makalah pak tego 1

download makalah pak tego 1

of 17

Transcript of makalah pak tego 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang berlaku mulai tahun 2001, berusaha menyerahkan sebagian berkas wewenang kepada daerah propinsi dan kabupaten/kota secara luas, termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam konteks pendidikan, pemerintah kabupaten kota memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan, melaksanakan, dan mengendalikan program dan kegiatan pendidikan dalam kerangka kebijakan nasional. Sedangkan pemerintah pusat bertangung jawab dalam pengembangan kebijakan dan rencana strategis, pengawasan kualitas, dan koordinasi perencanaan, program pendidikan pada tingkat nasional. Melakukan kebijakan tersebut, diharapkan tumbuhnya prakarsa, partisipasi, inovasi, dan kreatifitas dari bawah, baik dari peserta didik, guru, sekolah/madrasah maupun masyarakat di daerah, dan layanan di bidang pendidikan diharapkan dapat lebih memenuhi kebutuhan, lebih cepat, efisien dan efektif, serta diharapkan munculnya berbagai variasi model pengembangan pendidikan di sekolah-sekolah/madrasah, selaras dengan kondisi dan konteks daerah-daerah yang ada di nusantara. Namun pada kenyataannya, penerapan kebijakan tersebut tidaklah semudah yang dibayangkan, apalagi mereka sudah begitu lama terbiasa dengan sikap ketergantungan terhadap birokrasi, dan dikendalikan berbagai peraturan yang ditentukan dari atas, misalnya dalam hal manajemen pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana, buku-buku pelajaran, pembiayaan, dan sumber-sumber lainnya. Karena itu reformasi kebijakan tersebut menuntut

adanya perubahan sikap dan perilaku dari pihak terkait guna mendukung tumbuhnya prakarsa, inovasi, dan kreatifitas dalam pengembangan madrasah. Dalam konteks otonomi daerah, saat ini sedang dikembangkan Manajemen Berbasis Sekolah, yakni pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah yang melibatkan semua kelompok yang terkait dengan masalah (stakeholders) secara langsung dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Karena masalah otonomi daerah sedang menjadi trend dalam berbagai bidang kehidupan di negeri ini, dan sesuai dengan tuntutan masyarakat dan berkembangnya peraturan baru, maka formula baru pengelolaan pendidikan itu merupakan suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, efisiensi, dan pemerataan. Untuk merealisasikan Manajemen Berbasis Sekolah, maka perlu didukung oleh pengembangan masyarakat di sekolah tersebut. Sebagaimana dikemukakan bahwa masyarakat sekolah mengandung arti semua warga sekolah yang selalu berusaha:(1) mengejar dan mengembangkan kepandaian atau keahlian secara terus menerus sesuai dengan bidang/tugasnya; (2) komitmen terhadap kualitas; (3) memiliki dan mengembangkan rasa tanggung jawab moral, sosial, intelaktual, dan spiritual; serta (4) memiliki dan mengembangkan rasa kesejawatan atau team work yang cerdas, dinamis, dan kompak. Tujuan utama penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan di sekolah. Sekolah merupakan unit utama yang harus memecahkan permasalahannya melalui sejumlah keputusan yang dibuat sedekat mungkin dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki kewenangan (otonomi), tidak saja dalam pengambilan keputusan, akan tetapi justru dalam mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan payung kebijakan makro pendidikan nasional.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dan pengambilan keputusan serta tanggung jawab dana akuntabilitas atas konsekwensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Para pendukung Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berpendapat bahwa prestasi belajar murid-murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah dibandingkan pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya dibandingkan para birokrat di tingkat pusat daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperan serta merencanakannya. SMP Negeri 13 Malang yang terletak di jalan Sunan Ampel II Malang merupakan salah satu sekolah menengah pertama yang telah mengembangkan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. SMP Negeri 13 Malang juga berkeinginan untuk dapat memacu dan mendukung proses dilakukannya terobosan-terobosan yang pasti akan diperlukan dengan semakin besarnya kemungkinan direalisasikannya otonomi pendidikan. Dengan pengaturan manajemen sekolah yang semakin baik, SMP Negeri 13 Malang berusaha merealisasikan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diharapkan dapat memacu kreatifitas guru yang kemudian berimbas kepada peningkatan prestasi belajar siswa. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 13 MALANG B. Rumusan Masalah

1.

Bagaimana implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 13 Malang

2.

Apa faktor pendukung dan penghambat implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 13 Malang C. Tujuan penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 13 Malang 2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 13 Malang D. Kegunaan Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna : 1. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi SMP Negeri 13 Malang dalam meningkatkan mutu pendidikan. 2. Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian yang memiliki fokus yang sama. E. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis maksudkan adalah penelitian deskriptif kualitatif (analisa isi). Adapun yang menjadi obyek penelitian dalam skripsi ini adalah SMP Negeri 13 Malang, jalan Sunan Ampel II Malang. b. Penentuan lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di sebuah lembaga pendidikan milik Negara yaitu SMP Negeri 13 Malang yang terletak di jalan Sunan Ampel II Malang. c. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Adapun populasi dalam penelitian skripsi ini adalah seluruh komponen yang ada di SMP Negeri 13 Malang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun sampel dalam penelitian skripsi ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-guru, orang tua siswa, dan dewan sekolah. Dengan perincian sebagai berikut: a. Kepala sekolah, yaitu untuk memperoleh keterangan mengenai usaha-usahanya dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMP Negeri 13 Malang. b. Wakil kepala sekolah, yaitu untuk memperoleh keterangan tentang upaya-upaya yang dilakukan dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan peningkatan prestasi belajar siswa. c. Guru-guru, yaitu untuk memperoleh keterangan sebagai pelaksana langsung dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMP Negeri 13 Malang. d. Orang tua siswa, yaitu untuk memperoleh keterangan sejauh mana partisipasinya dan hal-hal yang berkaitan dengan program sekolah maupun kontrol belajar anak.

e.

Komite sekolah, yaitu untuk memperoleh keterangan sejauh mana perannya sebagai wakil dari orang tua dan patner sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Metode Pengumpulan Data a. Metode Observasi Metode observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomen-fenomen yang diselidiki, dalam arti yang luas observasi tidak hanya terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan menurut Mardalis, observasi atau pengamatan merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan/fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data secara langsung dan sistematis terhadap obyek yang diteliti. Dalam hal ini penulis menggunakan metode observasi, untuk memperoleh data lengkap mengenai kondisi umum, lingkungan sekolah, kegiatan proses belajar mengajar di SMP Negeri 13 Malang, keadaan dan fasilitas pendidikan, kondisi belajar siswa, serta tenaga edukatif dalam melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah, dan lain sebagainya. b. Metode wawancara Metode wawancara atau interview adalah suatu metode yang dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data melalui dialog (tanya jawab) secara lisan baik langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini Sutrisno Hadi mengatakan interview sebagai suatu proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu menghadap orang lain dan mendengarkan dengan sendiri suaranya. tampaknya merupakan

alat pengumpul data (informasi) yang langsung tentang beberapa jenis data sosial, baik yang terpadu maupun manifes. Sedangkan menurut Lexy J. Moleong, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi tentang implementasi MBS di SMP Negeri 13 Malang, faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi MBS, serta prestasi belajar siswa. c. Metode Dokumentasi Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Dalam pengertian yang lebih luas, dokumen bukan hanya yang berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa benda-benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol. Metode ini penulis gunakan untuk meneliti benda-benda tertulis seperti buku raport, data dari dokumen sekolah tentang sejarah berdirinya SMP Negeri 13 Malang, jumlah siswa, responden yang diteliti, daftar para guru, karyawan, dan lain sebagainya. 3. Teknik Analisis Data Suatu langkah yang penting setelah pengumpulan data adalah analisis data, sebab dengan analisis data akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang keadaan obyek dan hasil studi. Cara analisis data yang dikemukakan adalah mengartikan hasil observasi, wawancara yang diperoleh dalam penelitian, dan dokumentasi yang telah dikumpulkan dalam penelitian. Oleh

karena itu untuk menganalisis data yang diperoleh dilapangan, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Dalam proses pengambilan data di lapangan untuk menjaga kevalidan data yag diperoleh, penulis menggunakan instrumen pengumpulan data yang berupa pertanyaan kepada responden, penulis juga melakukan pencatatan data-data yang ada di SMP Negeri 13 Malang. F. Sistematika Pembahasan Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi 4 (empat) bab, yaitu: Bab pertama, merupakan pendahuluan berisi tentang latar belakang pentingnya penelitian ini diungkapkan, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, sistematika pembahasan. Bab kedua, merupakan kajian pustaka sebagai landasan teori dalam penelitian dan penulisan skripsi. Pada bab ini berisi pembahasan yang berkaitan dengan Manajemen Berbasis Sekolah yang meliputi: pengertian, tujuan, prinsip, komponen-komponen, konsep, strategi implementasi dan karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), faktor pendukung dan faktor penghambat penerapan Manajemen Berbasis Sekolah serta pemecahannya. Masalah prestasi belajar meliputi: pengertian prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, usaha peningkatan prestasi belajar, serta implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Bab ketiga, merupakan laporan hasil penelitian berdasarkan data-data yang diperoleh. Bab ini memuat tentang deskripsi singkat obyek penelitian yang meliputi: Sejarah singkat berdirinya SMP Negeri 13 Malang, keadaan guru, karyawan, siswa, dan kondisi sekolah beserta struktur organisasi di SMP Negeri 13 Malang. Selain itu pada bab III ini juga didapatkan analisis data yang telah diteliti mengenai Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP Negeri 13 Malang, beserta faktor pendukung dan faktor penghambat. Bab keempat, merupakan penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran. Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 195. Ibid, hal. 197. Slamet PH., Manajemen Berbasis Sekolah (http:www.google.com, diakses 10 April 2006). Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hal. 102. Ibid, hal. 104. Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1991, hal. 136. Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara, 1993, hal. 63. Sutrisno Hadi. op. cit., hal. 192. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 135. Suharsimi Arikunto. op. cit., hal. 102.

PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diundangkannya UU No. 22 tentang Pemerintahan Daerah pada hakikatnya memberi kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan diberikan kepada daerah kabupaten dan kota berdasarkan asas desentralisasi dalam wujud otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. Otonomi luas adalah kewenangan dan keleluasan pemerintah dalam menyelenggarakan seluruh bidang kehidupan kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fisikal, agama serta bidang yang diterapkan oleh peraturan pemerintah (pasal 7). Otonomi luas

secara menyeluruh penyelenggaraan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Kewenangan daerah kabupaten dan kota, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 11, mencakup semua bidang pemerintahan, yakni pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi serta tenaga kerja. Dengan demikian, jelaslah bahwa kebijakan pendidikan berada dibawah kewenangan daerah kabupaten dan kota. Ketentuan otonomi daerah yang dilandasi oleh undang-undang nomor 22 dan nomor 25 tahun 1999, telah membawa perubahan dalam berbagai didang kehidupan termasuk penyelenggaraan pendidikan. Bila sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat, dengan berlakunya undang-undang tersebut, kewenangan tersebut dialihkan kepemerintah kota dan kabupaten. Akibat desentralisasi pendidikan menyebabkan terjadinya reformasi manajemen persekolahan. Perubahan manajemen sekolah yang signifikan dan mendasar adalah diterapkannya manajemen berbasis sekolah atau School-Based Manajement. Pendekatan MBS merupakan salah satu sistem yang dikembangkan dalam rangka pemberia kewenangan luas kepada sekolah. Pendekatan ini berpijak pada anggapan dasar bahwa dengan memberikan kewenangan dan kemandirian kepala sekolah akan menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan sekolah. Penerapan MBS akan meningkatkan partisipasi warga sekolah (guru, siswa, staf, dan masyarakat) dalam proses persekolahan sehingga pada gilirannya meningkatkan akuntabilitas sekolah kepada warganya. B. Permasalahan Berdasarkan pendahuluan diatas maka masalah yang akan dibahas berikut adalah : 1. Pengertian dan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di .............................. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian dan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Pada sistem MBS sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. MBS juga merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi langsung kepada kelompokkelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan.

Pengertian MBS Suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar Tujuan MBS Tujuan utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya MBS bertujuan untuk: 1. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia; 2. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; 3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan 4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Prinsip dan Implementasi MBS Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu: 1. Fokus pada mutu 2. Bottom-up planning and decision making 3. Manajemen yang transparan 4. Pemberdayaan masyarakat 5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan Prinsip MBS Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu: kekuasaan; pengetahuan; sistem informasi; dan sistem penghargaan. 1. Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS. Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:

1. melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa. 2. membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya 3. menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah. 2. Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah: 1. pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah, 2. memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review, bencmarking, SWOT, dll). 3. Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa 4. Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa. Dengan sistem ini diharapkan akan muncul motivasi dan ethos kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan yang dikembangkan harus bersifat adil dan merata. Kewenangan yang Didesentralisasikan 1. Perencanaan dan Evaluasi Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sekolah sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan mutu. Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya. 2. Pengelolaan Kurikulum Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum

standar yang berlaku secara nasional. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam impelentasinya sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk mengembanhgkan kurikulum muatan lokal. 3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan penagjaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran siswa. 4. Pengelolaan Ketenagaan Pengelolaan ketenagaaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sanksi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dan sebagainya) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh Pemerintah Pusat/Daerah. 5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan) Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasarkan oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya. 6. Pengelolaan Keuangan Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentraslisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpahkan ke sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan (income generating activities) sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah. 7. Pelayanan Siswa Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya. 8. Hubungan Sekolah-Masyarakat Esensi hubungan sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan finansial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan sekolah-masyarakat dari

dahulu sudah didesentraslisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi yang dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitas hubungan sekolah-masyarakat. 9. Pengelolaan Iklim Sekolah Iklim sekolah (fisik dan non fisik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/espektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklmi sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan ekstensif. 2. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Komponen yang didesentralisasikan Menurut Wohlstetter dan Mohrman terdapat empat sumber daya yang harus didesentralisasikan yang pada hakikatnya merupakan inti dan isi dari MBS yaitu power/authority, knowledge, information dan reward. Keempatnya merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan yang terdiri dari : 1. Kekuasaan/kewenangan (power/authority) harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terhadap tiga bidang penting yaitu budget, personnel dan curriculum. Termasuk dalam kewenangan ini adalah menyangkut pengangkatan dan pemperhentian kepala sekolah, guru dan staff sekolah. 2. Pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan sehingga sumberdaya manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi kinerja sekolah. Pengetahuan yang perlu didesentralisasikan meliputi: keterampilan yang terkait dengan pekerjaan secara langsung (job skills), keterampilan kelompok (teamwork skills) dan pengetahuan keorganisasian (organizational knowledge). Keterampilan kelompok diantaranya adalah pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterampilan berkomunikasi. Termasuk dalam pengetahuan keorganisasian adalah pemahaman lingkungan dan strategi merespon perubahan. 3. Hakikat lain yang harus didensentralisasikan adalah informasi (information). Pada model sentralistik informasi hanya dimiliki para pimpinan puncak, maka pada model MBS harus didistribusikan ke seluruh constituent sekolah bahkan ke seluruh stakeholder. Apa yang perlu disebarluaskan? Antara lain berupa visi, misi, strategi, sasaran dan tujuan sekolah, keuangan dan struktur biaya, isu-isu sekitar sekolah, kinerja sekolah dan para pelanggannya. Penyebaran informasi bisa secara vertikal dan horizontal baik dengan cara tatap muka maupun tulisan. 4. Pengaharhaan (reward) adalah hal penting lainnya yang harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik maupun non-fisik yang semuanya didasarkan atas prestasi kerja. Penghargaan fisik bisa berupa pemberian hadiah seperti uang. Penghargaan non-fisik berupa

kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti seminar atau konferensi dan penataran. Sementara itu menurut Depdiknas fungsi-fungsi yang dapat didesentralisaskan ke sekolah dan di ................ telah berusaha menerapkan fungsi-fungsi tersebut adalah :

Perencanaan dan evaluasi program sekolah. Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, pada fungsi ini telah disusun rencana strategis (renstra) yang memuat rencana pengembangan sekolah dalam jangka waktu lima tahun kedepan dan renop (rencana operasional) yeng merupakan rencana tahunan. Dan setiap akhir bulan atau semester termasuk akhir tahun diadakan evaluasi pelaksanaan program. 2. Pengelolaan kurikulum. Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Pada fungsi ini telah dikembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar melalui penjabaran kedalam indikator-indikator setiap mata pelajaran dan juga pengembangan kurikulum muatan lokal. 3. Pengelolaan proses belajar mengajar. Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Pada fungsi ini, guru telah diberi kebebasan memilih metode-metode yang tepat dalam proses pembelajaran yang intinya adalah peruses pembelajaran konstruktif. 4. Pengelolaan ketenagaan. Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sangsi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya. Fungsi ini telah dilaksanakan dalam bentuk pengadaan guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap berdasar kepada kompetensi dasar bagi guru dan pegawai administrasi, pelatihan yang erus menerus. 5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan. Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan hingga pengembangannya. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesesuaian dan kemutakhirannya terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar. Fungsi ini telah dilaksanakan dalam bentuk pengadaan barang yang didahului oleh analisis skala prioritas, perbaikan/penggantian sarana dan prasarana belajar termasuk pengembangannya dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan. 6. Pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak

semata-mata tergantung pada pemerintah. Fungsi ini ditandai dengan penggunaan keuangan yang ada di sekolah melalui pendistribusian pada RAPBS yang disusun oleh Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah serta guru senior. 7. Pelayanan siswa. Fungsi ini telah dilaksanakan dalam bentuk pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga pengurusan alumni dan dari tahun ketahun diadakan peningkatan intensitas dan ekstensitasnya. 8. Hubungan sekolah dan masyarakat. Fungsi ini telah dilaksanakan melalui hubungan sekolah dan msyarakat untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang dari dulu telah didesentralisasikan dan dari tahun ketahun intensitas dan ekstensitasnya terus ditingkatkan. 9. Pengelolaan iklim sekolah. Fungsi ini telah dilaksanakan dalam bentuk menciptakan Iklim sekolah yang kondusif-akademik yang merupakan merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa. Dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di .................. bukan berarti tidak mendapat hambatan atau tantangan. Adapun tantangan atau hambatan itu antara lain : Peran Dinas Pendidikan masih terlihat kurang mendukung penerapan MBS. Seringkali petugas Dinas Pendidikan tidak sebagai pendukung dari belakang atas pelaksanaan MBS ini tetapi masih sering ingin tampil di depan. Peran yang demikian justru menghambat penerapan MBS dalam rangka terjadinya efektivitas sekolah dan peningkatan mutu pendidikan secara umum. 2. Peran orang tua siswa masih kurang, sehingga harus lebih didorong agar berperan aktif bukan hanya dalam pendanaan sekolah tetapi juga dalam proses pembelajaran. Artinya partisipasi orang tua harus diarahkan untuk memikirkan kemajuan sekolah secara umum dan terutama dalam peningkatan mutu sekolah. Orang tua harus lebih berperan aktif dalam mengembangkan program sekolah serta lebih aktif dalam membimbing belajar anaknya di rumah. 3. Kekuasaan dan kewenangan sekolah masih kurang, sehingga perlu ditingkatkan. Hakikat MBS adalah dimilikinya kekuasaan, kewenangan dan otonomi di tingkat sekolah itu sendiri. Tanpa itu maka sekolah tidak akan dapat menjalankan program-programnya secara lancar dan bertanggung jawab. Secara umum dari rekomendasi di atas tampak sekali bahwa pada masa transisi ini peran birokrat pendidikan masih menonjol, sementar itu sekolah belum sepenuhnya diberdayakan. Kondisi inilah yang sedikit demi sedikit harus dikikis dan sekolah diberikan kekuasaan, kewenangan, dan otonomi yang sebesar-besarnya sehingga bisa mengatur rumah tangganya sendiri dengan leluasa.

4. Sumber daya manusia baik guru maupun pegawai tata usaha masih perlu ditingkatkan agar supaya kinerjanya maksimal.