Makalah Ranap Juned

69
MAKALAH FRAKTUR DENTOALVEOLAR MATA KULIAH : Pelayanan Asuhan Rawat Inap PEMBIMBING : Siti Salamah, S.SiT, M.Kes

description

rawat inap

Transcript of Makalah Ranap Juned

Page 1: Makalah Ranap Juned

MAKALAH FRAKTUR DENTOALVEOLAR

MATA KULIAH : Pelayanan Asuhan Rawat InapPEMBIMBING : Siti Salamah, S.SiT, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI2015

Page 2: Makalah Ranap Juned

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Tujuan dari

makalah ini adalah pertama untuk memenuhi tugas mata kuliah Yansuh Rawat

Inap. Proses penulisan menggunakan sumber data baik dari textbook, jurnal,

skripsi, maupun internet. Penulis mohon maaf, apabila dalam pembuatan makalah

ini terdapat banyak kesalahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

ii

Page 3: Makalah Ranap Juned

iii

Page 4: Makalah Ranap Juned

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................2

2.1 Definisi Traumatic Injuri...............................................................................6

2.2 Etiologi...........................................................................................................6

2.3 Insidensi.........................................................................................................7

2.4 Klasifikasi......................................................................................................8

2.5 Tanda – Tanda Klinis Fraktur Dentoalveolar..............................................12

2.6 Perawatan/ Penanggulangan Trauma Secara Umum...................................12

2.7 Perawatan segera.........................................................................................16

2.8 Perawatan fraktur Mahkota dan Akar..........................................................17

2.9 Avulsi Gigi dan Prosedur Perawatan...........................................................26

2.10 Alat Restorasi Semi Tetap..........................................................................29

2.11 Penanggulangan Gigi Sulung yang Terkena Trauma................................31

2.12 Macam-Macam Alat untuk Stabilisasi Fraktur Stabilisasi Dentoalveolar. 34

BAB IV..................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41

iv

Page 5: Makalah Ranap Juned

v

Page 6: Makalah Ranap Juned

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma pada gigi adalah salah satu pemasalahan kedokteran gigi yang

banyak didapat pada anak dan dewasa dan setiap dokter gigi harus siap mengatasi

dan merawatnya. Trauma pada gigi harus selalu dianggap sebagai tindakan

darurat . Trauma gigi menjadi masalah yang serius pada kesehatan masyarakat

karena dapat menimpa sepertiga pasien anak dan remaja .

Trauma pada gigi dan jaringan pendukungnya sering tejadi pada

pasien trauma. Keterlibatan trauma orofasial diperkirakan sekitar 15 % dari

semua pasien emergensi, dan 2% dari kasus tersebut melibatkan trauma

dentoalveolar. Cedera yang terjadi dapat hanya mengenai gigi dan struktur

pendukungnya saja seperti pada seorang anak yang terjatuh, ataupun dapat

juga berhubungan dengan cedera multisistim, seperti yang terjadi pada

kecelakaan kendaraan bermotor. Cedera dentoalveolar biasanya terjadi

karena seseorang terjatuh, kecelakaan di taman bermain, penganiayaan,

kecelakaan sepeda, kecelakaan sepeda motor, dan kecelakaan

olahraga.Deteksi dan pengobatan dini dapat meningkatkan kelangsungan

hidup dan fungsi dari gigi tersebut.

Sekitar 82% gigi yang mengalami trauma adalah gigi-gigi maksiler.

Fraktur gigi maksiler tersebut 64% adalah gigi incisivus sentral, 15%

incisivus lateral, dan 3% caninus. Fraktur dentoalveolar pada umumnya

1

Page 7: Makalah Ranap Juned

terjadi pada kelompok usia anak, remaja, dan dewasa muda dengan rasio

laki-laki terhadap perempuan 2-3 : 1. 2 Pemeriksaan klinis pada fraktur

dentoalveolar meliputi kemungkinan adanya luka pada bibir dan umumnya

terjadi edema dan echymosis. Pada pemeriksaan gigi dan alveolus

kemungkinan terdapat laserasi, echymosis dari pada gingival dan perubahan

bentuk dari pada alveolus. Selain itu pada saat palpasi hati-hati pada saat

memeriksa bibir. Pemeriksaan pada bibir berguna untuk mengetahui apakah

ada benda asing atau gigi di dalam jaringan tersebut. Palpasi pada alveolus

berfungsi untuk merasakan perubahan bentuk tulang-tulang, dan kadang-

kadang terdapat krepitasi.

Definisi trauma adalah cedera, atau kerugian psikologis atau emosional

(Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002), bersifat cepat, mendadak, tidak

terduga, dan dapat dibedakan menjadi dua kategori, trauma yang disebabkan

cedera intensional dan nonintensional. Cedera intensional contohnya adalah

pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga (kdrt), perang, dan cedera lain yang

ada hubungannya dengan tujuan seseorang atau kelompok orang, sedangkan

cedera nonintensional adalah kecelakaan domestik, seperti karena olahraga,

kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, dan cedera lain yang tidak ada

hubungannya dengan tujuan seseorang atau kelompok orang.Trauma

dentoalveolar dapat mengakibatkan cedera jaringan keras dan lunak. Manifestasi

trauma pada jaringan keras dapat mengakibatkan fraktur dentoalveolar. Fraktur

dentoalveolar dapat berupa fraktur pada jaringan keras gigi tersebut atau dapat

juga pada tulang pendukungnya. Cedera yang berakibat pada tulang pendukung

2

Page 8: Makalah Ranap Juned

biasanya disebut luksasi. Insidensi kasus luksasi lebih banyak terjadi pada anak

karena sifat jaringan pendukung atau tulang yang menopang akar gigi lebih

berongga dan rasio antara akar dan mahkotanya lebih kecil dibandingkan dengan

gigi permanen. Pasien trauma pada anak berbeda dengan orang dewasa meskipun

memiliki luka yang serupa.

Pasien anak memiliki kemampuan penyembuhan cepat dan komplikasi

yang minimal karena vaskularisasi yang baik dari wajah dan kemampuan

pertumbuhan yang merupakan sifat pada anak untuk beradaptasi. Pemulihan

jaringan orofasial yang rusak dapat dimaksimalkan dan hilangnya fungsi dapat

diminimalkan . Cedera pada wajah karena trauma berpengaruh pada pertumbuhan

dan perkembangan pasien anak. Hal ini membuat tindak lanjut penanganan jangka

panjang perlu diperhatikan (Thaller and McDonald, 2004). Selain itu, trauma gigi

pada anak dapat enyebabkan intrusi gigi sulung ke folikel benih gigi permanen,

semua jaringan odontogenik terpengaruh dan mahkota dapat mengalami dilaserasi

(Flores, 2007).

Insidensi trauma pada gigi anak, khususnya gigi susu antara 4%-33%,

berkisar antara 31% sampai 40% pada anak laki-laki dan 16% sampai 30% pada

anak perempuan (Welbury, 2005). Trauma meningkat pada usia 2-4 tahun ketika

anak sedang belajar merangkak, berdiri, dan berjalan. Kasus ini pun banyak

terjadi pada usia 8-10 tahun ketika anak-anak sudah mulai melakukan banyak

aktivitas di sekolahnya (Cameron and Widmer, 2008). Andreasen mengatakan

bahwa trauma pada gigi akan menjadi ancaman yang cukup signifikan sama

3

Page 9: Makalah Ranap Juned

halnya dengan karies atau penyakit periodontal pada masa yang akan datang (Von

Arx, 2005).

Kejadian trauma gigi dapat menjadi penting dalam dunia kesehatan

masyarakat, bukan hanya karena insidensinya yang relatif tinggi dan pengaruh

terhadap tumbuh kembangnya, tetapi juga dapat berimplikasi pada kehidupan

sehari-hari anak tersebut. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dari segi

fisik maupun psikis jika tidak dirawat dengan baik. Anak tersebut akan merasa

nyeri, sulit untuk tertawa dan tersenyum. Keadaan ini dapat memengaruhi

hubungannya dengan teman dan lingkungan sekitar. Hal ini akan memengaruhi

kualitas hidup anak tersebut (Traibert, et al., 2003). Trauma seringkali

menimbulkan permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan yang juga

meliputi fungsi dan estetika. Penanganan yang benar dan cepat pada kasus ini

akan meningkatkan keberhasilan perawatan.

Perawatan pada kasus fraktur dentoalveolar terbagi menjadi beberapa

tahap, di antaranya perawatan darurat dan perawatan definitif. Salah satu tahap

pada perawatan definitif yaitu reposisi dan fiksasi gigi yang terkena trauma.

Tindakan ini menggunakan alat stabilisasi yang bertujuan untuk menjaga agar

retakan, patahan, atau pergeseran gigi dapat dipertahankan pada posisi normal.

Alat stabilisasi yang baik diupayakan sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangan gigi anak. Proses penyembuhan tulang pada anak lebih cepat

dibandingkan pada usia dewasa sehingga penggunaannya pun akan berbeda

(Fonseca, 2005).

4

Page 10: Makalah Ranap Juned

Psikis anak juga harus dipertimbangkan dalam hal pemilihan alat

stabilisasi ini. Karakteristik anak yang lebih banyak bergerak, kurang kooperatif,

dan kurang nyaman dengan dokter gigi akan mempersulit penanganan fraktur

dentoalveolar ini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana etiologi terjadinya trauma dento alveolar

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini yaitu:

1. agar pembaca dapat mengetahui pengertian dari trauma dento alveolar

2. agar pembaca dapat mengetahui penyebab trauma dento alveolar

3. agar pembaca dapat mengetahui gejala trauma dento alveolar

4. agar pembaca dapat mengetahui bagaimana pengobatan dari trauma

dentoalveolar

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan disusunnya makalah trauma dento alveolar , kita diharapkan

sebagai perawat dapat mengetahui tentang etiologi, patofisiologi, dan juga dapat

lebih tepat dalam mendiagnosa maupun memberikan terapi pada penderita yang

trauma dento alveolar banyak terjadi disekitar kita.

Dalam makalah dijelaskan mengenai definisi traumatic injuri, etiologic,

insidensi, klasifikasi, tanda-tanda klinis, perawatan/penanggulangan trauma secara

umum, perawatan segera, perawatan fraktur mahkota/gigi, avulsi gigi dan

perawatannya/replantasi, alat restorasi semi tetap, penanggulangan gigi sulung

5

Page 11: Makalah Ranap Juned

yang terkena trauma, serta macam-macam alat stabilisasi untuk fraktur

dentoalveolar.

Pemahaman mengenai fraktur dentoalveolar dasar ini tentunya sangat

berguna dalam kehidupan kita sehari-hari baik sebagai dokter gigi maupun dalam

profesi lain karena kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja dan dimana

saja sehingga diperlukan pengetahuan mengenai hal-hal tersebut.

6

Page 12: Makalah Ranap Juned

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Traumatic Injuri

Menurut MedicalDictionary.com, Injuri adalah luka atau trauma;

gangguan atau terluka; biasanya diterapkan untuk kerusakan yang ditimbulkan

pada tubuh dari gaya luar sedangkan traum merupakan suatu gangguan baik itu

fisik maupun mental. Traumatic injury merupakan suatu kata yang

menggambarkan suatu injuri fisik dengan onset yang cepat dan parah sehingga

dibutuhkan pertolongan medis yang cepat.

Fraktur yang menjadi judul dari makalah ini dpaat diartikan sebagai suatu

patahan. Fraktur dentoalveolar merupakan suatu injuri yang melibatkan patahnya

struktur dentoalveolar. Fraktur dentoalveolar berarti mencakup fraktur gigi dan

juga fraktur alveolar biasanya disebabkan oleh kecelakaan yang nanti akan

dibahas lebih lanjut.

2.2 Etiologi

Etiologi dari fraktur itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu ekstrinsik dan

intinsik. Fraktur paling sering disebabkan oleh kecelakaan ketika sedang

berkendara dan juga kekerasan di seluruh dunia. Tetapi bisa juga disebabkan

karena kecelakaan kerja, aktivitas olahraga, jatuh dan sebagainya. (Balaji : 2007)

7

Page 13: Makalah Ranap Juned

Penyebab ekstrinsik antara lain direct violence (fraktur pada bagian yang

terkena), indirect violence (fraktur karena trasmisi dari yang terkena), bending

forces, torsional forces, compression forces, dan shearing forces. (Balaji : 2007)

Penyebab Intrinsik dapat disebabkan karena lemah secara intrinsic dari

tulang tanpa adanya force of impact. Fraktur patologis terjadi karena penyakit

sistemik atau dari tulang itu sendiri memiliki sistem yang abnormal sehingga

dapat menyebakan fraktur. (Balaji : 2007)

2.3 Insidensi

Menurut Peterson, injuri dentoalveolar sering terjadi pada populasi anak-

anak, remaja dan dewasa. Pada anak penyebab utama injuri adalah terjatuh. Pada

skala besar, kurang lebih 5% balita pernah mengalami fraktur wajah. Andreasen

melaporkan bahwa trauma paling sering terjadi pada anak usia 2 sampai 4 tahun

dan 8 samapai 10 tahun. Secara keseluruhan 11-30% merupakan anak dengan

primary dentition sedangkan permanent dentition memiliki insidensi 5-20%.

Pada anak anak dan remaja biasanya disebabkan oleh olahraga dan

playground activities. Kenyataannya sepertiga dari trauma dental disebabkan oleh

kecelakaan pada saat berolahraga. Penggunaan mouthguard dan helm yang

memadai dapat mengurangi injuri karena olahraga.

Kekerasan pada anak menjadi penyebab signifikan lainnya yang sering

menyebabkan trauma dentolaveolar. Pada tahun 200 sekitar 879.000 anak

mengalami kekerasan anak. 19,3% mengalami kekerasan anak secara fisik.

Trauma pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh kecelakaan berkendara,

olahraga, berkelahi, kecelakaan kerja, iatrogenic, dsb.

8

Page 14: Makalah Ranap Juned

Kelompok yang memiliki resiko besar terhadap trauma ini adalah orang

orang pecandu alcohol sebagai suatu faktor kebiasaan. Kelompok lainnya adalah

orang dengan penyakit kejang, gangguan mental, dan orang yang memiliki

maxiofacial abnormal sejak lahir.

2.4 Klasifikasi

WHO (World Health Organization) telah memiliki klasifikasi tersendiri

dengan menggunakan International Classification of Disease Code. Klasifikasi ini

dapat diapliaksikan pada gigi sulung dan gigi tetap. Injuri pada gigi dan jaringan

pendukungnya dibagi menjadi jaringan dental, pulpa, jaringan periodontal, dan

tulang pendukungnya seperti ini;

a. Jaringan gigi dan pulpa

o Infraksi Mahkota, retaknya mahkota tanpa kehilangan

jaringan mahkota

o Fraktur mahkota yang meliputi enamel atau dentin tanpa

melibatkan akar

o Fraktur mahkota meliputi terbukanya pulpa

o Fraktur mengenai enamel, dentin, dan cementum tanpa

terbukanya pulpa

o Fraktur akar meliputi dentin dan cementum menyebabkan

terbukanya pulpa

9

Page 15: Makalah Ranap Juned

b. Injuri pada jaringan periodontal

o Concussion: tidak ada perpindahan gigi tetapi ada reaksi

bila di perkusi

o Subluksasi : Kegoyangan abnormal tetapi tidak ada

perpindahan gigi

o Luksasi ekstrusif : disebut juga partial avulsi, perpindahan

gigi sebagian dari soket

o Luksasi lateral : perpindahan kea rah aksial disertai fraktur

soket alveolar

o Luksasi intrusive : perpindahan kea rah tulang alveolar

disertai fraktur soket alveolar

o Avulsi : gigi lepas dari soketnya

10

Page 16: Makalah Ranap Juned

c. Injuri pada tulang

o Pecahnya dinding soket alveolar mandibular atau maksila :

hancur dan tertekan soket alveolar, ditemukan pada cedera

intrusive dan lateral luksasi

o Fraktur dinding soket alveolar mandibular atau maksila :

fraktur yang terbatas pada fasial atau lingual/palatal dinding

soket

o Fraktur processus alveolar mandibular atau maksila :

fraktur prosesus alveolar yang dapat melibatkan soket gigi

o Fraktur mandibular atau maksila : dapat atau tidak

melibatkan soket alveolar

Klasifikasi menurut Ellis

11

Page 17: Makalah Ranap Juned

a. Klas I : tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau

tanpa perubahan tempat, menunjukkan luka kecil dengan chipping

kasar

b. Klas II : fraktur mengenai

dentin dan belum mengenai

pulpa dengan atau tanpa

memakai perubahan tempat.

Pasien mulai peka dengan

sentuhan dan udara

c. Klas III : Fraktur mahkota

dengan pulpa terbuka dengan

atau tanpa perubahan tempat

d. Klas IV : gigi mengalami

trauma sehingga menjadi non

vitcal dengan atau tanpa

hilangnya struktur mahkota

e. Klas V : Hilangnya sebagian gigi akibat trauma

f. Klas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan mahkota atau

akar gigi

g. Klas VII : perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar

gigi

h. Klas VIII : fraktur mahkota sampai akar

i. Klas IX : fraktur pada gigi decidious

12

Page 18: Makalah Ranap Juned

2.5 Tanda – Tanda Klinis Fraktur Dentoalveolar

Tanda-tanda klinis fraktur alveolar diantaranya adalah adanya kegoyangan

dan pergeseran beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan

vermilion bibir, serta adanya pembengkakan atau luka pada dagu. Untuk

menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan klinis yang teliti dan pemeriksaan

Radiografi .

Tanda-tanda klinis lainnya dari fraktur alveolar yaitu adanya luka pada

gingiva dan hematom di atasnya, serta adanya nyeri tekan pada daerah garis

fraktur. Pada kasus ini fraktur alveolar mungkin terjadi karena adanya trauma

tidak langsung pada gigi atau tulang pendukung yang dihasilkan dari pukulan atau

tekanan pada dagu. Hal ini biasa terlihat dengan adanya pembengkakan dan

hematom pada dagu serta luka pada bibir

2.6 Perawatan/ Penanggulangan Trauma Secara Umum

1. Kondisi Saluran Pernapasan

Pasien yang mengalami trauma orofasial harus diperhatikan benar-

benar mengenai pernapasannya. Tindakan pertama adalah aspirasi darah,

pengambilan serpihan gigi atau protesa. Dasar dari usaha mempertahankan

jalan napas adalah dengan mengontrol perdarahan dari mulut/hidung dan

membersihkan orofaring. Gigi yang sangat goyang yang dikhawatirkan

akan terlepas sendiri, atau terhisap sebaiknya dicabut. Fraktur-fraktur

tertentu misalnya fraktur bilateral melalui region mentalis atau fraktur

maksilla dengan pergesaran ke arah posteroinferior menuju faring,

cenderung menyumbat saluran pernapasan. Jika fragmen symphysis

13

Page 19: Makalah Ranap Juned

mandibula bergeser ke posterior, maka dukungan ke arah anterior terhadap

lidah akan hilang, sehingga mengakibatkan kolaps lidah ke arah posterior

(ke faring). Pergeseran maksilla kearah inferoposterior bias mengakibatkan

penyumbatan mekanis langsung pada orofaring. Lidah bias dikontrol

dengan melakukan penjahitan menggunakan benang sutera tebal pada

ujung lidah dan menahan lidah untuk tetap pada posisi anterior.

Keterlibatan maksila tidak mudah diatasi dan mungkin tergantung pada

reduksi dari fraktur, atau paling tidak pada imobilisasi sementara yang

dilakukan dengan jalan mengfiksasinya terhadap mandibula yang masih

utuh.

2. Sumbatan Jalan Napas yang Tertunda

14

Page 20: Makalah Ranap Juned

Sumbatan tertunda dari jalan napas bias disebabkan karena

pembengkakan atau edema lidah atau faring yang diakibatkan oleh

hematom sublingual, luka-luka lingual, menghisap udara panas atau

menelan bahan kausatik. Hematom bias menyebabkan elevasi dan

penempatan lidah ke arah posterior. Luka-luka dan luka bakar sering

menyebabkan terjadinya edema lidah yang besar dan juga menyebabkan

lidah tergeser kea rah posterior. Cedera pada saraf sering mempersulit

masalah yang sudah ada, yakni berupa gangguan dalam melakukan control

gerakan lidah. Apabila diperkirakan akan terjadi edema lingual atau

faringeal, maka penggunaan fiksasi maksilomandibular ditunda. Fiksasi

interdental yang kaku menyebabkan lidah tidak dapat diprotrusikan,

sehingga membuat lidah cenderung bergerak kea rah posterior dan

berakibat fatal. Apabila kondisi saluran pernapasan diragukan, bias

dilakukan pemasangan alat bantu pernapasan oro- atau nasofaringeal,

intubasi endotracheal dan tracheostomi pada kasus tertentu.

2. Perdarahan

Perdarahan yang menyertai trauma orofasial jarang berakibat fatal.

Penekanan, baik langsung dengan jari atau secara tidak langsung dengan

menggunakan kasa, bisa menghentikan sebagian besar kasus perdarahan

rongga mulut. Untuk membatasi perdarahan kadang-kadang diperlukan

klem dan pengikat pembuluh yang terlibat (biasanya a. maksillaris, a.

lingualis, a. karotis eksterna). Walaupun perdarahan yang tertunda jarang

menimbulkan masalah yang serius, tetapi karena diperlukan untuk

15

Page 21: Makalah Ranap Juned

tindakan bedah pada waktu selanjutnya, maka pada sebagian besar trauma

orofasial mayor harus dilakukan pemeriksaan golongan darah untuk

keperluan tranfusi.

3. Antibiotik

Terapi antibiotic profilaksisdiberikan berdasarkan pada kondisi

individu. Terapi ini diperuntukkan pada individu resiko tinggi, terutama

untuk pasien di mana daerah yang mengalami fraktur terbuka

(berhubungan dengan permukaan kulit atau mukosa) dan kemungkinan

besar terkontaminasi, atau apabila perawatan definitive harus ditunda.

4. Kontrol Rasa Sakit

Terapi untuk menghilangkan rasa sakit biasanya minimal, karena

pasien yang mengalami cedera yang relative berat, tidak terlalu menderita

seperti kelihatannnya. Karena analgesic narkotik cenderung menimbulkan

edema serebral dan menyulitkan penentuan tingkat kesadaran,

pemberiannya ditunda sampai pasien jelas mengalami cedera

kranioserebral. Pada mulanya obat-obatan narkotik untuk pemberian

intravena atau intramuscular sering digunakan. Namun selanjutnya,

kombinasi narkotik/ non narkotik mulai dapat diberikan secara oral dan

sering terdapat dalam bentuk cairan. Aplikasi dingin pada bagian yang

mengalami cedera bisa mengurangi ketidaknyamanan, dan sekaligus

mengontrol edema.

16

Page 22: Makalah Ranap Juned

5. Perawatan Pendukung

Karena pasien biasanya tidak bias makan secara normal, terapi

pendukung untuk pasien orofasial terdiri atas pemberian cairan yang

cukup. Di rumah sakit hal ini dilakukan dengan pemberian cairan

intravena (biasanya larutan elektrolit yang seimbang). Untuk perawatn di

rumah, maka pemberian cairan bias dilakukan lewat mulut. Pasien diberi

diet cairan, kadang ditambah dengan protein atau vitamin. Seringkali

pasien trauma orofasial harus berpuasa selama menunggu pembedahan.

2.7 Perawatan segera

Perawatan fraktur prosessus alveolar sebaiknya dilakukan 48-72 jam

sesudah kecelakaan, sering dilakukan dengan bantuan anestesi local, apabila

diperlukan bisa ditambahkan dengan sedasi yang sesuai.

Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah ada tidaknya pergeseran segmen,

adanya dikontinuitas lengkung rahang dan terjadi hambatan oklusi. Juga cedera

pada jaringan lunak diatasnya misalnya luka-luka atau hematom.

Penatalaksanaan :

1) Menenangkan pasien dan member sedative sesuai

2) Lakukan anestesi local biasanya sudah cukup, tetapi mungkin diperlukan

anestesi umum apabila anestesi local tidak berhasil, atau pada pasien yang

sangat takut

3) Gerakan segmen dengan jari dan periksa hubungan oklusalnya (reduksi)

4) Imobilisasi segemn pada posisi sudah di reduksi degan arch bar atau splint

17

Page 23: Makalah Ranap Juned

5) Perlu dipertimbangkan untuk melakukan fiksasi maksilo mandibular

apabila melibatkan segemn luas.

6) Teliti hubungan oklusi. Apabila mungkin, gigi pada segmen fraktur

dibebaskan dari oklusi apabila tidak digunakan fiksasi maksilomandibular

7) Resep obat untuk menghilangkan rasa sakit, kadang-kadang diperlakukan

antibiotic

8) Intruksikan pengaplikasian es pada bagian yang fraktur, dan pemberian

makanan lunak dan cair, serta hygiene mulut.

Jangan mencabut gigi pada segmen kecuali bila ada kemungkinan terjadi

avulsi atau aspirasi karena akan mengakibatkan hilangnya tulang dalam waktu

singkat. Dan jangan melakukan prosedur dimana harus membuka flap dan

mengangkat periosteum yang dapat mengakibatkan gangguan suplai darah yang

biasanya diikuti dengan resobsi atau nekrosis tulang.

2.8 Perawatan fraktur Mahkota dan Akar

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada beberapahal yang mampu

menyebabkan fraktur pada mahkota maupun pada akar, klasifikasikan pun sudah

diterangkan sebelumnya. Disini akan dibahas mengenai langkah-langkah

perawatan yang harus dilakukan untuk memperbaiki fraktur tersebut sehingga gigi

bisa berfungsi kembali dengan normal.

1. Fraktur Email

Yang dimaksud dengan fraktur email disini adalah fraktur tidak

mengenai jaringan gigi yang lebih dalam (dentin mauapun pulpa) namun

hanya sebagatas email. Sebenarnya kasus ini memiliki prognosis yang

18

Page 24: Makalah Ranap Juned

baik.. Namun tidak memungkinkan timbulnya pergeseran letak gigi

(luksasi). Perawatan yang dapat diberikan antara lain dengan

menghaluskan bagian email yang kasar akibat fraktur tersebut atau dengan

memperbaiki struktur gigi tersebut.

2. Fraktur Makhota dengan Pulpa Masih Tertutup

Fraktur ini mengenai jaringan gigi yang lebih dalam, tidak hanya

sebatas pada email namun juga sudah mengenai dentin namun pulpa masih

terlindungi. Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan

material komposit untuk mengembalikan struktur gigi atau dengan cara

yang lebih konservatiflagi yakni menempelkan kembali fragmen fraktur

tersbut pada jaringan gigi setelah sebelumnya dilakukan etsa asam dan

dengan bantuan bonding agent.

3. Fraktur Mahkota dengan Pulpa Terbuka

Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan

complicated, karena fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga

pulpa. Perawatannya pun agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua

kasus di atas. Hal lain yang harus diperhatikan saat menangani kasus ini

adalah maturasi gigi, ini penting untuk menentukan apakah apeks gigi

sudah menutup sempurna atau belum karena akan membedakan langkah

perawatan yang akan diberikan.

19

Page 25: Makalah Ranap Juned

1) Gigi dengan apeks yang masih terbuka

Kondisi ini sangat tidak memungkinkan dilakukan pulpektomi,

karena dinding akar masih tipis, vitalitas gigi harus tetap dipertahankan

demi kelangsungan hidup gigi selanjutnya. Hal yang bisa dilakukan pada

tahap ini adalah dengan melakukan pulpotomi dangkal dengan

formokresol. Tahap yang bisa dilakukan:

1. Anestesi lokal dan pemasangan isolator karet

2. Pembuangan jaringan pulpa bagian koronal samapi garis serviks

dengan bur bulat steril.

3. Kemudian lakukan irigasi dengan akuades steril atau garam

fisiologis (NaOCl) dan keringkan dengan cotton pellet steril.

4. Letakkan cotton pellet yang sudah diberi formokresol di atas sisa

jaringan pulpa (3 menit)

5. Setelah tiga menit, angkat dan letakkan adukan encer pasta Zn

oksid dan formokresol di atas jaringan pulpa.

20

Page 26: Makalah Ranap Juned

6. Tambahkan adukan kental semen ZOE

7. Tutup kavitas dengan semen Zn oksifosfat

8. Lakukan pemeriksaan radiografis selang 6 bulan samapi

penutupan apeks memungkinkan untuk dilakukan perawatan

saluran akar.

9. Namun ada jika ingin hasil restorasi yanglebih estetik dapt

dilakukan restorasi komposit, dengan tahapan:

1) Lakukan langkah a-c seperti di atas.

2) Diberikan pelapis CaOH

3) Tambahkan semen glass ionomer

4) lakukan restorasi komposit sesuai dengan aturan yang

berlaku.

Pada perawatan dengan CaOH ini , jika memungkinkan dilakukan

pembukaan gigi kembali sekitar 6-12 bulan kemudian untuk membuang

lapisan kalsium hidroksida dan menggantinya dengan material adhesif. Hal

ini dikarenakan CaOH adalah bahan yang semakin lama akan makin

terdisintegrasi. Pembongkaran kembali ini diharapkan dapat

meminimalisir kebocoran mikro yang nantinya akan menyebabkan adanya

rongga antarajembatan dentin yang baru dengan restorasi yang

menutupinya.

Lain halnya jika kita menggunakan MTA (mineral trioksid

agregat), jika menggunakan material ini maka tidak diperlukan

pembukaan gigi kembali setelah 6-12 bulan. Namun ada tahapan yang

21

Page 27: Makalah Ranap Juned

berbeda yakni, pengaplikasikan MTA harus pada keadaan gigi yang

lembab diletakkan sedikit demi sedikit pada pulpa lalu biarkan mengeras

selama 6-12 jam (tidak perlu ditutupi restorasi, pada saat ini pasien

diharapkan tidak menggunakan gigi tersebut). Setelah itu barulah

diberikan tambalan komposit.

2) Gigi dengan apeks yang sudah menutup sempurna

Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan

pulpektomi disertai dengan perawatan saluran akar. Perawatan saluran

akar biasanya dilakukan jika fraktur yang terjadi sudah mencapai daerah

margin ginggiva dan diperlukan pembuatan mahkota pasak dan inti.

Perawatan saluran akar tentunya akan sangat membantu sebagai tahap

persiapan.

Lain halnya jika fraktur dengan pulpa terbuka ini terjadi pada gigi

sulung. Ada dua hal yang diindikasikan yakni pencabutan dan pulpotomi.

Semua ini bergantung pada usia pasien, jika setengah bagian apeks sudah

resorpsi maka pemcabutan adalah indikasi utama namun jika akar belum

mengalami resorpsi bisa dilakukan perawatan saluran akar dengan pasta

OSE yang bisa diresopsi, mahkota yang fraktur kemudian bisa direstorasi

menggunakan komposit.

4. Fraktur Mahkota dengan pulpa nekrotik dan terbuka

Perawatan untuk kasus seperti ini juga dibedakan berdasarkan

keadaan di derah apeks, jika apeks sudah tertutup maka perawatannya

22

Page 28: Makalah Ranap Juned

sama seperti perawatan abses alveolar akut. Namun jika apeks masih

terbukamaka perawatan yang bisa dilakukan:

1) Perawatan seperti abses alveolar akut

2) Jika terjadi drainease maka biarkanterbuka dan pasien diminta

datang 5-7 hari kemudian

3) pada kunjungan berikutnya, dilakukan pembersihan saluranakar

4) Kemudian dikeringkan dengan kertas isap steril

5) Pasta campuran CaOH dan CMCP diletakkan di saluran akar

6) Penutupan kavitas dengan semen ZnOe dan Zn oksifosfat.

7) Pasien diminta datang 6 bulan kemudian untuk pemeriksaan klinis

dan radiografik.

5. Fraktur Akar

Farktur pada akar tidak selalu memerlukan perawatan saluran akar,

hal terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menempatkan kembali

segmen koronal dan distabilkan dengan splin selama kurang lebih 12

minggu. Kemudian pasien diminta datang untuk melakukan oemeriksaan

apakah fraktur sudah membaik serta mengetahui kevitalan pulpa.

1) Fraktur Sepertiga Serviks dengan Pulpa Nekrotik

Perawatan yang bisa dilakukan antara lain:

1. Melakukan anestesi lokal

2. Melepaskan segmen korona

3. Lakukan ginggivektomi dan alveoplasti agar akar terlihat

sehingga bisa dilakukan perawatan saluran akar dan

23

Page 29: Makalah Ranap Juned

preparasi untuk pasak dan mahkota.

2) Fraktur Sepertiga Tengah

Perawatan yang bisa dilakukan antara lain dengan stabilisasi

fragmen fraktur, implan endosseous atau pengambilan kedua

fragmen fraktur.

3) Stabilisasi fragmen fraktur

Kunjungan pertama

1. Penstabilan gigi dengna menggunakan splin

2. Preparasi kedua segmen saluran akar dan lakukan

pembersihan. Preparasi saluran akar dengan file

3. Tutup kavitas dengan cotton pellet dan semen ZnOE.

4. Pasien diminta datang 1-2 minggu kemudian.

Kunjungan kedua

1. Lakukan irigasi dan pembersihan saluran akar

2. Keringkan dengan kertas isap (paper point)

3. Pilih pin chrome-cobalt yang sesuai dengan panjang

saluran akar, dapat di cek dengan bantuan rontgen.

4. Jika letaknya sudah sesuai maka pada bagian pin kita beri

takik kira-kira pada bagian orifis agar bisa dipisahkan

ketika sementasi.

5. Sterilkan pin dan kemudian dimasukkan ke dalam saluran

akar dengan bantuan semen saluran akar, sambil ditekkan

ke arah apeks dilakukan pemutaran pin agarpatah pada

24

Page 30: Makalah Ranap Juned

bagian takik yang sudah dibuat.

6. Periksa kedudukan pin, jika sudah pas bisa dilakukan

restorasi tetap.

4) Penempatan implant endosseous

Pada perawatan jenis ini, diharapkan penyembuhan

akanmemungkinkan tulang baru terbentuk di sekitar pin dan gigi

akan menjadi stabil.

Tahapan yang dilakukan:

1. Preparasi saluran akar

2. Pengambilan bagian apeks dengan teknik bedah, bagian

apeks dibuka dan fragmen akar diangkat.

25

Page 31: Makalah Ranap Juned

3. Pilih pin chrome-cobbalt yang sesuai, masukkan melalui

lubang preparasi.

4. Usahakan posisi pinmencapai posisiujung akar semula,

namun jangan sampai menyentuh tulang. Setelah di dapat

posisiyang pas, maka buat takik pada pin.

5. Ketika saluran akar sudah bersih dansudahdikeringkan

dapat dimasukkan adukan semen saluran akar, ulasi pin

dengan adukan semen yang sama. Masukkan pin ke dalam

saluran akar.

6. Tutup kavitas dengan restorasi kemudian flap dijahit.

7. Selama periode penyembuhan dapat dipakai splin jika

sesudah perawatan gigi terlihat goyang.

5) Fraktur sepertiga apeks

Perawatannya bisa berupa stabilisasi kedua fragmen seperti

pada kasus fraktur sepertiga tengah atau dengan preparasi fragmen

korona secara konvensional dan diisi gutta perca, fragmen apeks

dibiarkan dan jaringan pulpa mungkin tetap vital. Terapi lain yang

mungkin diberikan adalah dengan preparasi fragmen korona dan

mengisinya secara konvensional, fragmen apeks di angkat dengan

cara bedah dan dilakukanpengisisn retrogard dengan amalgam.

5. Fraktur Mahkota-Akar

Fraktur mahkota akar sangat sulit dirawat dan keberhasilannya

tergantung pada kedalaman garis fraktur di palatal. Bila pasien datang,

26

Page 32: Makalah Ranap Juned

frakmen korona sering sangat goyang dapat tetap melekat melalui ligament

periodontal. Biasanya anestesi local perlu diberikan agar frakmen dapat

dilepas dan dilakukan pemeriksaan dari luas fraktur. Bila fraktur terletak

superficial, maka perawatan saluran akar dapat dilakukan dan dilakukan

pembuatan mahkota pasak. Bila fraktur lebih dalam, akan lebih sulit untuk

mengisolasi gigi untuk perawatan saluran akar dan ekstruksi ortodonti dari

akar perlu dipertimbangkan sebelum merestorasi dengan mahkota pasak

(Heithersay). Bila fraktur sangat dalam maka apa yang tertinggal terlalu kecil

untuk mendukung restorasi bahkan setelah dilakukan ekstruksi ortodonti; gigi

seperti ini juga cenderung tanggal (Feiglin).

2.9 Avulsi Gigi dan Prosedur Perawatan

Avulsi Gigi

Avulsi gigi merupakan suatu kondisi dimana

gigi terlepas dari soketnya. Untuk menanganinya,

dokter gigi perlu melakukan suatu tindakan untuk

mengembalikan gigi ke dalam soketnya semula.

Tindakan untuk mengembalikan gigi yang lepas dari soket, baik karena

disengaja atau karena kecelakaan disebut replantasi. Sebagai tindakan darurat

untuk mengembalikan gigi avulsi karena trauma, replantasi merupakan teknik

yang penting.

Prosedur Perawatan (Replantasi)

27

Page 33: Makalah Ranap Juned

1. Golden periode untuk melakukan replantasi gigi adalah 2 jam setelah

gigi tersebut terlepas. Jika lebih dari 2 jam, kemungkinan gigi akan

menjadi non vital sehingga gigi tersebut perlu dilakukan perawatan

endodontik setelah difiksasi.

2. Cuci gigi dengan air yang mengalir tanpa menyikat atau

membersihkannya, dan periksa giginya untuk meyakinkan bahwa gigi

masih utuh.

3. Minta kepada pasien untuk berkumur. Tempatkan gigi kembali dalam

soketnya dengan tekanan jari yang lembut dan mantap. Bila pasien

kooperatif dan mampu, minta kepada pasien untuk mengatupkan gigi-

giginya secara hati-hati, untuk mengatupkan gigi kembali pada

posisinya semula.

4. Bawa pasien segera ke dokter gigi. Bila pasien atau orang tua tidak

dapat menempatkan kembali gigi pada soketnya, maka cepat

membawa gigi tersebut ke dokter gigi merupakan suatu keadaan yang

penting. Gigi harus dibawa di dalam sarana yang basah untuk menjaga

kelangsungan hidup ligamen periodontal yang tersobek.

5. Selama gigi terlepas, gigi harus selalu berada dalam keadaan yang

lembab. Gigi disimpan didalam kassa steril yang sudah dibasahi

NaOCl fisiologis 0,9%, dalam susu murni, atau dengan menggunakan

saliva sendiri. Namun, bukanlah dengan cara direndam.

6. Menghindari memegang bagian akar gigi.

28

Page 34: Makalah Ranap Juned

7. Setelah pasien tiba di tempat dokter gigi, bila gigi di dalam soketnya,

lakukan ligasi, stabilisasi, dan buka oklusi gigi yang di-replantasi. Bila

gigi keluar dari soketnya atau posisinya tidak baik, gigi direplantasi

secara baik sebelum dilakukan ligasi.

8. Buat suatu radiograf untuk memeriksa posisi gigi di dalam soket dan

untuk mengetahui apakah terdapat fraktur akar atau tulang alveolar.

Periksa gigi-gigi di dekatnya untuk kemungkinan adanya fraktur akar.

9. Diberikan anastesi lokal untuk meyakinkan bahwa replantasi tidak

akan menimbulkan rasa sakit.

10. Akar diperiksa lalu dibersihkan, tidak perlu menghilangkan ligament

periodontium, namun jaringan yang hancur sebaiknya dibuang

11. Soket dikuret dengan hati-hati dan diirigasi untuk menghilangkan

darah dan kotoran yang ada. Dengan palpasi ditentukan apakah ada

tulang alveolar yang fraktur.

12. Setelah gigi direplantasi, fiksasi gigi tersebut selama 3-8 minggu.

13. Jangan mencoba melakukan perawatan endodontik pada waktu ini

kecuali bila gigi memerlukan drainase. Dalam kasus seperti itu, kamar

pulpa dibuka, kamar pulpa dan saluran akar dibersihkan, masukkan

medikamen intrakanal dan tutup kavitas. Perawatan endodontic

diselesaikan pada lain waktu.

14. Periksa vitalitas gigi secara berkala (tiap satu minggu), apabila gigi

menjadi non vital maka harus segera dilakukan perawatan endodontik.

29

Page 35: Makalah Ranap Juned

Prognosis dalam waktu panjang tidak baik. Gigi avulsi dapat menjadi

benda asing jika dikembalikan pada tempatnya dan dapat ditolak oleh mekanisme

pertahanan tubuh. Penolakan ini dapat berupa resorpsi akar yang berakhir dengan

eksfoliasi mahkotanya.

2.10 Alat Restorasi Semi Tetap

Restorasi semi tetap atau dilakukan sementara dilakukan jika perawatan

dan pembuatan restorasi tetap memerlukan waktu yang lama. Dalam keadaan

kegawat daruratan, restorasi semi tetap ini berguna untuk menghindari kerusakan

gigi yang lebih berat. Restorasi semi tetap haruslah bertahan lama hingga restorasi

tetap telah selesai dilakukan, terdapat 3 prinsip agar restorasi dapat berfungsi

dengan baik dan bertahan lama, yaitu mampu mempertahankan struktur gigi,

memiliki retensi yang baik, dan mampu melindungi sisa struktur gigi.

Persyaratan untuk restorasi semi tetap yang digunakan dalam pengobatan,

adalah sebagai berikut:

1. Restorasi tidak membahayakan pulpa.

2. Tahan lama dan fungsional.

3. Tidak menambah lebar mesiodistal gigi atau dimensi labiolingual.

4. Estetik.

Macam-macam restorasi semi tetap:

1. Stainless stell crown.

2. Mahkota ¾.

3. Pinlay.

4. Mahkota berlapis.

30

Page 36: Makalah Ranap Juned

5. Mahkota berlapis porselen.

1. Stainless Steel Crown

Terbuat baja tahan karat atau aloy nikel-khrom yang siap pakai, dapat

diperoleh dalam berbagai ukuran dan bentuk.

2. Pin-Retained Composite Restorations

Restorasi ini tidak tahan lama seperti restorasi logam cor. Keuntungannya

adalah lebih ekonomis dan pembuangan jaringan gigi minimal. Restorasi

ini dapat digunakan pada kasus fraktur kelas 2 dan 3 yang telah dilakukan

pulp capping.

3. Reinforced Core and Crown

Setelah fraktur kelas III dilakukan pulpotomi, fraktur menyebabkan

hilangnya mahkota yang luas, maka restorasi yang diindikasikan adalah

mahkota jaket.

4. Porcelain Veneer Full Gold Crown

Restorasi ini tahan lama dan baik dari segi estetik. Ini disarankan pada

anak-anak dengan resesi pulpa yang terjadi pada gigi vital dan resesi

gingival.

5. Mahkota ¾

Restorasi ini diindikasikan untuk mahkota yang kehilangan lebih dari

sepertiga bagian sebagai restorasi semitetap sampai mahkota jaket

porselen dapat dibuat. Keuntungan restorasi ini adalah pengambilan

struktur gigi yang minimal. Kerugiannya yaitu kurang estetik dari

31

Page 37: Makalah Ranap Juned

porcelain veneer full gold crown karena emas akan terlihat pada bagian

incisal dan interproksimal dan bagian labial akan berubah warna.

2.11 Penanggulangan Gigi Sulung yang Terkena Trauma

1) Fraktur mahkota

Bagian yang tajam dihaluskan menggunakan abrasive disc atau bur,

bagian mahkota diperbaiki dengan penambalan resin komposit. Jika terjadi

komplikasi seperti anak yang tidak kooperatif dan karena pulpotomi

merupakan teknik yang sensitive, dapat dilakukan pulpotomi partial dengan

formocresol atau zinc oxide eugenol.

2) Fraktur mahkota-akar

Berkumur dengan air hangat, dikompres dengan kain yang dingin atau es.

Dapat juga digunakan Acetaminophen, bukan aspirin. Dapat dilakukan direct

pulp capping, Cvek pulpotomy, cervical-depth pulpotomy, pulpectomy, atau

ekstraksi.

3) Fraktur akar

Berkumur dengan air dingin dan letakkan batu es di bawah bibir dan mulut

untuk mengurangi bengkak. Memberikan Tylenol untuk mengurangi rasa

sakit. Selama tidak terdapat abses atau mobilitas gigi yang tinggi, fraktur akar

tersebut dapat sembuh dengan sendirinya. Jika terdapat abses dan mobilitas

yang tinggi, gigi dapat diesktraksi dan sisa akar yang tertinggal dapat

teresorpsi dengan sendirinya. Dengan sedikit perpindahan fragmen mahkota

dapat dibiarkan tanpa perawatan dan akan diresorbsi. Jika fragmen mahkota

32

Page 38: Makalah Ranap Juned

sangat longgar maka fragmen mahkota harus diekstraksi. Fragmen apical

dapat dibiarkan untuk diresorpsi secara fisiologis.

4) Concussion dan subluxation

Berkumur dengan air dingin dan letakkan batu es di bawah bibir dan mulut

untuk mengurangi bengkak. Memberikan Tylenol untuk mengurangi rasa

sakit. Menggunakan clorhexidin selama 7 hari untuk menghindari kontaminasi

bakteri pada ligament periodontal. Sebaiknya diambil gambaran radiografi

untuk dilihat lebih lanjut fraktur akar yang terjadi. Anak diinstruksikan untuk

memakan makanan yang lembut selama beberapa minggu sampai diputuskan

perawatan yang tepat untuk dilakukan.

5) Ekstrusi

Gigi sulung dapat mengalami reposisi dan stabil untuk waktu yang singkat

jika anak segera diobati jika ada cedera. Tempatkan kain yang basah dan

dingin pada mulut, dan bawa segera ke dokter gigi. Untuk mengurangi rasa

sakit dapat diberikan Tylenol. Jika bekuan darah sudah masuk ke dalam soket

alveolar dan tidak terjadi reposisi, gigi dapat kembali normal secara spontan

atau diekstraksi tergantung pada tingkat ekstrusi dan mobilitas. Gigi sulung

dengan luksasi di posisi labial dilakukan ekstraksi, untuk mencegah kerusakan

saat pertumbuhan gigi permanen. Dapat dilakukan splint untuk

mengembalikan gigi pada posisi normal menggunakan semen glass ionomer

modifikasi resin.

6) Luksasi lateral

33

Page 39: Makalah Ranap Juned

Digunakan anastesi lokal terlebih dahulu, kemudian direposisi dengan

diberi tekanan dari arah labial dan palatal, jika memungkinkan dapat

digunakan pula splint selama 2-3 minggu.

7) Intrusi

Berkumur dengan air dingin dan letakkan batu es di bawah bibir dan mulut

untuk mengurangi bengkak. Berikan Tylenol untuk mengurangi rasa sakit.

Perawatan untuk gigi sulung yang mengalami intrusi masih diperdebatkan.

Jika dilakukan pembedahan dapat terjadi kerusakan ringan karena

berkurangnya epithelium enamel, sehingga sebaiknya dibiarkan sehingga

terjadi re-erupsi dalam kurun 3 bulan. Jika selama proses re-erupsi terjadi

reaksi inflamasi seperti pembengkakan dan hyperemia gingival juga

pembentukan abses disertai pus, sebaiknya segera diberikan antibiotic dan

dilakukan ekstraksi untuk mencegah penyebaran infeksi.

8) Avulsi

Perawatan untuk avulsi biasanya dilakukan dengan replantasi segera.

Namun pada gigi sulung proses replantasi dapat menggantikan koagulum ke

dalam folikel gigi incisor permanen. Sehingga dapat mengakibatkan inflamasi

periapikal yang kemudian menjadi nekrosis pulpa dan dapat mengganggu

perkembangan gigi permanen. Space yang dihasilkan dari hilangnya gigi dapat

digantikan dengan protesa sementara.

9) Fraktur tulang alveolar

Perawatan untuk fraktur ini meliputi reposisi bagian gigi yang berpindah

ke posisi asalnya dengan menggunakan splint selama 2 bulan untuk

34

Page 40: Makalah Ranap Juned

mengembalikan oklusi normal. Untuk luksasi yang lebih berat dapat

digunakan anti inflamasi (mortri), analgetik (Tylenol 3), dan antibiotik

(Penicillin).

2.12 Macam-Macam Alat untuk Stabilisasi Fraktur Stabilisasi

Dentoalveolar

Splinting adalah prosedur di mana gigi ditopang dalam posisi tertentu

untuk jangka waktu tertentu. Hal ini dilakukan pada gigi yang terkena trauma atau

gigi yang jaringan pendukungnya terinfeksi penyakit, sehingga gigi tidak

terdukung dengan baik. Tujuan utama dari sebuah splinting adalah untuk

melindungi perlekatan agar memungkinkan adanya perbaikan atau regenerasi

serat periodontal. Splinting dilakukan dengan cara mengikat sekelompok gigi

bersama sehingga daya kunyah ditahan oleh sekelompok gigi, tidak hanya oleh

gigi yang terkena taruma atau infeksi. Splinting dibutuhkan minimal 4 minggu.

Splint haruslah fleksibel baik dari arah horizontal maupun vertikal untuk

mendukung proses penyembuhan. Splint yang baik haruslah:

1. Diaplikasikan langsung intraoral

2. Mudah dibuat dengan material yang ada di ruang praktek

3. Tidak meningkatkan injury periodontal dan prevalensi karies

4. Tidak mengiritasi jaringan lunak

5. Pasif

6. Mudah di lepas dengan sedikit atau tidak menyebabkan kerusakan pada

gigi

35

Page 41: Makalah Ranap Juned

7. Higienis

8. Estetis

Macam-macam splinting:

1) Arch Bar Splint

Merupakan rigid splint, biasanya menggunakan kawat ligatur, kadang-

kadang dilapisi dengan bahan pengerasan secara kimia sintetik. Splint ini

menyebabkan kerusakan pada gigi yang terluka, dikarenakan reposisi tidak akurat,

yang dapat menekan jaringan longgar gigi terhadap dinding soket. Terdapat resiko

invasi bakteri ke dalam jaringan periodontal karena dekatnya letak splint dan wire

terhadap margin gingival.

2) Wire-composite Splint

Teknik ini termasuk penerapan kawat lunak yang disesuaikan dengan

kurva lengkung gigi. Kawat ini difiksasi terhadap gigi dengan adhesive composite.

Tergantung pada ketebalan dan efek memori kawat, penting untuk

menyesuaikannya untuk menghindari kekuatan ortodonti yang diberikan oleh

splinting tersebut. Jika ingin dibuat lebih rigid dapat dilakukan dengan mengubah

dimensi kawat atau menambahkan komposit di sepanjang kawat di bagian labial

hingga ruang interdental. Sama seperti splint resin komposit, dapat merusak

permukaan email gigi saat akan dilepas.

36

Page 42: Makalah Ranap Juned

3) Orthodontic Splint

Pendekatan yang serupa meliputi penempatan bracket dengan teknik

adhesif. Sebuah kawat orthodontik kemudian membengkokkan dan diligasikan

pada bracket, atau kawat yang dilewatkan pada figure-eight-loops dari bracket ke

bracket. Namun, metode splinting ini lebih mengakibatkan iritasi bibir dan

gangguan berbicara bila dibandingkan dengan teknik splinting lainnya. Kawat

bracket dan komposit dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, menurunkan

kebersihan mulut dan tidak nyaman.

4) Titanium Trauma Splint (TTS)

Sebuah teknik splinting baru yang menawarkan kenyamanan dan

penanganan kepada pasien dan dokter gigi sama, dirancang dari titanium (TTS,

Medartis AG, Basel, Swiss). Splint memiliki ketebalan 0,2 mm, sepenuhnya

beradaptasi dan dapat mempertahankan mobilitas fisiologis gigi, namun masih

memungkinkan fiksasi gigi yang memadai selama periode splinting. Penempatan

37

Page 43: Makalah Ranap Juned

dan pemindahan splint dapat dilakukan dengan sederhana, hanya memerlukan

sedikit komposit untuk fiksasi (etsa dan bonding), dan sangat efektif dan mudah

untuk digunakan.

5) Resin Splint

Penempatan splint resin penuh pada permukaan gigi merupakan sebuah

metode yang berbeda menggunakan teknik adhesif. Splint ini sepenuhnya

menjembatani ruang interdental, dan mengakibatkan kurang nyamannya pada

pasien dibandingkan dengan teknik splinting lainnya. Namun, metode ini

menunjukkan penurunan mobilitas gigi signifikan bila dibandingkan dengan wire-

composite splint dalam suatu studi eksperimental. Memiliki nilai estetik yang

lebih dan mudah untuk dilakukan, tetapi telah ditemukan adanya fraktur

interdental. Bersifat rigid, meskipun memiliki warna yang mendekati warna gigi

tetapi splint jenis ini sulit untuk dilepas tanpa merusak permukaan gigi. Splint

jenis resin komposit sebaiknya digunakan untuk gigi yang mengalami luksasi

lateral.

38

Page 44: Makalah Ranap Juned

6) Kevlar/Fiberglass Splint

Metode yang menggunakan teknik adhesif melibatkan serat nilon, band

Kevlar atau fiberglass untuk menstabilkan suatu trauma gigi terluka. Serat atau

band direndam dalam resin dan ditempatkan pada permukaan gigi dengan

polimerisasi. Splint ini adalah terlihat estetik dan walaupun konstruksinya ringan,

memiliki frekuensi fraktur yang rendah.

7) Self-etching and Bonding Material

Berbeda dengan teknik adhesif standar, metode ini menggunakan bahan

self-etching bonding. Kawat pengikat stainless-steel halus yang dipelintir

membuat untai ganda difiksasi dengan bahan light-curing compomer. Penggunaan

self-etching adhesive bonding agent tampaknya membuat aplikasi splint lebih

mudah dan lebih cepat menghilangkan tahap etsa dan pembilasan yang terpisah.

39

Page 45: Makalah Ranap Juned

8) Suture Splint

Suture splint berguna sebagai fiksasi sementara, dan dalam kasus di mana

ada masalah retensi karena kurangnya gigi yang berdekatan, seperti pada geligi

sulung atau campuran. Namun, penggunaan maksimum suture splint hanya

beberapa hari. Jahitan dilewatkan dari jaringan labial ke jaringan lingual dengan

benang melintasi tepi insisal, sehingga mencegah gigi bergerak dari soketnya.

Selain itu, sejumlah kecil resin dapat ditempatkan untuk menjamin retensi dari

jahitan.

Rekomendasi untuk tipe splinting dan durasi

Ekstrusive luxation : 2 minggu; tipe fiksasi : fleksibel

Lateral luxation : 4 minggu; tipe fiksasi : fleksibel

Intrusive luxation : 6-8 minggu; tipe fiksasi : fleksibel

Avulsion : 1-2 minggu; tipe fiksasi : fleksibel

Root fracture; setengah atau sepertiga apical : 4 minggu; tipe fiksasi : rigid

Root fracture; sepertiga servikal : 3 bulan; tipe fiksasi : fleksibel

Alveolar fracture : 4 minggu; tipe fiksasi : fleksibel

40

Page 46: Makalah Ranap Juned

BAB IV

KESIMPULAN

Fraktur dentoalveolar sering terjadi pada anak-anak karena terjatuh

ataupun kekerasan pada anak. Sedangkan pada orang dewasa sering terjadi karena

kecelakaan ketika berkendara ataupun karena aktivitas olahraga dan sebagainya.

Klasifikasi fraktur dentoalveolar yang paling sering digunakan adalah klasifikasi

Ellies dan WHO.

Penanganan fraktur dentoalveolar ini dapat dikatakan sebagai suatu

penanganan yang harus segera atau emergensi dengan penanganan yang berbeda

pula tergantung dari tingkat keparahannya.

41

Page 47: Makalah Ranap Juned

DAFTAR PUSTAKA

Alt Th, Coleman WP, Hanke CW, Yarborough JM. Cosmetic Surgery of the Skin

Principles and Techniques. 1991 : p.147-95

Andreasen JO, Andreasen FM, Bakland LK, Flores MT. Traumatic Dental

Injuries: A Manual. Munksgaard, Copenhagen, 1999.

Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Tarumanagara.

Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala,

dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.

Hawkesford JE. and Banks JG.; Maxillofacial and Dental Emergencies; Oxford

University Press; Oxford; 1994.

Malamed SF.; Medical Emergencies in the Dental Office; 5th ed.; Mosby, Inc.;

St.Louis; 2000.

Padilla RS. Cutaneous Surgery. WB Saunders. Philadelphia. 1994 : p. 479-90

Pedersen, G. 1996. Buku Ajar Bedah Mulut. Alih bahasa: Purwanto. Jajarta: EGC

Thompson, J. A Practical Guide to Wound Care Regitered Nursing. 2000 : p. 48-

50

Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret

2008;Vol.21.

Scully C. and Cawson RA.; Medical Problems in Dentistry; 4th ed.; Wright;

London; 1998.

42

Page 48: Makalah Ranap Juned

43