makalah pembebasan bersyarat

14
Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Penegakkan hukum di Indonesia selain ditujukan untuk menegakkan keadilan dan ketertiban, juga untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakan, pelayanan, dan kepastian hukum bagi masyarakat. Atas dasar itulah semua masalah sosial di masyarakat yang terkait dengan aspek kejahatan tidak akan lepas dari pemidanaan. Pemidanaan atau disebut juga penjatuhan pidana dalam segala bentuk dan perwujudannya, merupakan proses yang diajukan ke pengadilan yang nantinya terpidana dijatuhi hukuman yang setimpal demi tercapainya keadilan, keamanan, dan ketertiban dalam masyarakat. Mereka yang melakukan tindak kejahatan akan diajukan ke pengadilan untuk kemudian dijatuhi pidana yang setimpal. Mengenai macam pidananya, menurut pasal 10 KUHP, Indonesia mengenal dua macam pidana yaitu: 1. Pidana pokok a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Kurungan d. Denda 2. Pidana tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Pencabutan barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan hakim 1

Transcript of makalah pembebasan bersyarat

Page 1: makalah pembebasan bersyarat

Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945. Penegakkan hukum di Indonesia selain ditujukan untuk

menegakkan keadilan dan ketertiban, juga untuk meningkatkan kesadaran hukum,

menjamin penegakan, pelayanan, dan kepastian hukum bagi masyarakat. Atas

dasar itulah semua masalah sosial di masyarakat yang terkait dengan aspek

kejahatan tidak akan lepas dari pemidanaan. Pemidanaan atau disebut juga

penjatuhan pidana dalam segala bentuk dan perwujudannya, merupakan proses

yang diajukan ke pengadilan yang nantinya terpidana dijatuhi hukuman yang

setimpal demi tercapainya keadilan, keamanan, dan ketertiban dalam masyarakat.

Mereka yang melakukan tindak kejahatan akan diajukan ke pengadilan untuk

kemudian dijatuhi pidana yang setimpal. Mengenai macam pidananya, menurut

pasal 10 KUHP, Indonesia mengenal dua macam pidana yaitu:

1. Pidana pokok

a. Pidana mati

b. Pidana penjara

c. Kurungan

d. Denda

2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak-hak tertentu

b. Pencabutan barang-barang tertentu

c. Pengumuman putusan hakim

Jenis pidana yang memegang peran utama saat ini adalah pidana

pencabutan kemerdekaan atau yang lazim disebut dengan pidana penjara. Pidana

pencabutan kemerdekaan, khususnya pidana penjara, dilaksanakan di belakang

tembok yang tebal yang sama sekali asing bagi narapidana. Mereka dikumpulkan

dan bergaul dengan penjahat-penjahat dari berbagai type, manusia yang berbeda

asal usulnya. Disana para narapidana akan dibina dan dididik dengan tujuan agar

mereka dapat menjadi warga negara yang baik dan berguna, mereka juga akan

diajari keterampilan-keterampilan tertentu sebagai bekal mereka ketika terjun di

masyarakat dan memulai hidup baru yang lebih baik.

1

Page 2: makalah pembebasan bersyarat

Dewasa ini, tepatnya sejak 27 April1964 melalui amanat tertulis Presiden

Soekarno yang dibacakan pada konferensi Dinas Para Pejabat Kepenjaraan di

Lembang Bandung, Indonesia secara resmi tidak lagi menggunakan istilah penjara

dan diubah menjadi “Lembaga Pemasyarakatan”. Sebab, pada dasarnya tujuan

pidana penjara adalah membina narapidana untuk kemudian dikembalikan lagi ke

masyarakat atau istilahnya adalah “Pemasyarakatan” sehingga tempat untuk

membina sekaligus mendidik narapidana untuk menjadi warga negara yang baik

pun menyesuaikan menjadi Lembaga Pemasyarakatan.

Menurut konsep pemasyarakatan, pembinaan terhadap narapidana bisa

dilakukan di dalam maupun diluar lembaga. Pembinaan narapidana yang dilakukan

diluar lembaga diantaranya adalah:

1. Pembebasan Bersyarat

2. Asimilasi

3. Cuti Menjelang Bebas

Pembinaan narapidana diluar lembaga pemasyarakatan seperti yang telah

disebutkan diatas, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 1999 adalah termasuk sebagian dari hak-hak narapidana. Artinya, setiap

narapidana berhak mendapatkan pembinaan diluar lembaga asalkan memenuhi

syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh negara. Adapun untuk penjelasan lebih

detailnya, makalah ini hanya akan mengkhususkan pada pembahasan tentang

pembebasan bersyarat saja.

Pembebasan Bersyarat

A. Pengertian

Pengertian pembebasan bersyarat terdapat dalam beberapa ketentuan yang

mengatur tentang pembebasan bersayarat, antara lain :

- Pasal 43 undang-undang no 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

“Pembebasan Bersyarat adalah proses pembinaan Lembaga

Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 masa

pidananya minimal 9 bulan.”

- Pasal 15 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:

2

Page 3: makalah pembebasan bersyarat

“Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara

yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurang-kurangnya harus sembilan

bulan, maka kepadanya dapat diberikan pelepasan bersyarat. Jika

terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu

dianggap sebagai satu pidana.”

Sehingga dapat dipahami bahwa pembebasan bersyarat adalah salah

satu metode pembinaan narapidana diluar lembaga pemasyarakatan

setelah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang telah ditetapkan,

terkait dengan persyaratan-persyaratan untuk memperoleh hak

pembebasan bersyarat akan dijelaskan pada sub bab tersendiri.

Pembebasan bersyarat merupakan pembinaan narapidana yang

menitikberatkan pada penyatuan atau peng-integrasian narapidana

dengan masyarakat sebelum masa pidananya habis.

B. Tujuan

1. Pembebasan bersyarat diberikan dengan tujuan sebagai pendidikan bagi

terhukum yang diberi kesempatan untuk memperbaiki diri (KUHP pasal 14

huruf a)

2. Membangkitkan motivasi atau dorongan pada napi dan anak didik

pemasyarakatan kearah pencapaian tujuan pembinaan (Permen Hukum

dan HAM Republik Indonesia No. M.2.Pk.04-10 Tahun 2007. Tentang

Syarat dan tata cara pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti

Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, Pasal 4 ayat 2)

3. Memberikan kesempatan pada narapidana dan anak didik

pemasyarakatan untuk pendidikan dan keterampilan guna mempersiapkan

diri hidup mandiri di tengah masyarakat setelah bebas menjalani pidana.

4. Mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam

penyelenggaraan pemasyarakatan.

C. Subyek Pembebasan Bersyarat

1. Narapidana atau Napi, yaitu terpidana yang menjalani pidana hilang

kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas);

3

Page 4: makalah pembebasan bersyarat

2. Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di lapas anak

paling lama sampai berumur 18 tahun;

3. Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

menjalani pidana lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Namun ada beberapa pengecualian pemberian pembebasan bersyarat

yaitu, pembebasan bersyarat tidak bisa diberikan kepada napi atau anak

didik pemasyarakatan yang kemungkinan akan terancam jiwanya, dan

napi yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.

D. Dasar Pertimbangan Keputusan Pemberian Pembebasan Bersyarat

Untuk mendapatkan keputusan pemberian Pembebasan Bersyarat,

jugadidasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain:

1. Sifat tindak pidana yang dilakukan;

2. Pribadi dan riwayat hidup (latar belakang kehidupan) Narapidana;

3. Kelakuan narapidana selama pembinaan;

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan setelah ia

dibebaskan;

5. Penerimaan masyarakat dimana ia akan bertempat tinggal.

(Chazawi, A. 2002)

E. Syarat-syarat pemberian pembebasan Bersyarat

Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas, Narapidana

berhak mendapatkan pembebasan bersyarat jika sudah menjalani dua pertiga

dari masa pidananya, minimal telah menjalani sembilan bulan masa

Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Jadi Narapidana memiliki hak

mendapatkan Pemberian Pembebasan Bersyarat apabila ia dijatuhi hukuman

pidana dengan masa sedikitnya 1 ( satu ) tahun lebih 2 ( dua ) bulan dan

berkelakuan baik selama ada pada masa Pembinaan dalam LAPAS.

4

Page 5: makalah pembebasan bersyarat

Persyaratan Substantif yang harus dipenuhi oleh Narapidana sebagaiman

dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor M.01.PK.04.10 adalah:

a. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang

menyebabkan dijatuhi pidana

b. telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif

c. berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan

bersemangat

d. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan

Narapidana yang bersangkutan

e. berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah

mendapat hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalam waktu 9

(sembilan) bulan terakhir

f. masa pidana yang telah dijalani adalah 2/3 dari masa pidananya,

dengan ketentuan 2/3 dari masa pidananya tersebut tidak kurang dari

9 (sembilan ) bulan.

Ada pula yang dinamakan persyaratan administratif untuk dipenuhi oleh

Narapidana. Persyaratan yang dimaksud meliputi:

a. kutipan Putusan hakim ( ekstrak vonis )

b. laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing

Kemasyarakatan

c. surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana

pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana yang

bersangkutan

d. salinan register F ( daftar yang memuat tentang pelanggaran tata

tertib yang dilakukan Narapidana selama menjalani masa pidana )

dari Kepala LAPAS atau RUTAN

e. salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti

Grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau RUTAN

f. surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima

Narapidana, seprti pihak keluarga, sekolah, Instansi Pemerintah atau

swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat

serendah-rendahnya Lurah atau Kepala desa

5

Page 6: makalah pembebasan bersyarat

g. bagi Narapidana warga negara asing diperlukan syarat tambahan:

(1) surat jaminan dari Kedutaan Besar/ Konsulat negara orang

asing yang bersangkutan bahwa Narapidana tidak melarikan diri

atau menaati syarat-syarat selama menjalani Pembebasan

Bersyarat

(2) surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat

mengenai status keimigrasian yang bersangkutan.

Menurut ketentuan pasal 15 (2) KUHP, setiap pemberian

pembebsanbersyarat harus disertai pemetapan masa percobaan dan syarat-syarat

yangharus dipenuhi selama masa percobaan. Lama masa percoban sama

dengansisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah satu tahun,demikian

ketentuan Pasal 15 ayat (3) KUHP. Sedangkan syarat-syarat yangharus dipenuhi

selama masa percobaan dapat berupa syarat umum yangdapat pula ditambah

dengan syarat khusus (Ruba’l, M. 1997)

Syarat umum adalah berisi keharusan bagi Napi selama masa percobaan,

tidak boleh melakukan tindak pidana dan perbuatan tercela lainnya (Pasal 15 ayat

(1)). Perbuatan tercela tidak hanya dalam lingkup perbuatan pidana, artinya

pengertiannya lebih luas dari tindak pidana, misalnya pergi bersenang-senang di

tempat pelacuran atau ditempat hiburan malam seperti diskotek, atau bergaul

dengan para penjahat, para preman dan lain sebagainya

Sedangkan syarat khusus adalah segala ketentuan perihal kelakuannya, asal

saja syarat itu tidak membatasi hak-hak berpolitik dan menjalankan ibadah

agamanya (pasal 15 ayat 2). (Chazawi, A. 2002)

Pemberian Pelepasan Bersyarat dapat dicabut. Jaksa tempat beradanya Napi

dapat memerintahkan untuk mencabut hak tersebut dan napi dapat ditahan kembali

dengan alasan untuk kepentingan umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa

ia dalam masa percobaan telah melanggar syarat dalam surat lepasnya (pasal 15

ayat (3)).

6

Page 7: makalah pembebasan bersyarat

F. Tata Cara Pemberian Pembebasan Bersyarat

Berdasarkan PERMEN HUKUM DAN HAM No M.2.PK.04-10 Tahun 2007,

dalamPasal 11, menerangkan bahwa tata cara untuk pemberian Pembebasan

Bersyarat adalah :

1. Tim Pengawas Pemasyarakatan (TPP) atau TPP Rutan setelah

mendengar pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan

perkembangan pembinaan dari Wali Pemasyarakatan, mengusulkan

pemberian pembebasan Bersyarat kepada kepala Lapas atau Kepala

Rutan;

2. Apabila Kepala Lapas atau Kepala Rutan menyetujui usul TPP Lapas

atau TPP Rutan selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada Kepala

Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM setempat, dengan

tembusan kepala Direktur Jendral Pemasyarakatan;

3. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM memutuskan untuk

menolak atau menyetujui usulan Pembebasan Bersyarat, setelah

mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum

dan HAM setempat;

4. Apabila Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM menolak tentang

usulan Pembebasan bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama

14(empat belas hari) sejak diterimanya usul tersebut, memeritahukan

penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala Lapas atau kepala Rutan;

5. Apabila Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM menerima tentang

usulan Pembebasan bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14

(empat belas hari) sejak diterimanya usul tersebut, meneruskan usul

tersebut kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan;

6. Apabila Direktur Jenderal Pemasyaraktan menolak tentang usul

Pembebasan Bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14

(empatbelas hari) sejak tanggal penetapan, memberitahukan penolakan

itu beserta alasannya kepada Kepala Lapas atau kepala Rutan;

7. Apabila Direktur Jenderal Pemasyaraktan menerima tentang usul

Pembebasan Bersyarat, maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan

menerbitkan keputusan tentang Pembebasan Bersyarat.

7

Page 8: makalah pembebasan bersyarat

G. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)

Di Indonesia, Tim Pengamat Pemasyarakatan bertugas melaksanakan sidang

yang bertujuan untuk :

1. Menyusun rencana program bimbingan tahap awal, lanjutan dan akhir

2. Membahas kasus klien tertentu guna menentukan program bimbingan

3. Menyampaikan rencanprogram kepada Kepala Balai Bispa (sekarang Bapas)

4. Mengadakan penilaian pelaksanaan program bimbingan.

Susunan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan terdiri dari:

1. Pembimbing kemasyarakatan

2. Pejabat struktural yang ditunjuk

3. Pembimbing kemasyarakatan sukarela, badan sosial atau organisasi

kemasyarakatan

4. Para ahli yang diperlukan (Petunjuk Pelaksanaan-Petunjuk Teknis Menteri

Kehakiman RI)

H. Indikator keberhasilan dan kegagalan pembebasan bersyarat

Indikator keberhasilan pembebasan bersyarat menurut Cohen (1995)),

pembebasan bersyarat yang berhasil bila mana klien pembebasan bersyarat

sedikitnya selama 2 (dua) tahun masa pembebasan bersyaratnya tidak melakukan

pelanggaran atau kejahatan. Sedangkan menurut Evans (1968), klien pembebasan

bersyarat setelah bebas dari penjara dan menjalankan masa pembebasan

bersyaratnya telah mendapat pekerjaan yang layak dan penghasilan yang baik akan

dapat menjaga keseimbangan antara penghasilan yang diperoleh dengan

kebutuhan, baik barang maupun jasa. Kondisi seperti itu akan dapat mencegah klien

pembebasan bersyarat melakukan kejahatan lagi.

Adapun indikator kegagalan pembebasan bersyarat yang juga menurut Cohen

(1995), pembebasan bersyarat yang gagal adalah residivis, yaitu klien pembebasan

bersyarat yang kembali ke lapas untuk menjalani hukuman karena melakukan

tindakan kejahatan baru setelah bebas pada masa pembebasan bersyarat,

sedangkan menurut Evans (1968) klien pembebasan bersyarat dalam menjalani

masa pembebasan bersyarat tidak memiliki pekerjaan yang layak dan gaji yang

8

Page 9: makalah pembebasan bersyarat

cukup untuk memenuhi kebutuhannya, hal ini mendorong klien untuk melakukan

kejahatan lagi.

Pelanggaran pembebasan bersyarat dibagi menjadi 2 jenis, yakni pelanggaran

minor dan mayor. Pelanggaran minor adalah pelanggaran aturan pembebasan

bersyarat seperti meninggalkan tempat tinggal/pergi keluar kota, mengendarai

kendaraan tanpa SIM dan tidak melapor ke Bapas setiap Bulannya. Sedangkan

pelanggaran mayor adalah melakukan tindak kejahatan.

Berikut adalah faktor penyebab kegagalan pembebasan bersyarat yang

digunakan Burgess :

1. Jenis kejahatan

2. Jumlah teman dalam tindak kejahatan yang disangkakan

3. Kebangsaan/suku bangsa dari ayah narapidana

4. Status orang tua

5. Status perkawinan narapidana

6. Pelanggaran pertama, pelanggaran tidak sering, pelanggaran sering,

kejahatan professional

7. Jenis sosial seperti gangster/gelandangan

8. Tempat kejadian perkara

9. Ukuran masyarakat (desa/kota)

10.Jenis ketetanggaan

11.Peduduk atau bukan penduduk ketika ditangkap

12.Pernyataan hakim persidangan

13.Komitmen untuk tidak menerima sumpah

14.Lamanya hukuman

15.Bulan/lamanya hukuman sebelum pembebasan bersyarat

9

Page 10: makalah pembebasan bersyarat

DAFTAR PUSTAKA

Chazawi, A. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta. Pt. Raja Grafindo

Persada.

Ruba’I, M. 1997. Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. Malang. IKIP

Malang.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995. Tentang

Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1999. Tentang Syarat

dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006. Tentang

perubahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun1999.

Tentang syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan.

SK Menteri Kehakiman No. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan

Narapidana/ Tahanan.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007

Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat,

Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

10