Makalah Poliomyelitis blok
-
Upload
chatrine-ng -
Category
Documents
-
view
37 -
download
12
description
Transcript of Makalah Poliomyelitis blok
Poliomyelitis
Chatrine wijanarko
102012158
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510
Pendahuluan
Poliomyelitis adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus poo.
Penyakit ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan total. Penyakit ini
dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang paling rentan adalah kelompok
umur kurang dari 3 tahun. Gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, nyeri pada
kaki ataupun tangan. Virus polio termasuk golongan RNA virus, enterococcus, famili picorna
virus, dan terdiri dari 3 tipe yaitu tipe 1 ( brunhilde ), tipe 2 ( lansing ) dan tipe 3 ( leon ).
Penyebaran virus polio dari tinja dan percikan ludah. Polio dapat dicegah secara efektif
dengan vaksin polio oral. Polio tidak dapat diobati, penyakit ini hanya bisa dicegah melalui
imunisasi. Imunasasi OPV dan IPV, oleh sebab itu pada anamnesis perlu ditanyakan faktor
imunisasi nya. Beberapa faktor yang meningkatkan resiko terkena polio adalah belum
mendapatkan imunisasai polio, berpergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio, usia
sangat lanjut dan sangat muda, luka di mulut/ hidung/ tenggorokan ( misalnya baru menjalani
pengangkatan amandel atau pencabutan gigi ), stress atau kelelehan fisik yang luar biasa
( karena stres emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh ), gangguan sistem
kekebalan tubuh misalnya penderita HIV. Untuk lebih meyakinkan lagi bahwa pasien
menderita perlu dilakukan pemeriksaan penunjang contohnya kultur feses, kultur
tenggrokkan. Pada poliomielitis ini pengobatanya tidak spesifik.
Skenario 12
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa ibunya kepuskesmas karena kaki kanannya
tidak dapat degerakan sejak 2 hari yang lalu.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien.
Tujuan melakukan anamnesis adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah
medis pasien dan membuat diagnosis banding. Walaupun telah banyak kemajuan dalam
pemeriksaan diagnostik modern, namun anamnesis klinis masih sangat dipelukan untuk
mendapatkan diagnosis yang akurat. Akan tetapi, proses ini juga memungkinkan dokter untuk
mengenal pasiennya serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar
belakang sosial pasien.
Seorang dokter biasanya akan berusaha memperoleh informasi:
1. Nama, usia, tinggi, berat badan.
2. Masalah atau keluhan utama pasien dan riwayatnya.
3. Riwayat kesehatan pada masa lalu (seperti penyakit berat, operasi/pembedahan, atau
penyakit yang tengah diderita oleh pasien)
4. Kelainan pada organ.
5. Riwayat keluarga.
6. Riwayat penyakit pada masa kanak-kanak.
7. Status social-ekonomi, pekerjaan, penggunaan obat, tembakau, alokohol.
8. Penggunaan obat rutin.
Pada kasus yang kita peroleh, kita dapat menentukan anamnesis sebagai berikut :
1. Keadaan Umum
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa kepuskesmas dengan keluhan kaki kanannya
tidak dapat digerakkan sejak 2 hari yang lalu
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Apakah dulunya pernah mengalami sakit yang sama atau berbeda dan pernah dirawat di
rumah sakit.
4. Riwayat pribadi :
Kebiasaan makan, kebiasaan merokok, alkohol, penggunaan narkoba, dan riwayat trauma.
5. Riwayat Vaksinasi
6. Riwayat sosial :
Lingkungan tempat tinggal, hygiene, sosial-ekonomi, pekerjaan.
7. Riwayat kesehatan keluarga dan riwayat penyakit menahun keluarga
Dalam proses wawancara atau anamnesis, dokter akan bertanya mengenai keluhan apa yang
mendorong pasien datang berobat. Dalam kasus yang kita dapatkan, kita ketahui bahwa
pasien adalah seorang anak yang masih berusia 8 tahun oleh karena itu sebaiknya kita
melakukan alloanamnesis dimana kita melakukan wawancara dengan keluarga pasien. Jika
kasus yang kita hadapi adalah poliomyelitis perlu ditanyakan pula 2 hari sebelumnya apakah
ada demam, pilek, batuk, diare, muntah, sakit kepala, malaise, nyeri otot, faringitis,
anoreksia, sakit pinggang dan kesulitan menekuk leher serta punggung. Gejala tersebut
merupakan gejala yang tidak khas, tetapi gejala tersebut merupakan gejala prodromal yang
muncul sebelum timbulnya kelumpuhan 3-6 hari, dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21
hari.1,2
Dari anamnesis didapatkan anak usia 8 tahun dengan keluhan demam ringan 38°C, disertai
batuk pilek, sakit kepala dan nyeri otot. Awalnya kaki kanan berasa lemas dan nyeri namun
masih bisa berjalan dengan bantuan. Sejak 2 hari yang lalu pasien merasakan kaki kanannya
tidak bisa digerakkan sama sekali dan kadang-kadang masih berasa nyeri. Riwayat imunisasi
lengkap kecuali polio hanya mendapatkan 2 x suntikan usia 2 bulan dan 4 bulan.
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan pengukuran tanda-tanda vital (TTV)
meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh. Kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan khusus pada penyakit terkait. Pada kasus yang terkait dengan neurologis
dapat dilakukan pemeriksaan fisik seperti kesadaran, tanda rangsang meningeal, saraf cranial,
motorik, sensorik, koordinasi, status mental/kognitif. Tetapi, semua itu tidak dilakukan
karena memakan banyak waktu. Kita nilai keadaan umum terlebih dahulu, disini dikatakan
pasien tampak sakit sedang dan dinding faring hiperemis. Kesadaran pasien compos mentis.
Lalu diperiksa tanda rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk (+), dan brudzinski (+).
Lalu didapatkan pasien sulit angkat kepala dan kaki saat supine, refleks tendon (-), kekuatan
motorik (-), sensorik (+).1,3,4
Kaku kuduk dilakukan dengan tangan pemeriksa diletakkan dibawah kepala pasien
yang sedang berbaring. Kemudian kepala pasien ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Jika terdapat suatu tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada berarti
kaku kuduk (+). Tanda brudzinski 1 dilakukan sama dengan ingin melakukan kaku kuduk
tetapi tangan pemeriksa yang satu ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan. Bila tanda brudzinski (+), maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai.
Refleks tendon menurun atau tidak ada sama sekali. Atrofi otot bagian yang lumpuh biasanya
terlihat 3-5 minggu dan menetap dalam 12-15 minggu. Gangguan saraf cranial (poliomyelitis
bulbar) dapat mengenai saraf cranial IX dan X atau III. Bila mengenai formasio retikularis di
batang otak maka terdapat gangguan bernapas, menelan, dan system kardiovaskular.
Kemudian didapatkan tanda tripod, yaitu bila dari sikap berbaring ia hendak duduk maka
kedua lutut akan fleksi sedang kedua lengan dalam sikap ekstensi pada sendi siku untuk
dipakai menunjang ke belakang pada tempat tidur. Tanda ini timbul karena adanya spasme
pada otot-otot paravertebral, erector trunsi sehingga anak tidak dapat melakukan gerak
antefleksi kolumna vertebralis waktu hendak melakukan gerak dari berbaring ke sikap duduk.
Di samping tanda tripod dapat pula dijumpai tanda kepala terkulai (head drop) yaitu bila
penderita yang dalam sikap berbaring hendak kita tegakkan dengan cara menarik kedua
ketiak/lengannya maka kepala penderita akan terkulai ke belakang (retrofleksi).1,3,4
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, compos mentis, dinding
faring hiperemis. Pemeriksaan neurologis : kaku kuduk +, lumpuh flaccid +, sulit
mengangkat kepala dan kaki pada posisi supine, refleks tendon -, kekuatan motorik -,
sensorik +.
Pemeriksaan Penunjang
Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dalam jaringan, dari hapusan tenggorok (swab
tenggorok), darah, LCS, feces, darah tepi, dan serologi antibody virus polio.
Darah tepi perifer : tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk diagnosis poliomyelitis
pada gejala awal, sama seperti virus lainnya. Pemeriksaan darah perifer mungkin
dalam batas normal atau terjadi leukositosis pada fase akut yaitu 10.000-30.000/ml
dengan predominan PMN.
Cairan LCS : adanya pleositosis yaitu peningkatan jumlah sel 20-300 sel/ml, terjadi
dominasi PMN, selanjutnya dominasi limfosit. Kadar protein sedikit meninggi dan
kadar glukosa menurun serta elektrolit normal, sedang tekanan tidak meninggi. Kadar
protein berkisar antara 30-120 mg/100 ml pada minggu pertama tapi jarang > 150
mg /100 ml, kadar protein yang meninggi ini akan bertahan selama 3-4 minggu.
Isolasi virus : penderita mulai mengeluarkan virus ke dalam tinja saat sebelum fase
paralitik terjadi. Pada isolasi feses yang diambil 10 hari dari awitan gejala neurologic,
80-90% psitif untuk virus polio, oleh karena ekskresi terjadi intermiten maka yang
sebaiknya diambil 2 atau lebih specimen dalam beberapa hari. Ekskresi dari faring
dan LCS jarang menghasilkan virus. Hasil biakan juga penting untuk menentukan
jenis serotype virus dan mempengaruhi cara vaksinasi.
Serologi : diagnosis poliomyelitis ditegakkan berdasarkan peninggian titer antibody
4x atau lebih antara fase akut dan konvalesens, yaitu dengan cara pemeriksaan uji
netralisasi dan uji fiksasi komplemen. Karena complement fixing antibody
mempunyai waktu lebih pendek dibandingkan dengan titer netralisasi, dan lebih kuat
maka dapat ditentukan adanya infeksi polio baru bila terdapat peninggian tes fiksasi
komplemen. Sangat membantu bila wabah disebabkan oleh tipe tertentu atau oleh
NPE yang lain.4,5
Working Diagnosis
Poliomielitis adalah infeksi virus yang sangat menular dan kadang berakibat fatal.
Infeksi virus ini mempengaruhi saraf dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang menetap,
kelumpuhan dan gejala-gejala lainnya. Penyebabnya adalah virus polio. Virus polio termasuk
virus RNA , enterovirus ( sehingga bisa berpengaruh terhadap saluran nafas ), famili picorna
virus. Virus tersebut meyerang sel kornu anterior medulla spinalis yang berfungsi dalam
system motorik sehingga penderita mengalami kelumpuhan, kelumpuhan yang terjadi bersifat
asimetris Virus ini menular akibat menelan bahan terkontaminasi virus. Penularan virus
terjadi melalui beberapa cara : percikan ludah penderita saat batuk atau bersin, kontak dengan
tinja penderita atau barang-barang yang terkena tiinja penderita. Virus ini masuk melalui
mulut hidung, dan berkembangbiak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, lalu
diserap dan disebabkan melaui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
Beberapa faktor berikut bisa meningkatkan resiko terkena polio antara lain adalah
belum mendapatkan imunisasi polio, berpergian ke daerah yang masih sering ditemukan
polio, usia sangat lanjut atau sangat muda, luka di mulut/hidung/tenggorokan ( misalnya baru
menjalani pengangkatan amandel atau pencabutan gigi ), stress atau kelelahan fisik yang luar
biasa ( karena stres emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh ), gangguan
sistem kekebalan tubuh misalnya penderita HIV.
Different Diagnosis
A. Miastenia Gravis
Miastenia gravis adalah gangguan sistem saraf perifer yang ditandai dengan
pembentukan autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin yang terdapat di daerah motor
end-plate otot rangka. Autoantibodi igG secara kompetitif berkaitan dengan reseptor
asetilkolin , mencegah pengikatan asetilkolin ke reseptor sehingga mencegah
kontraksi otot. Akhirnya, reseptor di taut neuromuskular rusak.
Miastenia gravis pada awalnya dapat menyebabkan kelemahan otot yang mengontrol
gerakan mata atau dapat memengaruhi seluruh tubuh. Perkembangan penyakit
bervariasi dan dapat berkembang lambat, dengan atau tanpa remisi atau berkembang
cepat, yang menyebabkan kematian akibat paralisis pernapasan dan gagal napas.
Penyebab miastenia gravis tidak diketahui, namun tampak berkaitan dengan
kecenderungan keluarga untuk mengalami penyakit otoimun, kelenjar timus sering
mengalami hiperlplasia dan tampak berfungsi seperti fungsi kelenjar tersebut pada
masa kanak kanak awal, yang menunjukkan bahwa kelenjar timus dapat mencetuskan
atau melanjutkan respons imun.
Gambaran klinis : kelemahan otot mata yang menyebabkan ptosis ( turunnya kelopak
mata ), kelemahan otot wajah, leher dan tenggorokan yang menyebabkan kesulitan
makan dan menelan, penyebaran kelemahan otot yang berkelanjutan. Pada awalnya
terjadi keletihan ringan dengan pemulihan kekuatan setelah beristirahat. Akhirnya
kekuatan tidak pulih setelah beristirahat. 6
B. Sindrom Guillaine Barre
Merupakan suatu neuropati perifer autoimun pascainfeksi yang sering terjadi setelah
infeksi respiratorik atau gastrointestinal. Dalam bentuk klasik, sindrom guilaine barre
(SGB) merupakan inflamasi demielinisasi polineuropati akut yang ditandai oleh
kelemahan mototrik, paralisis, dan hiporefleksi simetris, asendens dan progresif dari
ujung ekstremitas tangan dan kaki kemudian menjalar ke atas/proksimal tubuh dengan
atau tanpa disertai gejala sensorik atau otonom. Gejala yang khas meliputi arefleksia,
flaksiditas, dan kelemahan yang relative simetris dimulai dari kaki dan naik hingga
melibatkan lengan, tubuh, tenggorokan, dan wajah. Progresivitas dapat terjadi dengan
cepat dalam beberapa jam atau hari atau lebih lambat, dalam beberapa minggu.
Gangguan muncul pada kedua sisi tubuh, kelemahan otot terjadi dalam beberapa hari
atau minggu, bahkan berbulan-bulan. Kelemahan pada awalnya muncul di tungkai
yang kemudian menjalar ke atas hingga dapat mengenai otot pernapasan dan otot-otot
lengan. Ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan.
Adanya factor pencetus seperti riwayat vaksinasi, kehamilan, operasi sebelumnya dll.
Refleks tendon menghilang akibat terlambatnya penyampaian impuls saraf karena
kerusakan myelin. Biasanya gejala dimulai dengan mati rasa atau parastesi pada
tangan dan kaki, kemudian rasa lemah dan berat pada kaki, diikuti ketidakmampuan
naik tangga atau berjalan. Refleks tendon dalam negative walaupun kekuatan otot
terpelihara. Disfungsi saraf autonom dapat menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipotensi ortostatik, takikardia, dan aritmia lain, retensi atau inkontinensia urin,
retensi feses, atau berkeringat yang abnormal, flushing, atau vasokonstriksi perifer.
Terpeliharanya fungsi defekasi dan miksi, hilangnya refleks pada lengan, tidak adanya
suatu batas sensorik yang tegas, dan tidak adanya nyeri disekitar tulang punggung
mengarah kepada sindrom guillaine barre.3,7
Manifestasi Klinis
Minor illness, gejala ini terjadi sebagai akibat proses inflamasi akibat berbiaknya
virus polio. Gejala sangat ringan atau bahkan tanpa gejala. Keluhan biasanya nyeri tenggorok
dan perasaan tak enak di perut, gangguan GIT, demam ringan, malaise, dan nyeri kepala
ringan. Gejala ini terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang. Gejala ini merupakan fase
enteric. Masa inkubasi 1-3 hari dan jarang lebih dari 6 hari. Selama waktu itu virus
bereplikasi pada nasofaring dan saluran cerna bawah. Gejala tidak khas ini terdapat pada 90-
95% kasus polio.5
Major illness merupakan gejala klinik akibat penyebaran dan replikasi virus di tempat
lain serta kerusakan yang ditimbulkannya. Gejala klinis dimulai dengan demam, kelemahan
cepat dalam beberapa jam, nyeri kepala dan muntah. Dalam waktu 24 jam terlihat kekakuan
pada leher dan punggung. Penderita terlihat mengantuk, iritabel, dan cemas. Bila terjadi
paralisis biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai 5 hari sesudah keluhan nyeri kepala.
Pada anak, stadium pre-paralisis lebih singkat dan kelemahan otot terjadi pada waktu
penurunan suhu, pada saat penderita merasa lebih baik. Pada dewasa, stadium pre-paralisis
berlangsung lebih lama dan hebat, penderita terlihat sakit berat, tremor, agitasi, kemerahan di
daerah muka, otot menjadi sensitive dan kaku, pada otot ekstensor ditemukan refleks tendon
meninggi dan fasikulasi. Secara umum proporsi bentuk klinik poliomyelitis :
Asimtomatik, tanpa gejala klinik, merupakan proporsi kasus terbanyak (72%)
Poliomyelitis abortif, terdapat 3 gambaran klinis utama, yaitu infeksi saluran napas
atas, gangguan GIT, dan gejala seperti influenza. Gejala tersebut mereda 2-3 hari.
Poliomyelitis aseptic nonparalitik, terdapat tanda poliomyelitis abortif, namun nyeri
kepala, mual dan muntah lebih berat, otot-otot leher posterior dan punggung kaku
serta nyeri, sulit BAK dan konstipasi. Pada PF ditemukan kaku kuduk. Refleks
profundus (tendon) biasanya terganggu 8-24 jam setelah refleks superficial
menghilang, menandakan akan terjadi paresis ekstremitas.
Poliomyelitis paralitik : pada poliomyelitis paralitik spinal setelah nyeri kepala dan
demam, terjadi nyeri otot hebat. Dalam 1-2 hari timbul paresis atau paralisis flaksid
asimetris. Pada PF ditemukan kaku kuduk, nyeri otot, refleks tendon dalam hiperaktif
kemudian menghilang dan terjadi paralisis. Pasien merasa lebih baik setelah 2-5 hari.
Poliomyelitis bulbar, terdapat disfungsi saraf cranial dan medulla spinalis.
Manifestasi klinis berupa gangguan pernapasan (selain paralisis otot-otot
ekstraokular, wajah dan pengunyah). Saraf cranial yang terkena jarang mengalami
gangguan permanen. Poliensefalitis, kejang, koma, dan paralisis spastic disertai
peningkatan refleks fisiologis, iritabilitas, disorientasi, mengantukm dan tremor.
Dapat terjadi paralisis nervus kranialis atau perifer.3,5
Etiologi
Virus polio adalah virus RNA yang termasuk kelompok enterovirus dan family
pikorna virus. Virus ini juga termasuk salah satu virus yang terkecil jadi ia termasuk virus
yang filterable. Terdapat 3 tipe virus polio yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), dan tipe
3 (Leon). Tipe 1 yang sering menyebabkan paralisis. Virus ini akan menimbulkan 3 macam
antibody, tetapi tidak terdapat kekebalan silang. Virus ini menular melalui percikan ludah dan
feses. Virus polio masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut dan berkembang biak
ditenggorokan dan usus. Berkembang biak selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan
dikeluarkan melalu tinja selama beberapa minggu kemudian. Virus ini hanya dapat
dimusnahkan dengan cara pengeringan atau pemberian zat oksidator yang kuat seperti
peroksida, atau kalium permanganate.4
Epidemiologi
Goar (1955) dalam uraiannya tentang polio di negeri yang sedang berkembang
dengan sanitasi yang buruk berkesimpulan bahwa epidemic ditemukan 90% pada anak
dibawah usia 5 tahun (karena itu dulu disebut paralisis infantil) tapi bukan berarti
poliomyelitis tidak ditemukan pada orang dewasa. Penyakit polio jarang didapatkan pada usia
dibawah umur 6 bulan, mungkin karena imunitas pasif yang didapat dari ibu. Wabah
epidemic poliomyelitis yang terakhir dilaporkan terjadi pada tahun 1955 di New England,
USA. Dengan ditemukan vaksin polio maka kini poliomyelitis hanya dijumpai sebagai kasus
yang sporadik saja.4
Patofiologi
Virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran ororfaring setelah ditularkan melalui
fekal-oral. Masa inkubasi biasanya antara 4-17 hari, tapi bisa sampai 5 minggu. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan berkembang biak (multiplikasi) di jaringan limfoid tonsil
atau pada plak peyeri kemudian ia akan menembus dinding usus melalui darah akan tersebar
ke seluruh tubuh. Viremia ini tidak menimbulkan gejala (asimtomatik) atau hanya sakit
ringan saja. Diduga pada kasus-kasus yang menimbulkan paralisis, virus mencapai system
saraf secara langsung melalui darah atau secara retrograd melalui saraf tepi atau saraf
simpatetik atau ganglion sensorik pada tempat ia bermultiplikasi yaitu di saluran GIT atau
jaringan ekstraneural lain. Bila virus banyak didapat pada suatu daerah, maka timbulnya
penyakit polio dapat dicetuskan oleh tindakan operasi daerah tenggorok, dan mulut seperti
tonsilektomi dan ekstraksi gigi atau tindakan penyuntikan/vaksinasi DPT, kehamilan, kerja
fisik yang berat/kelelahan.4
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomielitis.
Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu
dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktifitas selama 2 minggu. 2 bulan
kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-mskuloskeletal untuk mengetahui adanya kelainan.
Non paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektip bila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam dan kadang-
kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot board, papan
penahan pada telapak kaki yaitu agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.
Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel kornu
anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi
Paralitik : harus di rawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis
pernafasan dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis3,4,5
Pencegahan
Ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV ( Oral Polio Vaccine ) dan IPV ( Inactivated
Polio vaccine ).
OPV diberikan 2 tetes melalui mulut, sedangkan IPV deberikan melalui suntikan.
1. OPV . Diberikan dalam 3 dosis awal : saat usia 6 minggu atau biasanya usia 2 bulan,
usia 4 bulan, dan pada usia antara 6-18 bulan. Dosis keempat diberikan pada usia 4
tahun. Imunisasi polio ulangan diberikan saat masuk sekolah ( 5-6 tahun ) dan dosis
berikutnya diberikan pada usia 15-19 tahun.
2. IPV diindikasikan untuk penderita immunocompromised.3
Komplikasi
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelupuhan terjadi
pada kurang dari 1 per 100 kasusm tetapi kelemahan satu atau beberapa otot sering
ditemukan. Kadang bagian otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio,
sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.
Prognosis
Prognosis polio bergantung pada derajat penyakitnya. Pada polio ringan dan sedang,
kebanyakan pasien sembuh sempurna dalam jangka waktu singkat. Penderita polio spinal
50% akan sembuh sempurna, 25% mengalami disabilitas ringan, 25% disabilitas serius dan
permanen. Sebanyak 1% penderita polio berat akan mengalami kematian.3
Kesimpulan
Poliomielitis disebabkan oleh virus polio , yang merupakan golongan RNA virus,
enterovirus dan termasuk famili picorna virus. Virus tersebut meyerang sel kornu anterior
medulla spinalis yang berfungsi dalam system motorik sehingga penderita mengalami
kelumpuhan, kelumpuhan yang terjadi bersifat asimetris. Gejala dari poliomielitis terbagi
menjadi 2 yaitu minor dan mayor , gejala minor terdiri dari nyeri tenggorok gangguan GIT,
demam ringan, malaise, nyeri kepala ringan, gejala mayor terdiri dari demam, kelemahan
cepat dalam beberapa jam, nyeri kepala dan muntah. Tidak ada pengobatan spesifik pada
poliomielitis, pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan vasinasi. Dengan
ditemukannya vaksin polio kini penyakit tersebut hanya bersifat sporadic saja.
Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI;
2006
2. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford pemeriksaan fisik & keterampilan praktis.
Jakarta: EGC; 2012
3. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis &
tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009
4. Joesoef AA, Aliah A, Limoa A, Chandra B, Asnawi C, Gunawan D. Kapita selekta
neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press: 2009
5. Merdjani A, Syoeib AA, Tumbelaka AR, Chaerulfatah A, Kaspan F, Setiabudi D.
Buku ajar infeksi & pediatric tropis. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI: 2002
6. Corwin E J. Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2009
7. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Alpert JJ, Bishop WP.
Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi keenam. Singapura: Saunders Elsevier;
2011