Makalah PBL Blok 27
-
Upload
gian-alodia-risamasu -
Category
Documents
-
view
206 -
download
15
description
Transcript of Makalah PBL Blok 27
Tinjauan pustaka
Obesitas Tipe 2 dengan Sindrom Metabolik
Gian Alodia Risamasu
102011344
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Semua manusia yang ada pasti membutuhkan energi dalam beraktivitas, energi yang
dibutuhkan adalah terutama karbohidrat, protein, dan lemak serta komponen-komponen lain
yang berperan serta. Bila energi yang masuk tidak seimbang dengan yang dikeluarkan dalam
tubuh, maka energi tersebut terakumulasi dan akan menjadi suatu lemak yang menumpuk di
tubuh, yang biasa akan menumpuk pada abdomen pada laki-laki atau panggul pada wanita.
Penumpukan lemak ini disebut juga obesitas.
Terdapat juga obesitas yang disertai peningkatan gula darah (resistensi insulin), tekanan
darah yang tinggi, LDL yang tinggi, HDL yang rendah dan trigliserida yang tinggi
(dislipidemia), yang disebut sebagai sindroma metabolik. Etiologi dari sindroma metabolik ini
sendiri bermacam-macam diantaranya adalah pola hidup yang tidak sehat dan juga dari genetik
dari orang tua. Sindroma metabolik atau juga disebut sindroma X ini juga bertanggung jawab
atas peningkatan kematian akibat penyakit-penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan
intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat dan intensif.
Modifikasi gaya hidup ini pun meliputi aktivitas fisik yang teratur, pola makan yang
sehat serta terjaga, dan juga terdapat obat-obatan yang dipakai pada obesitas yang berat.
Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Telephone: (021) 5694-2061 (hunting),Fax: (021) 563-1731Email: [email protected]
1
Anamnesis
Anamnesis sendiri merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien,
dimana riwayat pasien ini merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yakni
segala hal yang diceritakan kepada pasien. Dan pada kasus ini, tindakan anamnesis yang dapat
kita lakukan dalam kasus ini harus memperhatikan kondisi pasien secara keseluruhan terlebih
dahulu. Maksudnya, disini kita harus melihat kondisi pasien apakah sadar sepenuhnya, atau
kondisinya tidak sadarkan diri dan sebagainya. Kalau dalam kondisi yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan anamnesis, maka langsung dilakukan tindakan, untuk kemudian proses
anamnesisnya dapat dilakukan setelahnya, atau kepada orang lain yang dekat dengan pasien. Dan
berdasarkan kasus, pasien adalah perempuan 41 tahun yang datang dengan maksud untuk
menurunkan berat badannya. Berdasarkan dari anamnesis yang perlu ditanyakan diantaranya:
- Apakah ada anggota keluarga lain yang overweight?
- Apakah ada riwayat keluarga dengan diabetes?
- Apakah pasien memiliki penyakit diabetes?
- Apakah pasien memiliki tekanan darah tinggi?
- Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat hormone tiroid?
- Apakah ada kenaikan 20 kg sejak berusia 20 tahun?
- Apakah pasien olahraga teratur?
- Apakah pasien memiliki penyakit batu pankreas?
- Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu?
- Apakah sekarang sedang stress atau banyak tekanan?
- Apakah pasien menstruasi secara teratur?
Dari pertanyaan diatas sudah bisa mengarahkan perkembangan obesitas dari pasien, apa
yang telah terjadi pada pasien, dan bagaimana keberhasilan dan kegagalan usaha mereka.
Riwayat keluarga penting untuk mengidentifikasi tipe dari obesitas dan kemungkinan
ditemukannya kelainan genetic yang langka. Untuk informasi kenaikan berat badan berguna
untuk menetukan resiko komplikasi kedepannya. 1,2
2
Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, ada beberapa pemeriksaan yang penting dalam menetukan
derajat keparahan maupun menetukan resiko-resiko obesitas kedepannya.
1. Tanda-tanda vital
Para perawat dan dokter seharusnya dapat memeriksa tanda-tanda vital, dalam hal ini
diantaranya tinggi badan, berat badan, tekanan darah, denyut nadi, dan suhu.1
2. Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi; tinggi badan, berat badan, lingkar perut, lingkar
pinggang dan lingkar panggul
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI)
IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat
dua. Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien
karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi
tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran
IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau
yang gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung,
stroke, hipertensi, osteoarthritis dan beberapa bentuk penyakit kanker. Namun, The
National Institute of Diabetes and Digestive and kidney Diseases mengingkatkan
bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat memiliki IMT yang tinggi tetapi
tetap sehat. Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan massa otot yang rendah
dan pasien malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak tepat. Berikut ini
adalah rumus untuk menghitung IMT3. Penghitungan IMT dapat dicari melalui
rumus, berikut adalah rumusnya:
3
IMT = Tinggi (m)/ [berat badan]2 (kg)
Ini adalah tahap pertama dalam mentukan resiko-resiko yang akan dihadapi oleh
pasien. Nilai IMT ini mempunyai curva relasi terhadap resiko-resiko tertentu, dan
beberapa level dari resiko tersebut dapat diindentifikasi menggunakan IMT tersebut.1,2
4. Rasio Pinggang : Panggul / Waist to Hip Ratio (WHR)
Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada
lingkaran terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat
tonjolan gluteus yang paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian
digambar pada nomogram dan letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada
skala di sebelah kiri, sementara hasil pengukuran lingkaran panggul pada skala di
sebelah kanan. Hubungkan kedua hasil pada skala tersebut dengan garis lurus yang
akan memotong garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal ratio atau waist to hip ratio)
yang terletak di antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang sebesar 1,0 atau kurang
bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai normal.3
Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling
populer kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran
4
Tabel 1: Klasifikasi berdasarkan IMT dan Lingkar pinggang (sumber: handbook of obesity ed 2 h.18)
lingkaran perut ini dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal
(obesitas tipe android) dan perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas
abdominal yang merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler
dan degeneratif memiliki lingkaran perut yang lebih besar dari normal. Untuk
diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut bagi wanita Asia adalah ≥ 80 cm dan
bagi pria Asia adalah ≥ 90 cm.3
Gambar 1. Normogram
untuk menentukan rasio pinggang-panggul.1
Dan pada pemeriksaan fisik secara umum, hasil yang didapati adalah sebagai berikut;
TD:130/90mmHg, TB 150cm, BB 80kg, Lpe 95cm, Lpa 105cm.
Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan kriteria sindrom metabolik, maka pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan antara lain:
1. Resistensi Insulin
2. Glukosa darah puasa (normal < 110 mg/ dl)
3. Mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin)
4. Profil Lipid :
- Kolesterol total (normal <270 mg/ dl)
5
- Kolesterol HDL (normal > 45 mg/ dl)
- Kolesterol LDL (normal < 100 mg/ dl)
- Trigliserida (normal < 150 mg/ dl)
Pemeriksaan lain juga bisa dilakukan seperti pemeriksaan TSH, PSA, mamografi, USG pada
kandung empedu.1
Hasil
pemeriksaan laboratorium: Hb 12%, GDP 100 mg/dL, kolesterol 130 mg/dL, trigliserid 180
mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.
6
Tabel 2: Kriteria pada metabolic sindrom (sumber: http://www.psychiatrictimes.com/articles/metabolic-syndrome-and-schizophrenia-clinical-research-update)
Pembahasan
Berat Badan Normal (BBN)
Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui
penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk
mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:4
Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100 – 10%
Usia ≥ 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100
Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya kurang.
Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya lebih.
Pada kasus di atas, pasien berusia 41 tahun memiliki tinggi badan 150 cm dan berat
badan 80 kg, maka berat badan ideal pasien tersebut seharusnya 50 kg. Sehingga status gizi
pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien lebih dari berat badan ideal.
Status Gizi
Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh
merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan
yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai
indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat
menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)
merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit merupakan
ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat digunakan
untuk menghitung persentase lemak tubuh.1,5
Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa
dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan jika memungkinkan
pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor penyebab
(atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari keterkaitan
tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak tepat. Dalam
menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran yang akurat dan
7
pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan nutrien (zat gizi)
dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi dan penyesuaian
terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan.5
Tabel 3. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (Asia – Pasifik).5
Kebutuhan Kalori / Energi
Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik, dan
specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah kebutuhan
kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara untuk
mengukur BMR, yaitu:4
1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy Expenditure)
BMR (laki-laki) = 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]
BMR (perempuan) = 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki) = BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
BMR (perempuan) = BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam
Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari
oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:2
1. Ringan sekali = 30 %
2. Ringan = 50 %
8
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang < 18,5
Berat badan normal 18,5 – 24,9
Berat badan lebih ≥ 25,0
Pra-obes 25,0 – 29,9
Obesitas I 30,0 – 34,9
Obesitas II 35,0 – 39,9
Obesitas III ≥ 40,0
3. Sedang = 75 %
4. Berat = 100 %
5. Berat sekali = 125 %
Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli
hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan
rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.4
Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan
besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk
menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah4.
Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA
Karbohidrat
Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas untuk
membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan polisakarida.
Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat
tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati yang merupakan
bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.6,7
Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.6,7
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan adiposa.
Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membrane sel,
dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.6,7
9
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-
30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.6
Protein
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk
beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis asam
amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan melibatkan cukup banyak daur
ulang dari komponen-komponen tersebut.6
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena keadaan
(conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino tidak
dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai energy dan
bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita sekitar 15-20%
total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.6,7
Tabel 4. Komposisi zat gizi makro.5
Zat gizi Komposisi (%)
Karbohidrat 55-65
Protein 15-20
Lemak total 20-30
Asam lemak jenuh (saturated) 8-10
Asam lemak monosaturated ≤ 15
Asam lemak polysaturated ≤ 10
Kolesterol < 300 mg/hari
Serat 20-30 g
10
Penatalaksanaan Obesitas
Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh,
dan meminimalisasi gejala/ keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik. Penanganan
pasien obesitas diawali dengan penilaian derajat obesitas, distribusi berat badan, penentuan
faktor risiko, evaluasi kesiapan pasien, dan ketersediaan sumber/ peralatan untuk menurunkan
berat badan. Tujuan pengobatan penderita obesitas ialah mengembalikan fungsi normal proses
metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi tetapi bukan semata didasari oleh pengingkatan angka
kematian terkait-obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan berat badan terbukti
berhasil menurunkan tekanan darah pengidap obesitas, memperbaiki profil lipid, memperbaiki
toleransi glukosa dan kadar gula darah puasa.5
Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya hidup, pemberian obat,
dan intervensi bedah. Perubahan gaya hidup mencakup perubahan komposisi pangan, modifikasi
kegiatan fisik, dan pengobatan perilaku. Perubahan gaya hidup jelas sangat bermanfaat. Inti
pengobatan perilaku adalah perbaikan kebiasaan makan. Metode pengobatan perilaku ini
setidaknya mencakup 6 langkah, yaitu (1) pemantauan mandiri, (2) pengawasan rangsangan, (3)
penekanan pada perbaikan gizi, (4) restrukturisasi kognitif, (5) pembelajaran hubungan
antarpribadi, dan (6) pencegahan kemungkinan kambuh. Pasien juga diajarkan untuk tidak
terpengaruh iklan pemangkasan berat badan secara instan.5,6
Pemantauan mandiri meliputi pencatatan asupan makanan dan situasi ketika bersantap.
Pengawasan rangsangan berupa pembatasan diri untuk tidak kontak dengan lingkungan yang
memungkinkan makan berlebihan. Pasien dianjurkan agar semata-mata bersantap, tidak
digabung dengan kegiatan lain (misalnya sambil membaca koran atau menonton televisi).
Restrukturisasi kognitif merupakan upaya untuk menentukan serta mengubah pikiran dan sikap
negatif tentang pengaturan berat badan. Pembelajaran hubungan antar-pribadi diarahkan pada
pengembangan kemampuan pasien dalam menghadapi pemicu yang khas menimbulkan nafsu
makan berlebihan. Pencegahan kemungkinan kambuh, langkah yang terakhir ialah upaya
berkelanjutan yang dirancang untuk memantapkan keberlangsungan proses pengurangan berat
badan.6
11
Target penurunan berat badan, berpatokan pada BMI, sangat bergantung pada nilai BMI
ketika upaya pengurangan berat badan itu tengah dirancang. Jika BMI masih dibawah 30 dan
orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat serta berminat mengikuti program pengurangan
berat badan, target BMI boleh dipatok pada angka 20-27. Sementara itu, jika BMI ≥ 30 dan
obesitas telah berlangsung lama, target nilai BMI ditetapkan tidak lebih dari minus 2 dari BMI
semula.5
Pengobatan gizi medis (PGM)
Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien
obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan
kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi atau
memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan pada
pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu5.
1. Diet kalori sangat rendah (DKSR)
DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI ≥ 30 tanpa faktor
komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 27 dengan
faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini diterapkan secara eksklusif
selama 12-16 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet kalori rendah (800-1200
kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun.
2. Diet kalori rendah (DKR)
Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes denga nilai BMI ≥ 27
tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 25
dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Dalam kurun waktu 6-12 bulan.
3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)
Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari.
Kontribusi lemak antara 20-30%.
12
4. Diet perorangan
Jumlah asupan energi yang dtakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas untuk
setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energy per hari tentunya diupayakan
jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang bergizi, beragam, serta
berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam daftar bahan penukar.
Olahraga
Olahraga bukan hanya berkhasiat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan
kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes, di samping
meningkatkan ambilan oksigen, membugarkan sistem kardiorespirasi, serta menyegarkan
pikiran.7
Di awal pengobatan, pasien dimotivasi untuk menjalankan kegiatan fisik selama 30-45
menit sebanyak 3-5 hari seminggu. Bagi sebagian besar pasien obesitas, olahraga harus dimulai
perlahan-lahan denga penambahan intensitas secara bertahap. Pasien jangan dipaksa berolahraga,
melainkan sekadar dibujuk agar bersedia mengubah pola, sekaligus meragamkan, kegiatan fisik
(misalnya memarkir kendaraan beberapa ratus meter dari tempat tujuan, menggunakan tangga
ketimbang lift atau escalator dan menggunakan sapu konvensional ketimbang vacuum cleaner).
Seiring berjalannya waktu, terlebih jika pasien telat merasakan kenikmatan dan manfaat dari
berkurangnya berat badan, intensitas kegiatan dapat ditingkatkan.4,5
Upaya mempertahankan berat badan yang telah susut, setelah pasien menjalani PGM,
tidak akan berhasil tanpa disertai olehraga (atau sekadar melakukan kegiatan fisik). Sementara
itu, untuk memperoleh keberhasilan jangka panjang, gaya hidup harus pula diubah. Meskipun
tengah menjalani diet, nafsu makan pasien obesitas kadang kala tidak dapat dicegah. Jika
memang demikian, para pengidap obesitas hendaknya diajari cara “membakar” kalori makanan
yang sudah terlanjur mengonsumsi kue pie apel. Jika pasien menginginkan kalori yang
terkandung dalam kue itu tidak mengendap dalam tubuhnya, maka pasien harus berjalan kaki
selama 77 menit atau bersepeda 49 menit, atau berenang 36 menit, atau berlari 21 menit.
Demikian pula jika seseorang hendak menenggak, sebut saja segelas bir, dia harus memusnahkan
kalori yang terkandung dalam bir tersebut dengan berjalan kaki selama 22 menit.5
13
Farmakoterapi
Karena obesitas merupakan suatu kondisi kronis, penggunaan obat jelas akan
berlangsung lama. Sama seperti obat antihipertensi, penghentian mendadak dapat mengakibatkan
efek putus-obat (withdrawal effect), yaitu berat badan dapat tiba-tiba melonjak. Oleh karena itu,
National Institute of Helath menganjurkan agar penggunaan farmako terapi diarahkan pada
pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya hidup. Upaya farmako terapi juga
ditempuh sebagai pendamping modifikasi gaya hidup jika pasien memenuhi kriteria BMI ≥ 30
tanpa keadaan kormobid atau BMI ≥ 27 de ngan minimal satu keadaan komorbid dan/ atau faktor
risiko lain. Faktor risiko yang dimaksud ialah hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung koroner,
diabetes mellitus tipe 2, serta sleep apnea.5
Obat penurun berat badan yang kini disetujui oleh Food and Drugs Administration
(FDA) terbagi dalam dua kelompok, yaitu obat penurun asupan pangan dan obat yang berfungsi
sebagai pengurang serapan zat gizi.5,8
1. Obat nonadrenergik
Obat-obat nonadrenergik yang tersedia saat ini, antara lain fentermin,
dietlipropion, fendimetrazin, dan benzofetamin. Amfetamin tidak lagi dianjurkan karena
cenderung dislahgunakan, begitu pula dua obat terakhir (fendimetrazin, dan
benzofetamin). Obat-obat golongan ini dianjurkan dan disetujui FDA hanya untuk
penggunaan jangka pendek, beberapa minggu saja (kurang dari 12 minggu). Beberapa
penelitian memang membuktikan bahwa obat-obat ini aman digunakan hingga 6 minggu
atau lebih (maksimal 3 bulan). Berat badan akan terkikis sebanyak 4,8 kg, jika digunakan
dosis 10 mg, atau sebanyak 6,1 kg dengan takaran dosis 15 mg.
Efek samping obat golongan ini berupa insomnia, mulit ,kering, sembelit/
konstipasi, euforia, sakit kepala, palpitasi, serta hipertensi. Kontraindikasi relatif
penggunaan obat golongan ini meliputi penyakit jantung koroner, aritmia, gagal jantung
kongestif, dan stroke.
14
2. Obat serotonergik
Obat serotonergik bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran serotonin dan
menghambat ambilan-kembali (re-uptake), atau keduanya. Dua obat, fenfluramin
(Redux) dan dexflenfuramin (Pondimin), yang merangsang pengeluaran serotonin
sembari menghambat ambilan-kembali, telah ditarik dari peredaran karena keterkaitannya
dengan kelainan katup jantung dan hipertensi pulmonal. Kedua obat ini, masih dalam
penelitian memepunyai kemanfaatan yang serupa dengan obat-obat nonadrenergik.
Obat-obat serotonergik kini diindikasikan pada keadaan yang tidak terkait dengan
obesitas, seperti depresi dan obsesi-kompulsi. Beberapa penghambat ambilan-kembali
serotonin, seperti fluoksetin (Prozac), hanya dapat menurunkan berat selama 6 bulan
dengan dosis 60 mg. meskipun obat tetap diberikan, berat badan ternyata kembali seperti
semula dalam enam bulan berikutnya. Hal ini juga ditemukan pada penggunaan sertralin
(Zoloft), yang terbukti tidak memiliki kemanfaatan jangka panjang.
3. Obat campuran nonadrenergik-serotonergik
Sibutramin (Merida) salah satu penghambat ambilan-kembali norepinefrin dan
serotonin, juga telah disetujui FDA sebagai obat penurun dan pemelihara berat badan.
Namun, penggunaannya harus dipadukan dengan diet rendah kalori. Preparat ini
diindikasikan bagi pengidap dengan BMI ≥ 30 tanpa faktor komorbid atau dapat juga
diberikan pada mereka dengan BMI ≥ 27 dengan faktor risiko lain, semisal diabetes
mellitus tipe 2 atau hiperkolesterolemia. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan pada anak/
remaja di bawah 18 tahun dan lansi di atas 65 tahun.
Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi,
mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit. Selain berat badan berkurang, faktor
risiko lain pun dapat diperbaiki. FDA tidak menganjurkan penggunaan preparat
sibutramine pada pasien dengan hipertensi tak-terkendali, penyakit jantung koroner,
gagal jantung kongestif, aritmia jantung, dan penyakit serebrovaskuler, hipertiroidisme,
hipertrofi prostat, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, wanita hamil dan menyusui,
mereka yang memiliki riwayat sebagai pecandu alkohol atau penyalahgunaan obat,
15
gangguan jiwa, serta stroke. Oleh sebab itu, pemantauan yang ketat harus diterapkan
selama pemberian obat.
Besaran dosis dipatok pada kisaran 10-15 mg/hari. Pemberian awal cukup 10 mg
sehari, yang ditingkatkan menjadi 15 mg jika penyusutan berat badan kurang dari 2 kg
setelah 4 minggu pemakaian. Apabila penurunan berat badan dengan dosis maksimal ini
tidak sampai 2 kg selama 4 minggu, obat tidak boleh digunakan lagi. Lama penggunaan
tidak boleh lebih dari 1 tahun. Obat harus dihentikan jika pengurangan berat setelah 3
bulan kirang dari 5% berat badan awal. Pengobatan boleh diperpanjang hingga lebih dari
6 bulan jika susutan berat badan lebih dari 10%. Berat badan pengidap obesitas yang
diberi obat ini selama 6 bulan, dipadukan dengan diet rendah kalori, terbukti berkurang
sebanyak 5-8%.
Berlainan dengan fenfluramin dan dexfenfluramine, sibutramin tidak mengimbas
pelepasan serotonin sehingga tidak menyebabkan gangguan katup jantung. Efek samping
yang tersering berupa konstipasi, anoreksia, mulut kering, dan insomnia. Efek samping
lain yang kadang-kadang terjadi adalah nausea, takikardia, palpitasi, hipertensi,
vasodilatasi, sakit kepala, parestesia, kecemasan, produksi keringat berlebihan, gangguan
pengecapan, dan pandangan kabur (jarang sekali terjadi).
4. Obat pengurang serapan zat gizi
Obat pengurang serapan zat gizi yang disetujui FDA hanyalah orlistat (Xenical)
yang merupakan penghambat lipase pankreas dan hati. Obat ini bekerja dengan jalan
berikatan dengan enzim lipase pada lumen saluran cerna guna mencegah hidrolisis lemak
dari makanan menjadi asam lemak bebas yang dapat diserap. Pasien yang mengonsumsi
orlistat sebanyak 120 mg akan mengeluarkan sekitar sepertiga (30%) lemak yang
tersantap sekitar 1 jam setelah makan.
Preparat ini diindikasikan bagi pendidap obesitas yang memiliki BMI ≥ 30 atau
BMI ≥ 28 dengan faktor risiko lain. Dosis mulai dari 120 mg, yang dianjurkan ditelan
sebelum, sewaktu, atau paling lama 1 jam setelah makan. Dosis boleh ditingkatkan
hingga 360 mg sehari dengan penggunaan maksimal 2 tahun. Jika makanan tidak
mengandung lemak, preparat ini sebaiknya tidak dikonsumsi. Perlu diingat bahwa
16
penggunaan preparat ini tidak dianjurkan pada anak-anak berusia luring dari 2 tahun,
bahkan dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan menyusui, penyandang sindrom
malabsorpsi, serta pengidap kolestatis.
Efek samping orlistat berupa tinja cair berlemak, defekasi, flatus, nyeri perut dan
rectum, sakit kepala, ketidakteraturan haid, kecemasan, kelelahan ekstrem, dan hepatitis
(jarang sekali). Penggunaan orlistat bersamaan dengan pereduksian asupan lemak yang
akan mengakibatkan defisiensi vitamin larut-lemak. Oleh sebab itu, suplementasi vitamin
ADEK perlu dilakukan.
5. Suplemen/ preparat herbal
Kesulitan dalam menaati diet serta kemalasan melakukan olahraga yang disertai
dengan dampak negative (fisik maupun psikis) dari obesitas itu sendiri, menyebabkan
banyak pasien memilih jalan pintas dan beralih ke terapi herbal/ suplemen. Suplemen
atau preparat herbal, abik yang dijual bebas di took maupun yang disebar melalui bisnis
MLM (multilevel marketing) banyak diminati karena menawarkan penurunan berat badan
tanpa harus bersusah-payah mengatur diet dan memeras keringat untuk berolahraga.5
Efedra (Ephedra sinica) merupakan perangsang SSP. Jika dipadukan dengan
kafein, preparat ini mampu memangkas berat badan, tetapi gagal menyusutkan berat
badan jika diberikan sendiri-sendiri. Namun, paduan ini tidak dapat digunakan lama
karena berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya.8
Kekurangan kromium berhubungan dengan keadaan hiperglisemia,
hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, serta rendahnya kadar kolesterol HDL, karena
elemen kelumit ini berperan penting dalam pemekaan reseptor insulin. Namun, tidak ada
kajian yang membuktikan pengaruhnya sebagai pengikis berat badan.8
Guar gum, glucomannan, dan psyllium merupakan sumber serat yang larut dalam
air. Secara teoritis, serat ini akan menyerap banyak air dalam usus sehingga menimbulkan
efek rasa kenyang, di samping berperan dalam mengendalikan gula darah pasien DM dan
keadaan hiperlipidemia. Sayang sekali, efek rasa kenyang yang berlanjut sebagai penekan
nafsu makan tidak serta merta berdaya guna menurunkan berat badan. Sebagai penurun
17
berat badan, guar gum tidak terbukti lebih baik disbanding plasebo. Kemanfaatan
psyllium sudah terbukti dalam memperbaiki profil lemak dan gula darah secara bermakna
pada penyandang DM tipe 2, tetapi tidak tebrukti mampu menurunkan berat badan.5,8
Konjugat asam linoleat (conjugated linoleic acid, CLA) berkhasiat mereduksi
timbunan lemak pada tikus percobaan yang obesitas melalui peningkatan oksidasi dan
penurunan ambilan trigliserida dalam jaringan lemak. Sayangnya hasil penelitian ini tidak
dapat diekstrapolasi ke manusia karena tidak ada data penelitian yang mendukung
keberhasilan CLA dlaam penurunan berat badan.5
Penelitian Dullo et al membuktikan bahwa teh hijau mampu meningkatkan
oksidasi lemak dan termogenesis, tetapi tidak ada laporan tentang kemanfaatannya dalam
pengikisan berat badan. Meskipun tidak dapat mengurangi nilai BMI, licorice dapat
mengurangi lemak, preparat herbal ini terbukti pula membuahkan efek samping berupa
pseudo-aldosteronisme, hipertensi, dan hipokalemia.5
Chitosan diolah dari chitin yang terkandung pada kulit Crustacea (salah satu kelas
Arthropoda) merupakan polimer bermuatan listrik positif yang dianggap mampu
mencegah penyerapan lemak karena sel-sel lemak dalam saluran cerna bermuatan listrik
negatif. Pengaruh penurunan berat badan ini tidak bermakna ketimbang efek yang
ditimbulkan oleh plasebo. Peneliti lain bahkan tidak dapat membuktikan perbedaan
tersebut dan cenderung melaporkan hasil penelitian yang berseberangan. Preparat ini
sebaiknya tidak dimakan bersamaan dengan vitamin yang larut dalam lemak.5,8
Dua jenis preparat herbal, dandelion dan cascara, terbukti mampu menyusutkan
berat badan dengan cara mengeluarkan cairan tubuh. Dandelion berkhasiat diuretik,
sementara cascara bertindak sebagai pencahar. Keduanya menyebabkan efek samping
berupa dehidrasi dan ketidaknormalan elektrolit.8
Suplemen atau preparat herbal yang boleh direkomendasikan sebagai obat
seharusnya memenuhi tiga kriteria, yaitu quality (mutu), safety (keamanan), dan efficacy
(kemanfaatan). Jika ketiga criteria ini terpenuhi, sebuah suplemen boleh dikonsumsi
dengan melakukan pengawasan terhadap penggunanya (pasien). Jika tidak, suplemen
tersebut jangan digunakan.5
18
Pembedahan
Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat badan
dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta memperbaiki atau
melenyapkan berbagai kondisi komorbid. Dengan begitu, mutu kehidupan dapat ditingkatkan
dan usia pasien dapat diperpanjang.7
Tindakan bedah baru boleh dipertimbangkan jika BMI pasien ≥ 40 atau BMI ≥ 35 dengan
faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Intervensi bedah terbatas untuk pasien berusia antara
18 hingga 50 tahun. Keberhasilan tindakan operasi dalam memangkas berat badan, yang dinilai
pada tahun kelima, jauh melampaui (90%) kesuksesan pengobatan dengan obat (21%). Meski
demikian, tindakan bedah pada obesitas morbid sesungguhnya bukan pilihan utama, melainkan
sebagai pendamping bagi terapi diet. Pada prinsipnya, terapi bedah didasarkan pada dua hal,
yaitu rancangan malabsropsi pada usus halus dan restriksi pada lambung. Rancangan
malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau mengurangi kemampuan
mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operasi restriktif pada lambung merupakan upaya
manipulatif melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru (neogastric pouch), dengan
begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.7
Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik (sering juga disebut syndrome X atau insulin resistance syndrome)
merupakan istilah yang digunakan ketika seorang pengidap obesitas telah memiliki 3 dari 5
faktor risiko. Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada Tabel 5 Kriteria sindrom metabolik.7
Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab sindrom metabolik belum
sepenuhnya terkuak. Fakotr-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini, meliputi
(1) faktor genetik, (2) penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan, (3) penggunaan asam
lemak jenuh yang berlebihan, sementara asam lemak esensial terlalu sedikit, (4)
ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium, (5) penggunaan stimulant dan obat tertentu,
serta (6) stres.5
Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil kajian keluarga yang
menunjukkan bahwa komponen sindrom metabolik sangat meungkin dimiliki seorang pengidap
19
obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang diabetes, hipertensi, atau keduanya.
Prevalensi kembar monozigot dalam menampakkan komponen sindrom ini lebih tinggi
ketimbang kembar dizigot.
Karbohidrat adalah penyumbang kelimpahan insulin, teruatam akibat penggunaan refined
sugar secara berlebihan dalam jangka panjang. Kelimpahan asam lemak jenuh, khususnya
ketakselarasan perbandingan antara asam-asam lemak bebas (omega 3 dna omega 6),
mengakibatkan ketidaknormalan membrane sel yang pada akhirnya menghambat masuknya
molekul glukosa ke dalam sel.
Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai kegiatan metabolik,
seperti relaksasi otot dan saraf, pencernaan lemak, aktivitas normal kelenjar tiroid, penurunan
kadar kolesterol, dan lain-lain. Terkikisnya magnesium langsung memicu konstriksi pembuluh
darah, mengakibatkan peninggian tekanan darah serta perangsangan sistem saraf secara
berlebihan. Magnesium juga merupakan komponen penting dalam pembentukan insulin, di
samping insulin itu sendiri berperan aktif dalam proses ambilan (uptake) mineral ini ke dalam
sel. Resistensi insulin mengurangi penyerapan magnesium yang ikut memicu hiperaktivitas sel
yang pada gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin. Kelebihan glukosa dalam
darah menyebabkan pertambahan ambilan kalsium ke dalam sel. Pertambahan ambilan kalsium
yang dibarengi pengurangan ambilan magnesium akan mengganggu keseimbangan kalsium-
magnesium. Dampak dari dominasi ion kalsium ialah perangsangan sel secara berlebihan oleh
kalsium, mengakibatkan hipersentivitas sel.
Stimulan, seperti kopi, teh, minuman ringan, alkohol, dan rokok, mampu meningkatkan
kadar gula darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Alkohol memang mengandung
gula sehingga konsumsi minuman ini akan cepat sekali meningkatkan kadar gula darah.
Kandungan gula dalam minuman ringan akan segera meningkatkan sekresi insulin. Kopi dan
rokok akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan adrenalinyang selanjutnya tentu
saja meningkatkan tekanan darah.
Selain itu masih ada obat lain yang mampu memperberat aresistensi insulin. Preparat
yang dimaksud adalah NSAID (nonsteroid anti-inflamation drug), steroid, diuretik, dan β-
blocker. NSAID mengacaukan keseimbangan prostaglandin dalam tubuh sehingga mengganggu
20
permeabilitas sel. Steroid mengganggu keseimbangan hormon-hormon alami tubuh dan membuat
orang menjadi agresif, si samping menggiatkan sistem saraf simpatis. β-blocker meningkatkan
defisiensi magnesium yang telah ada karena obat ini akan meningkatkan ekskresi magnesium.
Sementara itu, diuretik memperparah keadaan karena perangainya, yaitu memicu ekskresi
banyak mineral, salah satunya ialah magnesium, ketidakseimbangan kalsium-magnesium
merupakan salah satu dampak yang selalu dicemaskan.
Respon tubuh terhadap stres juga berupa peningkatan tekanan darh dengan begitu cepat,
respons ini sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat alami, yaitu berupa fight atau flight.
Jika stres berlangsung kronis, tekanan darah yang telah tinggi itu pun akan terus bertahan tinggi
selama stres tersebut belum teratasi.
Peran obesitas sentral dalam menumbuhkan sindrom metabolic tercantum pada kriteria
yang dipatok oleh NCEP/ ATP III maupun WHO. Meskipun nilai BMI subjek belum terekam
pada kriteria obesitas, ketidaknormalan ukuran lingkar pinggang telah terbukti kaitannya dengan
risiko hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan sindrom metabolik. Lokasi jaringan lemak
menjadi faktor penentu prekembangan resistensi insulin. Massa lemak intraperitoneal berkorelasi
paling kuat dengan resistensi insulin, kadar VLDL dan apolipoprotein B, serta produksi VLDL
oleh hati.5,8
Meskipun obesitas bukanlah penyebab resistensi insulin (obesitas hanyalah salah satu
contributor bagi resistensi insulin), penanganan sindrom metabolik diarahkan pada penurunan
berat badan. Beberapa zat suplementer (vitamin dan mineral) terbukti berkhasiat memekakan
insulin, yaitu vitamin E, biotin, kalsium, kalium, kromium, magnesium, vanadium, dan seng. Di
samping itu, ada pula lemak tertentu yang dapat memperbaiki permeabilitas membran sel
terhadap insulin serta zat-zat gizi yang mengoptimalkan metabolisme glukoas, asam amino lain
yang masih terkait ialah glutathione dan L-arginin.5,8
Konsep penanganan sindrom metabolik adalah eliminasi faktor yang menyebabkan atau
melatarbelakangi sindrom ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian,
tahapan penanganan sindrom metabolik boleh diterjemahkan ke dalam lima tahap pereduksian
pengaruh resistensi insulin: (1) mengurangi asupan karbohidrat dan gula, (2) metabolic typing,
21
(3) mengembalikan keseimbangan asam lemak esensial, (4) mereduksi stress, dan (5) mulai
menggunakan suplemen.5
Pengurangan asupan gula berarti menyantap gula olahan (refined sugar), alkohol,
minuman ringan, stimulan, dan karbohidrat berindeks glikemis tinggi. Seluruh bahan berbasis
karbohidrat hendaknya diganti dengan sayur dan buah berindeks glikemik rendah.diet yang
mengandung 50-60% kalori dari karbohidrat merupakan anjuran baku bagi diabetes tipe 2 dan
pengidap sindrom metabolik. Penyeimbangan asam lemak esensial terbukti meningkatkan
asupan omega 3 secara bermakna, sementara metabolic typing berguna untuk menakar
kemampuan genetik diabetes dalam memproses glukosa. Pemberian suplemen berguan untuk
menggenapkan kekurangan elemen kelumit utamanya, berperan dalam pemekaan insulin.5
Dosis suplementasi kalsium ditakar sebanyak 600 mg/hari, kromium dibatasi sekitar 400-
800 ug/hari, magnesium ditetapkan sebesar 200-400 mg/hari, vanadium hanya 5 mg/hari, dan
seng cukup 30 mg/hari. Sementara itu, suplementasi asam eikosapentanoat (eicosapentanoic
acid, EPA) dianjurkan sebanyak 3-6 g/hari dalam dosis terbagi, konjugat asam linoleat sebesar 2
g tiga kali sehari yang diminum saat makan, asam lipoat 300-1200 mg/hari dalam dosis terbagi,
koenzim Q10 100 mg/hari, L-karnitin dan taurin masing-masing 500 mg 2 kali sehari. Vanadil
sulfat juga merupakan elemen kelumit yang terkait dengan pengaturan gula darah.5
Kejadian di US, peningkatan obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom
metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia 50
tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan
prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di
Depok (2001) menunjukan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National
Cholesterol EducationProgram Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi
Asia Pasifik, terdapat 25,7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan
prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,3% dan menunjukan bahwa kriteria Indeks Massa
Tubuh (IMT) obesitas > 25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian
di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh
berbeda dengan depok yaitu dengan 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen
terbanyak (59,4%).5
22
NCEP/ATP III WHO
Tiga dari kriteria berikut Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa
terganggu, TGT (toleransi glukosa
ternganggu), atau resistensi insulin] + 2
kriteria berikut
Lingkar perut > 88 cm (perempuan) dan >
102 cm (laki-laki)
BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki-
laki) dan > 0,85 (perempuan)
Trigliserida ≥ 150 mg/dL Trigliserida ≥ 150 mg/dL
HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P) HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)
Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
Gula darah puasa ≥ 110 mg/dL Mikroalbuminuria (ekskresi albumin urin
>20 ug/menit) dan rasio albumin
/kreantinin ≥30 mg/g
Kesimpulan
Obesitas merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang
terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang
kemudian menurunkan harapan hidup dan meningkatkan masalah kesehatan. Status gizi
seseorang diklasifikasikan berdasarkan hasil perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dan rasio
lingkar pinggang:panggul/ waist to hip ratio (WHR). Untuk mengetahui dan mengatur jumlah
kalori dari asupan makanan seseorang, dapat dihitung kebutuhan kalori/ energi per harinya.
Penatalaksanaan pasien obesitas dengan cara diet, olahraga, dan pengubahan perilaku. Namun,
apabila belum berhasil, dapat dilakukan tindakan farmako terapi dengan pemberian obat anti-
obesitas dan juga terapi pembedahan. Obesitas dapat mengakibatkan komplikasi yang disebut
degan sindrom metabolik, yaitu kumpulan gangguan medis yang meningkatkan risiko terkena
penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2.
23
Tabel 5. Kriteria sindrom metabolik.3
Daftar Pustaka
1. Bray GA, Bouchard C. Handbook of obesity: clinical applications. Edisi ke-2. Penington
Biomedical Research Center Lousiana State University; Bato Rouge, Lousiana, U.S.A:
2004. h.15-9
2. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 2012. h. 45-7
3. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.93-7,107-
8,173-5.
4. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba
Medika; 2008.h.68-70,83-5.
5. Arisman. Obesitas, diabetes mellitus, & dislipidemia: konsep, teori, dan penanganan
aplikatif. Jakarta: EGC; 2010.h.1-42.
6. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.
7. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2004.h.54-5.
8. Arif A, Bahry B, Estuningtyas A, Muchtar HA, Setiawati A. Farmakologi dan terapi.
Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.h.139-60.
24