Makalah Pbl 1 Blok 30
-
Upload
stefany-fany -
Category
Documents
-
view
177 -
download
1
description
Transcript of Makalah Pbl 1 Blok 30
Mayat dengan leher terjerat dan luka pada bagian ketiak dan tungkai
Stefany
102008111
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
BAB I
PENDAHULUAN
Skenario :
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan
dalam keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan
celana panjang yang di bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai
bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui sebagai baju
miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon
perdu setingggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang
terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusu, namun masih
dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai
bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat
kekerasan tajam.
Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP
adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.
Latar Belakang
Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh
yang dapat dicapai oleh manusia dan tanpa harus mengorbankan hak-hak dari tersangka.
1
Yang bersalah akan dinyatakan bersalah dan yang memang tidak bersalah akan dinyatakan
tidak bersalah.1
Sudah merupakan kenyataan yang universal sifatnya bahwa manusia itu dapat
membuat kesalahan-kesalahan dalam hal persepsi dan ingatan. Sudah diketahui pula bahwa
manusia itu mempunyai kerentanan terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang bersifat
sugestif.1
Baik Undang-Undang atau peraturan tidak dapat berbuat apa-apa untuk memperbaiki
persepsi, daya konsentrasi dan ingatan seseorang yang kebetulan menjadi saksi dalam suatu
perkara criminal, akan tetapi Undang-Undang atau peraturan tersebut harus memakai saksi itu
bersedia.1
Semua alat-alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana yang berlaku
mempunyai kekuatan hokum yang sama. Permasalahannya terletak pada sejauh mana alat-
alat bukti yang sah itu berguna dan dapat membantu dalam proses peradilan pada umumnya
dan khususnya dalam proses penyidikan.1
Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu dalam proses penyidikan, maka dalam
perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan
pengetahuan khusus, yaitu ilmu kedokteran forensik.1
Proses penegakan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu usaha ilmiah dan
bukan sekedar common-sense, non-scientific belaka. Dengan demikian, dalam perkara pidana
yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan
ilmu kedokteran forensik yang dimilikinya sebagaimana yang tertuang dalam Visum et
Repertum yang dibuatnya mutlak diperlukan.1
Selain bantuan ilmu kedokteran forensik tersebut tertuang di dalam bentuk Visum et
Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat
diperlukan di dalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materiil yang selengkap-
lengkapnya tentang suatu perbuatan tindak pidana yang telah terjadi sehingga dengan
demikian proses penegakan hukumdan keadilan yang merupakan suatu usaha ilmiah dan
bukan sekedar common-sense, non-scientific baru dapat diwujudkan.1
Tujuan
Mengingat pentingnya kejadian yang dialami oleh korban di atas dan melihat
seringnya kasus tindak kejahatan yang terjadi dan banyak muncul pada masyarakat, maka
saya menyusun makalah ini dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai
2
masalah tersebut baik dari aspek hukum dan prosedur medikolegal, pemeriksaan medis pada
tanatologi, identifikasi forensik, pemeriksaan traumatologi, cara dan sebab meninggalnya
korban, dan interpretasi temuan pada korban.
BAB II
ISI
Pendahuluan
Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan adalah permasalahan yang harus dapat
dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik. Kejelasan tersebut
memang diperlukan dan harus diusahakan oleh karena, baik kecelakaan, bunuh diri atau
pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan
maupun dari sudut proses peradilan pada umumnya.1
Prosedur medikolegal
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.3
3
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.3
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.3
II. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannnya.3
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.3
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.3
4
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.3
III.Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan
jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.3
5
Pasal 222 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.3
Pasal 224 KUHP
Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-
undang ia harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6
bulan.3
Pasal 522 KUHP
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa,
tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah.3
Aspek Hukum
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.3
Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.3
6
Pasal 340 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima
tahun.3
Pasal 351 KUHP
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.3
Pasal 354 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun.3
Pemeriksaan Medis Pada Bidang Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.2
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, antara lain :
1. Mati somatis disebut juga mati klinis yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem
pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks,
EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak
pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.
7
2. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan
kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih
berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran
listrik dan tenggelam.
3. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau
jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau
jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ.
4. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.
5. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neronal
intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara
keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata
menghilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan
pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda
tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas
pascamati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mummifikasi dan
adiposera.2
Tanda kematian tidak pasti, antara lain :
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
8
pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat
yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmen-
segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.2
Tanda pasti kematian, antara lain :
1. Lebam mayat (livor mortis)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu
(livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh
darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum
waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika
posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah
mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga
sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah
yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat
pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-
sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan
otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.2
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi
mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan
saat kematian.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih
hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan.2
9
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan
ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi).
Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah
tidak menghilang.2
2. Kaku mayat (rigor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan
energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat
ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis,
maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.2
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar
kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan
selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya
tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada
dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.2
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu
lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti
kematian dan memperkirakan saat kematian.2
Terdapat kekakuan pada mayatyang menyerupai kaku mayat, antara lain :
a) Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat
yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat
setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa
perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkkan sikap terakhir masa
hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus
tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
10
b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai
pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju.
Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,
intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
c) Cold stiffening, yaitu kekauan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan
dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga
sendi.2
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hamper berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf
S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban
udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui
untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada
suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang
kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang
tua serta anak kecil.2
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui
pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara
(TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan interval
waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan
karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37oC
bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu
lingkungan kurang dari 2oC tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-
angka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat
mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna
penghitungan saat mati melalui cara ini.2
11
4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan
steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan
hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.2
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk
ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii.
Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino
dan asam lemak.2
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri
serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-
met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan
dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti
melebar dan berwarna hijau kehitaman.2
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung
dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari
mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh,
tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi.2
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
mengembung dan warna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat
berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat
khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.2
12
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut
kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies,
lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir
lalat yang hinggap).2
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non-gravid merupakan organ padat yang paling lama
bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC hingga sekitar
suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat
membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas
tubuh yang cepat dan bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.2
5. Adiposera atau lilin mayat.
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu
disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan sifat-
sifat di antara lemak dan lilin.2
Adiposera terutama terdiridari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca
mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi
13
dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila
dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.2
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak
tubuh berubah menjadi adiposera.2
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan.2
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan
lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang
membuang elektrolit.2
Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan
mempercepat pembentukannya.2
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12
minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik
sebagai bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian
lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera
paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.2
6. Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan
tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada
cuaca yang normal.2
Pemeriksaan medis yang dilakukan juga yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan
dalam.1
14
Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensic, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba,
baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu, dll. Juga terhadap
tubuh mayat sendiri.1
Sistematika pemeriksaan adalah:
1. Label mayat
2. Tutup mayat
3. Bungkus mayat
4. Pakaian
Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dari pakaian yang dikenakan pada bagian
tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai
lapisan yang terdalam.
Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak /motif dari tekstil,
bentuk /model pakaian, ukuran, merk /penjahit, cap binatu, monogram /inisial serta
tambahan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian,
maka ini juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat
menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang
ditemukan.
5. Perhiasan
Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Meliputi jenis
perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan
tersebut.
6. Benda di samping mayat
Kadangkala dalam pengiriman mayat terdapat benda di samping mayat seperti tas
atau bungkusan. Inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap
7. Tanda kematian
a. Lebam mayat
Terhadap lebam mayat, dilakukan pencatatan letak/distribusi lebam, adanya
bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam.
Warna dari lebam mayat serta intensitas lebam mayat
15
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah
dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dengan menentukan
mudah atau sukar dilawan. Apabila terdapat spasme kadaverik maka ini harus
dicatat sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang
sedang dilakukan oleh korban saat terjadi kematian.
c. Suhu tubuh mayat
Pengukuran suhu tubuh mayat dilakukan dengan menggunakan thermometer
rectal. Jangan lupa juga melakukan pencatatan suhu pada saat yang sama
d. Pembusukan
Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan bawah
yang berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang mayat diterima dalam keadaan
pembusukan yang lebih lanjut.
e. Lain-lain
Catat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, misalnya mumifikasi
atau adipocere
8. Identifikasi umum
Catat tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin, bangsa,
umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi, dan berat badan, keadaan zakar yang di
sirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut.
9. Identifikasi khusus
a. Tattoo
b. Jaringan parut
c. Kapalan
d. Kelainan pada kulit
e. Anomaly dan cacat pada tubuh
10. Pemeriksaan rambut
11. Pemeriksaan mata
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
15. Lain-lain
16. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan / luka
16
a. Letak luka
b. Jenis luka
c. Bentuk luka
d. Arah luka
e. Tepi luka
f. Sudut luka
g. Dasar luka
h. Sekitar luka
i. Ukuran luka
j. Saluran luka
k. Lain-lain
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang1
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, oesofagus, trakea, dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.
1. Lidah
2. Tonsil
3. Kelenjar gondok
4. Kerongkongan
5. Batang tenggorok
6. Tulang lidah, rawan gondok, dan rawan cincin
7. Arteri carotis interna
8. Thymus
9. Paru-paru
10. Jantung
11. Aorta thoracalis
12. Aorta abdominalis
13. Anak ginjal
14. Ginjal, ureter, dan kandung kencing
15. Hati dan kantung empedu
17
16. Limpa dan kelenjar getah bening
17. Lambung, usus halus, dan usus besar
18. Pancreas
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
20. Alat kelamin
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat / organ.1
Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal dengan tepat
amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses
peradilan.1,2
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana
alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh
manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya.2,5
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan
memberikan hasil positip (tidak meragukan).2
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual,
dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini
dikembangkan pula metode identifikasi DNA.1
P E M E R I K S A A N S I D I K J A R I
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem.Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui
paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari
tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan
kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.1,5
18
M E T O D E V I S U A L
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang.Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.1
P E M E R I K S A N D O K U M E N
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan
ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali
jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.1,5
P E M E R I K S A A N P A K A I A N D A N P E R H I A S A N
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek
atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu
proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota
ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam
yang dipakainya.1
I D E N T I F I K A S I M E D I K
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi
badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi
lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya.1
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga
ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan
metode identifikasi ini.1,5
Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur
dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.1
19
P E M E R I K S A A N G I G I
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan
rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan
sebagainya.1
Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data
temuan dengan data pembanding antemortem.1,5
P E M E R I K S A A N S E R O L O G I K
Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.Penentuan
golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa
rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi
nya sangat tinggi.1.5
Pemeriksaan Traumatologi Forensik
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang di maksud dengan
luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang
bersifat :
Mekanik
- Kekerasan oleh benda tajam
- Kekerasan oleh benda tumpul
- Tembakan senjata api
Fisika
- Suhu
- Listrik dan petir
- Perubahan tekanan udara
- Akustik
- Radiasi
20
Kimia
- Asama tau basa kuat.2
A. Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka yang terjadi akibat kekerasan tumpul bisa berupa memar (kontusio, hematome),
luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka atau robek (vulnus laseratum).
Memar / Hematoma
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya
kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar
kadangkala member petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya.2
Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti besarnya
kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan
ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan
pembuluh darah, penyakit penyerta ( hipertensi, diastesis hemorragik, penyakit
kardiovaskular). Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh dari letak
benturan.2
Pada bayi, hematome cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang
longgardan masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula pada usia lanjut
sehubungnya dengan menipisnya jaringan lemak subkutan dan pembuluh darah yang
kurang terlindung.2
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada
saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah
4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10
hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung
mulai dari tepid an waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai factor yang
mempengaruhinya.2,7
Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar merupakan hal penting,
apalagi bila luka memar itu disertai luka lecet. Dengan perjalanan waktu, baik pada orang
hidup atau mati, luka memar akan memberikan gambaran yang makin jelas.
Hematoma ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakan dan infltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan
dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit.
21
Pada lebam mayat, darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat
sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih. Sedangkan pada
hematom penampang sayatn tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa
pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan
ini.2
Luka lecet (ekskoriasi / abrasi)
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar atau runcing.2
Manfaat interpretasi luka lecet ditinju dari aspek medikolegal seringkali diremehkan,
padahal pemeriksaan luka lecet yang teliti disertai pemeriksaan TKP dapat
mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi.2
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, lika lecet diklasifikasikan sebagai luka lecet
gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression) dan luka lecet geser
(friction abrasion).
Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang
menggores kulit) yang menggesar lapisan permukaan kulit (epidermis) didepannya
dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah
kekerasan yang terjadi.2,7
Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya
dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak
tumpukan epitel.2
Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena
kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk kula lecet tekan belum tentu sama
dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan
identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas.2
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang
kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan
yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.2
Luka lecet geser disebabkan oleh tekananlinier pada kulit disertai gerakan
bergeser. Misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet
geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet yang terjadi
segera pasca kematian.2,7
Luka robek
22
Merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kulit
teregang ke satu arah dan bila batas elstisitas kulit terlampaui makan akan terjadi robekan
pada kulit. Luka ini mempunyai ciri yang umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding
tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak
beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka.2
Kekerasan benda tumpul yang cukup kuat dapat menyebabkan patah tulang. Bila
terdapat lebih dari 1 garis patah tulang yang saling bersinggungan maka garis yang terjadi
belakangan akan terhenti pada garis patah yang telah terjadi sebelumnya.2
B. Luka Akibat Kekerasan Tajam
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah
benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-
alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca.2
Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata,
berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka
bacok.2
Selain gambaran umum luka di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai
kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip
dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik
atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka
yang tidak selalu segaris.2,7
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul
berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip,
luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu
dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung
benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan
adanya luka lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.2
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang
benda tajam tersebut. Hali ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.2
23
C. PenjeratanPenjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya., melingkari atau mengikat leher yang makin lama
makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup.2
Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan bunuh diri, maka penjeratan
biasanya adalah pembunuhan. Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia
atau refleks vaso-vagal (perangsangan reseptor pada carotid body).2
Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan,
arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal inidisebabkan oleh karena kekuatan atau beban
yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.2
Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan
dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama-
sama dengan Visum et Repertum-nya.
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar atau
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus diamankan
dengan melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat
jerat.2,6
Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang)
pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksikan kembali di
kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah.
Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah
daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan
gondok.2
Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti
handuk atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot leher
sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaos
kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.2
Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan
menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung
24
berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet tekan), pada otot-
otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.2,6
Pemeriksaan Laboratorium Forensik
Pada kebanyakan kasus kejahatan dengan kekerasan fisik seperti pembunuhan,
penganiayaan, perkosaan dan lain-lain mungkin ditemukan darah, cairan mani, air liur, urin,
rambut, dan jaringan tubuh yang lain di tempat kejadian perkara. Bahan-bahan tersebut
mungkin berasal dari korban atau dari tersangka dan digunakan untuk membantu
mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut.1
Pemeriksaan Darah
Darah merupakan cairan tubuh yang paling penting karena merupakan cairan biologic
dengan sifat-sifat potensial yang spesifik untuk golongan manusia tertentu. Tujuan utama
pemeriksaan darah forensic adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut,
dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek, manusia dengan
darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan. Dari bercak yang dicurigai harus
dibuktikan bahwa bercak tersebut benar darah, darah dari manusia atau hewan, apabila dari
manusia cari golongan darah, darah menstruasi atau bukan.1
a. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi dari sel-sel darah merah. Namun
cara ini tidak dapat dilakukan apabila sel darah merah telah mengalami kerusakan.
Cara ini dilakukan dengan membuat sediaan hapus menggunakan pewarnaan Wright
atau Giemsa, dari kedua sediaan tersebut bisa dilihat bentuk dan inti sel darah merah
serta sel leukosit berinti banyak. Bila ditemukan drum stick dalam jumlah lebih dari
0,05% dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut dapat menentukan kelas
dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia memiliki sel darah merah berbentuk
cakram dan tidak berinti, kecuali golongan unta dengan sel darah merah berbentuk
oval atau elips tetapi tidak berinti. Sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk oval atau
elips dan berinti.2
b. Pemeriksaan kimiawi25
Cara ini dilakukan apabila sel darah merah dalam keadaan rusak sehingga
pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari
pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah.
Pemeriksaan penyaring darah, yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin yang
menggunakan reagen larutan jenuh kristal benzindin dalam asam asetat glacial dan
pemeriksaan penyaring dengan reaksi fenoftalin dengan reagen fenoftalin 2gr + 100ml
NaOH 20% yang dipanaskan dengan biji-biji zinc.
Hasil positif pada reaksi benzidin adalah terbentuknya warna biru gelap, sedangkan
pada reaksi fenoftalin timbul warna merah muda. Apabila hasil negative pada kedua
reaksi tersebut dipastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. Apabila positif maka
bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.2
Pemeriksaan penentuan darah, berdasarkan pigmen atau Kristal hematin (hemin) dan
hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi teichman dan
reaksi wagenaar hasil postif pada reaksi teichman dinyatakan dengan Kristal hemin
HCl yang berbentuk batang berwarna coklat terlihat dengan mikroskop. Sedangkan
hasil positif pada reaksi wagenaar adanya Kristal aseton nemin berbentuk batang
berwarna coklat. Hasil yang negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan
darah juga dapat dijumpai pada bercak darah yang struktur kimianya telah rusak.2
c. Pemeriksaan spektroskopik
Pemeriksaan ini memastikan bahan yang diperiksa adalah darah bila dijumpai pita-
pita absorpsi yang khas dari hemoglobin atau keturunannya dank has juga spectrum
warna.2
d. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah, untuk itu
dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (antihuman globulin) serta terhadap
protein hewan dan juga natisera terhadap golongan darah tertentu. Prinsip
pemeriksaan adalah reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibody (antiserum)
yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.1,2
Cara dan Sebab Kematian
26
a. Menentukan kematian atau memperkirakan cara kematian korban
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.
Menentukan atau memperkirakan cara kematian korban pada umumnya baru dapat dilakukan
dengan hasil yang baik bila dokter diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP, yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal tersebut tidak
dimungkinkan maka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat masih dapat memperkirakan
atau menentukan cara kematian jika para penyidik memberikan keterangan yang jelas
mengenai berbagai hal yang dilihat dan ditemukan pada waktu penyidik melakukan
pemeriksaan di TKP.1,4
Dalam ilmu kedokteran forensic dikenal 3 cara kematian, yang tidak boleh selalu
diartikan dengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku.
Cara kematian tersebut adalah :
1. Wajar (natural death), dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit bukan
karena kekerasan atau rudapakasa; misalnya kematian karena penyakit jantung, karena
perdarahan otak dank arena tuberkulosa.
2. Tidak wajar (un-natural death), yang dapat dibagi menjadi :
Kecelakaan
Bunuh diri
Pembunuh
3. Tidak dapat ditentukan (un-determined), hal ini disebabkan keadaan mayat telah
sedemikan rusak atau busuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat
dilihat dan ditemukan lagi.1,6
b. Memperkirakan saat kematian
Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan kematian secara
pasti sampai saat ini masih belum memungkinkan. Perkiraan saat kematian diketahui dari:
1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi adalah manusia dengan
segala keterbatasannya.
2. Petunjuk-petunjuk yang terdapat di TKP, seperti jam atau arloji yang pecah, tanggal
yang tercantum pada surat kabar, surat, nyala lampu, keadaan tepat tidur, debu pada
lantai dan alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya; yang semuanya ini dapat
dilakukan baik oleh penyidik.
27
3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini ialah:
Penurunan suhu mayat (algor mortis). Pada seseorang yang mati, suhu tubuh akan
menurun sampai sesuai dengan suhu disekitarnya. Secara kasar dikatakan bahwa
tubuh akan kehilangan panasnya sebesar 1 C/jam. Semakin besar perbedaan antara
suhu tubuh dengan lingkungan ( udara atau air), maka semakin cepat pula tubuh
akan kehilangan panasnya. Penurunan suhu tubuh juga dipengaruhi oleh intensitas
dan kuantitas dari aliran atau pergerakan udara. Kematian karena perdarahan otak,
kerusakan jaringan otak, perjeratan dan infeksi akan selalu didahului oleh
peningkatan suhu. Lemak tubuh, tebalnya otot serta tebalnya pakaian yang
dikenankan pada saat kematian pula mempengaruhi kecepatan penurunan suhu
tubuh. Selain pengurun suhu rectal, dokter dapat melakukan pengukuran suhu dari
alat-alat dalam tubuh seperti hati atau otak yang tentunya dapat dilakukan saat
pembedahan mayat.
Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian, intensitas
maksimal tercapai pada 8-12 jam post mortal.
Kaku mayat terdapat sekitar 2 jam post mortal dan maksimal 10-12 jam post
mortal dan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam mulai menghilang kembali
sesuai urutan terdapatnya kaku mayat.
Pembusukan, kecepatan pembusukan pada mayat berbeda-beda tergantung
berbagai faktor, diantaranya factor lingkungan. Pembusukan mayat dimulai 48
jam setelah kematian, dengan diawali oleh timbulnya warna hijau kemerah-
merahan pada dinding perut bagian bawah.1,6
c. Menentukan sebab kematian
Untuk dapat menentukan sebab kematian secara pasti mutlak harus dilakukan
pembedahan mayat (autopsy, otopsi), dengan atau tanpa pemeriksaan tambahn seperti
pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan bakteriologis dan lain
sebaginya tergantung kasus yang dihadapi.
Tanpa pembedahan mayat tidak mungkin dapat ditentukan sebab kematian secara
pasti.
Perkiraan sebab kematian dapat dimungkinkan dari pengamatan yang teliti kelainan-
kelainan yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan luar.
28
Jadi tanpa pembedahan mayat perkiraan sebab kematian dapat diketahui dengan
menilai sifat luka, lokasi serta derajat berat ringannya kerusakan korban. Misalnya ada luka
tembak dikepala korban sedang pada bagian tubuh lainnya hanya ditemukan luka lecet kecil-
kecil, perkiraan sebab kematian dalam hal ini adalah karena tembakan senjata api.
Contoh sebab kematian :
- Karena tusukan benda tajam
- Karena tembakan senjata api
- Karena pencekikan
- Karena keracunan morfin
- Karena tenggelam
- Karena terbakar
- Karena kekerasan benda tumpul
Sebab kematian jangan dikacaukan atau disalahartikan dengan mekanisme kematian.
Sebab kematian ditekankan pada alat atau sarana yang dipakai untuk mematikan korban,
sedangkan mekanisme kematian menunjukkan bagaimana korban itu mati setelah
umpamanya tertembak atau tenggelam. Mekanisme kematian, misalnya : karena perdarahan,
hancurnya jaringan otak atau karena refleks vagal.1
Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.2
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120,
179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan
meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan
dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.
29
Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:
1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik.2
Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental
atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et
Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri
adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah
untuk korban yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter
yang mampu, namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter
spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.2
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Pembukaan:
Kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan
Tidak dikenakan materai
Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat
Pembantu Letnan Dua)
Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi:
Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat
dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai
dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis.
30
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan
LN no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan
kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum
tersebut.2
Interpretasi Hasil Temuan
Ditemukan mayat laki-laki yang sudah membusuk di sebuah suangai kering yang
penuh batu-batuan dalam keadaan mati tertelungkup. Lehernya terikat lengan baju dan ujung
lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon perdu. Pada mayat terdapat satu luka
terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan
beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri. Kematian yang dialami
korban adalah cara kematian yang tidak wajar yaitu pembunuhan dan sebab kematiannya
adalah karena kekerasan tajam bila dilihat dari luka-luka yang dialami oleh korban.
Diperlukan pemeriksaan autopsi dan pemeriksaan mikroskopik (histolopatologi) agar dapat
menentukan waktu terjadinya perlukaan, di dalam hubungannya dengan penentuan apakah
luka yang terdapat pada korban itu didapat sewaktu hidup ataukah sesudah korban mati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 1-52.
31
2. Budiyanto, A.,Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1997:
h. 25-43.
3. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Bagian Kedokteran
Forensik Universitas Indonesia; 1994: h.11-6, 37-9.
4. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik Autopsi Foresik. Jakarta : Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 2000: h.7.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed.3. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius; 2000: h. 171-82.
6. Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed I. Jakarta : Bina Rupa Aksara;
1997 : h. 35-47.
7. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: Pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2000.p141-8.
32