MAKALAH Puisi Nurwahida Sari
Transcript of MAKALAH Puisi Nurwahida Sari
MAKALAH INDIVIDU
PUISI SEBAGAI SEBUAH STRUKTUR YANG
BERMAKNA DAN BERNILAI ESTETIS
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Pengampu: Siti Isnaniah, S.Pd.
Oleh:
NURWAHIDA PUSPITASARI J 110 070 038
PROGRAM FISIOTERAPI D IV
FAKULTAS ILMU KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2008
BAB I
0
PENDAHULUAN
Fiksi adalah salah satu bentuk penulisan kreatif. Fiksi merupakan karya
hasil rekaan yang mengandalkan kekuatan imajinasi dan ceritanya sendiri
memang fiktif, tidak benar-benar terjadi. Fiksi dapat berbentuk novel, cerita
pendek, novelete, drama dan puisi.
Pada waktu sekarang, tampak puisi Indonesia modern kian dimintai
oleh semua lapisan masyarakat Indonesia, tidak hanya terbatas pada anak-
anak muda, pelajar dan mahasiswa saja, melainkan dimintai oleh masyarakat
pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh puisi itu selain memberikan
kenikmatan seni, juga memperkaya kehidupan batin, menghaluskan budi,
bahan juga sering membangkitkan semangat hidup yang menyala, dan
mempertinggi rasa ketuhanan dan keimanan.
Puisi merupakan karya seni yang puitis. Sesuatu itu disebut puitis bila
hal itu dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan
tanggapan yang jelas dan secara umum bila hal itu menimbulkan keharuan
(Djoko Pradopo, 2000).
Selain itu puisi sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari
bermacam-macam aspek. Puisi dapat dikaji dari struktur dan unsur-unsur,
jenis-jenis dan ragam-ragamnya, dan dapat juga dikaji dari sudut sejarahnya.
Puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan
sarana kepuitisan, puisi ada juga beragam-ragam serta sepanjang sejarahnya
puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan, dan puisi dari waktu ke
waktu selalu ditulis dan dibaca orang.
Meskipun demikian orang tidak akan memahami puisi secara
sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis
yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong
tanpa makna. Oleh karena itu, sebelum pengkajian aspek-aspek yang lain,
perlu lebih dahulu puisi dikaji sebagai sebuah struktur yang bermakna dan
bernilai estetis.
1
Bertolak pada kondisi yang telah diuraikan diatas, penulis memandang
perlu untuk memberikan pemahaman kepada semua lapisan masyarakat, baik
itu anak-anak muda, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum dalam
memaknai puisi sebagai sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis.
Untuk pemahaman itu, secara berturut-turut melalui tulisan ini akan diuraikan:
(A) hakekat puisi, (B) perbedaan puisi dan prosa, (C) unsur-unsur puisi, (D)
macam-macam puisi, (E) ketaklangsungan ekspresi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakekat Puisi
Poetry is feeling confessing it self it to it self, in moments of solitude
and embodying it self in symbols which are the nearest possible
representations of the feeling in the exact shape in which it exists in the poet’s
mind. All poetry is of the nature soliloquy. Poetry is the natural fruit of
solitude and meditation. The persons who have most feeling of their own, have
the highest faculty of poetry (Frederik, 1988: 15).
Puisi merupakan karya seni yang puitis. Menurut Djoko Pradopo
(2000: 73) puitis adalah jika membangkitkan perasaan, menarik perhatian,
menimbulkan tanggapan yang jelas atau secara umum menimbulkan
keharuan.
Puisi merupakan bahasa multidimensional yang mampu menembus
pikiran, perasaan dan imajinasi manusia. Oleh karena itu puisi harus hadir
untuk membawa kehidupan dan kesenangan manusia.
Bertolak dari hal-hal di atas, puisi merupakan karya seni yang
memiliki sifat dan ciri tersendiri. Justru dengan syarat dan ciri-ciri itulah yang
menyebabkan puisi dapat berbeda dengan karya-karya lain. Dengan adanya
perbedaan itulah menyebabkan kita selalu bertanya apakah puisi itu.
Untuk menjawab pertanyaan itu, rasa-rasanya sukar sekali dirumuskan
dalam definisi yang lengkap. Beberapa ahli sastra dan sastrawan telah
mencoba memberikan definisi sebagai berikut: (1) puisi adalah seni peniruan,
…. gambar bicara yang bertujuan untuk mengajar dan kesenangan (Sir Philip
Sydney), (2) luapan secara spontan perasaan yang kuat yang bersumber dari
perasaan yang berkumpul dalam ketenangan (William Wordsworth), (3) puisi
adalah lahar imajinasi yang menahan terjadinya gempa bumi (Lord Byron),
(4) puisi adalah ekspresi kongkrit dan artistik pemikiran manusia dalam
bahasa yang emosional yang berirama (Watt Dunton), (5) puisi adalah
ekspresi pengalaman imajinatif yang bernilai dan berarti sederhana yang
3
disampaikan dengan bahasa yang tepat (Lancelles A Brecrombie), (6) puisi
adalah pendramaan pengalaman yang bersifat menafsirkan bahasa yang
berirama (Al Tenbernd dalam Djoko Pradopo, 2000: 5).
Memang agak suka bagi kita untuk merumuskan definisi yang tepat
mengenai puisi. Oleh sebab itu yang lebih penting lagi bagi kita adalah
melihat ciri atau unsur uang ada dalam puisi. Jika kita sederhanakan bahwa
aspek-aspek yang terdapat dalam puisi ada tiga hal, yaitu (1) pikiran, ide, atau
emosi, (2) bentuk, (3) kesan, yang semuanya itu terungkap lewat media
bahasa.
2. Perbedaan Puisi dan Prosa
Karya sastra terdiri atas dua jenis sastra (genre), yaitu prosa dan puisi.
Prosa disebut juga karangan bebas, sedangkan puisi disebut juga karangan
terikat. Karangan bebas maksudnya tidak terikat oleh aturan-aturan ketat,
sedangkan karangan terikat berarti puisi itu terikat oleh aturan-aturan ketat.
Untuk membedakan puisi dengan prosa atau dengan bentuk sastra yang
lain, Perrina (dalam Ahmad Badrun, 1989: 5) berpendapat bahwa perbedaan
puisi dan prosa adalah pada derajatnya. Puisi lebih padat dan terpusat,
menggunakan lebih sedikit kata-kata. Sedangkan menurut Djoko Pradopo
(2000: 11) bahwa (1) perbedaan puisi dan prosa adalah perbedaan aktivitas
kejiwaan. Puisi merupakan ekspresi kreatif, artinya kesan-kesan yang
ditangkap kemudian dipadatkan. Sedangkan prosa adalah ekspresi konstruktif,
artinya kesan-kesan yang ditangkap oleh ingatan kemudian disebarkan, (2)
pada umumnya prosa bersifat bercerita sehingga cenderung untuk
menguraikan, menjelaskan, atau memberikan informasi, sedangkan puisi
merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, karena
kepadatannya puisi bersifat sugestif dan assosiatif.
4
3. Unsur-Unsur Puisi
Tiap-tiap ahli mempunyai pendapat yang berbeda tentang unsur-unsur
puisi. Tentu saja perbedaan itu dilatari oleh teori yang mereka anut. Meskipun
pendapat itu berbeda namun masih mengandung unsur yang sama.
Dalam bukunya “A handbook for the study of poetry” A Ltenbernd
dan Lewis tidak menyatakan dengan jelas tentang unsur-unsur puisi tetapi
kalau dilihat dari outline buku mereka terlihat: (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi:
diksi, imajeri, bahasa kiasan, saran retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi,
bentuk dan makna, (4) isi: narasi, emosi dan tema.
Gurrey dalam bukunya “Appreciation of Poetry” scara ‘jelas
mengatakan bahwa puisi memiliki unsur-unsur: (1) pemikiran (tema), (23)
makna tambahan, (3) imajeri, (4) emosi, (5) bunyi, (6) ritme dan, (7) bentuk
(dalam Ahmad Badrun, 1989: 6).
C. A Richard (dalam Tarigan, 1984) mengatakan bahwa unsur puisi
terdiri dari: (1) hakekat puisi: tema, rasa, nada, amanat dan tujuan, (2) metode
puisi: diksi, imajeri. (3) kata-kata nyata, majas, ritme dan rima.
Meyer dalam bukunya “The Bedford Introduction to Literature”
mengatakan bahwa unsur puisi: (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4)
simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (dalam Ahmad Badrun, 1989: 6).
Kalau diamati beberapa pendapat di atas, kita dapat mencatat ada
beberapa unsur yang sama. Bertolak dari kesamaan tersebut, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa unsur-unsur puisi antara lain: (1) diksi, (2)
imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) sarana retorika, (5) bunyi, (6) irama, (7)
tipografi, (8) tema dan makna.
Unsur-unsur puisi yang disebut diatas merupakan unsur yang selalu ada
dan agak menonjol. Kalaupun masih ada unsur-unsur lain yang tidak
tercakup, maka itu merupakan suatu kewajaran, karena hal tersebut
tergantung dari mana kita melihatnya.
Berikut di bawah ini diterangkan dengan jelas masing-masing unsur
puisi tersebut.
a. Diksi
5
Diksi merupakan salah satu unsur yang cukup menentukan dalam
penulisan puisi. Untuk memilih kata dengan baik diperlukan penguasaan
tanpa menguasai bahasa dengan baik maka sangat sulit bagi penyair
untuk memilih kata dengan tepat. Dengan demikian syarat utama dalam
diksi pilihan kata adalah menguasai bahasa.
Meyer (dalam Ahmad Badrun, 1989: 9) mengatakan bahwa dalam
fungsinya untuk memadatkan suasana, kata-kata dalam puisi hendaknya
menyampaikan makna secara lambat dan bersifat ekonomis. Jadi kata-
kata dalam puisi hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga dapat
menyalurkan pikiran dan perasaan penulisnya dengan baik.
Penyair Chairil Anwar telah melakukan perubahan-perubahan
penting dalam puisi yang ditulisnya, terutama puisi “Aku”. Hal ini
menunjukkan bahwa peran kata sangat besar dalam menentukan
keberhasilan sebuah puisi.
Bukan saja penulis-penulis di bidang atau disiplin lain yang
memiliki tingkat-tingkat diksi, tetapi juga penyair atau sastrawan.
Sehubungan dengan hal itu Meyer (dalam Ahmad Badrun, 1989: 9)
membagi diksi dalam tiga tingkat, diksi formal, diksi pertengahan, dan
diksi informal. Diksi formal adalah bermartabat, impersonal, dan
menggunakan bahasa yang tinggi. Diksi pertengahan agak sedikit tidak
formal dan biasanya kata-kata yang digunakan adalah yang dipakai oleh
kebanyakan orang yang berpendudukan. Sedangkan diksi informal
mencakup dua: bahasa sehari-hari (koloqual), dan dialek yaitu meliputi
dialek geografis dan sosial.
Denotasi dan konotasi merupakan bagian dari diksi. Denotasi
merupakan makna kata dalam kamus, makna kata secara obyektif yang
pengertiannya menunjuk pada benda yang diberi nama dengan kata itu.
Meyer (dalam Ahmad Badrun, 1989: 10) melihat bahwa konotasi adalah
bagaimana kata digunakan dan asosiasi orang yang timbul dengan kata
itu. Makna konotasi dapat diperoleh melalui asosiasi dan sejarahnya.
6
Satu hal yang perlu dicatat, sebuah puisi yang baik hendaknya
mengandung kata-kata yang bermakna konotasi karena kata-kata yang
demikian dapat memperkaya dan menyalurkan makna dengan baik.
b. Imajeri
An image is anything that we can se, hear, smell, touch, or taste. In
other words, an image is anything which we can experience trough the
senses (Frederik, 1988: 20).
Imajeri merupakan salah satu alat keputusan. Imajeri berfungsi
untuk memperjelas, menimbulkan suasana khusus, sehingga pembaca
dapat merasakan apa yang terdapat dalam puisi seakan-akan hidup atau
terdapat dihadapannya.
Kita hendaknya membedakan istilah imaji dan imajeri. Bagi Perrine
(dalam Ahmad Badrun, 1999: 15), istilah imaji lebih banyak mengarah
pada sebuah gambaran , sesuatu yang tampak dalam pikiran dan imajeri
adalah representasi pengalaman yang bersifat indra melalui bahasa.
Menurut Altterbernd dan Lewis (dalam Ahmad Badrun, 1989: 15) bahwa
gambar pikiran disebut imaji dan gambar-gambar pikiran dan bahasa yang
menggambarkannya disebut imajeri.
Jadi dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwasanya
imaji adalah gambar pikiran dan imajeri adalah representasi gambar
pikiran dalam bahasa.
Adapun macam-macam imajeri yaitu:
Pertama imajeri visual (visual imagery) yaitu yang dihasilkan oleh
indera penglihatan. Imajeri ini cukup banyak digunakan oleh penyair,
misalnya dalam kutipan puisi berikut.
BUAH RINDU
Ibu, lihatlah anakmu muda belia
Setiap waktu sepanjang masa
Duduk termenung berhati duka
(Hamzah, dalam Ahmad Badrun, 1989: 16)
7
Kedua, imajeri pendengaran (auditory imagery) yaitu yang
dihasilkan oleh indra pendengaran. Contohnya sebagai berikut.
BERAYUN DIALUN
Bergulung alun kejar mengajar
Bersorak sorai suara memecah
Mendidih berbuih kapas menghempas
Mundur maju di pasir putih
(Ali Sjahbana, dalam Ahmad Badrun, 1989: 17)
Ketiga, imajeri penciuman (olfactory imagery). Contohnya dapat
dilihat dalam kutipan berikut.
PEMANDANGAN SENJA KALA
Senja yang basah meredakan hutan yang terbakar
Kelelawar-kelelawar raksasa datang dari langit ke labu tua
Bau mesiu di udara, bau mayat, bau kotoran kuda
(Rendra, dalam Ahmad Badrun, 1989: 18)
Keempat, imajeri pengecapan (gustatory imagery) yaitu dihasilkan
oleh indra pengecapan. Imajeri ini agak jarang dijumpai dalam puisi.
Contohnya dapat dilihat pada kutipan berikut.
BALLADA TERBUNUHNYA ATMO KARPO
Joko pandan menegak, menjilat darah dipedang
Ia telah membunuh bapaknya
(Rendra, dalam Ahmad Badrun, 1989: 19)
Kelima, imajeri perabaan (tactile imagery) yang dihasilkan oleh
indra perabaan seperti keras, lembut, basah dan panas. Contohnya terdapat
dalam kutipan puisi dibawah ini.
SEMENTARA LANGIT
Bunyi apa gurangan, bertahan-tahan asing dan jauh
Mereka-reka bahagia, meraba-raba rahasia
Ketika tanganmu menjamah, dingin dan kaku
Kitapun terdiam dalam pandang yang beku
(Ismail, dalam Ahmad Badrun, 1989: 20)
8
Keenam, imajeri organik (organic imagery), dalam hal ini berkaitan
dengan perasaan yang dapat seperti kelaparan, kehausan, kelelahan,
kebosanan. Adapun contohnya dapat dilihat pada kutipan berikut.
SESEORANG SEDANG MENCARI
Aku bosan pada sepi
Karena hidup tidaklah sepi
Tapi aku telah mengerti
(Rosidi, dalam Ahmad Badrun, 1989: 21)
Ketujuh, imajeri gerakan (kinesthetic imagery) yaitu
menggambarkan sesuatu yang bergerak atau tidak bergerak. Contohnya.
KEBENARAN
Kebenaran ditubuhku ini meloncat-loncat
Dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri
(Joss Sarhadi, dalam Ahmad Badrun, 1989: 22)
Dalam satu puisi terdapat bermacam-macam imaji dan antara yang
satu dengan lainnya saling berkaitan.
c. Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan mempunyai sifat yang umum yaitu mempertalikan
sesuatu dengan cara menghubungkan dengan sesuatu yang lain
(Alterbernd, dalam Ahmad Badrun, 1989: 26). Kemudian bagi Perrine
bahasa kiasan adalah bahasa yang tidak saja bermakna harfiah.
Jenis-jenis bahasa kiasan tersebut adalah:
1) Perbandingan (simile)
2) Metafora
3) Perumpamaan epos (epic simile)
4) Personifikasi
5) Metonimia
6) Senekdoki
7) Allegori
8) Simbol
9
Berikut ini secara singkat diterangkan pengertian masing-masing
jenis bahasa kiasan.
Perbandingan (simile) ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu
hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding
seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun,
penaka, se, dan lain-lain.
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan hanya tidak
menggunakan kata pembanding seperti bagai, laksana dan lain-lain.
Menurut Becker metafora adalah melihat sesuatu dengan perantaraan
benda lain. Metafora terdiri dari dua term: term pokok (tenor) dan term
kedua (vehicle). Term pokok menyebutkan hal yang dibandingkan, term
kedua adalah yang dibandingkan.
Perumpamaan atau perbandingan epos ialah perbandingan yang
dilanjutkan, atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan
sifat-sifat pembandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-
frase yang berturut-turut.
Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mirip dengan
metafora. Dalam hal ini personifikasi adalah menggambarkan sifat-sifat
manusia dalam binatang, benda atau konsep. Dalam puisi personifikasi
berfungsi untuk memberi kejelasan dan membuat hidup lukisan.
Metonimia dan sinekdoki merupakan bahasa kiasan yang hampir
sama sehingga keduanya kadang-kadang sukar dibedakan. Metonimia
dalam bahasa Indonesia sering disebut pengganti nama.
Sinekdoki adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian
yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri.
Sinekdoki ini ada dua macam:
1) Parsprototo, yaitu sebagian untuk keseluruhan
2) Totum pro parte, yaitu keseluruhan untuk sebagian
Alegori adalah cerita kiasan ataupun lukisan yang mengiasankan
hal atau kejadian lain. Alegori dibagi menjadi dua: yang bersifat sejarah
dan politik.
10
Simbol adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Obyek
yang hidup atau tidak hidup yang mewakili sesuatu yang lain. Istilah
simbol sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya timbangan
sebagai simbol atau lambang keadilan, bunga sebagai simbol cinta, cantik
dan lain-lain.
d. Sarana Retorika
Sarana retorika merupakan susunan kata-kata yang artistik untuk
memperoleh tekanan dan efek-efek tertentu. Sarana retorika ada
bermacam-macam diantaranya tautologi , pleonasme, litotes, tautologi dan
penjumlahan (enumerasi).
Sedangkan sarana retorika bagi pujangga baru sesuai dengan
konsepsi estetika yang menghendaki keseimbangan yang simetris dan juga
aliran romantik yang penuh curahan perasaan. Maka sarana retorik yang
dominan ialah tautologi , pleonasme, keseimbangan, retorik retisense,
paralelisme dan enumerasi.
Berikut ini dijelaskan secara singkat pengertian masing-masing
sarana retorika.
Tautologi adalah sarana retorika yang mengatakan hal atau keadaan
dua kali. Misalnya supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi
pembaca atau pendengar. Misalnya silih berganti, tiada berhenti, tiada
kuasa, tiada berdaya.
Pleonasme (keterangan berulang) ialah sarana retorika yang
sepintas lalu seperti tautologi , tetapi kata yang kedua sebenarnya telah
tersimpul dalam kata yang pertama. Dengan demikian, sifat atau hal yang
dimaksudkan lebih terang (Djoko Pradopo, 2000: 95). Misalnya dalam
sajak sebut: naik meninggi, turun melembah jauh ke bawah, jatuh
kebawah, dan lain-lain.
Enumerasi ialah sarana retorika yang berupa pemecahan suatu hal
atau keadaan menjadi beberapa bagian dengan tujuan agar hal atau
keadaan itu lebih jelas dan nyata bagi pembaca atau pendengar (Slamet
Muljana, dalam Djoko Pradopo, 2000: 96).
11
Paralellisme (pensejajaran) ialah mengulang isi kalimat yang
maksud tujuannya serupa. Menurut Cohen (dalam Ahmad Badrun, 1989:
47) paralelisme adalah pensejajaran antara dua bagian kalimat yang sama,
perulangan susunan kalimat atau perulangan kata-kata pada awal puisi dan
menimbulkan musik. Misalnya dapat dilihat dalam kutipan puisi berikut.
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkaupun turut menjaga jaman
(Sanuse Pane, dalam Djoko Pradopo, 2000: 97).
Hiperbola adalah sarana retorika yang melebih-lebihkan suatu hal
atau keadaan (Djoko Pradopo, 2000: 98). Sarana retorika itu digunakan
untuk memperbesar kenyataan atau emois dan merupakan suatu cara untuk
menunjukkan pentingnya suatu masalah. Dengan kata lain hiperbola
digunakan untuk intensitas, menyangatkan dan ekspresivitas.
Paradoks menurut Perrine (dalam Ahmad Badrun, 1989: 51) adalah
sebuah bentuk pertentangan mengenai situasi atau pernyataan yang masih
mengandung kebenaran. Sedangkan menurut Djoko Pradopo (2000: 99-
100) paradoks adalah sarana retorika yang menyatakan sesuatu secara
berlawanan, tetapi sebetulnya tidak apabila sungguh-sungguh dipikirkan
dan dirasakan. Contohnya dalam sajak “Kepada Orang Mati” bait pertama
berisi pernyataan yang paradoks. Kalau dimaafkan menjadi tak tahu diri.
Kiamus adalah sarana retorika yang menyatakan sesuatu diulang
dan salah satu dengan kalimatnya dibalik posisinya (Djoko Pradopo, 2000:
100). Misalnya terdapat dalam sepenggal sajak berikut ini:
Diri mengeras dalam kehidupan
Kehidupan mengeras dalam diri
(Toto Sudarto, dalam Djoko Pradopo, 2000: 100)
Ambiguitas biasanya disebut makna ganda. Dalam karya sastra
imbuigitas adalah yang wajar, karena dapat menghasilkan humor,
memperkaya arti dan merefleksikan persepsi pengarang tentang kehidupan
12
yang kompleks. Misalnya dalam kutipan puisi Amir Hamzah (dalam
Ahmad Badrun, 1989: 54).
Satu Kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Kata kekasihku dapat diartikan pacar, Tuhan atau seseorang yang
paling kita sayangi. Itu semua tergantung dari pembaca dan penafsirannya.
Ellipsis merupakan sarana retorika yang menghilangkan sebuah
kata atau beberapa kata dalam struktur guna mencapai ekspresi yang padat
(Cuddon dalam Ahmad Badrun, 2000: 56). Misalnya dalam sajak Mulut
Laut Mencegah seharusnya adalah kata di mulut laut yang mencegah.
Suatu kenyataan dalam puisi penyair tidak menggunakan satu jenis
sarana retorika akan tetapi kadang-kadang dua atau lebih. Sehingga akan
tercipta puisi yang memiliki tingkat kekreatifan yang tinggi.
e. Bunyi
Dalam puisi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk
mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi disamping hiasan
dalam puisi, juga menimbulkan rasa dan menimbulkan bayangan angan
yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.
Bunyi pernah menjadi unsur kepuitisan yang utama dana sastra
romantik, yang timbul sekitar abad ke 18 – 19 di Eropa Barat. Para
penyair romantik dan simbolis ingin menciptakan puisi yang mendekati
musik, membunyikannya dan berirama kuat. Mereka ingin merubah kata
menjadi gaya suara, bahkan mereka menginginkan agar kata0kata puisi
adalah suara belaka.
Dalam puisi dipergunakan sebagai orkestrasi, ialah untuk
menimbulkan bunyi musik. Bunyi konsonan dan vokal disusun begitu
rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan berirama seperti bunyi
musik.
13
Kombinasi-kombinasi bunyi yang merdu itu biasanya disebut efoni,
bunyi yang indah dan kombinasi-kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi):
a, e, i, u, e, o, bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) b, d, g, j, bunyi
luquida: r, l, dan bunyi sengau: m, n, ng, ny, dapat menimbulkan bunyi
yang merdu dan berirama. Bunyi yang merdu itu dapat mendukung
suasana yang mesra, kasih sayang, gembira dan bahagia.
Sebaliknya, kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, penuh
bunyi: k, p, t, s ini disebut kakafoni (cacophony). Kakafoni ini cocok dan
dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau,
serba tak teratur, bahkan memuakkan.
Bunyi dihasilkan dengan cara antara lain yaitu onomatope dan rima.
Enomatope adalah peniruan bunyi alam atau penggunaan kata yang
menyerupai bunyi asli. Misalnya dalam sepenggal puisi berikut.
Cicit kelelawar
Menghimbau di ubun bukit
(Zamawi Imron, dalam Ahmad Badrun, 1989: 70)
Dalam puisi tersebut penyair menampilkan bunyi cicit kelelawar
yang mana biasanya terdengar pada waktu malam. Dengan adanya
peniruan bunyi semacam itu maka hal-hal yang digambarkan dalam isi
menjadi jelas.
Cara kedua untuk memperoleh bunyi yang dapat menunjang makna
secara langsung adalah rima atau sajak. Menurut Slamet Muljana (dalam
Ahmad Badrun, 1989: 71) rima atau sajak adalah pola estetika bahasa
yang berdasarkan ulangan suara yang diusahakan dan dialami dengan
kesadaran. Persamaan bunyi (rima) mencakup persamaan bunyi yang
terletak di tengah, di akhir, diterasi, dan asonansi. Aliterasi adalah
perulangan konsonan yang sama pada awa kata yang bermacam-macam
atau persamaan bunyi konsonan dalam kata (Meyer dalam Ahmad Badrun,
1989: 71). Sedangkan asonansi adalah perulangan bunyi vokal yang
berdekatan. Aliterasi dan asonansi berfungsi untuk memperdalam rasa,
orkestrasi dan memperlancar ucapan.
14
Betapapun pentingnya sajak, namun dengan munculnya aliran
ekspresionisne, sajak sebagai sarana estetika jadi terdesak. Aliran
eksprecionisme masuk ke Indonesia dipelopori oleh Chairil Anwar,
mengakibatkan timbulnya sajak-sajak bebas yang tak mementingkan pola
sajak (akhir). Akan tetapi tahun 1950 pemakaian bunyi dan persajakan
dihidupkan kembali, hanya saja pemakaiannya tidak untuk orkestrasi.
Dapat kita simpulkan bahwa bunyi dalam puisi mempunyai peran
yang bermacam-macam, pada pandangan aliran atau konvensi yang
berlaku.
f. Irama
Rhythm is any wavelike recurrence of motion or sound (Tijaroh
Frederik, 1988: 80). Irama didefinisikan sebagai pergantian turun naik,
panjang pendek, keras lembut, cepat lambat, ucapan bunyi dengan teratur
(Djoko Pradopo, 2000: 40).
Dalam puisi, irama dapat diperoleh dengan perulangan bunyi,
diterapi, asonansi, perulangan kata, perulangan bait dan penekanan kata.
Irama itu dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu metro dan ritme.
Metrun adalah irama yang tetap artinya pergantian sudah tetap menurut
pola tertentu. Sedangkan ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan
atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan
jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang
sukma penyairnya.
Dengan adanya irama, maka puisi akan terdengar merdu, mudah
dibaca dan dapat menyebabkan aliran perasaan ataupun pikiran tak
terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan yang
jelas dan hidup.
Puisi yang merdu bunyinya dikatakan melodis. Melodi adalah
paduan susunan deret suara yang teratur dan berirama (Kusbini, dalam
Djoko Pradopo, 2000: 46). Melodi timbul karena pergantian nada kata-
katanya, tinggi rendah bunyi berturut-turut.
15
Dalam terdeklamasi irama ketepatan ekspresi didapatkan dengan
mempergunakan tekanan-tekanan pada kata. Ada tiga jenis tekanan, yaitu
tekanan dinamik, tekanan nada dan tekanan tempo.
Tekanan dinamik adalah tekanan pada kata yang terpenting,
menjadi sari kalimat dan bait sajak.
Tekanan nada ialah tekanan tinggi (rendah). Perasaan girang dan
gembira, perasaan marah, dan keheranan, sering menaikkan suara sedang
perasaan sedih merendahkan suara.
Tekanan tempo adalah lambat cepatnya pengucapan suku kata atau
kalimat.
Pada dasarnya penyair menggunakan irama dalam puisi adalah
untuk menciptakan susunan bunyi yang menyenangkan dan untuk
memperkuat makna, serta irama yang merdu akan dapat merangsangh
imajinasi pembaca atau pendengar untuk lebih memahami makna puisi.
g. Tipografi
Tipografi secara harfiah berarti mencetak dengan desain khusus,
susunan atau rupa barang cetak. Tipografi merupakan unsur visual puisi
namun unsur ini mempunyai peranan cukup penting karena dapat menarik
perhatian pembaca. Selain itu tipografi juga dapat membantu pembaca
memahami makna atau situasi yang tergambar dalam puisi. Misalnya pada
puisi Hartojo Andangdjaja tidak bervariasi, tersusun dalam bentuk bait
yang disusun secara lurus. Sedangkan puisi Ajib Rosidi tipografinya agak
bervariasi, ada bait yang menonjol dan ada pula bait yang tidak menonjol.
Semua itu tidak hanya dapat menarik perhatian pembaca, tetapi juga dapat
membantu pembaca dalam memahami makna atau situasi yang tergambar
dalam puisi. Tipografi puisi Hartojo tidak bervariasi hal itu berkaitan
dengan sikap penduduk desa dalam menghadapi musibah yaitu pasrah,
sedangkan pada tipogafi puisi Ajib ada dua bait yang menonjol, hal ini
menggambarkan masalah yang lebih penting atau lebih diutamakan dalam
kehidupan, terutama hubungan manusia dan Tuhan.
h. Tema dan Makna
16
Setiap penyair mempunyai konsep dalam mencipta karya sastra.
Konsep utama atau ide sentral dalam karya sastra disebut tema (Cohen
dalam Ahamd Badrun, 1989: 103).
Bila kita mengamati tema puisi Indonesia modern maka
kelihatannya cukup kompleks. Artinya itu mencakup segala aspek
kehidupan manusia, misal tentang cinta, penderitaan, perjuangan dan
keagamaan.
Tema banyak dipengaruhi oleh lingkungan yang melatarbelakangi
penyair, misalnya puisi-puisi Amir Hamzah banyak dipengaruhi oleh latar
belakang kehidupannya sehingga temannya berkisar pada masalah
kerinduan dan kesunyian, sedangkan puisi Chairil Anwar memiliki tema
yang bermacam-macam, yang pada hakekatnya merupakan refleksi
lingkungan yang melestarikannya. Misalnya puisi yang bertema cinta dan
perjuangan. Setiap penyair memiliki tema yang disenangi.
Makna dalam puisi bermacam-macam, sebanyak pengalaman
manusia itu sendiri kalau kita melihat beberapa teori yang berkembang
dan kita hubungkan dengan puisi maka masalah makna dapat dilihat dari
berbagai sudut, misalnya sudut guna, pengarang struktural, kaitannya
dengan kenyataan dan sebagainya.
Dalam upaya memahami makna puisi dapat tidak dapat dilepaskan
dengan pemahaman bahasa atau lambang yang digunakan dalam puisi.
Tanpa memahami hal itu maka sulit bagi kita memahami makna yang
terkandung dalam puisi.
4. Macam-Macam Puisi
Secara sederhana, kita dapat membagi puisi berdasarkan isi dan bahasa
yang digunakan. Berdasarkan isi yang dikandung puisi dapat dibagi tiga
macam: puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatic. Sedangkan berdasarkan
bahasa yang digunakan puisi dapat dibagi menjadi dua: puiosi transparan, dan
puisi prismatic.
17
Puisi epik disebut juga puisi naratif. Bentuk puisinya agak panjang dan
berisi cerita kepahlawanan, tokoh kebangsaan, masalah surga, neraka Tuhan
dan kematian (Cohen dalam Ahmad Badrun, 1989: 115). Puisi epik bersifat
obyektif. Artinya penyair menceritakan hal-hal yang diluar dirinya serta
biasanya mengandung unsur-unsur emosi. Adapun yang termasuk puisi epik
dalam sastra Indonesia antara lain syair dan balada.
Syair merupakan salah satu jenis puisi lama yang bersajak a a a a, tiap
bait terdiri empat baris, satu baris terdiri delapan sampai dua belas suku kata,
keempat baris kalimatnya mempunyai hubungan arti dan isi. Syair berisi
nasehat dan cerita.
Balada dibagi menjadi dua: yang bersifat nyanyian, dan bersifat sastra
(modern). Jenis pertama dikembangkan secara oral dan anonim. Balada yang
bersifat nyanyian ini masih terdapat di bagian utara Yunani, Balkan dan
Sisilia. Balada jenis kedua sudah diketahui pengarangnya dan dikenal dengan
istilah puisi balada.
Balada biasanya berisi gambaran kehidupan masyarakat, petualangan,
perang, cinta, kematian dan hal-hal yang bersifat supernatural.
Puisi transparan ialah puisi yang mudah dipahami, tidak ada kata-kata
atau lambang yang sukar dipahami, sedangkan puisi prismatic lebih sukar
karena banyak kata yang memiliki makna ganda dan kata yang demikian
memerlukan penafsiran.
5. Ketaklangsungan Ekspresi
Dikemukakan Riffaterre (dalam Djoko Pradopo, 2000: 281) bahwa puisi
merupakan ekspresi tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi itu
disebabkan oleh tiga hal : (a) penggantian arti (diplacing of meaning), (b)
penyimpangan arti (distorting of meaning), (c) penciptaan arti (creating of
meaning).
a. Penggantian Arti
Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan
metonimi. Yang dimaksudkan metafora dan metonimi secara umum
18
adalah bahasa kiasan, yang meliputi simile, personifikasi, dan sinekdoki,
metafora, dan metonimi. Secara khusus arti metafora adalah kiasan yang
melihat sesuatu dengan perantaraan benda lain (Becker dalam Djoko
Pradopo, 2000: 282).
Metonimi itu kiasan pengganti nama, misalnya sungai CIiliwung
diganti nama menadi sunyai kesayangan dalam salah satu sajak Toto
Sudarto Bahctiar.
b. Penyimpangan Arti
Arti atau makna bahasa puisi itu menyimpang atau memencong dari
arti bahasa yang tertulis. Penyimpangan atau pemencongan (makna) itu
disebabkan oleh tiga hal, yaitu sebagai berikut.
1) Ambiguitas
Bahasa puisi itu bersifat banyak tafsir(poly interpretable). Sifat
banyak tafsir ini disebabkan oleh penggunaan metafora dan
ambiguitas. Ambiguitas ini dapat berupa kata frase, kausa, atau
kalimat yang taksa atau mempunyai makna yang lebih dari satu.
2) Kontradiksi
Sering kali puisi itu menyatakan sesuatu secara kebalikannya.
Untuk menyatakan arti (makna) secara kebalikan itu dipergunakan
gaya ucap paradoks dan ironi.
Paradoks itu gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara
berlawanan atau bertentangan dalam wujud bentuknya. Sedangkan
ironi adalah gaya untuk menyatakan sesuatu secara kebalikan. Gaya ini
biasanya untuk menyindir atau mengejek.
3) Nonsense
Nonsense adalah kata-kata yang secara linguistic tidak
mempunyai arti. Meskipun tidak mempunyai arti secara linguistic
tetapi mempunyai makna dalam puisi karena konvensi puisi. Misalnya
kata-kata dalam mantra seringkali berupa nonsense. Nonsense itu
dalam makna mempunyai makna magis, makna gaib, dan dapat
mempengaruhi dunia gaib.
19
c. Penciptaan Arti
Pada waktu sekarang puisi ditulis dalam sebuah ruang teks, bukan
puisi lisan. Oleh karena itu ruang teks diorganisasikan untuk menciptakan
arti baru secara linguistik tidak ada artinya. Akan tetapi pengorganisasian
ruang teks itu menimbulkan makna. Diantara sarana-sarana pencipta-
pencipta arti atau makna itu adalah sajak (rima), enjamberment,
homologue dan tipografi.
20
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Puisi merupakan karya seni yang puitis. Sesuatu disebut puisi jika dapat
memmbangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang
jelas atau secara umum menimbulkan keharuan.
Unsur-unsur puisi terdiri atas: diksi, imajery, bahasa kiasan, sarana
retorika, bunyi, irama, tipografi, serta tema dan makna. Hal-hal tersebut
merupakan unsur yang selalu ada dan agak menonjol dalam setiap puisi.
Keputusan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya
dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait. Dengan bunyi: persajakan,
asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi. Dengan
pemilihan kata (diksi): bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur
ketatabahasaan, dan sebagainya.
Puisi dapat dibagi berdasarkan isi dan bahasa yang digunakan.
Berdasarkan isi yang dikandung puisi dapat dibagi menjadi tiga macam:
puisi epik, puisi lirik dan puisi dramatic. Sedangkan berdasarkan bahasa yang
digunakan puisi dapat dibagi menjadi dua, yaitu puisi transparan dan puisi
prismatic.
Puisi merupakan ekspresi tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi
itu disebabkan oleh tiga hal: (1) penggantian arti (displacing meaning), (2)
penyimpangan arti (distorting of meaning), dan (3) penciptaan arti (creating of
meaning).
B. Saran
Hal-hal di atas merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam puisi yang
mana puisi adalah sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis. Tujuan
penulisan adalah sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis. Tujuan
penulisan makalah ini yaitu berbagai pengetahuan dan pengalaman di seputar
penulisan dan cara memaknai sebuah puisi.
21
Penulis menyarankan agar dalam menciptakan sebuah tulisan khususnya
puisi digunakan alur pemikiran yang puitis dan dalam kata-katanya memiliki
makna yang tinggi sehingga dapat membangkitkan perasaan bagi orang-orang
yang membacanya. Perasaan tersebut dapat berupa sedih, semangat, gembira,
perjuangan dan sebagainya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Badrun. 1989. Teori Puisi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Alternand, Lynn dan Leslie L. Lewis. 1970. A Handbook for The Study Of Poetry. London: MacMillan Company.
Dahirisaini. 2006. Praktis Menulis Puisi. http://dahirisiani.blogspot.com/2006/05/ praktis-menulis-puisi.html (diakses tanggal 15 Desember 2007)
Esroq Heru Prasetyo. 2004. Pembelajaran Menulis Puisi Berbaris Pertanian Melalui Teknik Pancingan – Kata Kunci di SMP Negeri 2 Selo. Makalah. Boyolali: SMP N 2 Selo.
Juliana Tiaroh Frederik. 1988. English Poetry. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pesu Aftarudin. 1984. Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa.
Pamela Allen. 2004. Membaca, dan Membaca Lagi. Yogyakarta: Indonesiatera
Perrine, Lawrence. 1977. Sound and Sense An Introduction to Poetry. New York: Handcourt Brace Joravich, Inc.
Rochmad Djoko Pradopo. 2000. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sapardi Djoko Damono. 2005. Puisi Net Majalah Elektronik Puisi Nusantara. http://www.puisinet/index/php?option=com_content&task=blogcategory& id=19&itemid=44 (diakses tanggal 15 Desember 2007).
Siswantoro. 2002. Apresiasi Puisi-Puisi Sastra Inggris. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Sudane. 2007. Bagaimana Teknik Menulis Puisi yang Baik. http://id.answer.yahoo.com/ question/index?Qid=20070809251637AA7. (diakses tanggal 15 Desember 2007).
Tarigan, Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
23
Lampiran 1.
DALAM GELOMBANG
Alun bergulung naik meninggiTurun melembah jauh ke bawahLidah ombak menyerak buluhSurut kembali di air gemuruh
Kami mengalun di samudra-MUBersorak gembira tinggi membukitSedih mengaduh jatuh ke bawahSilih berganti tiada berhenti
Didalam suka di dalam dukaWaktu bah’gia waktu meranaMasa tertawa masa kecewa
Kami berbuai dalam nafasmuTiada kuasa tiada tertawaTurun naik dalam ‘rama-Mu
(St. Takdir Alisjahbana)
Analisis puisi:
Dalam sajak tersebut tampak segalanya selalu berimbang dan simetris,
berupa persamaan pertentangan: silih berganti – tiada berhenti; suka duka, bahgia
-merana; tertawa – kecewa. Keseimbangan ini disebabkan oleh tautology,
perseimbangan (balance), maupun paralelisme.
24
Lampiran 2.
RINDUKU
Di saat aku rinduKutelan luka yang kemarin tiba diambang senja Karena lentik matanya bukan lagi milikkuDan senyumnya bukan lagi untukku
Ada yang tersisa Tetapi matahari takan menghapus hujanDan angin takan berputar arahBiarlah sisa bayang-bayangan hilang diantara waktu
Selamat jalanBawalah serta rindukuDan buanglah angankuYang tak kan pernah aku temui ataupun menjemputnya
(Nurwahida Puspitasari)
25