MAKALAH pemeriksaaan fisik.docx
Transcript of MAKALAH pemeriksaaan fisik.docx
KEADAAN UMUM
1. Kesan sakit
Apakah pasien tampak sakit ringan, sedang, atau berat, sesuai dengan jenis penyakit atau
stadium dari penyakit.
Tampak sakit berat misalnya pada : Demam tifoid dengan komplikasi
Decompensatio cordis kiri berat
Status asthmaticus
Demam berdarah dengan shock
2. Status gizi
Ditetapkan berdasarkan perbandingan tinggi dan berat badan, rambut, lemak subkutan,
penonjolan tulang-tulang, kulit, ekspresi wajah. Pasien kurang gizi rambutnya
rontok/jarang, kering dan berubah warna, mata cekung ekspresi kosong, pucat, kulit
kering dan kasar, lemak subkutan tidak ada, tulang-tulang menonjol. Pada orang obese
perutnya tampak seperti apron (celemek).
Gizi yang tampak amat buruk misalnya terdapat pada penyakit keganasan, defisiensi
protein-kalori, penyakit AIDS, dan stadium terminal dari penyakit berat.
Pada syndrome cushing tubuh gemuk dengan distribusi lemak sentripetal, wajah bulat
seperti bulan purnama (moon face) dan memiliki pundak yang “bull shape” atau “buffalo
hump”.
Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan penggunaan teknik Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT ini merupakan alat atau cara yang sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan
dan kelebihan berat badan. Dengan IMT ini antara lain dapat ditentukan berat badan
beserta resikonya. Misalnya berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap
penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap
penyakit degeneratif. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun
dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
1
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dipergunakan formula sebagai berikut :
Berat Badan (Kg)IMT = ------------------------------------------------------- Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Untuk orang Indonesia standard IMT menggunakan standard Asia bukan
internasional sebab untuk ukuran tubuh orang Indonesia memiliki perbedaan dengan
orang Barat seperti pada tinggi badannya.
Berikut ini pembagian IMT berdasar standard Asia menurut IOTF, WHO (2000) :
<18,5 = Underweight
18,5-22,9 = Normal
23-24,9 = At risk
25-29,9 = Obese I
>30 = Obese II
Berikut ini IMT untuk standar international menurut WHO (1998) :
<18,5 = Underweight
18,5-24,9 = Normal
25-29,9 = Preobese
> 30 = Obese
30-34,9 = Obese I
35-39,9 = Obese II
> 40 = Obese III
3. Tingkat Kesadaran
a. Compos mentis = kesadaran baik, pasien sadar sepenuhnya hingga orientasi dirinya
terhadap waktu, ruang/tempat, orang lain, situasi dst.
b. Somnolen = penurunan kesadaran ringan , seperti orang mengantuk namun mudah
dibangunkan/disadarkan kembali. Terdapat misalnya pada penderita anemia, penyakit
Addison, hypothyroidisme, tumor otak.
2
c. Sopor = penurunan kesadaran lebih rendah dari somnolen, hingga pasien tampak
seperti sedang tidur lelap tetapi masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat.
d. Soporokoma atau koma ringan = tingkat kesadaran lebih rendah dari spoor, pasien
tidak dapat dibangunkan walaupun dengan rangsang kuat tetapi masih ada reflex-
refleks yang dapat dibangkitkan dan masih ada reaksi terhadap rangsang nyeri.
e. Koma (berat/dalam) = tingkat kesadaran terendah, pasien bagaikan mayat tapi masih
bernapas dan jantung masih berdenyut. Tidak ada atau hampir tidak ada refleks yang
dapat dibangkitkan lagi.
Penyebab penurunan kesadaran : Penyakit /kelainan pada rongga tengkorak
Diabetes mellitus berat/tidak terkontrol
Hipoglikemia berat
Gagal ginjal (uremia)
Gagal hati (koma hepatik)
Keracunan, shock, dll
f. Delirium = penurunan kesadaran yang sifatnya akut (mendadak) disertai dengan
kegelisahan dan gangguan koordinasi gerak motorik, halusinasi dan delusi. Misalnya
pada demam tifoid, keracunan (alcohol, dll), hysteria, dll.
g. Apatis = tanda dari mulainya penurunan kesadaran, pasien tidak lagi mengacuhkan
keadaan sekelilingnya.
GLASLOW COMA SCALE
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) :
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
3
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat
dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam
satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M… Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15
yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
4
4. Postur Tubuh
Menurut Kretschmer :
a. Asthenicus (ektomorf) : bentuk tubuh panjang-panjang, kurus, thorax sempit dan
gepeng, scapula menonjol, otot keliahatan lemah.
Biasanya berwatak pesimis, sering termenung, mudah tersinggung, senang
mengasingkan diri. Mempunyai kecendrungan untuk mengidap penyakit ulkus
peptikum, thyrotoxicosis, colitis ulserosa, Tbc, schizophrenia.
b. Athletikus (mesomorf) : bentuk tubuh seimbang sepeti atlet, tegap, otot-otot
berkembang baik. Biasanya bersikap tenang, tidak terlalu ramah, cenderung
menderita hipertensi
c. Pyknikus (endomorf) : bentuk tubuh pendek, gemuk, bulat, perut besar.
Umumnya bersifat ramah, mudah bergaul, senang tertawa. Cenderung menderita DM,
batu empedu, atherosclerosis, psikosis manic depresif.
5. Menetapkan kondisi mental pasien
• Optimis
• Depresif
• Khawatir
• Ketakutan
• Pesimis
• Kehilangan kepercayaan diri
• Tidak jujur
Bisa kita nilai saat anamnesis dengan pasien.
6. Menaksir Umur
5
Dilakukan dengan inspeksi, dicocokkan dengan usia penderita sebenarnya. Jika pasien
tampak lebih tua dari pada umur yang sebenarnya, kemungkinan pasien menderita
penyakit kronik atau kerena penyakit tertentu seperti penyakit Alzheimer. Namun pada
pasien yang terlihat lebih muda daripada umur sebenarnya, terdapat pada schizophrenia
hibephrenik, dan pada orang-orang yang kesehatan fisik juga mentalnya sangat baik, sifat
periang, dan optimis.
7. Cara Berjalan (gait)
Pada penderita hemiplegia, pasien berjalan dengan menyeret tungkainya yang lumpuh
sehingga terayun seolah membuat gerakan melengkung membentuk setengah lingkaran,
disebut “circumdiction gait”. Pada pasien tabes dorsalis, pasien melangkah lebar-lebar
dan mengangkat tungkainya tinggi-tinggi dan dijatuhkan keras-keras pada seluruh telapak
kainya hingga disebut “stamping gait”. Pada penderita penyakit Parkinson, gaya berjalan
membungkuk, lengan adduksi dan fleksi pada sendi siku dan lutut, langkah kecil-kecil,
diserret, lambat, dan kaku. Bila sedang berjalan sulit menghantikan langkahnya, disebut
sebagai “parkinsonian” atau “festinating gait”.
Pada penderita lesi upper motor neuron kedua tugkai kaku (spastic) sehingga tampak
seperti orang yang baru belajar berjalan, disebut “spastic gait”. Bila terjadi paraplegia
dengan kekuatan otot-otot adductor kedua paha, pasien akan berjalan seperti mengguting
sehingga disebut “scissors gait”. Pasien yang menderita penyakit pada cerebellum atau
system keseimbangan, juga pada pada penderita ataxia Friedreich, akan berjalan seperti
orang mabuk, disebut “ataxic gait”.
Pada penderita neuritis perifer terjadi ‘foot drop’, pasien waktu melangkah mengangkat
tungkainya tinggi-tinggi hingga jari-jari kakinya tidak lagi menyentuh tanah lalu saat
diturunkan yang menyentuh tanah lebih dulu adalah jari-jarinya, disebut “steppage gait”.
Pada penderita congenital dislocation of the hip, berjalan bergoyang seperti bebek,
disebut “waddling gait”.
6
Pada penderita myasthenia gravis, setelah istirahat pasien berjalan biasa tapi lama-lama
makin melemah sampai berjalan menjadi sulit hingga seolah-olah diseret seperti pada
penderita elephantiasis, disebut “laboured gait”.
Pada penderita hysteria cara berjalan aneh (bizarre) dan tidak konstan, tetapi bila
berbaring pasien dapat mengontrol tungkainya dengan baik, disebut “astasia-abasia”.
Pada penderita abses hepar, berjalan perlahan sambil membungkuk dan memegangi
bagian perut sebelah kanan atasnya. Penderita appendicitis akut juga memperlihatkan
cara berjalan yang takut-takut, karena dapat menimbulkan rasa nyeri hebat pada perut
bagian kanan bawahnya. Pasien yang menderita cacat, luka, dan sebagainya juga
memperlihatkan cara berjalan yang tidak wajar.
8. Cara Berbaring/Duduk
Cara berbaring aktif : pada orang sehat tau sakit ringan, pasien dapat sekehendaknya
memilih posisi yang diinginkannya.
Cara berjalan pasif: pada orang lumpuh. Pasien tidak dapat dengan kemuannya sendiri
memilih posisi berbaring.
Cara berbaring terpaksa : pasien terpaksa memilih pasisi tertentu untuk mengurangi rasa
sakit bila dengan posisi lain. Misalnya pada pneumonia satu sisi, pasien lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit. Pada perikarditis, bila berbaring pasien lebih senang
berbaring pada sisi kanan, bila duduk pasien melengkung ke depan (emprosthotonus).
Pada asthma bronchiale atau cardiale pasien lebih suka pada posisi duduk atau setengah
duduk. Pada appendicitis akut atau perinefritis pasien berbaring pada fleksi pada sendi
paha. Pada tetanus pasien berbaring lurus, kaku (orthotonus) atau bila berat hinggs
melengkung seperti busur (opisthotonus). Pada penderita pancreatitis, pasien duduk
sambil memeluk lututnya.
9. Cara Berbicara dan Suara
7
Wanita yang bersuara seperti pria mungkin menderita hirsutisme. Suara pria seperti
wanita pada gynekomastia. Orang dewasa bersuara seperti kanak-kanak pada penyakit
kelainan hormone. Suara serak pada gangguan pita suara atau larynx. Suara sengau pada
penderita pilek atau pada kelumpuhan palatum molle atau Pallatum durum terbelah
(palatoschizis). Penyakit pada lidah atau rongga mulut juga dapat menyebabkan cara
bicara terganggu.
Dysarthria : tidah mampu mengucapkan kata l, r, dengan tepat atau lancer, misalnya pada
gangguan cerebellum.
Dysphasia/aphasia : ketidakmampuan mengekspresikan isi pikirannya kedalam kata-kata,
misalnya pada penderita kerusakan otak.
Isi pembicaraan yang melompat-lompat dari satu topic ke topic lainnya dengan cepat,
atau bila hanya mengeluarkan kata-kata yang saling tidak ada kaitannya satu dengan yang
lain (wordsalad), dapat pada penderita schizophrenia.
10. Menetapkan penampilan pasien
Untuk menilai dan menyimpulkan latar belakang sosio ekonomi, tingkat pendidikan dan
lingkungan
11. Menetapkan ada tidaknya cacat tubuh
Di inspeksi secara teliti dari atas hingga bawah apakah ada kelainan bawaan ataupun
cacat yang Nampak saat pemeriksan.
TANDA – TANDA VITAL
1. Tekanan darah
8
Lebih dulu ukur dengan metode palpasi lalu ukur dengan metode auskultasi agar
diketahui tekanan sistolik dan diastoliknya. Hal ini untuk mencegah kesalahan
pengukuran tekanan sistolik dengan metode auskultasi, karena adanya silent gap.
Dengan metode palpasi pengukuran tekanan sistolik lebih dapat dipercaya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah:
- Aktifitas fisik, emosi, makan, obat-obatan dan posisi waktu diukur. Semua faktor
yang dapat mempengaruhi tekanan darah saat pengukuran dilakukan harus
dihilangkan.
Tekanan diastolik cenderung lebih tinggi bila dilakukan pengukuran dengan posisi
duduk/tegak, bila dibandingkan dengan pengukuran dalam posisi berbaring. Tekanan
darah lengan kanan umumnya sedikit lebih tinggi dari tekanan lengan kiri.
Selain diukur pada lengan (A.brachialis)juga kadang-kadang diukur pada paha
(A.femoralis) yang normalnya 20-30mmHg lebih tinggi. Pada tekanan darah
A.femoralis jauh lebih tinggi lagi, selisihnya dengan tekanan pada A.brachialis dapat
sampai lebih dari 50mmHg. Hal ini disebut sebagai Hill’s sign. Bila tekanan darah
lengan lebih tinggi dari tekanan darah paha, kemungkinan terdapat coarctatio aorta.
Secara faal tekanan darah dipengaruhi :
1. Cardiac output (kekuatan kontraksi ventrikel kiri)
2. Keadaan pembuluh darah tepi (elastisitas dsb)
3. Darah (volume dan viskositas)
Tekanan darah yang diukur pagi-pagi saat bangun setelah tidur cukup pada
malamnya, disebut tekanan darah basal (lebih rendah 15-25 mmHg dari pada siang
hari)
Kriteria tekanan darah menurut WHO yang digunakan untuk screening :
Bagi orang berusia kurang dari 60 tahun :
Normotensi = sistolik kurang dari 140 dan diastolic kurang dari 90 mmHg
9
Hipertensi = sistolik sama atau lebih dari 160 atau diastolic sama atau lebih dari
mmHg atau, kedua-duanya.
Borderline = sistolik antara 140-160 dan diastolic antara 90-95 mmHg
Hipotensi = sistolik kurang dari 100 dan diastolic kurang dari 60 mmHg secara
tetap
Tekanan darah bayi baru lahir, sistolik 60-90 mmHg dan diastolik 20-60 mmHg.
Tiap tahun pertambahan umur, naik 2-3 mmHg. Anak-anak akan sama tekanan
darahnya dengan orang dewasa sekitar masa pubertas. Orang gemuk, Negro, dan
orang Jepang cenderung tekanan darahnya tinggi.
Penyebab Hipertensi :
1. Primer(Esensial) : penyebabnya tidak diketahui,mungkin karena genetic
2. Sekunder :
- Penyakit pada ginjal : glomerulonefritis, stenosis A.renalis
- Penyakit endokrin : hyperthyroidisme, syndrome Cushing
- Lain-lain : tekanan intracranial meningkat, Toximia gravidarum, gout, polycitemia
Penyebab Hipotensi :
1. Cardiac Output turun : infark miocard, efusi pericardial, shock
2. Penyakit endokrin : penyakit Addison, hypothyroidisme
3. Pada penyakit-penyakit kronik
Hipotensi orthostatic (postural) : terjadi hipotensi pada posisi berdiri (tegak). Tensi
normal kembali bila pasien berbaring. Terjadi misalnya pada pengguna obat anti
hipertensi.
JNC VII.
Klasifikasi tekanan darah berdasarkan The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation of High Blood Pressure / JNC VII :
Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
10
Normal <120 dan <80Prehipertensi 120-139 atau 80-89Hipertensi Derajat I 140-159 atau 90-99Hipertensi Derajat II >160 atau >100
Tekanan Nadi
Selisih tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Normal 30-60 mmHg.
Tekanan nadi naik (lebih dari 60 mmHg) : hipertensi sistolik, arteriosklerosis, beri-beri,
anemia berat, hyperthyroidisme. Tekanan nadi turun (kurang dari 30 mmHg): shock,
efusi pericardial, hipertensi diastolik, bayi dan anak kecil.
2. Suhu tubuh
Menunjukkan kehangatan tubuh manusia. Didapat dari panas tubuh yang diproduksi
melalui metabolisme dan menghilang melalui kulit, paru dan produk sisa.
Macam suhu tubuh:
- Suhu inti jaringan dalam tubuh: rongga abdomen dan rongga pelvic. Relatif
konstan
- Suhu permukaan suhu kulit, SC, dan lemak SC naik dan turun merespon thd
lingkungan
Faktor yang memperngaruhi suhu tubuh
- Siklus sirkadian
- Usia
- Hormonal
- Stress
Suhu tubuh normal :
- Suhu Permukaan : 36,8o – 37,4o C (96,6o – 99,3o F)
- Suhu inti : 36,4o – 38o C (97,5o – 100,4o F)
Lokasi pengukuran suhu
11
- Oral
Termometer diletakkan di dibawah lidah (arteri sublingual)
Biasanya hasil pengukuran 0,5 – 0,8 °C dibawah suhu inti
Kontraindikasi
• Klien tidak kooperatif
• Bayi atau toodler
• Tidak sadar
• Dalam keadaan menggigil
• orang yang biasa bernafas dengan mulut
• Pembedahan pada mulut
• Pasien tidak bisa menutup mulut
- Rectal
Berbeda 0,1°C dengan suhu inti
Kontraindikasi
• Diare
• Pembedahan rektal
• Clotting disorders
• Hemorrhoids
- Axilla
Hasil pengukuran 0,6°C lebih rendah dibandingkan suhu oral
Paling sering dilakukan mudah, nyaman
12
Kontraindikasi :
• Pasien kurus
• Inflamasi Lokal daerah aksila
• Tidak sadar, shock
• Konstriksi pembuluh darah perifer
- Telinga
Paling mendekati suhu inti tubuh
Kesimpulan ini didasarkan pada 2 fakta anatomi:
• Membran tympani hanya berjarak 3,8 cm dari hipotalamus
• Darah pada arteri karotis interna dan eksterna, adalah pembuluh
darah yang menyuplai hipotalamus dan membran tympani
Peningkatan suhu : (sibuea. Herdin w, dkk ; Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan
Jasmani; 1996; Jakarta )
• Pyrexia : istilah yang digunakan untuk menggambarkan suhu tubuh lebih
tinggi dari set point normal
• Fever (demam) : suhu tubuh > 37,4°C, tanda dan gejala:
• Kulit kemerahan
• Gelisah,
• irratibilitas (lekas marah)
• Tidak nafsu makan
• Pandangan menurun dan sensitif terhadap cahaya
13
• Banyak Keringat
• Sakit kepala
• Nadi dan RR meningkat
• Disorientasi dan bingung (jika suhu terlalu tinggi)
• Kejang pada infantdan anak-anak
Hiperthermi : suhu tubuh > 40,6°C
Sangat beriko terjadi kerusakan otak bahkan kematian kerusakan pusat
pernafasan
3. Denyut Nadi
Yang dicatat sebagai tanda vital adalah denyut nadi radialis.
Dengan 3 jari denyut nadi radialis dicatat :
a. Frekuensi per menit
Normal : 60-100X/menit dalam keadaan pasien istirahat.
Anak-anak : 80-140X/menit
Lebih dari 100X/menit disebut pulsus frequens (tachycardia)
Kurang dari 60X/menit disebut pulsus rarus (bradycardia)
Penyebab tachycardia :
- Fisiologik
Aktifitas fisik
Emosi
Makan
Menarik napas (terutama pada anak-anak/dewasa muda)
Pengaruh obat (caffeine, adrenalin, ephedrine, atropine, dll)
- Patologik
Penyakit yang disertai demam, kecuali demam tifoid
Penyakit jantung kecuali blockade jantung
Hipertiroidisme
14
Anemia berat
Beri-beri
Shock
Peningkatan tekanan intracranial
Pada tiap kenaikan suhu sebesar 1°C biasanya disertai dengan kenaikan frekuensi
denyut antara 8-10X/menit kecuali pada demam tifoid, meningitis, brucellosis,
pneumonia karena virus. Keadaan ini disebut Bradycardia relatif.
Pada demam rematik atau poliarteritis, frekuensi denyut bertambah dengan menyolok
walaupun kenaikan suhu hanya sedikit disebut tachycardia relatif.
Tachycardia paroksismal adalah tachycardia yang hilang timbul secara mendadak
dapat dalam beberapa menit/jam/hari atau minggu. Dapat terjadi pada
hipertiroidisme, miokarditis, oklusi arteri coronaria.
Penyebab bradycardia :
Fisiologik :
Tidur
Atlit yang terlatih
Efek obat misalnya digitalis, beta blocker
Patologik :
Hipotiroidisme (myxedema)
Blockade jantung
Sindrom Adam-Stokes : frekuensi denyut amat rendah (kurang dari 40X/menit)
disertai penurunan kesadaran dan kejang-kejang epileptiform.
Pulsus defisit adalah frekuensi denyut nadi yang kurang bila dibandingkan dengan
frekuensi denyut jantung yang diperiksa dengan stetoskop.
b. Volume denyut
15
Volume denyut yaitu besarnya denyut yang teraba oleh pemeriksa. Bisa sedang
(normal), besar, atau kecil. Tergantung kepada tekanan nadi yaitu selisih tekanan
darah sistole dengan tekanan darah diastole.
Pulsus magnus = volume denyut besar, pada :
- AI (insufisiensi katup Aorta)
- Hipertensi sistolik
Pulsus parvus = volume denyut kecil, pada :
- AS (stenosis katup Aorta)
- MS (sstenosis katup Mitral)
- Shock
c. Irama denyut
Normal teratur (regular).
Sinus aritmia : frekuensi denyut bertambah cepat pada inspirasi dan kembali normal
bersama ekspirasi. Normal, terdapat pada anak-anak/dewasa muda.
Ekstra systole : ada denyut kecil disertai pause diantara beberapa denyut normal.
Terjadi karena kontraksi premature jantung.
Pulsus bigeminus : denyut datang 2X diikuti pause, kemudian datang lagi 2 kali dan
seterusnya, pada blockade AV 3:2, intoksikasi digitalis.
Pulsus irregularis perpetuus (ireguler absolute): irama (interval) maupun volume
sama sekali tidak teratur. Pada fibrilasi atrium.
d. Sifat/tipe gelombang denyut
Pulsus celer (water hammer pulse) pada AI, hipertiroidisme
Pulsus tardus pada AS
Pulsus dicrotic pada demam tifoid
Pulsus anacrotic pada AS
Pulsus bisferiens pada AS, arteriosklerosis
16
e. Tekanan dan sifat fisik nadi radialis
Bagian proksimal nadi radialis pasien ditekan hingga denyutnya di bagian distal tak
teraba. Makin besar tekanan yang harus dilakukan, makin tinggi tekanan nadi radialis.
Pulsus durus = tekanan nadi radialis besar, misalnya pada hipertensi.
Pulsus mollis = teknanan nadi radialis kecil, misalnya pada hipotensi.
Nadi yang mengalami sklerosis akan teraba seperti kawat, keras, berkelok-kelok.
f. Ekualitas
Kesamaan denyut nadi radialis kiri dan kanan (diperiksa berbarengan). Normal harus
sama baik frekuensi maupun volumenya.
Aneurisma, coarctio, atau ada tumor yang menekan pada aorta ascendens, nadi
radialis kanan volumenya lebih kecil, frekuensi lebih lambat.
Aneurisma, coarctio, atau ada tumor yang menekan pada aorta descendens, nadi
radialis kiri volumenya lebih kecil, frekuensi lebih lambat.
4. Pernafasan
Periksa : frekuensi, irama, tipe, dan kelainan pada pernafasan.
Frekuensi nafas dipengaruhi aktifitas fisik, emosi, umur, obat-obatan.
Normal pada pria = 14-18X/menit
Norma pada wanita = 16-20X/menit (eupnoe)
Pada bayi = 30-50X/menit
Bila lebih dari 20X/menit = tachypnoe, misalnya pada decompensatio cordis.
Bila kurang dari 14X/menit = bradypnoe, misalnya overdosis morphin
Irama pernafasan normal teratur (regular). Amplitudo dan interval inspirasi dan ekspirasi
selalu sama.
Pernafasan biott = pernafasan dengan irama tidak teratur sama sekali. Misalnya pada
kerusakan otak.
Pernafasan cheyne-stokes = amplitudo pernafasan mulai dari kecil makin lama makin
besar sampai mencapai yang tertinggi kemudian makin mengecil hingga apnoe (tidak
bernafas) beberapa saat, lalu mulai bernafas lagi dengan amplitude yang kecil makin
17
lama makin besar dan kembali lagi seperti tadi dan seterusnya. Terdapat misalnya pada
decompensatio cordis kiri, tekanan intra cranial meninggi, keracunan opium atau
barbiturate, uremia.
Pernafasan kussmaull = pernafasan cepat dan dalam (tachypnoe diseertai hiperpnoe),
misalnya pada asidosis (misalnya karena diabetes mellitus tidak terkontrol, gagal ginjal,
DM)
Tipe pernafasan pria adalah abdomino-thorakal yaitu lebih menonjol gerak dinding
perutnya.
Tipe pernafasan wanita adalah thorako-abdominal yaitu lebih menonjol gerak dadanya.
Bila pada pria, tipe pernafasannya thorako-abdominal kemungkinan menderita paralisis
diafragma atau peritonitis. Bila wanita dengan tipe abdomino-thorakal mungkin
disebabkan kelainan pada rongga thoraks atau dindingnya.
Seseorang yang tampak dari sikap dan posisinya seperti kekurangan udara yang
diinspirasi atau terlalu sedikit yang diekspirasi hingga tampak merasa sesak waktu
bernafas disebut dalam keadaan dispnoe. Kadang-kadang disertai gerak cuping hidung
atau tampak disertai dengan sianosis. Misalnya pada decompensatio cordis kiri (asthma
cardiale), asthma bronchiale.
Dispnoe on effort adalah dispnoe yang timbul setalah atau pada waktu melakukan
aktifitas misalnya pada decompensatio cordis kiri.
Orthopnoe = dispnoe yang timbul bila dalam posisi berbaring. Pada decompensatio cordis
kiri.
Hiperpnoe = pernafasan yang dalam-dalam.
Apnoe = keadaan tidak bernafas beberapa saat.
Stridor = inspirasi atau ekspirasi yang disertai bunyi seperti ngorok. Biasanya karena ada
obstruksi pada saluran nafas
Stridor inspiratoir disbeabkan obstruksi disaluran nafas atas.
Stridor ekspiratoir disebabkan obstruksi saluran nafas bagian bawah.
Wheezing = nafas (ekspirasi) yang disertai bunyi seperti siulan pada asthma bronchiale.
18
PEMERIKSAAN KEPALA
Kepala
Pemeriksaan fisik pada kepala secara garis besar dibagi dua yaitu inspeksi dan palpasi.
Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi kepala. Kemudian penemuan-penemuan itu dipastikan
dengan palpasi.
Pada inspeksi yang harus diperhatikan adalah
· Bentuk kepala dan Ukuran kepala
Kepala normal mempunyai ukuran dan bentuk yang normal, dimana terlihat bulat tanpa
adanya deformitas, maupun depresi tulang tengkorak. Kepala yang ukurannya lebih besar dari
normal (makrocephali ) misalnya terdapat pada hydrocephalus (dengan sutura lebar , orbita
seolah-olah tenggelam,dan tampak matanya 'the setting sun sign ). Kepala yang kecil disebut
mikrocephali atau anencephali biasanya karena kelainan kongenital. Deformitas dijumpai pada
paget, tumor, trauma, atau bayi waktu tidur hanya satu sisi.
Pada sinusitis, mastoiditis, terdapat nyeri ketuk pada daerah sinus/mastoid yang terkena.
· Rambut
Pada rambut perlu diperiksa warna, kekeringan,kuantitas (tipis/tebal), kerontokan, dan distribusi
(alopesia sebagian/total). Perubahan warna rambut terjadi pada malnutrisi / kwashiorkor rambut
menjadi pirang seperti jagung (flag sign), kering, mudah rontok hingga menjadi tipis. Uban yang
timbul di usia muda dapat karena keturunan, Simmond's Disease, trauma emosionil berat.
Rambut mudah rontok pada DM, hyperthyroidisme, syphillis, juga pada demam tifoid,
myxedema, atau karena jamur.
· Ciri-ciri kulit
Pada warna kulit wajah dapat ditemukan adanya pucat, ikterik, kemerahan , dan sianosis.
· Ekspresi muka
Dari ekspresi perlu diperhatikan, adanya kontak mata (apakah terus-menerus dan tidak berkedip
seperti pada hipertiroidisme, afek datar atau depresi). Memalingkan wajah dengan cepat atau
tidak ada kontak mata mungkin menunjukkan kecemasan, ketakutan,atau kesedihan. Ekspresi
19
wajah juga dapat menunjukkan keadaan sakit. Misalnya pada dehidrasi disebut facies
hippocrates, pada lepra disebut facies leonine, dan pada hipertrofi tonsil dan adenoid disebut
facies adenoid (tampak seperti orang bodoh , lubang hidung besar,mulut terbuka). Sedangkan
pada scleroderma wajahnya seperti burung , pada penyakit parkinson terlihat seperti topeng
(mask face). Sedangkan untuk palpasi yang harus diperhatikan adalah :
· Rambut (tekstur rambut dan mudah rontok atau tidak) .
· turgor kulit.
· Semua kelainan yang terlihat.
· Bila indikasi , arteri temporalis, kelenjar parotis dan submandibularis, dan sinus-sinus.
Mata
Inspeksi dan penilaian fungsi mata merupakan dua unsur penting pada pemeriksaan mata.
Secara garis besar pemeriksaan mata dapat dibagi menjadi 3 unsur utama yaitu inspeksi mata,
pemeriksaan fungsi pada organ mata,dan pemeriksaan funduskopi.
Pada inspeksi yang diperhatikan adalah :
· Alis mata
Alis mata menipis terutama di bagian sisi , pada orang tua, myxedema. Pada lepra alis mata
rontok sama sekali, juga bulu matanya. Dapat terdapat xanthelasma yaitu bercak kekuningan
pada bagian medial karena kadar cholesterol darah yang tinggi.
· Letak mata
Perhatikan letak mata di dalam orbita. Letak mata di dalam orbita dipengaruhi oleh beberapa
struktur. Jika salah satu dari struktur mengalami kelainan maka dapat mengubah posisi bola mata
di dalam orbita. Posisi ini dapat diukur dengan cara letakan sebuah penggaris pada ujung lateral
sudut orbitae dan lihatlah dari sisi seberang pinggir depan kornea. Jika jarak dari sudut tersebut
ke pinggir anterior kornea melebihi 16mm, maka ia menderita eksofthalmus. Eksofthalmus
terdapat pada hipertiroidisme, glaucoma, tumor retrobulbar, abses orbita atau thrombosis sinus
kavernosus. Bola mata yang kecil atau dalam disebut enofthalmus terdapat pada sindrom horner,
dehidrasi berat, atau malnutrisi.
· Kelopak mata
20
Kelopak mata ptosis pada kelumpuhan nervus III , Myasthenia Gravis dan Sindroma Horner.
Oedem kelopak mata yang hebat dapat terjadi pada orang yang habis menangis hebat, pilek
hebat, sinusitis, peradangan, glaucoma, alergi. Pada glomerulonefritis, sindrom nefrotik, oedem
kelopak mata terutama tampak pada waktu bangun tidur pagi-pagi.
Pada fraktur basis kranii timbul hematoma di sekitar mata hingga seolah memakai kacamata.
· Kornea
Kornea normal harus jernih, tidak mengandung pembuluh darah. Bila terdapat peradangan, ulkus
atau kekeruhan, berarti abnormal. Keratitis ditandai oleh injeksi kornea, yang makin jelas ke
konjungtiva. Kornea yang keruh ditemukan pada keratitis, glaucoma, avitaminosis A.
Ulkus kornea terajdi akibat trauma, infeksi atau alergi.
· Sklera
Pemeriksaan sklera untuk melihat peradangan dan perubahan warna (ikterik). Sclera berwarna
putih.
· Iris
Iris normal harus bulat dan simetris
Pada pemeriksaan organ mata
· Fungsi otot ekstraokuler
Pada kelumpuhan otot mata , mata tak dapat melirik misal pada DM. Kelainan pada otot mata
juga dapat menyebabkan strabismus atau juling.
· Refleks pupil
Pupil normalnya bulat, reguler dan isokor. Penyinaran pada pupil menyebabkan refleks pupil
secara langsung pada mata yang disinar dan pada mata satunya. Lensa mata dapat keruh seperti
pada katarak, orang tua, dan DM.
· Ketajaman penglihatan
Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat digunakan Kartu Snellen.
· Lapangan penglihatan
Lapangan penglihatan diperiksa dengan konfortasi
21
Pada pemeriksaan funduskopik yang harus diperhatikan
· Kornea
· Kamera okuli anterior
· Korpus vitreus
· Retina
Hidung
Hidung sebaiknya diperiksa dengan speculum hidung dan sumber cahaya yang kuat
diarahkan dengan cermin kepala. Untuk mendapatkan visualisasi yang baik, miringkan kepala
pasien ke belakang 45˚. Angkat ujung hidung dengan ibu jari anda. Masukkan speculum, dengan
di gerakkan di atas tepi inferior saluran hidung.
Septum nasal membagi saluran udara kira-kira menjadi dua ruang yang sama besar. Periksalah
apakah membrane mukosa berwarna normal-merah muda sampai merah-atau tidak. Septum
biasanya menjadi sumber epistaksis atau perdarahan dari hidung.
- Epistaksis dapat disebabkan oleh peradangan, neoplasma, trauma, benda asing, penyakit
perdarahan, DHF, hipertensi, lepra, demam tifoid, dll.
- Perforasi septum dapat disebabkan oleh iritasi kronis atau trauma atau mungkin
menunjukkan perusakkan oleh gumma pada sifilis.
- Deviasi septum yang jelas akan menyumbat satu saluran dan memeperberat gejala-gejala
nasal.
- Membrana yang lembab dan merah menunjukkan iritasi, seringkali oleh infeksi virus.
Warna merah pucat dengan konsisistensi lunak dan basah mengarah ke alergi.
Arahkan sinar ke lateral, beberapa struktur bulat akan terlihat. Di bagian bawah terlihat ujung
anterior konka inferior yang bulat dan halus. Di atas nya terlihat ujung anterior konka media.
Konka superior tidak dapat di lihat dari depan. Meatus di antara konka yang berdekatan adalah
adalah tempat pengurasan sinus. Celah gelap sempit di antara konkha media dan septum adalah
sulkus olfaktorius. Periksalah lesi yang berbentuk massa, perubahan membrana mukosa, ulserasi,
perforasi dan polip.
22
- Sekret purulen yang keluar dari meatus menunjukkan sinusitis.
Sekret pada sinusitis : banyak, kental berbau, keruh, ada nyeri tekan/ketuk pada daerah
sinus.
- Konka yang membengkak dan mengalami hipertrofi mungkin terlihat sebagai suatu
massa.
- Polip hidung, yang lazim ditemukkan pada pasien atopik, terlihat masssa seperti anggur,
merah muda, pucat dan relative mobil.
- Keganasan terlihat berwarna putih keabu-abuan, rapuh dan relative tidak sensitif..
Nasofaring di periksa dengan bentuan cermin yang diarahkan ke atas dan ke belakang uvula..
Sinus frontalis dan maksilaris dapat di periksa secara tidak langsung. Dalam ruangan gelap,
minta pasien untuk memasukkan sumber cahaya yang terang ke dalam mulutnya untuk
transiluminasi sinus maksilaris. Sebuah lampu senter yang terang sudah mencukupi. Sinus
normal yang berisi udara akan terang secara simetris. Jika suatu sinus mengandung pus, sekresi
atau darah, ia akan terlihat lebih gelap dariapada pasangannya. Demikian pula, tekankan lampu
senter kecil (penlight) yang terang di bawah daerah orbita superior untuk transiluminasi sinus
frontalis.
Perkusi langsung pada sinus yang mengalami radang akut akan menimbulkan nyeri hebat. Pasien
yang menderita sinusitis akut hanya tahan satu kali perkusi.
Pemeriksaan bentuk hidung pada pasien sifilis didapatkan seperti pelana (saddle nose).
Bibir
Pada bibir perlu diperiksa bentuk, warna, kelainan bibir dan kulit di sekitarnya.
- labioscizis (bibir terbelah, biasanya congenital)
- bibir bengkak (trauma, oedema angioneurotik, alergi)
- bibir kering (dehidrasi, DM, demam)
- bibir pucat (shock, anemia)
- sianotik (decompensatio cordis, kelainan jantung kongenital, pneumonia/
bronchopneumonia, asthma bronchial berat, kedinginan).
Pada daerah sekitar bibir mungkin dijumpai:
23
- Herpes labialis, yaitu vesikel kecil kecil sebesar ujung jarum pentul, berkelompok, cepat
memecah meninggalkan krusta ( dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan daya
tahan tubuh menurun seperti pada malaria, pneumonia, infeksi virus)
- Cheilosis yaitu lecet-lecet (desquamasi) pada sudut mulut (dapat dijumpai pada defisiensi
vitamin B2 (ariboflafinosis), yang bila meradang/terkena infeksi misalnya oleh candida
disebut ‘perleche’.
- Pada syphilis congenital pada sudut mulut mungkin terdapat ‘rhagades’ yaitu parut kecil-
kecil linear seperti lipatan-lipatan.
- Bibir jarang menderita neoplasma
Gigi dan Gusi
Pada gigi dan gusi perlu diperiksa kebersihan (hygiene), jumlah dan kelainan pada gigi,
warna mukosa, dan pembengkakan gusi.
- Pada DM sering terdapat pyorrhea alycolaris ( retraksi gusi, pocket dengan pus berbau di
dalamnya ), gigi longgar / goyang, banyak caries (lubang), karang gigi (calculus).
- Pada hypopituitarisme, letak antar gigi agak berjauhan (gigi jarang).
- Caries dentis sering terdapat pada orang yang kekurangan unsur Fluor.
- Pada orang yang F-nya berlebihan misalnya dalam air minumnya ( > 1,5 ppm) akan
terjadi ‘mottled enamel’ pada giginya (bintik-bintik pada gigi, berwarna kuning
kecoklatan).
- Warna mukosa gusi yang sehat adalah merah jambu (‘pink’). Gingivitis menyebabkan
warnanya menjadi merah disertai pembengkakan, mudah berdarah, dan terasa nyeri.
- Pada keracunan kronik unsure Pb (timah hitam = ‘lead’ ), terdapat ‘lead line’ yaitu titik-
titik halus berwarna biru kehitaman membentuk garis sedikit dibawah batas antara gigi
dengan gusi. Garis ini juga mungkin timbul pada keracunan bismuth tapi dengan bercak-
bercak kehitaman pada lidah/mukosa mulut.
- Pada skorbut (defisiensi vitamin c), gusi bengkak, mudah berdarah, nyeri, pada perabaan
terasa seperti spon, gigi longgar.
- Pada penderita epilepsy yang diberi pengobatan dilantin (diphenylhidantoin), gusi
bengkak, kenyal karena terjadi hiperplasia.
- Pada Leukimia, gusi bengkak, mudah luka, mudah nekrosis, mudah berdarah.
24
- Pada gusi mungkin juga dijumpai tumor (fibroma), misalnya pada wanita hamil.
PEMERIKSAAN GIGI
Penyakit gigi merupakan salah satu gejala yang sering dikeluhkan oleh masyarakat. Oleh
karena itu pemeriksaan yang menyeluruh sangat penting untuk mendiagnosa kelainan apa yg
dialami oleh pasien. Berikut ini langkah- langkah yang harus dilakukan dalam memeriksa gigi.
1. Pemeriksaan jaringan lunak. Pemeriksaan ini adalah penelusuran adanya kanker rongga
mulut. Lesi-lesi lain juga harus diperhatikan, tetapi hanya sedikit yang berlanjut menjadi
parah, terutama apabila tidak terdeteksi pada tahap awal atau terabaikan.
2. Posisi gigi. Meliputi kesesuaian lengkung rahang, maloklusi morfologi, dan migrasi
gigi-gigi.
3. Karies. Meliputi pemeriksaan lokasi, jenis, dan luas karies.
4. Perawatan restoratif. Sebaiknya diperiksaan apakah protesa dan restorasi yang telah
dibuat cukup baik atau tidak. Kemudian, keadaan ini dihubungkan dengan retensi plak,
kesulitan membersihkan plak, oklusi traumatik, dan ungkitan berlebihan karena daya
toksi protesa. Juga penting untuk melihat adanya kemungkinan tepi restorasi yang
melebihi ‘lebar biologis’ epitel jungsional dan perlekatan jaringan ikat, karena apabila
batas ini dilanggar, dapat mengakibatkan cedera iatrogenik yang serius pada jaringan
periodontal.
5. Kebiasaan. Misalnya kebiasaan meroko, menjulurkan lidah, bruksisme (mengerot),
cleching (menggeletukan gigi), dan kebiasaan yang disengaja serta tidak wajar.
6. Kondisi pulpa gigi, khususnya yang mengalami kehilanmgan tulang yang hebat
(terutama gigi yang mengalami restorasi dalam dan/atau kerusakan furkasi. Hubungan
antara penyakit pulpa dan jaringan periodontal telah semakin penting dan dapat
mengubah rencana perawatan. Sindrom gigi retak dapat mirip atau menyebabkan kelaina
pulpa. Fraktur gigi relatif umum terjadi, khususnya pada gigi posterior dan harus selalu
dipertimbangkan apabila disertai dengan poket yang dalam dan sempit.
7. Kegoyangan gigi. Ini adalah aspek pertimbangan diagnostik yang sangat penting dan
mempengaruhi prognosis.
Kelainan yang sering ditemukan pada gigi:
25
1. Gigi berlubang (Caries)
Gigi yang berlubang bukanlah disebabkan ulat seperti anggapan orang pada zaman
dahulu. Teori ini bertahan hingga tahun 1700-an hingga Willoughby Miller seorang
dokter gigi Amerika yang bekerja di Universitas Berlin menemukan penyebab
pembusukan gigi. Ia menemukan bahwa lubang gigi disebabkan oleh pertemuan antara
bakteri dan gula. Bakteri akan mengubah gula dari sisa makanan menjadi asam yang
menyebabkan lingkungan gigi menjadi asam (lingkungan alami gigi seharusnya adalah
basa) dan asam inilah yang akhirnya membuat lubang kecil pada email gigi.
Saat lubang terjadi pada email gigi, kita belum merasakan sakit gigi. Tetapi, lubang
kecil pada email selanjutnya dapat menjadi celah sisa makanan dan adanya bakteri akan
membuat lubang semakin besar yang melubangi dentin. Pada saat ini kita akan
merasakan linu pada gigi saat makan. Bila dibiarkan, lubang akan sampai pada lubang
saraf sehingga kita akan mulai merasakan sakit gigi. Proses ini tidak akan berhenti
sampai akhirnya gigi menjadi habis dan hanya tersisa akar gigi.
Sakit gigi tidak dapat dipandang sebelah mata seperti anggapan beberapa orang,
karena bila didiamkan, dapat membuat gigimenjadi bengkak dan meradang. Selain itu
gigi berlubang dapat menjadi sarana saluran masuknya kuman penyakit menuju saluran
darah yang dapat menyebabkan penyakit ginjal, paru-paru, jantung maupun penyakit
lainnya.
2. Plak Gigi
Plak gigi adalah suatu lapisan bening, sangat tipis , terdiri dari mucus dan kumpulan
bakteri yang menyelimuti permukaan gigi. Plak gigi hanya dapat dilihat dengan
pewarnaan pada gigi. Perwarna yang digunakan juga khusus dikenal dengan nama
disclosing agent.
Gigi yang sudah disikat akan kembali berkontak dengan saliva (ludah). Mucin
(salah satu zat yang terkandung dalam saliva) akan melapisi gigi. Lapisan ini kemudian
dikenal dengan nama Acquired Pellicle (mucus). Acquired Pellicle ini sangat tipis,
berkisar 1 um. Selain mucin dan protein lainnya, saliva juga mengandung banyak bakteri.
26
Beberapa saat setelah Acquired Pellicle terbentuk bakteri juga akan singgah dan
berkoloni di lapisan tersebut. Keadaan inilah yang kemudian disebut dengan plak gigi
atau dental plaque.
Plak merupakan penyebab lokal dan utama terbentuknya penyakit gigidan mulut
yang lain seperti karies (lubang gigi), kalkulus (karang gigi), gingivitis (radang pada
gusi), periodontitis (radang pada jaringan penyangga gigi), dan lain sebagainya.
3. Karang gigi
Karang gigi merupakan kumpulan plak yang
termineralisasi yang sangat lengket di atas email gigi.
Lapisan ini terlihat keputihan dan seiring waktu
berubah kekuningan setelah berasimilasi dengan air
liur. Berdasarkan lokasinya, karang gigi ada di
supragingiva (permukaan gigi diatas gusi) dan
di subgingiva (permukaan gigi di bawah gusi).
Karang gigi terutama timbul pada daerah-daerah gigi yang sulit dibersihkan.
4. Sakit gusi
Ada dua jenis utama penyakit gusi: gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis Radang gusi
Pada radang gusi, gusi
menjadi terganggu oleh plak -
campuran makanan, bakteri dan
produk-produk limbah bakteri yang
terbentuk pada gigisetelah makan.
Jika plak tidak dibersihkan dari
gigisecara teratur, gusiakan menjadi merah, bengkak dan mengkilat. Jika plak dihapus,
27
gusi akan sembuh. Jika plak tidak dibersihkan dari gigi, gingivitis akan tetap, dan dapat
berkembang menjadi periodontitis.
Periodontitis
Jika tidak diobati gingivitis, gusi mulai menarik diri dari gigi, meninggalkan saku
kecil di sekitar gigi. Saku ini perangkap plak bahwa tidak dapat mencapai dengan sikat
gigi. Seiring waktu, plak mengeras untuk tartar (kalkulus). Plak dan tartar membangun,
menyebabkan iritasi lebih lanjut.
Iiritasi ini secara bertahap menyebar ke struktur tulang di sekitar gigi. Dengan
berjalannya waktu, mendapatkan kantong lebih dalam dan lebih sulit dibersihkan, dan
gusi dan tulang dapat menyusut.. Hal ini disebut periodontitis. Gusi menyusut dapat
mengekspos beberapa akar gigi, membuat mereka goyah dan sensitif.. Apabila tidak
diobati selama beberapa tahun, gigi Anda mungkin akan lepas, atau harus cabut oleh
dokter gigi.
5. Xerostomia
Xerostomia adalah mulut kering akibat produksi kelenjarludah yang berkurang.
Gangguan produksi kelenjar ludah tersebut dapat diakibatkan oleh gangguan / penyakit
pada pusat ludah, syaraf pembawa rangsang ludah ataupun oleh perubahan komposisi
faali elektrolit ludah. Gangguan tersebut diatas dapat terjadi oleh karena rasa takut /
cemas, depresi, tumor otak, obat-obatan tertentu, penyakit kencing manis, penyakit ginjal
dan penyakit radang selaput otak.
Xerostomia yang berarti mulut kering berasal dari kata xeros = kering dan stoma =
mulut. Xerostomia merupakan karakteristik klinis dari suatu keadaan berkurangnya
produksi saliva. Produksi saliva yang berkurang dapal menimbulkan gejala-gejala klinis,
seperti : kering dan pecah-pecah pada Iidah dan bibir; pipi kering; lidah berlapis;
gingivitis; kandidiasis; dan merah pada mukosa bibir, lidah dan pipi; adanya karies
rampan. Keadaan mulut yang kering dapat terlihat berupa kesulitan mengunyah dan
menelan, atau kesulitan dalam mempergunakan gigi timan. Pada pemakaian gigi tiruan,
28
saliva mernpunyai peranan yang penting, yaitu sebagai faktor retensi dan faktor
stabilisasi, Pada pasien yang menderita xerostomia akan lebih sulit untuk memasang /
memakai gigi timan penuh karena sedikitnya / tidak adanya saliva yang membantu
memberikan retensi, stabilisasi dan dukungan pada gigi tiruan penuh tersebut
6. Sariawan
Sariawan merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan yang
timbul di rongga mulut. Namun biasanya jenis sariawan yang sering timbul sehari-hari
pada rongga mulut kita disebut (dalam istilah kedokteran gigi) Stomatitis Aftosa Rekuren
(SAR)
Gejalanya berupa rasa sakit atau rasa terbakar satu sampai dua hari yang kemudian
bisa timbul luka (ulser) di rongga mulut. Rasa sakit dan rasa panas pada sariawan ini
membuat kita susah makan dan minum. Sehingga kadang pasien dengan SAR datang ke
dokter gigi dalam keadaan lemas.
Ini sering menyerang siapa saja. Tidak mengenal umur maupun jenis kelamin.
Biasanya daerah yang paling sering timbul SAR ini adalah di mukosa pipi bagian dalam,
bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit.
Lidah
Pada lidah perlu diperiksa : ukuran, bentuk, bercak-bercak lidah dan papil, warna, kelainan
antara lain :
- Pada cretin, myxedema, akromegali, lidah relative besar sehingga menonjol keluar, tanpa
rasa nyeri.
- Pada dehidrasi, lidah mengecil, kering, dan keriput.
- Pada DM, lidah kering, merah, terasa seperti terbakar, sering disertai bercak keputihan
seperti bekas susu karena kandidiasis.
- Lidah kering, kotor, umumnya terdapat pada penderita dengan demam atau yang bernafas
melalui mulutnya.
29
- Pada Demam Tifoid, lidah kering-kotor, putih kelabu, dengan pinggiran merah, disebut ‘
coated tongue’.
- Pada Scarlet fever, lidah merah dengan papil besar-besar, sehingga menyerupai buah
raspberry ‘raspberry tongue’ / ‘strawberry tangue’.
- Pada defisiensi vitamin B2, dan pada polycythemia rubra vera, warna lidah ‘merah
magenta’.
- Pada Anemia perniciosa, lidah pucat, licin, berkilat.
- Pada Pellagra, lidah merah, bengkak, licin.
- Pada Neurosis pada lidah terdapat gambaran seperti peta (geographical tongue) yang
dapat berubah- ubah.
- Pada penyakit Addison, lidah kecil dengan bercak-bercak datar berbentuk bulat atau oval
berwarna coklat kehitaman. Bercak-bercak seperti itu yang tersebar di mukosa mulut dan
sekitar bibir terdapat pada sindrom Peutz-Jegher.
- Pada AIDS, bercak merah coklat kehitaman sedikit menonjol dari permukaannya yaitu
Sarcoma Kaposi pada lidah.
- Bercak-bercak kandidiasis selain sering pada DM juga pada leukimia. Lidah yang
sianotik terlihat pada kelainan jantung ( misalnya Decompensatio cordis kiri ) dan saluran
pernapasan ( misalnya penyakit saluran pernafasan obstruktif ), atau pada keracunan
darah misalnya methemoglobinemia, sulfhemoglobinemia, CO, CN.
- Sikatriks pada lidah mungkin dijumpai pada penderita epilepsy karena lidah sering
tergigit waktu serangan.
- Tremor lidah pada hipertiroidisme, penyakit Parkinson dan ansietas. Pada kelumpuhan N.
XII terjadi deviasi lidah ke arah sisi yang sakit bila dijulurkan.
Mukosa Mulut dan Palatum
Hal yang perlu diperiksa pada mukosa mulut dan palatum adalah warna,
bercak/efloresensi
dan kelainan-kelainan lainnya.
- Warna yang normal adalah ‘pink’. Terlihat pucat pada anemia dan terlihat merah pada
radang. Selain itu dapat terlihat sianotik pada kelainan jantung dan saluran pernafasan.
30
- Pada pasien dengan tanda awal morbili dapat terlihat bercak koplik yaitu bercak sebesar
ujung jarum pentul berwarna putih kelabu dikelilingi zona merah di mukosa bukal
berhadapan dengan gigi molar bawah.
- Pada anak dengan malnutrisi berat dapat terbentuk noma yaitu gangrene progresif
destruktif pada mukosa bukal hingga menyebabkan perforasi mukosa bukal tersebut,
dijumpai.
- Ulkus atau perforasi yang dijumpai pada palatum mugkin disebabkan oleh syphilis.
Uvula
Hal yang diperiksa adalah warna, ukuran, dan gerak/pulsasi.
- Pada peradangan terlihat berwarna merah dan memanjang.
- Pulsasi uvula yang sinkron dengan denyut jantung (Muller’s sign) dapat ditemui pada
Aorta Insufisiensi (AI).
Laring dan Pharynx
Hal yang diperiksa adalah warna dan kelainan-kelainan lain. Untuk memeriksa faring dengan
jelas, tekan lidah kebawah dengan spatel tongue, sehingga faring akan tampak. Perhatikan
dinding belakang faring, apakah warnanya berubah.
- Dapat terlihat merah jika terdapat peradangan yang berhubungan dengan infeksi saluran
napas atas.
- Pada difteri, akan didapatkan selaput putih pada dinding faring yang sulit diangkat dan
mudah berdarah (pseudomembran).
Tonsil
Hal yang diperiksa adalah ukuran, warna, dan kelainan.
- Bila tonsil telah diangkat disebut T0. Tonsil yang normal disebut T1. Tonsil lebih besar
dari fosa tonsil disebut T2, dan bila ukuran tonsil sangat besar hampir mencapai uvula
disebut T3.
- Pada peradangan tonsil membesar, berwarna merah, serta dapat disertai bercak-bercak
kotoran (detritus).
Bau napas
31
- Pada pasien asidosis, DM tidak terkontrol, starvation (kelaparan) nafasnya berbau aseton.
- Pada pasien uremia berbau seperti bau moniak.
- Pada pasien gagal hati berbau busuk (fetor hepatikum/musty smell).
- Pada pasien difteri berbau seperti tikus (mousy smell).
- Pada pasien alkoholisme berbau alkohol.
Telinga
Pada pemeriksaan telinga yang harus diperhatikan adalah pada inspeksi dan palapasi. Pada
pemeriksaan inspeksi yang harus diperhatikan adalah
Posisi telinga di kepala
Inspeksi apakah pangkal heliks berada pada garis horizontal dengan sudut mata. Pada
telinga dengan letak rendah sering menyertai kelainan kongenital di tempat lain
Tulang rawan telinga
Prosesus mastoideus
Pada pemeriksaan palpasi yang harus diperhatikan adalah
Tulang rawan telinga ( seharusnya keras tetapi tidak kaku)
Prosesus mastoideus
Selain itu pada telinga juga dapat dilakukan pemeriksaan otoskopik (pemeriksaan telinga dengan
menggunakan alat otoskop), dengan pemeriksaan ini yang dapat diperhatikan adalah
Kanalis eksternus
Pada anak-anak lurus, sedangkan pada orang dewasa membentuk sudut .
Membran timpani (gendang telinga)
Pada orang dewasa kanalis eksterna membentuk sudut sehingga daun telinga perlu ditarik
ke atas dan ke belakang untuk melihat gendang telinganya. Pada membrane timpani yang
32
dilihat adalah warna dari membrane timpani, pantulan cahaya pada membrane timpani,
dan ujung maleus serta prosesus brevis.
Selain pemeriksaan di atas, pada telinga kita juga dapat melakukan pemeriksaan fungsi
pendengaran. Pemeriksaan ini meliputi Test Rinne, Weber, dan Schwabach dengan
menggunakan alat bantu garpu tala.
Test Rinne
Test ini untuk mendeteksi tuli konduktif. Untuk melakukan test ini getarkan garpu tala dan
pasangkan tangkainya pada prosesus mastoiseud, dengan garpu tala dengan 512 getaran/detik
adalah yang paling tepat. Sekiranya pasien menunjukan bahwa ia sudah tidak dapat mendengar
suara itu lagi segera pindahkan garpu tala ke dekat kanalis eksternus, biasanya bunyi itu
terdengar lagi dan hasilnya dikatakan positif karena dalam keadaan normal hantaran udara lebih
baik dari pada hantaran tulang. Hasil test yang negative berarti pasien menderita tuli konduktif
pada telinga yang diperiksa.
Test Weber
Untuk memastikan adanya tuli konduktif atau menunjukan tuli sensorineural.Getarkan garpu tala
dan pasang pada puncak kepala, tanyakan pada pasien pada telinga yang mana bunyi penala
terdengar lebih keras. Apabila bunyi penala terdengar lebih keras di salah satu telinga disebut
Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Pada tuli konduktif,terjadi lateralisasi ke telinga yang
sakit, sedangkan pada tuli sensorineural terjadi lateralisasi pada telinga yang sehat karena
sebernanya test ini adalah untuk membandingkan hantaran tulang pada telinga kanan dan kiri
pasien.
Test Schwabach
Untuk memastikan tuli sensorineural. Pada test ini yang dibandingkan adalah hantaran tulang
pasien dan pemeriksa. Penala digerakkan, tangkai penala diletakkan pada prosessus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada processus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
mendengarkan bunyi penala disebut schwabach memendek. Bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada processus
33
mastoideus pemeriksa terlebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengarkan disebut schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama disebut dengan schwabach sama
dengan pemeriksa.
Leher
Pada pemeriksaan leher secara garis besar yang perlu diperhatikan adalah
Bentuk leher
Gerak dan kekakuan pada leher
Pembesaran kalenjar getah bening (KGB)
Kelenjar thyroid
Arteri carotis
Vena jugularis externa
Trachea
Bentuk leher :
simetris/ asimetris
panjang/ pendek
Bentuk leher panjang terdapat pada orang dengan bentuk badan ektomorf, kahektis, dan pasien
tuberculosis lama. Bentuk leher pendek relatif pada bayi dan anak kecil, pada orang dengan
bentuk badan endomorf, obesitas, sindroma Cushing, miksedema, kretinisme.
Gerak dan Tanda Rangsang Meningeal
Periksa otot sternocleidomastoideus dengan cara menyuruh pasien untuk menoleh ke kanan kiri,
bila terdapat kekakuan atau pendeknya otot sternocleidomastoideus unilateral disebut torticolis.
Periksa otot trapezius dengan cara melihat kesimetrisan bahu, dan disebut normal bila bahu sama
tinggi saat istirahat. Contoh tanda ransang meningeal adalah kaku kuduk dan refleks brudzinsky I
yang positif pada iritasi meningen (contoh pada meningitis).
KGB (Kelenjar Getah Bening)
34
KGB yang terdapat di leher adalah KGB pre-aurikuler, retro-aurikuler, submandibular,
submental, suboksipital, sepanjang otot sternocleidomastoideus, dan supraklavikular. Hal-hal
yang diperiksa adalah :
1. lokasi
2. ukuran
3. nyeri tekan
4. konsistensi
5. melekat pada dasar atau pada kulit
6. permukaan kulit diatasnya
Kelenjar Thyroid
Inspeksi
Ukuran. Pembesaran thyroid secara difus sering menyebabkan pembesaran leher secara
merata.
Palpasi
Normalnya pada saat pasien kita suruh menelan, akan teraba thyroid yang ikut bergerak
sesuai gerak menelan. Konsistensi normalnya adalah seperti jaringan otot, bila lunak
terdapat goiter toksika, noduler atau difus. Nyeri tekan positif bila infeksi akut kelenjar,
perdarahan ke dalam kelenjar.
Penbesaran thyroid disebut struma (goiter) yang mungkin bersifat toksik (hyperthyroidisme) atau
non toksik (euthyroid atau hypothyroidisme).
Auskultasi
Dapat terdengar bruit thyroid sistolik pada goiter toksika.
Arteri Carotis
Normal tidak tampak denyutannya, tapi terasa berdenyut saat diraba. Arteri carotis akan tampak
berdenyut seperti pada aorta insufisiensi (AI), hyperthyroidisme, anemia berat, coarctatio aorta,
dan pada orang dengan aktivitas fisik berat/ emosi. Denyut teraba lebih lemah pada aortal
stenosis (AS). Denyut teraba lebih keras dan kuat pada AI. Denyut AI, hingga leher pasien itu
seolah bergoyang sinkron dengan denyut jantung yang disebut homo pulsans. Arteri carotis
tampak bergetar tiap sistolik jantung disebut carotid shudder.
35
Vena Jugularis Externa
V. jugularis ekstrerna diperiksa untuk menentukan tingginya tekanan di atrium kanan yang dapat
ditetapkan dengan melihat tingginya kolom pengisian darah di vena jugularis. Tekanan vena
jugularis diperiksa pada posisi pasien berbaring terlentang dengan kepala membentuk sudut 30°
dengan bidang datar, leher rileks, lalu bendunglah vena itu di daerah proksimal (disebelah atas
klavikula), sampai vena itu tampak jelas kemudian bendunglah dengan jari disebelah distal yaitu
dibawah dagu dan bendungan diatas klavikula lepas. Perhatikan ujung kolom darah didalam vena
itu dan berilah tanda. Hitunglah jarak antara ujung kolom darah di vena berada di garis
horizontal, beri tanda plus (+), bila dibawahnya diberi tanda minus (-), sedangkan garis
horizontal yang melalui angulus sternalis ludovici diberi nilai 5cmH2O. JVP (Jugular Venous
Preasure) normal adalah 5±3 cmH2O. Bila JVP lebih dari 5±3cmH2O, JVP dianggap meningkat
dan mungkin dijumpai pada dekompensatio kordis kanan, perikarditis konstriktiva, atau karena
tumor di mediastinum yang menekan vena cava superior. Makin tinggi JVP, makin berat
keadaan sakitnya.
Pengukuran JVP
Trachea :
Inspeksi
Normalnya trachea berada di tengah leher/ incisura jugularis sterni. Bila letaknya tidak
ditengah-tengah, kemungkinan ia terdorong atau tertarik oleh suatu proses di
36
mediastinum atau paru seperti misalnya efusi pleura (mendorong ke sisi sehat), fibrosis
paru (menarik ke sisi yang sakit), atau atelektasis paru (menarik ke sisi sakit).
Palpasi
Pada aneurysma aorta, mungkin teraba ‘tracheal tug’ yaitu tarikan yang teraba sesuai
dengan sistolik jantung dengan sedikit dorongan keatas pada os krikoid; tampak jelas
pada posisi duduk atau berdiri dengan sedikit menengadah.
PEMERIKSAAN THORAX
INSPEKSI
1. Melakukan inspeksi dari depan, samping, dan dari belakang pasien.
a. Pasien diminta untuk duduk diatas meja periksa
b. Lakukan inspeksi dan nilai keadaan pasien dari arah depan, samping dan belakang.
- Bentuk thorax
N simetris, potongan melintang beerbentuk elips, diameter antero posterior : diameter
lateral 5:7, sela iga tidak terlalu lebar/sempit, iga-iga tidak terlalu horizontal/vertical,
angulus costae = 70 – 90 derajat.
Bila abnormal:
“Thorax emphysematicus “barrel chest”
Bentuk long, sela iga lebar, iga horizontal, angulus costae > 90 derajat (pasien
emphysema)
“Thorax paralyticus “pthistic chest”
Thorax gepeng, sela iga sempit, iga vertical, scapula menonjol kebelakang, angulus
costae <70 derajat (Tbc paru)
“Ada “bulging”= voussure cardique
Penonjolan pada daerah precordium, karena pembesaran jantung ketika muda, mungkin
karena penyakit jantung congenital.
“Pactus carinatum = “pigeon breast” = “chicken breast”
Tulang dada menonjol seperti dada burung ( karena rachitis pada masa kanak-kanak)
“pectus excovatum = ‘funnel chest”
37
Ada cekungan kedalam pada tulang dada bawah (pada tukang sepatu tradisional atau
pada rachitis). Kadang-kadang dapat sampai menganggu hemodinamik peredaran darah
paru atau dapat menyebabkan bising jantung pada auskultasi.
- Simetri
N simetris
Bila asimetris karena depresi pada salah satu sisi (pada atelaktosis paru, fibrosis) atau
pada penonjolan sesi (efusi pleura, pneumothorax)
- Skoliosis
Mungkin karena kebiasaan berposisi buruk sejak kecil atau menderita poliomyslitis, atau
akibat trauma.
- Kiphosis
Jika berbentuk sudut (anguler) gibbus. Terdapat pada spondilitis tbc. Jika punggung
lengkung seperti busur (arkuaer), kemungkinan osteoporosis.
Pelaporan
Dari hasil inspeksi thorax yang saya lakukan, saya nilai :
- Bentuk thorax pada pasien ini : normal, berbentuk elips/oval, dengan diameter
anteroposterior lebih besar daripada diameter lateral, tidak tampak kelainan bentuk
seperti barrel chest, pectus excavatum, atau pectus carinatum.
- Simetris kiri dan kanan
- Dari samping tidak ada kelainan, tidak tampak kifosis dan lardosis
- Dari belakang tidak tampak kelainan bentuk, tidak tampak skiliosis, tidak ada gibbus.
2. Melakukan inspeksi dinding dada
- Pasien diminta berbaring di meja periksa
a. Kulit
38
Warna : sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat.
Efloresenci, jika ada sebutan jenisnya, ukuran dan distribusi.
*spider next pada sirosis hati dan kehamilan
*roseolan/roses spot pada kasus demam tifoid
b. iga-iga
normal tidak terlalu vertical dan tidak terlalu horizontal “ada”rachitic rosary”
hampir semua perlekatan iga dengan rawan iganya di dada membentuk benjolan sehingga
membentuk untaian biji tasbih di dada terdapat pada rachitis “Ada”scorbunic rosary”
c. Tulang dada
Normal datar
Lihat menonjol atau tidak, ada cekungan atau tidak
Ada harrisons sulcus/graoves : cekungan pada dinding thorax di tempat melekatnya
diafragma (pada rachitis)
d. Sela iga
Normal tidak terlalu sempit dan tidak terlalu lebar
“Ada retraksi sela-sela iga atas saat inspirasi (mungkin karena fibrosis paru) retraksi
sela-sela iga IV ke bawah saat inspirasi adalah normal.
“Ada penggembungan sela-sela iga atas pada saat inspirasi (mungkin karena obstruksi
dengan mekanisme “pentil” pada bronkus)
“Tanda broadband retraksi beberapa sela iga terbawah sinkron dengan systole
jantung, pada perikorditis konstriktiva, AI, TI
e. Pulsasi abnormal
*bila tampak pada epigastrium : mungkin karena Aneurisma aorta abdominalis/
kareana ada tumor didepan aorta abdominalis.
39
*bla tampak di sela iga II di garis, sterranalis kanan dan di incisura jugularis sterni :
kemungkinan disebabkan Aneurisma aorta.
*bila tampak disela iga III kiri dekat sternum : Aneurisma atau dilatasi apulmonalis.
f. Dilatasi vena
N tidak melebar / tidak menonjol, arah aliran dari umbilicus ke perifer.
*jika dilatasi dan menonjol serta berkelok-kelok terutama vena dibagian tengah,
arah aliran tetap dari umbilicus ke perifer sirosis hati
*jika berdilatasi terutama di sisi thorax dengan arah aliran darah dari cronial ke
caudal obstruksi vena cava superior.
*jika aliran darah dari caudal ke cronial obstruksi vena cava inferior ( arah
aliran diperiksa dengan palpasi)
g. iktus cordis
N tampak pada sela iga IV, 1-2cm medial garis midclav kiri, diameter 2 cm, letaknya
agak bergeser sedikit ke bawah saat inspirasi dalam.
Pelaporan
Dari hasil inspeksi dinding dada yang saya lakukan pada pasien ini, saya dapatkan :
*kulit : warna kulit sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak ditemukan efloresensi
bermakna, tidak tampak ada spider nevi atau rascolos.
*Iga : tidak terlalu horizontal dan tidak terlalu vertical
*Tulang dada : datar, tidak cekung, dan tidak menonjol
*sela iga : tidak melebar, tidak menyempit, tidak ada retraksi.
*tidak tampak adanya dilatassi vena
*tidak tampak adanya pulsasi abnormal, selain pulsasi iktus cardis (tunjuk dimana tampak
40
ada denyut paling nonjol di thorax pasien)
3. Melakukan inspeksi dada pada pergerakan nafas
Na simetris (amplitude gerak nafas belahan thorax kanan dan kiri sama)
#frekuensi : 14-16x/menit, 16-20x /menit, irama teratur, amplitude sedang.
#thorakuobdominal – abdominothorakal
Cara :
- Pemeriksa meilhat dada pasien dari arah kaki pasien
- Minta pasien untuk menghirup nafas dalam-dalam kemudian hembuskan
- Nilai gerakan dinding pada pasien saat inspirasi dan expirasi, bandingkan dada kiri dan
kanan.
Pelaporan
Dari hasil inspeksi dada pada pergerakan nafas pada pasien ini, saya simpulkan :
- Pergerakan dada pada saat bernafas : simetris antara dada kiri dan kanan, tidak ada yang
tertinggal.
- Iramanya teratur
4 . Melakukan inspeksi buah dada
- sinekomastis : mungkin pada hiresis hepatis
- tumor pada munwas (pria : jarang) (wanita : waspada keganasan)
- mamma yang mengecil pada wanita : mungkin karena menderita hirsutisme (pada
sirosis hepatis juga pada usia lanjut).
Pelaporan
dari hasil pemeriksaan inspeksi buah dada, saya nilai :
41
- Buah dada normal, tidak tampak benjolan atau masa tidak ada pembesaran
- Aerolla mammae sepasang, simetris baik letak maupun diameternya
- Tidak ada perubahan / kerutan pada kulit
- Popill mammae tidak retraksi dan tidak ada secret yang keluar.
INSPEKSI JANTUNG
Denyut apeks (iktus cordis)
Dalam keadaan normal terdapat di ICS IV garis midclavicularis kiri atau terdapat
di ICS V garis midclavicularis kiri, sedikit medial dari garis midclavicularis kiri.
Pada pembesaran ventrikel kiri, apeks jantung akan bergeser ke bawah dan ke
lateral, biasanya disertai dengan denyut apeks yang lebih kuat, yang menunjukkan
peningkatan aktivitas ventrikel kiri.
Pada pembesaran ventrikel kanan, apeks jantung akan tetap pada tempatnya yanv
normal, tetapi teraba peningkatan aktivitas ventrikel kanan di daerah parasternal kiri
bawah serta di epigastrium.
PALPASI
1. Merasakan perbandingan pergerakan nafas kanan kiri dengan berdiri didepan/belakang
pasien.
(meletakan telapak tangan pada sisi kanan dan kiri thorax pasien, di 2 atau 3 tempat )
- Telapak tangan diletakan di dada pasien pada sisi kiri dan sisi kanan thorax (dimulai dari
apex dekatkan posisi kedua jempol usahakan simetris tempatnya, bisa dengan
mengerutkan kulit dada pasien bisa juga tidak).
- Minta pasien untuk menarik nafas hembuskan
- Nilai gerakan nafasnya, akan tampak kedua jempol tangan pemeriksa salin menjauh saat
dada pasien mengembang (saat tarik nafas) dan kembali mendekat saat dada mengempis
(saat pasien ekspirasi)
pelaporan
42
pada palpasi gerak napas kanan dan kiri, saya nilai :
*gerakan nafas dinding dada simetris kiri dan kanan
2. membandingkan fremitus suara kiri dan kanan
- meletakkan kedua tangan pada punggung/dada depan pasien di kanan dan kiri tulang
belakang.
- di 3 tempat (opex,media,basal) dada maupun punggung (tempat ke 2 di dada seperti
memegang mammae, kerana kalau terlalu tengah ada jantung)
*Na getaran suara pasien pada dinding thorax akan dirasakan sama kuatnya pada tempat-
tempat yang simetris.
*Bila “vocal Fremifus” melemah pada salah satu sisi : mungkin ada efusi pleura, apyshema,
pneumothorax, atelektasis abstruktif.
*Bila “vocal fremifus” mengeras pada salah satu sisi/tempat : mungkin ada infiltrate,
konsolidasi, atelektasis, kompresif dan tumor)
- pasien diminta mengucapkan kata-kata, misalnya “tujuh puluh tujuh” berulang –ulang
- getarannya pada dinding thorax diraba oleh kedua telapak tangan yang diletakan masing-
masing pada hemitorax secara simetris
- setelah itu minta pasien duduk, lakukan pemeriksaan “vocal fremitus” pada punggung
pasien.
Jangan letakan tangan ditengah-tengah thorax pasien, akan terdengar beda ka-ki, karena
sebelah kiri terhalang oleh jantung, maka getarannya lebih keras di dada sebelah kanan.
Pelaporan
Pada pasien ini “vocal fremifus” pada dada dan punggung saya nilai baik dan simetris baik kanan
maupun kiri
43
3. meraba iktus cordis dengan telapak dan jari tangan kanan pada ruang interkostal 4 dan
5 kiri dan denyut lain (bila ada) dan menetapkan lokasinya.
Tetapkan letak, diameter, kekuatan, sifat ictus
*lokasi
- lokasi pada dewasa 1-2cm sebelah medial dari garis midelav kiri di sela iga V
- pada orangtua di sela iga VI
- pada anak-anak di sela iga IV
*diameter +- 2 cm
*denyut
- yang bersifat “heavin” naik turun sperti gelombang) = pada AS dan hipertensi
- yang bersifat “stapping” (menampar) terdapat pada AI
- raba kira-kira di tempat yang tampak ada pulsasi iktus cordis
- rasakan dimana punctum madnum (lokasi yang paling kuat tendangannya)
- setelah itu tentukan lokasinya hitung dari angulus ludovici setinggi ics II pada garis
midlav kiri.
- kalau tidak teraba suruh miring kekiri akan terasa lebih jelas.
Pelaporan:
Pulsasi ictus cordis teraba 1-2cm medial dari garis midclavicularis kiri setinggi ics IV
3. Meraba thrill
*thrill getaran yang teraba pada dinding thorax yang berasal dari terjadinya turbulensi
aliran darah di dalam jantung atau saat di pompa keluar dari jantung. Dapat terjadi karena
44
adanya hambatan (penyempitan/stenosis) atau bertumbukan dengan aliran yang sedang
membalik (regurgitasi).
-kira-kira mengukur letak katup, setinggi angulus ludovici = setinggi ics II
- letakkan tangan pada thorax sesuai dengan lokasi katup-katup jantung
*katup M : ics IV-V sedikit medial dari garis midclav kiri
*katup T : di proc. Xyphodeus (tapi ada literature juga yang bilang ada di ics III)
*katup A : ics II garis sternalis kanan
*katup P : ics II garis sternalis kiri
-nilai ada teraba turbulensi atau tidak.
pelaporan
pada pasien ini tidak teraba thrill pada keempat area katup jantung
#bila terjadi : pada pasien ini teraba thrill di area katup
4. Menetapkan besar sudut angulus sub costae
- Dengan kedua telapak tangan pada masing-masing arcus costae, sudut yang dibentuk oleh
kedua ibu jari pemeriksa ditetapkan.
- Jika terasa sulit, bisa minta pasien untuk menarik nafas dulu.
- Na 70-90 derajat.
pelaporan
pada pasien ini saya taksir besar sudut angulus subcustae kurang lebih sekitar 70-90 derajat.
Dalam batas normal.
PERKUSI THORAX
Perkusi paru dapat dilakukan dengan cara meletakkan 1 jari pada dinding dada dan
mengetuknya dengan jari tangan lain. Suara yang akan ditimbulkan adalah;
45
- Timpani yaitu bunyi yang amat nyaring, seperti mengetuk abdomen yang kosong,
contohnya pada pneumothorax.
- Hipersonor yaitu bunyi perkusi yang kurang nyaring dibandingkan dengan bunyi timpani
karena masih ada jaringan didalam rongga yang penuh berisi udara. Contohnya pada
emfisema.
- Sonor yaitu bunyi yang kurang nyaring dibandingkan dengan bunyi hipersonor.
Merupakan bunyi perkusi pada dinding thorax dengan cavum pleura dan jaringan paru
didalamnya yang normal.
- Redup yaitu bunyi perkusi yang kurang nyaring dibandingkan dengan bunyi sonor karena
volume udara didalam jaringan paru berkurang. Contohnya jika jaringan terdapat infiltrat
atau konsolidasi. Atau jaringan paru normal tetapi terdapat cavum pleura berisi cairan
(efusi).
- Pekak yaitu bunyi perkusi thorax bila jaringan paru didalamnya tidak lagi berisi udara.
Contohnya terdapat tumor yang padat, atelektasis.
Suara tersebut dapat ditemukan dalam keadaan normal seperti ;
- Suara redup dalam keadaan normal dapat ditemukan pada daerah skapula, diafragma, hati
dan jantung.
- Suara pekak hati terdapat di setinggi iga 6 pada garis aksilaris media kanan; pekak hati
menunjukkan peranjakkan dengan gerakan pernafasan, yakni menurun saat inspirasi dan
meningkat saat ekspirasi. Peranjakkan ini berkisar antara 1-2 sela iga.
Menilai perkusi thorax
1. Perkusi simetris dan sistematis pada kedua hemithorax untuk menilai keadaan
paru dan cavum pleura
Perkusi paru dimulai dari daerah supraclavicular, kemudian turun ke bawah,
setiap kali satu sela iga, dan tiap sekali dibadingkan sisi kanan dan sisi kiri. Demikian
juga perkusi punggung dilakukan dari atas ke bawah kemudian dibandingkan sisi kanan
dan sisi kiri.Suara perkusi paru normal ialah sonor.
- Timpani pada pneumothorax.
46
- Hipersonor pada emfisema.
- Redup pada jaringan yang terdapat infiltrat atau konsolidasi. Atau jaringan paru normal
tetapi terdapat cavum pleura berisi cairan (efusi).
- Pekak terdapat tumor yang padat, atelektasis.
Lokasi kelainan bunyi perkusi terdengar menunjukkan tempat diparu/ cavum
pelura dimana terdapat kelainan.
Pada kejadian efusi pleura yang hebat, dapat ditetapkan batas atas/ permukaan
efusi yang merupakan sebuah garis lengkung dari titik pada garis axilaris media sebagai
puncak ke titik pada garis midspinalis yang dinamakan garis Eliis Damoiseau. Daerah
segitiga diatas garis itu apabila diperkusi memperdengarkan bunyi hipersonor disebut
segitiga Garland. Daerah dibawah garis Ellis Damoiseau memperdengarkan bunyi redp,
demikian juga daerah segitiga pada sisi kontralateral disebut segitiga Grocco.
2. Menentukan batas paru-hepar
Perkusi dari atas ke bawah pada garis midclavicularis kanan.
Normal ; peralihan suara dari sonor ke redup setinggi ICS V dan peralihan suara
dari redup ke pekak setinggi ICS VI dalam keadaan ekspirasi. Namun jika dalam keadaan
inspirasi, maka batas itu normalnya akan lebih rendah kira-kira 2 jari. Perbedaan batas
bawah paru dalam keadaan ekspirasi dan dalam keadaan inspirasi disebut peranjakan.
3. Menentukan batas paru- lambung
Perkusi dari atas ke bawah yaitu ICS II pada garis axilaris anterior kiri dengan
posisi pasien tegak dan perut kosong (setelah makan 2-3 jam). Maka dalam keadaan
normal akan didapatkan peralihan suara sonor menjadi timpani setinggi ICS VIII.
4. Menentukan batas paru- jantung sebelah kanan
Titik paling kanan jantung ditetapkan dengan perkusi dari arah lateral kanan ke
medial speanjang garis horizontal yang melalui titik yang terletak dari titik batas paru
47
hepar (setinggi ICS V) dengan memeutar jari secara vertikal. Maka dalam keadaan
normal akan didapatkan batas jantung sebelah kanan terletak pada garis sternalis kanan
setinggi antara ICS III-V , dimana didapatkan peralihan suara dari sonor menjadi redup.
5. Menentukan batas paru- jantung sebelah kiri
Perkusi dari lateral (garis axilaris anterior) ke medial sepanjang garis horizontal
melalui titik yang terletak di batas paru- lambung. Atau sepanjang ICS IV/V sinistra.
Maka dalam keadaan normal akan didapatkan batas jantung sebelah kiri terletak 1-2 cm
dari garis midclavicularis kiri setinggi ICS IV/V dimana terdapat perlaihan suara dari
sonor menjadi redup.
Bila batas kiri jantung lebih lateral, kemungkinan jantung mengalami hipertrofi
atau oleh karena efusi pleura paru kanan yang mendorong jantung ke kiri. Pada hipertrofi
dan dilatasi ventrikel, maka batas jantung kiri bergeser selain ke lateral juga ke bawah.
6. Menentukan batas atas jantung
Perkusi dari atas ke bawah dimulai dari ICS I pada garis sternalis kiri. Maka
dalam keadaan normal akan didapatkan batas atas jantung terletak pada garis
parasternalis kiri setinggi ICS III dimana terdapat peralihan suara dari sonor menjadi
redup.
7. Menentukan batas atas paru (margin of isthmus kronig)
Perkusi di supraclavicular dari medial ke lateral dimana posisi pasien duduk.
Maka dalam keadaan normal margin of isthmus kronig didapatkan sonor sebanyak 4 cm
pada daerah supraclavicular.
8. Menentukan batas bawah paru di bagian belakang
Perkusi pada garis scapularis kiri dan kanan. Maka dalam keadaan normal akan
didapatkan bagian bawah paru kiri setinggi vertebra thoracalis XI , bagian bawah paru
kanan setinggi vertebra thoracalis X dimana didapatkan peralihan suara dari sonor
menjadi redup.
48
AUSKULTASI
AUSKULTASI PARU
Yang didengar dari auskultasi paru adalah : Suara napas, Suara napas tambahan,
Vocal /Whisper Resonance
Suara Napas Normal
a. Suara napas trakeal
Suara inspirasi dan ekspirasi di trakeal
Fase Inspirasi : Ekspirasi = 1:3
b. Suara napas bronkial
Suara inspirasi dan ekspirasi di bronkus besar
Fase Inspirasi : Ekspirasi = 1:2
c. Suara napas subbronkial/bronkovesikular
Suara inspirasi dan ekspirasi di bronkus sedang
Fase Inspirasi : Ekspirasi = 1:1
d. Suara napas vesikular
Suara inspirasi dan ekspirasi di bronkiolus/bronkus kecil
Fase Inspirasi : Ekspirasi = 3:1
Suara Napas Abnormal
a. Suara napas trakeal, bronchial, subronkial, atau vesicular yang tidak pada tempatnya. Hal
ini bisa disebabkan karena daerah perifer dada tempat stetoskop diletakkan, mengalami
konsolidasi atau infiltrasi sehingga suara napas trakeal, bronchial ataupun subbronkial
diantarkan lansung ke stetoskop tanpa tetutup suara napas vesicular.
b. Suara napas vesicular memanjang (3:2 atau 3:3) Hal ini terjadi jika lumen bronkiolus
mengalami penyempitan.
49
c. Suara napas yang terdengar lemah atau samar, terjadi pada empiema, efusi pleura,
pneumotorax, dan obstruksi bronkus.
d. Suara napas mengeras, terjadi karena adanya konsolidasi atau infiltrasi pada tempat ujung
stetoskop diletakkan.
e. Suara napas amforik, terjadi jika ada suatu lubang atau kavitas besar yang berhubungan
dengan bronkus. Seperti suara botol ditiup.
f. Suara napas cog-wheel, suara napas yang tersendat sendat terjadi pada pleuritis adhesiva
g. Suara napas metamorphosing, suara napas inspirasi yang mendadak berubah dari halus
menjadi kasar, misalnya akibat sumbatan pada bronkus yang mendadak hilang atau lepas.
h. Suara napas asmatik, terjadi ekspirasi yang memanjang dan ada suara seperti siulan
(wheezing)
Suara Napas Tambahan
a. Ronchi
Diakibatkan karena adanya cairan di dalam lumen bronkus. Jika cairannya encer makan akan
terdengar Ronchi Basah, jika terjadi penguapan sehingga cairan menjadi liat maka terdengar
ronchi kering. Tergantung dari bronkus mana yang terkena bronkus besar, bronkus sedang,
bronkus kecil, suaranya dapat terdengar ronchi basah kasar, sedang dan halus. Sedangkan ronchi
kering dapat terdengar kasar (sonorous), atau halus melengking (sibilant)
b. Krepitasi
Yaitu suara seperti menggesekkan rambut kita ke telinga (lebih halus dari ronchi halus) biasa
terdengar pada akhir inspirasi saja. Suara berasal dari dalam alveolus karena suatu sebab alveolus
mengempis kemudian mengembang pada inspirasi seperti balon karet.
c. Suara gesek pleura
Suara tambahan yang disebabkan karena gesekan pada permukaan pleura yang menjadi kasar
akibat suatu peradangan. Terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi seperti suara sepatu kulit
yang masih baru.
d. Vocal / whisper resonance
50
Prinsipnya sama dengan vokal fremitus namun didengarkan dengan menggunakan stetoskop.
Jika mengeras disebut bronkophoni, jika sangat keras disebut aegophoni.
AUSKULTASI JANTUNG
Tujuan : menentukan fungsi kardiovaskular, menyelidiki semua kelainan multipel yang
mengakibatkan fungsi terganggu dan temuan atau kumpulan auskultasi yang karakteristik.
Auskultasi dimulai dengan memperhatikan bunyi jantung dan mengabaikan bising yang ada. Bila
semua karakteristik bunyi jantung telah diidentifikasi, baru kemudian diperhatikan bising
jantung, mula-mula dalam hubungannya dengan siklus jantung, lalu sifat-sifat lainnya.
Bunyi jantung
Adalah bunyi akibat vibrasi pendek pada siklus jantung. Sedangkan bunyi akibat vibrasi
panjang pada siklus jantung disebut bising jantung. Bunyi jantung adalah :
• Bunyi jantung I, II, III, dan IV
• Opening snap
• Irama derap
Bunyi jantung I dan II selalu terdengar pada tiap pasien. Oleh karena itu bunyi jantung I
dan II menandai fase sistolik dan fase diastolik, maka kedua bunyi tersebut harus
diidentifikasi dengan akurat terlebih dahulu. Kesalahan mengidentifikasi bunyi jantung I
dan II akan menyebabkan rentetan kesalahan fatal.
Yang dinilai adalah intensitas bunyi jantung apakah normal, melemah atau mengeras, dan
apakah terdapat split bunyi jantung.
• Bunyi jantung I
• Bunyi jantung I terjadi akibat bunyi penutupan katup atrioventrikular
(AV). Komponen mitral bunyi jantung I disebut M1, sedangkan komponen trikuspid
51
disebut T1. Karena T1 terjadi kira-kira 0,03 detik setelah M1, maka sering bunyi jantung
I terdengar terpecah (split) sempit.
• Bunyi jantung I bersamaan dengan ictus cordis dan denyut karotis (dengan
meraba nadi saat auskultasi).
• Terdengar paling jelas di apex (interkostal V garis midklavikularis kiri).
• Katup trikuspid terdengar di interkostal IV garis parasternal kiri.
• Bunyi jantung I akan terdengar mengeras pada : defek septum atrium,
stenosis mitral, stenosis trikuspid, dan keadaan dengan interval P-R yang memanjang,
miokarditis oleh karena berbagai sebab, serta perikarditis dengan efusi perikardium.
• Bunyi jantung II
• Terjadi dari kompleks bunyi akibat penutupan katup semilunar (aorta dan
pulmonal). Komponen aorta bunyi jantung II disebut A2 (interkostal 2 garis parasternal
kanan) dan komponen pulmonalnya disebut P2 (interkostal 2 garis parasternal kiri).
• Pada bunyi jantung II sering terdengar split. Split bunyi jantung II lebar
pada keadaan seperti right bundle branch block (RBBB), defek septum atrium, stenosis
pulmonal sedang, gagal jantung kanan berat, dilatasi a. Pulmonalis, insufisiensi mitral
akut, atau defek septum ventrikel (jarang). Split bunyi jantung II sempit pada keadaan
hipertensi pulmonal, biasanya disertai P2 yang keras, reversed splitting pada stenosis
aorta (P2 mendahului A2), left bundle branch block (LBBB) dan pada sindrom Wolff-
Parkinson-White.
• P2 terdengar lemah sampai tidak terdengar sama sekali pada keadaan
stenosis pulmonal berat, tetralogi Fallot, atresia pulmonal, atresia trikuspid, transposisi
arteri besar, atau trunkus arteriosus persisten.
• P2 terdengar keras pada insufisiensi pulmonal.
• Bunyi jantung tambahan
• Bunyi jantung III
52
• Nada rendah
• Terdengar beberapa detik setelah bunyi jantung II
• Terdengar paling baik di apex/parasternal kiri bawah, dan lebih jelas bila
pasien miring ke kiri.
• Terdengar normal pada anak-dewasa muda.
• Terjadi akibat deselerasi darah pada akhir pengisian cepat ventrikel pada
saat diastole.
• Bunyi jantung III akan mengeras bia pengisian ventrikel bertambah,
misalnya pada dilatasi ventrikel. Bila bunyi jantung III mengeras disertai
takikardia, maka akan terjadi irama derap (gallop rhythm), patologis.
• Bunyi jantung IV
Terjadi akibat deselerasi darah pada saat pengisian ventrikel oleh atrium,
karena itu disebut juga bunyi atrium.
Normal tidak terdengar pada bayi dan anak-anak.
Dapat terdengar pada keadaan patologis seperti dilatasi ventrikel,
hipertrofi ventrikel, dan fibrosis miokardium.
• Opening snap
Adalah pembukaan katup, biasanya katup mitral. Bunyi ini patologis,
sering terdengar pada pasien dewasa dengan stenosis mitral. Opening
snap terdengar setelah bunyi jantung II dan biasanya mendahului bising
mid-diastolik.
• Irama derap
53
Terjadi bila bunyi jantung III dan/atau IV terdengar keras disertai
takikardia, sehingga terdengar seperti derap kuda. Irama derap yang terdiri
dari bunyi jantung I, II, dan III disebut irama derap protodiastolik,
sedangkan bila terdiri dari bunyi jantung IV, I dan II disebut irama derap
presistolik. Bunyi jantung III dan IV bergabung disebut irama derap
sumasi.
Bising jantung
Terjadi akibat terdapatnya arus darah turbulen melalui jalan yang sempit atau jalan
abnormal. Pada setiap bising harus dirinci karakteristiknya sebagai berikut :
• Fase bising
Apakah fase sistolik, diastolik atau keduanya. Bising sistolik terdengar
antara bunyi jantung I dan II, sedangkan bising diastolik terdengar antara
bunyi jantung II dan I.
• Bentuk bising
• Bising sistolik
• Bising pansistolik : dimulai bersamaan dengan bunyi jantung I, terdengar
sepanjang fase sistolik dan berhenti bersamaan dengan bunyi
jantung II.
Pada : VSD,MI atau trikuspid insufisiensi
• Bising sistolik dini : bersamaan dengan bunyi jantung I, dekresendo dan
berhenti sebelum bunyi jantung II.
Pada : defek septum ventrikel kecil
• Bising ejeksi sistolik : setelah bunyi jantung I, kresendo-dekresendo,
berhenti sebelum bunyi jantung II.
Pada :stenosis pulmonal/stenosis aorta, ASD, ToF
54
• Bising sistolik akhir : pada pertengahan fase sistolik, kresendo, dan
berhenti bersama dengan bunyi jantung II.
Pada : insufisiensi mitral kecil, prolaps katup mitral.
• Bising diastolik
• Bising diastolik dini : mulai bersamaan dengan bunyi jantung II,
dekresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung I.
Pada : insufisiensi aorta atau insufisiensi pulmonal
• Bising mid-diastolik : akibat aliran darah berlebih
Pada : VSD besar,duktus arteriosus persisten yang besar, ASD besar,
insufisiensi mitral/trikuspid berat.
• Bising diastolik akhir : dimulai pertengahan fase diastolik, kresendo, dan
berakhir bersamaan dengan bunyi jantung I
Pada : stenosis mitral organik
• Bising diastolik dan sistolik
• Bising kontinu : dimulai setelah bunyi jantung I, kresendo, mencapai
puncak pada bunyi jantung II, dekresendo, berhenti sebelum bunyi jantung I berikutnya.
Pada : duktus arteriosus persisten, fistula arterio-vena
• Bising to and fro : kombinasi bising ejeksi sistolik dan bising diastolik
dini.
Pada : kombinasi stenosis aorta dan insufisiensi aorta, stenosis pulmonal
dan insufisiensi pulmonal.
• Punctum maksimum bising
• Frekuensi bising
55
Bising nada tinggi atau nada rendah. Bising sistolik dan diastolik dini sering bernada
tinggi sedangkan bising mid-diastolik biasanya bernada rendah.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
INSPEKSI
Inspeksi abdomen adalah melihat perut baik bagian depan, maupun bagian belakang (pinggang).
Inspeksi dilakukan dengan penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah :
• Simetris
• Bentuk atau kontur
• Ukuran
• Kondisi dinding perut
• Kelainan kulit
• Vena
• Umbilikus
• Striae alba
• Pergerakan dinding perut
SIMETRIS
Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang. Adanya tumor atau
abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk perut tidak simetris. Pergerakan
dinding perut akibat peristaltik dalam keadaan normal atau fisiologis tidak terlihat. Bila terlihat
maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat adanya obstruksi
maupun hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor,
perlengketan, strangulasi maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.
BENTUK DAN UKURAN
56
Dalam keadaan normal bervariasi tergantung dari habitus, jaringan lemak subkutan atau
intraabdomen dan akibat kondisi otot dinding perut. Pada atlet dengan berat badan ideal akan
terlihat rata, kencang, simetris, terlihat kontur otot rektus abdominalis dengan sanagat jelas. Pada
keadaan starvasi bentuk dinding perut cekung dan tipis, disebut bentuk skopoid. Dalam situasi
ini bisa terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat
terjadi pada pasien yang gemuk, sedangkan situasi patologis yang menyebabkan perut
membuncit adalah ileus paralitik, meteorismus, asistes, kistoma ovarii, dan graviditas. Tonjolan
yang bersifat setempat dapat diartikan sebagai kelainan organ yang dibawahnya, misalnya
tonjolan yang simetris pada regio suprapubis dapat terjadi karena retensi urin pada hipertrofi
prostat pada laki-laki tua atau kehamilan muda pada wanita. Sedangkan pembesaran uterus juga
mengakibatkan penonjolan pada daerah tersebut.
KELAINAN KULIT
Perlu diperhatikan sikatriks akibat ulserasi pada kulit atau akibat operasi atau luka tusuk.
Pada tempat insisi operasi sering terdapat hernia insisialis. Kadang-kadang hernia insisialis
begitu besar dan menonjol sampai terlihat peristaltik usus.
Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah kehamilan atau
pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites, dan terdapat juga pada sindrom Cushing.
Pulsasi arteri pada dinding perut terlihat pada pasien aneurisma aorta atau kadang-kadang pada
pasien kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien insufisiensi katup
triskuspidalis.
PELEBARAN VENA
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus disebut
kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banti. Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava
inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilikus, sedangkan akibat
obstruksi vena kava superior aliran vena ke distal. Pada keadaan normal, aliran vena dinding
perut diatas umbilikus ke kranial sedang di bawah umbilikus alirannya ke distal. Pada umumnya
mudah sekali menetukan arah aliran vena dinding perut di atas umbilikus ke kranial. (1)
PALPASI
57
Pemeriksaan palpasi abdomen dilakukan dengan cara posisi pasien terlentang, pasien
dalam keadaan relaks, kedua lengan di samping, nafas melalui mulut. Pasien juga diminta
mefleksi kedua tungkai pada sendi paha dan sendi lutut. Raba dengan telapak tangan dan tekan
dengan memfleksikan telapak tangan pada sendi metakarpofalangea. Lengan pemeriksa harus
sehorizontal mungkin.(1)
Dalam keadaan normal, semua organ dalam rongga perut tak dapat diraba, kecuali pada
orang kurus yang berdinding perut lembek, dapat diraba : sedikit ujung hepar di bawah Proc.
Xiphoideus , kutub bawah ginjal kanan, aorta abdominalais, vertebra lumbalis IV dan V, uterus
dalam keadaan gravid >3 bulan, vesica urinaria yang penuh.
Yang diperiksa pada palpasi abdomen ialah :
o Palpasi superficial secara menyeluruh
- tindakan ini untuk memeriksa apakah abdomen teraba supel, kaku, terdapat
defense muscular atau tidak, teraba massa atau tidak dan untuk memeriksa turgor
kulit.
o Rigiditas dinding perut/ defense muscular
- dinding perut yang normal teraba supel. Rigiditas dinding perut dirasakan seperti
meraba papan. Defense muscular dipastikan dengan cara meletakan kedua telapak
tangan pada M. rectus abdominalais kiri dan kanan, kemudian tangan yang satu
menekan. Bila tangan yang satunya lagi merasakn dinding perut menjadi seperti
papan, defense muscular positif.
Rigiditas dinding perut terdapat pada tetanus. Defense muscular didapatkan pada
peritonitis (disertai dengan hyperesthesia kulit dinding perut).(2)
o nyeri tekan/ raba atau nyeri lepas
58
- peradangan peritoneum menyebabkan nyeri tekan dan nyeri lepas. Peradangan
intraabdominal menyebabkan nyeri tekan. Pada kolik abdomen, penekanan pada
dinding perut justru meringankan rasa sakit.
o Palpasi hepar
- palpasi dilakukan dengan cara meraba sejajar dengan garis midclavikularis kanan
dari SIAS ke arcus costa kanan untuk hepar lobus kanan manakala untuk lobus kiri
dimulai palpasi sejajar garis imaginer dari prosesus xiphoideus ke umbilicus dan
dipalpasi menuju arcus costa. Palpasi dilakukan untuk menentukan apakah teraba atau
tidak hepar. Jika didapatkan ada pembesarean maka ditentukan konsistensi, tepi,
permukaan dan rasa nyeri pada masing-masing hepar kanan dan kiri.
o Palpasi vesica fellea
- palpasi dilakukan dari umbilicus pada bagian rectus abdominis kanan ke sudut
arcus costae. Ditentukan apakah terdapat pembesaran dan apakah Murphy sign positif
atau negative.
o Palpasi lien
- setelah titik Schuffner ditentukan, palpasi lien untuk menentukan apakah terdapat
pembesaran dari lien dengan menentukan setinggi titik Schuffner keberapa dan
kemudian ditentukan konsistensi, tepi tajam atau tumpul, permukaan rata atau
berbenjol-benjol, dan nyeri atau tidak.
PALPASI LIEN METODE HACKET
• H.0 : Limpa tidak teraba pada inspirasi max
• H.1 : Limpa teraba pada inspirasi max
• H.2 : Limpa teraba namun proyeksinya tidak melebihi garis horizontal yang ditarik
melalui pertengahan arcus costae dan umbilicus pada garis mamillaris kiri
59
• H.3 : Limpa teraba di bawah garis horizontal melalui umbilicus
• H.4 : Limpa teraba di bawah garis horizontal pertengahan antara umbilicus dan
symphisis pubis
• H.5 : Limpa teraba di bawah garis H.4
GAMBAR :
o Palpasi ginjal
- palpasi dilakukan dengan cara ballottement dan diperiksa apakah terdapat
kelainan pada ginjal dan teraba pembesaran.
o Pemeriksaan ascites dengan teknik undulasi
- teknik ini dilakukan untuk membuktikan adanya gelombang cairan atau getaran
cairan (fluid wave/ fluid thrill). Tangan pemeriksa diletakkan pada salah satu sisi
dinding perut, tangan satunya lagi mengetuk-ngetuk sisi dinding perut lainnya kearah
medial. Sementara untuk mencegah getaran dinding perut pasien yang dapat
60
menggangu pemeriksaan, dilakukan penekanan pada garis tengah dengan sisi telapak
tangan pasien sendiri atau asisten pemeriksa. Bila rongga abdomen berisi cairan
(ascites) maka ketukan pada salah satu sisi tadi akan menyebabkan timbulnya
gelombang cairan yang seolah ‘memukul’ tangan pemeriksa yang diletakkan pada sisi
perut lainnya. Ascites yang dapat diperiksa dengan cara ini harus cukup banyak/besar.
Jika cairan ascites hanya sedikit dapat diperiksa dengan cara lain (perkusi).
PERKUSI
PERKUSI ABDOMEN
Teknik perkusi abdomen sama dengan teknik perkusi thorax, tapi dilakukan lebih
ringan. Normal bunyinya adalah tympani.
Periksa:
- Adanya gas dalam usus
- Ascites jika cairan ascites sedikit
- Besarnya viscera (hati,lien,vesica urinaria,uterus) dan tumor intra abdominal
Gas dalam usus
Adanya gas yang berlebihan di dalam saluran pencernaan menyebabkan bunyi
perkusi tympani yang meningkat (nyaring) tetapi daerah pekak hati tetap ada. Bila terjadi
perforasi usus sehingga udara memasuki rongga abdomen, maka selain tympani yang
nyaring, juga daerah pekak hati menjadi tidak pekak lagi.
1. Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk
mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus,
pekak hati akan menghilang.
2. Ascites
Bila cairan ascites tidak banyak dan cara periksa dengan palpasi kurang
meyakinkan, maka ascites dapat ditetapkan dengan salah satu cara di bawah ini :
a. Membuktikan terdapatnya ‘shifting dullness’ pada perubahan posisi pasien
61
Pasien dalam posisi telentang diperkusi dari garis tengah sedikit di bawah umbilicus
ke arah lateral kiri. Pada tempat mulainya terjadi perubahan bunyi dari tympani ke
redup (dullness) beri tanda. Kemudian pasien diminta berbaring pada sisi kanannya.
Pada perkusi yang dilakukan dalam posisi ini seperti tadi, tempat perubahan bunyi
perkusi dari tympani ke redup bergeser ke lebih lateral karena cairan yang tadinya
berada di sisi kiri abdomen pada posisi pasien berbaring miring pada sisi kanannya
akan ‘jatuh’ mengalir ke sisi kanan sebagai tempat terbawah, hingga daerah yang
pada posisi telentang diperkusi terdengar redup sekarang menjadi tympani. Ini berarti
telah terjadi ‘shifting dullness’.
b. Perkusi pada dinding abdomen dengan posisi ‘knee-chest’ (pasien menungging)
Perut pasien di perkusi dari lateral ke medial (dari atas ke bawah). Bunyi perkusi
berubah dari tympani ke daerah perut yang berisi cairan di bagian yang paling bawah
hingga bunyi perkusi terdengar redup.
c. ‘Puddle sign’
Seperti pada (b) tapi pada sisi perut yang satu diketuk dengan satu tangan dari atas ke
bawah dan pada sisi yang satunya ditempelkan stethoskop dan didengar perbedaan
62
bunyi bagian atas dan bagian bawah abdomen karena bagian bawah abdomen terisi
cairan ascites.
d. Perkusi dinding perut dengan penderita pada posisi tegak
Bunyi redup akan terdapat di bagian bawah karena pada posisi ini cairan akan
terkumpul di bagian terbawah rongga abdomen. Bila dilakukan perkusi seluruh
dinding perut pada pasien dengan posisi telentang, akan diperoleh daerah redup
berbentuk huruf ‘U’.
3. LIEN
Ketika terjadi pembesaran lien maka lien akan membesar ke anterior, kebawah dan ke medial sehingga
akan menghilangkan bunyi timpani dari gaster dan kolon di daerah tersebut.
Cara :
Lakukan pe rkus i d i dae r ah t r aube ’ s space daerah yang berbentuk bulan sabit
yang batasannya adalah tulang iga VI kiri, linea aksilaris anterior dan perbatasan kosta sebelah kiri. Jika
didapatkan bunyi timpani terutama di lateralnya umumnya tidak terjadi splenomegaly, namun jika
sebaliknya maka diduga terdapat splenomegaly
T a n d a p e r k u s i l i e n ( splenic percussion sign)
Lakukan perkusi pada linea aksilaris anterior. Dikatakan hasilnya positif jika saat pasien diminta untuk
menarik napas ,di daerah yang tadinya diperkusi berbunyi timpani berubah menjadi “dullness”
AUSKULTASI
Auskultasi memberikan informasi yang penting tentang motilitas usus,pemeriksaan dilakukan
sebelum melakukan perkusi atau palpasi karena kedua maneuver ini dapat mengubah frekuensi
bising usus. Auskultasi dapat pula mengungkapkan bruit , yaitu bunyi vesikuler yang menyerupai
bising jantung di daerah aorta atau pembuluh arteri lainya pada abdomen.terdengarnya bunyi ini
menunjukkan kemungkinan penymbatan dalam pembuluh darah.
63
Tempatkan ujung membrane dari stetoskopsecara lembut pada abdomen,dan dengarkan bunyi
usunya dan perhatikan frekuensi serta sifatnya.
Bunyi normal terdiri dari bunyi dentingan (click) dan germecik (gurgles) 1kadang terdengar
bunyi borborigmi ( bunyi gemercik yang lama dan panjang karena hiperperistaltik , sering
dikenal sebagai bunyi perut yang kosong karena bunyi ini menyebar di seluruh lapang perut)
Pada pasien dengan penyakit hipertensi,dengarkan daerah epigastriumnya dansetiap kuadran atas
untuk menemukan bruits. Lalu pada akhir pemeriksaan ketika pasien duduk dengarkan pula
daerahangulus kostovertebralis. Epigastric bruits yang terbatas pada sistol dapat didengar pada
orang-orang yang normal. Bunyi ini hanya terbatas pada 1 bagian saja.
Jenis bunyi abnormal :
1.bunyi usus :
Bertambah ,seperti pada diare atau obstruksi dini intestinal
Berkurang , seperti pada kasus ileus paralitik dan peritonitis, untuk memutuskan apakah bunyi
usus tidak terdengar lagi perhatikan pada daerah sekiar umbilicus selama 2 menit atau lebih lama
lagi.
2.Bruits
Ada 2 jenis bruits hepatic dan arterial , hepatic terjadi pada kasus karsinoma hati atau hepatitis
alkoholik, arteria bruits terdengar pada masa sistolik maupun diastolic,menunjukkan oklusi pada
aorta atau pembuluh darah yang besar.
3.friction rubs
Buni ini jarang di dengar , adanya bunyi ini memnunjukkan adanya inflamasi pada permukaan
peritoneal suatu organ intraabdominal.
4.Venous Hum
64
Bunyi ini jarang terdengar, bunyi ini merupakan bunyi desingan yang pelan pada masa sistolik
maupun diastolik. Adanya venous hum menunjukkan peningkatan sirkulasi kolateral antara
system vena portal dan vena sistemik.
PEMERIKSAAN EXTREMITAS1.1 Ekstermitas atas
• Inspeksi : bagaimana pergerakan tangan,dan kekuatan otot
• Palpasi : apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan
Motorik : untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan
tonus kekuatan otot,dan tes keseimbangan.
• Reflex : memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps
• Sensorik : apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,temperature,ra
sa ,gerak dan tekanan.
1.2. Ekstermitas bawah
• Inspeksi : bentuk, proporsi ukuran terhadap tubuh, deformitas, simetri, cara berjalan (antalgic
gait, stapped gait), warna kulit (sawo matang, eritema, sianosis, ikterik), kuku (sianosis, anemis,
koilonychia, splinter hemorrhagia, clubbing fingers), efloresensi (makula, papula,
hiperpigmentasi, hipopigmentasi), rambut (warna, distribusi, rontok), edema (pitting, non
pitting), pembengkakan sendi (simetris, sendi besar, sendi kecil, ibu jari), otot (atrofi, hipertrofi) ,
tulang (deformitas), gerakan involunter (tremor, chorea), kekuatan otot, dan koordinasi gerak
(fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dorsofleksi, plantarfleksi, inversi, eversi).
Palpasi : •Palpasi kulit
•Pemeriksaan Suhu dan kelembaban
•Pemeriksaan Edema
•Pemeriksaan Nyeri
•Palpasi otot
•Pemeriksaan Atrofi
65
•Pemeriksaan Kekuatan Otot
•Pemeriksaan Rigiditas
•Pemeriksaan Refleks :
2. Pemeriksaan Refleks
Repleks biasanya tidak terlalu singkat terjadinya pada klien yang lebih dewasa. Respon repleks
pada ekstremitas bawah berkurang sebelum ekstremitas-ekstremitas atas terpengaruh (Seidel et
al., 1991).
Menimbulkan reaksi repleks memungkinkan perawat untuk mengkaji integritas jalur-jalur
sensori dan gerak dari lengkung repleks dan segmen batang spinal spesifik. Pengujian refleks
tidak berarti menentukan pungsi saraf pusat.
Saat otot dan tendon di regangkan selama pengujian refleks, implus-implus saraf merambat
sepanjang jalur saraf aferen ke bagian dorsal segmen batang spinal. Implus-implus bergerak ke
saraf motor eferen dalam batang spinal. Kemudian sebuah saraf motor mengirim implus kembali
ke otot dan menyebabkan respon refleks terjadi.
2.1. Pemeriksaan Refleks Otot Biseps
1. Posisi pasien tidur terlentang dan siku kanan yang akan diperiksa, diletakan diatas perut
dalam posisi fleksi 60 derajat dan rileks.
2. Pemeriksa berdiri dan menghadap pada sisi kanan pasien.
3. Carilah tendon biseps dengan meraba fossa kubiti, maka akan teraba keras bila siku
difleksikan.
4. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot biseps.
5. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan, diatas jari telunjuk
kiri pemeriksa.
6. Terlihat gerakan fleksi pada siku akibat kontraksi otot biseps dan terasa tarikan tendon otot
biseps dibawah telunjuk pemeriksa.
66
2.2. Pemeriksaan Refleks Otot Triseps
1. Posisi pasien tidur terlentang.
2. Bila siku tangan kanan yang akan diperiksa, maka diletakan diatas perut dalam posisi fleksi
90 derajat dan rileks.
3. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien.
4. Carilah tendon triseps 5 cm diatas siku ( proksimal ujung olecranon ).
5. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot triseps.
6. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas jari telunjuk
kiri pemeriksa.
7. Terlihat gerakan ektensi pada siku akibat kontraksi otot triseps dan terasa tarikan tendon
otot triseps dibawah telunjuk pemeriksa.
2.3. Pemeriksaan Refleks Tendon Patela
1. Posisi pasien tidur terlentang atau duduk.
2. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien.
3. Bila posisi pasien tidur terlentang, lutut pasien fleksi 60 derajat dan bila duduk lutut fleksi
90 derajat.
4. Tangan kiri pemeriksa menahan pada fossa poplitea.
5. Carilah 2 cekungan pada lutut dibawah patela inferolateral/ inferomedial, diantara 2
cekungan tersebut terdapat tendon patela yang terasa keras dan tegang.
6. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas tendon patella.
7. Terlihat gerakan ektensi pada lutut akibat kontraksi otot quadriseps femoris.
2.4. Pemeriksaan Refleks Tendon Achiles
1. Pasien tidur terlentang atau duduk.
2. Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa jongkok
disisi kiri pasien.
67
3. Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki berlawanan,
bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.
4. Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan kaki
pasien.
5. Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan makin tegang
bila posisi kaki dorsofleksi.
6. Ayunkan reflek hammer diatas tendon achiles.
7. Terasa gerakan plantar fleksi kaki yang mendorong tangan kiri pemeriksa dan tampak
kontraksi otot gastrocnemius
GENITALIA
Genitalia Pria
Penis
Inspeksi
Lakukan inspeksi penis meliputi :
Kulit. Periksa kulit di sekitar pangkal penis untuk menemukan ekskoriasi atau inflamasi.
Prepusium (kulup). Jika terdapat prepusium, tarik lipatan kulit ini belakang atau minta
pasien untuk menariknya sendiri. Langkah ini sangat penting untuk mendeteksi banyak
keadaan syanker (chancre) dan karsinoma. Smegma, bahan yang berwarna keputih -
putihan dan menyerupai keju, dapat berkumpul secara normal dibawah prepusium.
Glans. Cari setiap ulkus, sikatriks, nodulus, ataupun tanda inflamasi.
Meatus uretra eksternum. Lakukan penekanan pada glans penis dengan hati – hati
diantara jari telunjuk disebelh atas dan ibu jari tangan anda yang disebelah bawah.
Lakukan inspeksi untuk menemukan secret atau tidak pada pasien
Palpasi
68
Lakukan palpasi disetiap abnormalitas penis dengan memperhatikan gejala nyeri tekan
atau indurasi. Raba bulbus penis diantara ibu jari dan dua jari tangan yang pertama dengan
memperhtikan setiap indurasi. Palasi bulbus penis dapat dilewatkan pada pasien pria yang berui
muda dan asimptomatik.
Skrotum dan isinya
Inspeksi
Lakukan inspeksi scrotum yang meliputi :
Kulit. Angkat scrotum agar anda dapat melihat permukaan posterirnya.
Kontur skrotum. Perhatikan setiap pembengkakan, benjolan, atau vena.
Palpasi
Lakukan palpasi pada setiap testis dan epididimis diantara ibu jari dan dua jari tangan pertama.
Perhatikan ukuran, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan; raba setiap nodulus. Penekanan pada
testis normalnya akan menimbulkan nyeri viseral yang dalam.
Genitalia Wanita
a. Pemeriksaan Luar
1. Menilai maturitas seksual pada pasien remaja. Anda dapat memeriksa rambut pubis
pada saat melakukan pemeriksaan luar atau dalam. Perhatikan karakter dan
distribusinya, dan tentukan menurut stadium Tanner
2. Melakukan inspeksi genitalia eksterna pasien. Duduk dengan enak dan lakukan
inspeksi untuk memeriksa mns pubis, lanbia serta perineum. Pisahkan kedua labia
dan lakukan inspeksi terhadap : labia mayora, klitoris, meatus uretra, introitus vagina.
Perhatikan setiap inflamasi, ulserasi, pengeluran secret, pembenkakan, ataupun
nodulus. Jika terdapat lesi, lakukan palpasi untuk merabanya. Jika terdapat riwayat
atau terlihat pembengkakan pda labia, periksa keadaan glandula brtholininya.
Masukkan jari telunjuk Anda ke dalam vagina di dekat ujung posterior introitus
tersebut. Tempatkan ibu jari Anda di sebelah luar bagian posterior labium mayus.
Secara bergantian,lakukan palpasi pada setiap sisi di antara jari tangan dan ibu jari
69
untuk meraba pembbengkakan atau nyeri tekan. Perhatikan setiap secret yang
merembas keluar dari muara (orifisium) duktus kelenjar tersebut. Jik terdapat secret,
lakukan pemeriksaan kulturnya.
b. Pemeriksaan Dalam
1. Menilai penyangga dinding vagina
Saat kedua labia dipisahkan oleh jari tengah dan telunjuk Anda, minta pasien untuk
mengejan. Perhatikan setiap tonjolan yang terlihat pada dinding vagina.
2. Memasang speculum
3. Melakukan inspeksi serviks
Lakukan inspeksi pada serviks dan os services dan perhatikan warna serviks,
posisinya, karakteristik permukaan dan setiap ulserasi, nodulus, massa, perdarahan,
ataupun pengeluaran secret.
4. Mendapatkan specimen untuk pemeriksaan sitologi serviks (Papanicolaou smears)
5. Melakukan inspeksi vagina
Lakukan inspeksi terhadap mukosa vagina dengan memperhatikan warnanya dan
setiap inflamasi, secret, ulkus atau massa
6. Melakukan pemeriksaan bimanual
- Melakukan palpasi serviks dengan memperhatikan posisi, bentuk, konsistensi,
regularitas, mobilitas, dan gejala nyeri tekan. Normalnya serviks dapat sedikit
digerakkan tanpa menimbulkan rasa nyeri. Raba forniks di sekitar serviks.
- Melakukan palpasi uterus. Perhatikan ukuran uterus, bentuk, konsistensi, serta
mobilitasnya, dan temukan setiap nyeri tekan atau masa yang ada.
- Melakukan palpasi pada setiap ovarium. Perhatikan ukuran, bentuk, konsistensi,
mobilitas, serta gejala nyeri tekan.
7. Menilai kekuatan otot-otot pelvisan
Tarik sedikit kedua jari tangan sampai sedikit terlepas dari serviks dan kemudian
regangkan keduanya untuk menyentuh kedua sisi dinding vagina. Minta pasien untuk
mengkontraksikan otot – ototnya sekuat dan selama mngkin agar menjepit jari – jari
tangan anda. Jepitan yang menekan jari tangan anda dengan kuat, menggerakannya
keatas sert kedalam, dan berlansung selama 3 menit atau lebih, menandakan kekuatan
otot yang penuh.
70
8. Melakukan pemeriksaan rekto-vaginal
Palpasi retrovaginal sangat berguna dalam memeriksa uterus yang mengalami
pergeseran kebelakang (retroversi).
DAFTAR PUSTAKA
1. tambunan. Eviana S : Panduan Pemeriksaan Fisik bagi Mahasiswa Keperawatan; 2011;
Jakarta
2. Markum HMS,Abdurrahman N, Rani HAA, Manhurung D, Widodo D, Bahar A, et al.
Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; p. 131-4.
3. Burnside, McGlynn. Pemeriksaan kepala dan leher. Dalam : Adam’s diagnosis fisik.
Edisi 17.Jakarta: CV EGC; 1995; hal. 111 – 166.
4. Bickley L, Szilagyi P. Bate’s Guide to Physical Examination And History Taking. 10 th
ed.2009. Philadelphia: Wolters Kluwer | Lippincott Williams & Wilkins
5. Mcphee S, Papadakis M. Current Medical Diagnosis & Treatment. 48 th ed. 2009. New
York: The Mcgraw Hill Companies.
71