Postpartum Optic Neuritis: Etiologic and Pathophysiologic ...
Makalah Optic Neuritis
Transcript of Makalah Optic Neuritis
OPTIC NEURITIS
By :
MUNESWARAN RAJARATNAM
070100467
GROUP J 7
DEPARTMENT OF OPHTHALMOLOGY
HOSPITAL TUANKU FAUZIAH
FACULTY OF MEDICINE
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA & ALLIANZEUNIVERSITY COLLEGE OF MEDICAL
SCIENCES (USU-AUCMS)
KANGAR, PERLIS 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada TUHAN, yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga makalah yang berjudul Neuritis Optikus dapat
kami selesaikan.
Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
neuritis optikus sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik
senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Terima Kasih kami ucapakan kepada staf pengajar yang telah
membimbing penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Kesehatan Mata.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua di masa mendatang.
Perlis, April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang.........................................................................................................1
BAB 2 Neuritis Optik
Anatomi dan Fisiologi ……….. ..............................................................................2
Lapisan Retina..............................................................................2
Nervus Optikus............................................................................3
Lesi Jalur Penglihatan..................................................................5
Definisi Neuritis Optik.............................................................................................7
Epidemiologi Neuritis Optik....................................................................................7
Etiologi Neuritis Optik.............................................................................................7
Klasifikasi Neuritis Optik........................................................................................8
Patofisiologi Neuritis Optik.....................................................................................8
Gajala Klinis Neuritis Optik.....................................................................................9
Diagnosis Neuritis Optik........................................................................................10
Pemeriksaan Fisik Neuritis Optik..........................................................................11
Pemeriksaan Penunjang Neuritis Optik.................................................................13
Diagnosis Banding Neuritis Optik.........................................................................14
Penatalaksanaan Neuritis Optik.............................................................................15
Prognosis Neuritis Optik........................................................................................16
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mata merupakan organ yang sangat berkaitan erat dengan otak dan
seringkali memberikan petunjuk diagnostik yang penting akan adanya gangguan
pada sistem saraf pusat. Penyakit intrakranial umumnya menyebabkan gangguan
penglihatan oleh karena destruksi ataupun tekanan pada bagian tertentu dari jalur
impuls visual.
Jalur impuls aferen melewati struktur-struktur yang terlibat dalam
penerimaan dan pemrosesan informasi visual yang meliputi: mata, nervus optikus,
chiasma optik, traktus optikus, nukleus genikulatum lateral, radiasio optik dan
korteks striatum. Pada umumnya abnormalistas visual memiliki berbagai macam
etiologi dan tergantung letak lesi yang dikenainya. Neuritis optikus merupakan
keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan kehilangan penglihatan
secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Neuritis optikus tidak
berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah
satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf
pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis
optikus menjadi manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan
terjadi pada 50% perjalanan penyakit multipel sklerosis.
Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan
gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan
membengkak. Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan
papilitis. Keadaan tersebut menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik.
Pada makalah ini khusus akan dibahas mengenai neuritis optikus dan beberapa
penyebab neuritis optikus yang kini prevalensinya mulai meningkat.
BAB II
Anatomi dan Fisiologi
Lapisan Retina
Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau
fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam
(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan
dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron
kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga).
Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan sementara
sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan warna, dan
ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi
daripada sel kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel kerucut mampu
membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral. Badan sel dari
reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel-
sel ganglion retina. Akson sel-sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada
retina dan menyatu membentuk saraf optikus.
Gambar 1. Lapisan neuron retina
Nervus Optikus
Nervus optikus bermula dari optic disk dan berlanjut sampai ke kiasma
optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan
kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel
ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil.
Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf
sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema
sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus
mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf.
Bagian nervus optikus
Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di bagi mejadi 4
bagian :
Intraocular (1 mm) : menembus sclera (lamina kribrosa), koroid dan
masuk ke mata sebagai papil disk.
Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen
optic. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optic, dikelilingi oleh
annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot
rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan
berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh
lemak orbital.
Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang
berjalan inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki
mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan
neuritis retrobulbar.
Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian
menyatu membentuk kiasma optikum.
Gambar 2. Nervus optikus pada jalur visual
Selubung meningeal
Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut ke nervus
optikus. Di kanalis optic dura mater menempel langsung ke tulang sekitarnya.
Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan kelanjutan dari bagian otak
juga.
Vaskularisasi nervus optikus
Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina
Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari
peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina
cribrosa.
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri
circle of zinn
Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-
cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang
dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri
oftalmika.
Gambar 3. Vaskularisasi nervus optikus
Lesi Jalur Penglihatan
Lesi saraf optik.
Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi yang
terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan reflek
tidak langsung pada sisi kontralateral.
Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada saraf optik,
neuropati optik, dan neuritis optikus akut.
Lesi melalui bagian proksimal saraf optik.
Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan
kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena dan reflek
cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.
Lesi kiasma sentral.
Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil. Biasanya
diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus. Penyebab umum
lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma,tumor kelenjar hipofise,
craniopharyngioma, meningioma suprasellar, glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus
akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis.
Lesi kiasma lateral.
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan kelumpuhan
refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya penggelembungan
dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada setiap sisi kiasma dan
ateroma dari carotis atau arteri communican posterior.
Lesi saluran optik.
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil kontralateral
(Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian
akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan kelumpuhan saraf ketiga
kontralateral serta hemiplegic ipsilateral.
Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberculosis, dan aneurisma dari
cerebellar atas atau arteri serebral posterior.
Lesi badan genikulatam lateral.
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil minimal, dan
mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.
Lesi radiasi optik.
Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi optic
total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia quadrantic inferior
(pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi
optik). Hemianopia quadratic superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi
dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari
radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder,
serta trauma.
Lesi korteks visual.
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat terjadi
sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks cahaya pupil
normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi kortetk visual.
Gambar 4. Lesi jalur visual
D efinisi
Neuritis optik adalah penyakit inflamasi akut atau subakut atau suatu
proses demielinisasi yang mempengaruhi saraf optik.
Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukan kejadian Neuritis optikus saat ini berkisar
4-5 per 100.000 populasi. Insidens Neuritis optikus tertinggi pada populasi yang
tinggal di dataran tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan
terendah pada daerah ekuator. Neuritis optikus yang disebabkan oleh
demielinisasi akut banyak terdapat pada wanita dan umumnya berkisar antara usia
20-40 tahun.
E tiologi
1. Idiopatik. Terjadi pada beberapa kasus yang tidak tidak dapat diidentifikasi
penyebabnya.
2. Neuritis optikus herediter.
3. Demyelinating disorders. Gangguan demielinasi adalah yang paling sering
menyebabkan Neuritis optikus. Beberapa penyakit yang termasuk pada
gangguan demielinisasi diantaranya Multiple sclerosis dan Optik
neuromyelitis (Devic's disease). Sekitar 70% kasus Multiple sclerosis
dilaporkan dapat mengakibatkan terjadinya Neuritis optikus.
4. Parainfeksius Neuritis optikus. Dikaitkan dengan berbagai infeksi virus
yang terjadi seperti campak, gondok, cacar air, batuk rejan dan demam
kelenjar. Dapat juga terjadi setelah pemberian imunisasi.
5. Infectious Neuritis optikus. Neuritis optikus yang terjadi mungkin terkait
(dengan Ethmoiditis akut) atau yang berhubungan dengan Cat scratch
fever, Sifilis (pada tahap primer atau sekunder), Lyme disease, dan
Kriptokokal meningitis.
K lasifikasi
Neuritis optikus secara anatomi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu:
1. Papillitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk akibat gangguan
inflamasi dan demielinasi. Kondisi ini biasanya unilateral tapi kadang-
kadang mungkin bilateral.
2. Neuroretinitis mengacu pada keterlibatan gabungan optik disk dan retina
sekelilingnya pada area macula.
3. Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf optik di belakang
bola mata. Gambaran klinis neuritis retrobulbar akut dasarnya mirip
dengan akut papillitis kecuali untuk perubahan fundus dan perubahan
okular.
Patofisiologi
Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi
demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular
cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului
demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan
mielin dapat melebihi hilangnya akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus
diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum
diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului
perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali
menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T
menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B
melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat
di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga
berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe
HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus.
Gejala
Gambaran akut
Tanda dan gejala :
Gejala neuritis optik biasanya monokular.
Hilangnya penglihatan terjadi dalam periode jam-hari, mencapai puncak
dalam 1-2 minggu.
Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan.
Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi pada neuritis
optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini
ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil).
Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan skotoma
sentral.
Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat
batas diskus tidak jelas. Papilitis banyak terdapat pada usia < 14 tahun dan
populasi asia tenggara.
Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan
pemeriksaan funduskopi yang normal.
Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai
papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.
Fotopsia sering dicetuskan oleh pergerakan bola mata.
Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien yang ikut
terlibat dalam penelitian ONTT.
Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan
funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina
(risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars
planitis menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.
Gambaran Kronik
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik masih
dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:
Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik
mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun
setelah gejala awal.
Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna
merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat
dengan mata yang terkena.
Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan
penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan
mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.
Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.
Diagnosis
Anamnesis
1. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan
membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya,
persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus
untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan
mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis
optik seringkali unilateral.
2. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan
mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis
multipel yang lebih besar.
3. Rasa sakit pada mata, terutama ketika mata bergerak.
Pemeriksaan Fisis
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (≥ 20 / 30), sedang (≥ 20 /
60), maupun berat (≤ 20 / 70).
2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat
berupa: skotoma sentrosecal, kerusakan gelendong saraf parasentral,
kerusakan gelendong saraf yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf
yang melibatkan fiksasi dan perifer saja.
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung
yang menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna.
Neuritis optikus mungkin tanpa gejala atau dapat dikaitkan dengan beberapa
gejala sebagai berikut:
1. Kehilangan lapangan pandang
Terjadi secara mendadak dan progresif, yang merupakan ciri khas dari
Neuritis optikus.
2. Adaptasi gelap mungkin menurun.
3. Penurunan penglihatan warna.
4. Gerakan phosphenes dan suara yang disebabkan phosphenes mungkin
dirasakan oleh pasien dengan Neuritis optikus. Phosphenes berkaitan
dengan sensasi yang dihasilkan oleh nonphotic atau yang sering disebut
rangsangan tidak memadai.
5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan
berkurang jika beristirahat.
6. Persepsi kedalaman, khususnya untuk objek bergerak mungkin terganggu
(fenomena Pulfrich's).
7. Nyeri. Pasien mungkin mengeluhkan nyeri mata yang mengganggu dan
lebih sering pada tipe neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis. Nyeri ini
biasanya bertambah parah dengan pergerakan ocular terutama gerakan ke
atas dan ke bawah karena perlekatan sejumlah serat otot rektus superior
dengan dura mater.
Tanda tanda yang mengikuti gejala:
1. Ketajaman penglihatan menurun
2. Penglihatan warna biasanya sangat terganggu.
3. Pupil menunjukan kurang berkontriksi terhadap cahaya. RAPD adalah
poin diagnostic.
4. Temuan oftalmoskopik, pada papilitis tampak disk hiperemis dan batasnya
menjadi kabur. Disk menjadi edema dan secara fisiologi cup menghilang.
Vena retina menjadi menyempit dan menebal. Keping-keping perdarahan
dan eksudat kecil dapat terlihat pada disk. Dari pemeriksaan slit lamp di
dapatkan sel inflamasi di vitreous. Tanda-tanda inflamasi mungkin dapat
ditemukan di sekitar retina pada papilitis dengan macular star formation
yang disebut neuroretinitis. Pada kebanyakan kasus neuritis retrobulbar
penampakan funduskopi normal sehingga pada textbook di katakan baik
dokter ahli mata dan pasien tidak melihat perubahan apapun. Kadang-
kadang dapat di temukan pucat pada daerah temporal disk.
5. Perubahan lapangan pandang. Defek lapangan pandang pada neuritis
optikus biasanya sering daerah sentral atau centrosekal skotoma.
6. Sensitivitas kontras terganggu.
7. Vissually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan
amplitude dan perlambatan waktu transmisi.
Pemeriksaan Fisis
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (≥ 20 / 30), sedang (≥
20 / 60), maupun berat (≤ 20 / 70).
2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat
berupa skotoma sentrosecal. Setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki
lapangan pandang yang normal.
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung
yang menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna.
Pemeriksaan Penunjang
1. Funduskopi
Terdapat beberapa stadium perubahan pada neuritis optikus disertai
kelainan pada bilik mata belakang, yaitu:
a. Perubahan awal
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal
dalam 44% kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi
optik neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada
18% dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di
karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan
sedikit hiperemis.
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk
menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya
fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus
vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk
melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.
c. Perubahan lanjut
Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal dapat dijumpai
selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang
berlanjut kadang-kadang didapati gambaran optik atropi sekunder.
Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat
jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir
optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat diamati
pada retina dengan perangkat lampu hijau merah.
Gambar 5. Edema nervus optikus pada neuritis optikus
2. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini
dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis
multipel.
3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah
Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.
4. Slit lamp
Diagnosis Banding
Ciri khas Papilloedema Papilitis Ischemic Optic Neuropathy
1.Lateral Biasanya bilateral Biasanya unilateral Bisa unilateral2.Gejala (i) Visual
(ii) Nyeri
-Serangan transient atau penglihatan kabur-visus nanti menurun karena atropi optikus
-Tidak
-Kehilangan penglihatan tiba-tiba dengan refraktif error
-Bisa disertai pergerakan bola mata
- Kehilangan penglihatan tiba-tiba
-Tidak
3.Pemeriksaan Fundus (i) Media
(ii) Warna diskus
Pinggir diskus
Edema diskus
(iii) Edema Peripapillary
(iv) Venous engorgement
(v) Pedarahan Retina
-Bening
-Merah
-Kabur
-2-6 diopter
-Ada
-Sangat jelas
-Jelas
-Sangat jelas
-Macular star bisa
-Keruh pada posterior vitreous .
-Hiperemia
-Kabur
-Biasanya tidak lebih 3 diopter
-Ada
-Kurang jelas
-Biasanya tidak ada
-kurang jelas
-Macular Fan bisa ada
-Bening
-Pucat
-Kabur
-Bengkak
-Ada
-Tidak ada
-Jelas
-Jelas
-Tidak ada
(vi) Retinal exudates
(vii) Makula
ada
4.Lapangan -Membesar-Blind spot
-Central Scotoma -Central scotoma
5.Fluorescein Angiography
-Vertical oval pool zat kontras akibat kebocoran
-kebocoran zat kontras yang sedikit
-ada kebocoran zat kontras di peripapillary
Penatalaksanaan
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1) Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone
1mg/kg/hari oral
c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama
( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral
pada hari ke 2 sampai ke 4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis
gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid
dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid
hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil
pemulihan pandangan visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-
1α selama 28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena
dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan
3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10
tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan
visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan
visual pada mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan
pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari
hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan
terapi lanjutan.
Prognosis
Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak
timbulnya gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan
visus biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang jelek sewaktu
episode akut biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek.
Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang
menjadi multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic
demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang
normal dan 56% pada lesi matter putih. Patient dengan neuritis optikus episode
pertama dengan hasil MRI otak abnormal, interferon β-1a telah terbukti dapat
mengurangi risiko terjadiny multiple sclerosis sebanyak 25%.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang
menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu
mata (monokular). Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan
oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel
sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Neuritis
optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis optikus menjadi
manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada 50%
perjalanan penyakit multipel sklerosis.
Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif
merupakan gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat
hiperemis dan membengkak. Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu
neuritis retrobulbar dan papilitis. Keadaan tersebut menggambarkan adanya
inflamasi pada saraf optik. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau
visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif
pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi
dalam atau kaburnya visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala
penurunan ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan
pada orang dewasa, neuritis optikus seringkali unilateral. Terdapat riwayat
demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis. Pada
orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar.
Neuritis optikus pada anak kebanyakan mengalami pemulihan
ketajaman penglihatan dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung
secara spontan sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus.
Sedangkan pada orang dewasa neuritis optikus dapat diobati dengan steroid
intravena yang sangat direkomendasikan terutama pada pasien neuritis optikus
yang berat di kedua mata dan pasien yang memiliki risiko tinggi. Penelitian
terakhir menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan berulang dapat
diturunkan dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid
intravena pada pasien berisiko tinggi.
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada
92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif.
Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Parsons’ Diseases of the Eye, Sihota and Tandon. 20th edition.2007.
Page 338-341.
2. Essentials of Ophthalmology, Friedman and Kaiser. 1st edition.2009.
Page 76-78.
3. Basal, S., Essential of Ophthalmology. 4th edition.2007. Page 332-333
4. Ophthalmology, A Short Textbook, Gerhard K. Lang, M.D. Stuttgart :
Thieme. Page 370-373
5. Kanski, Clinical Ophthalmology, A Systemic Approach. 5 th edition. Page
601-603
6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/tanggal 8 april 2012.
7. Ilyas Sidarta : “ Penglihatan Turun Mendadak Tanpa Mata Merah “ dalam
Ilmu Penyakit Mata, FKIU, Edisi 2, 1998, hal 179-183
8. Guyton A C, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam :
BukuAjar FisiologiKedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825
9. Principles of Anatomy and Physiology, Gerard J. Tortora and Bryan
Derrickson. 11th edition. 2006. Page 579-586