pengaruh Udara (Oksigen) terhadap Kestabilan Warna Ekstrak Kubis Ungu

    Udara dalam hal ini diasumsikan sebagai komponen utamanya berupa oksigen

    berpengaruh terhadap kestabilan warna antosianin khususnya pada ekstrak kubis ungu.

    Adanya oksigen dapat memberikan pengaruh munculnya perubahan suhu maupun

    perubahan pH sehingga adanya oksigen ini juga akan menyebabkan terjadinya perubahan

    warna ekstrak kubis ungu.

    Zat warna antosianin yang terdapat pada kubis ungu tidak stabil dengan adanya

    oksigen. Adanya oksigen ini menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi antara antosianin

    dengan oksigen yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur antosianin dengan

    ditandai terjadinya pengurangan intensitas warna atau terbentuknya warna coklat dari

    ekstrak kubis ungu yang dibiarkan pada udara terbuka. Selain terjadinya reaksi oksidasi

  • Siti Marwati/ Kestabilan Warna Ekstrak

    K-6

    dengan oksigen terjadi pula reaksi dengan radikal oksigen misalnya peroksiradikal, hal

    inilah yang menyebabkan antosianin juga mempunyai aksi sebagai antioksidan (Jackman

    et al, 1987). Agar tidak terjadi reaksi dengan oksigen maka ekstrak kubis ungu harus

    disimpan dalam botol tertutup untuk menghindari kontak dengan oksigen yang terdapat

    pada udara lingkungan.

    Penutup

    Berdasarkan hasil kajian ini menunjukkan bahwa kestabilan warna ekstrak kubis

    ungu sebagai indikator alami dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pH, suhu,

    cahaya dan udara. Adanya faktor-faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan

    struktur dari antosianin sebagai zat warna dominan pada ekstrak kubis ungu. Adanya

    perubahan struktur antosianin mengakibatkan terjadinya perubahan warna sehingga

    kestabilan warna ekstrak kubis ungu akan berubah. Kestabilan warna ekstrak kubis ungu

    akan berpengaruh pada tingkat kecermatan dan keakuratan penggunaannya sebagai

    indikator alami titrasi asam basa. Agar kestabilan warna ekstrak kubis ungu sebagai

    indikator alami titrasi asam basa relatif tinggi maka indikator tersebut disimpan dalam

    bentuk larutan pada kondisi asam, dalam wadah gelap dan tertutup. Agar indikator tersebut

    dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama (kurang lebih 3 bulan) maka indikator

    tersebut disimpan pada temperatur 15 oC.

    Daftar Pustaka

    Aji Catur Murdiono, (2010), Karakterisasi Trayek ph dan Spektruk Absorpsi Ekstrak Kubis

    Ungu Segar (Brassica oleracea) sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa,

    Laporan Penelitian, FMIPA UNY: Yogyakarta

    Attoe EL, Von Elbe JH., (1981), Photochemical Degradation of Betanine and Selected

    Anthocyanins. J Food Sci 46: 1934-1937.

    Cabrita L. (1999). Analysis and stability of anthocyanins. [dissertation].University of

    Bergen, Department of Chemistry, Bergen.

    Candra Ajityas Anggit Saputra, (2010), Karakterisasi Trayek ph dan Spektruk Absorpsi

    Ekstrak Kubis Ungu Kering (Brassica oleracea) sebagai Indikator Alami Titrasi

    Asam Basa, Laporan Penelitian, FMIPA UNY: Yogyakarta

    Chigurupati, N., Saiki, L., Geyser, C., Dash, K.A., (2002), Evaluation of Red Cabbage Dye

    as A Potential Natural Color for Pharmaceutical use, International of Journal

    Pharmaceutical 2002 July 25; 241(2): 293-299

    Diyar Salahudin Ali, (2009), Identification of an Anthocyanin Compound from Strawberry Fruits then Using as An Indicator in Volumetric Analysis, Journal of Family Medicine, Vol 7 Issue

    7

    Harborne J.B., (1987), Phytochemistry Methods, John Wiley and Sons: New York

    Jackman RL, Yada RY, Tung MA, Speers RA. (1987). Anthocyanins as food colorants - a

    review. Journal of Food Biochem 11: 201-247

  • Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,

    Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011

    K-7

    Kearsley MW, Rodriguez N. (1981). The stability and use of natural colors in foods:

    anthocyanin, -carotene and riboflavin. Journal of Food Technology 16: 421-431.

    Parisa, S., H. Reza, G. Elham and J. Rashid, (2007). Effect of heating, UV irradiation and

    pH on stability of the anthocyanin copigment complex. J. Biol. Sci., 10: 267-272.

    Regina Tutik Padmaningrum dan Das Salirawati, (2007), Pengembangan Prosedur

    Penentuan Kadar Asam Cuka secara Titrasi Asam Basa dengan Berbagai Indikator

    Alami(Sebagai Alternatif Praktikum Titrasi Asam Basa di SMA, Laporan Penelitian,

    FMIPA UNY: Yogyakarta.

    Rein., M., (2005), Copygment Reaction and Stability of Berry Anthocyanin, Desertation,

    University of Helsinki.

    Rut Pramesti, (2009), Pemanfaatan Kubis Ungu (Brassica oleracea) sebagai Detektor

    Kadar Asam pada Limbah Tekstil, [online] www.docstoc.com, diakses 10 Maret

    2010

    Wang SY, Stretch AW. (2001). Antioxidant capacity in cranberry is influenced by cultivar and

    storage temperature. J Agric Food Chem 49: 969-974.

  • Siti Marwati/ Kestabilan Warna Ekstrak

    K-8

  • Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,

    Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011

    K-9