makalah nsaid
-
Upload
luluarrizqi -
Category
Documents
-
view
169 -
download
19
Transcript of makalah nsaid
BAB IV
TUGAS KHUSUS
OBAT-OBAT ANALGETIKA ANTI INFLAMASI NON STEROID
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Pengertian
Analgetika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat
yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lainnya.
Hampir semua analgetika ternyata memiliki efek anti inflamasi dimana efek anti inflamasi
sendiri berguna untuk mengobati radang sendi (artritis remautoid). Jadi analgetika anti
inflamasi non steroid adalah obat-obat analgetika yang selain mempunyai efek analgetika
juga mempunyai efek anti inflamasi, sehingga obat-obat jenis ini digunakan dalam
pengobatan reumatik dan gout.
Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling banyak diresepkan
dan juga digunakan tanpa resep dari dokter. Obat-obat golongan ini merupakan suatu obat
yang heterogen secara kimia. Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya
karena ada AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada
obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Ternyata sebagian
besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis
prostaglandin (PG).
Bebrapa AINS umumnya bersifat anti-inflamasi, analgesika dan antipiretik. Efek
antipiretiknya bari terlihat pada dosis yang lebih besar dari pada efek analgesiknya, dan AINS
relatif lebih toksis dari pada antipiretika klasik, maka obat-obat ini hanya digunakan untuk
terapi penyakit inflamasi sendi seperti artritis reumatoid, osteo-artritis, spondilitis ankliosa
dan penyakit pirai. Respon individual terhadap AINS bisa sangat bervariasi walaupun
obatnya tergolong dalam kelas atau derivat kimiawi yang sama. Sehingga kegagalan dengan
satu obat bisa dicoba dengan obat sejenis dari derivat kimiawi yang sama. Semua AINS
merupakan iritan mukosa lambung walaupun ada perbedaan gradasi antar obat-obat ini.
4.1.2 Patologi
Adapun penyebab nyeri sendiri yaitu akibat pengeluaran prostaglandin secara
berlebihan akibat adanya rangsangan nyeri. Adapun rangsangan nyeri sendiri yaitu :
1. Fisika , dapat berupa benturan dan menyebabkan bengkak
2. Kimia, dapat terjadi karena tertetesi HCL dan zat-zat kimia lainnya
3. Biologi , dapat terjadi karena terinfeksi bakteri atau kuman
Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun
sentral. Dalam keadaan normal, reseptor tersebut tidak aktif. Dalam keadaan patologis,
misalnya inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive bahkan hipersensitif. Adanya pencederaan
jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin,
bradikinin, histamin dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang
menyebabkan munculnya nyeri. AINS mampu menghambat sintesis prostaglandin dan sangat
bermanfaat sebagai antinyeri
4.1.3 Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem
biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2
isoform yang disebut KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang
berbeda. Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam pemelihraan berbagai fungsi dalam
keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit.
Di mukosa lambung aktivitas KOKS-1 menghasilakan prostasiklin yang bersifat protektif.
Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan
growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh KOKS-1 menyebabkan
agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin
PGL2 yang disintesis oleh KOKS-2 di endotel malro vasikuler melawan efek tersebut dan
menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.
4.2 Evaluasi Obat Analgetik Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
4.2.1 Contoh Obat-Obat Analgetik Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
Di bawah ini adalah obat-obat yang tergolong AINS, yaitu :
1. Asam mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat
kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-
inflamasi pada reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan
golongan antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan
demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai
diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-
3 kali 250-500 mg sehari. Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah
240-400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan
kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.
2. Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran
cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan
mengalami efek metabolisma lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu
paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan efek
terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama
seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung.
Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari
terbagi dua atau tiga dosis.
3. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali
dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak
terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat
pada dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar
maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90%ibuprofen terikat dalam
protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.
Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena
dapat mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis
prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan
aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dijual
sebagai obat generik bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan amerika karena tidak
menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif lama dikenal.
4. Fenbufen
Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug. Jadi fenbufen
bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-asetat. Zat ini memiliki waktu
paruh 10 jam sehingga cukup diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung dan
kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini sama seperti
AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada gangguan
ginjal dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300 mg sehari dan
dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.
5. Indometasin
Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk
pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik
maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding
dengan aspirin, serta memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin
menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.
Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin terikat pada protein
plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh 2-
4 jam. Efek samping pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare,
perdarahan lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien
dan disertai pusing. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penghambatan yang kuat terhadap
biosintesis prostaglandin di ginjal.
Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil, gangguan psikiatrik
dan pada gangguan lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis
lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-
100 mg sebelum tidur.
6. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat
asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi
berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek
samping dengan piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping adalah gangguan
saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit.
Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan yang sedang
minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.
Meloksikam cenderung menghambat KOKS-2 dari pada KOKS-1. Efek samping
meloksikam terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.
7. Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin adalah analgesik
antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan. Struktur kimia golongan salisilat
bisa dilihat pada gambar di bawah
COOH
OCOCH3
Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar.
Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dengan substitusi pada
gugus hidroksil, misalnya asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam
kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada pemberian oral sebagian
salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung. Kadar tertinggi dicapai kira-
kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi salisilat segera menyebar ke jaringan tubuh
dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan sinoval. Efek samping yang paling
sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah
gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan.
8. Diflunsial
Obat ini merupakan derivat difluorofenil dari asam salisilat, bersifat analgetik dan
anti inflamasi tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Kadar puncak yang dicapai 2-3 jam.
99% diflunsial terikat albumin plasma dan waktu paruh berkisar 8-12 jam. Indikasi untuk
nyeri sedang sampai ringan dengan dosis awal 250-500 mg tipa 8-12 jam. Untuk osteoartritis
dosis awal 2 kali 250-500 mg sehari. Efek samping lebih ringan dari asetosal.
9. Fenilbutazon dan Oksifenbutazon
Fenilbitazon dan oksifenbutazon merupakan derivat pirazolon. Dengan adanya AINS
yang lebih aman, fenilbutazon dan oksifenbutazon tidak lagi dianjurkan digunakan sebagai
anti-inflamasi kecuali obat lain tidak efektif.
Derivat pirazolon ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat dari pada kerja
analgetiknya jadi golongan ini hanya digunakan sebagai obat rematik. Fenilbutazon
dimasukan secara diam-diam dengan maksud untuk mengobati keadaan lesu dan letih, otot-
otot lemah dan nyeri. Efek samping derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis,
anemia aplastik, dan trombositopenia.
4.2.2 Obat-Obat Analgetik Anti Inflamasi Non Steroid yang Dianalisis di BKPM
A. Piroxicam
1. Indikasi
Terapi simptomatik reumatoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan
muskuloskeletal akut dan gout akut.
2. Dosis
Dewasa :
a. Reumatoid artritis, osteoartritis, dan ankilosing spondilitis : dosis awal 20 mg dalam dosis
tunggal selama 3 hari, karena pemakaian lebih dari 3 hari tidak memberikan kemanfaatan dan
efek samping meningkat.
b. Gout : 40 mg sehari dalam dosis tunggal atau terbagi selama 4-6 hari.
c. Gangguan muskuloskeletal : 40 mg sehari selama 2 hari dosis tunggal atau terbagi selama,
selanjutnya 20 mg sehari selama 7-14 hari.
d. Dosis untuk anak belum diketahui.
3. Efek Samping
Keluhan GI, misalnya epigastrik distres, nausea, gangguan abdominal, atau nyeri, konstipasi,
diare, dan flatulen.
Kadang-kadang terjadi edma, pusing, sakit kepala, ruam kulit, pruritus, somnelen (mengantuk
disertai turunnya kesadaran), penurunan hemoglobin dan hematokrit.
4. Mekanisme Kerja
Piroksikam adalah anti-inflamasi non steroid yang mempunyai aktifitas anti inflamasi,
analgetik, dan antipiretik. Aktifitas kerja piroksikam belum sepenuhnya diketahui,
diperkirakan melalui interaksi beberapa tahap respon imun dan inflamasi, antara lain :
penghambatan enzim siklo-oksigenase pada biosintesa prostaglandin, penghambatan agregasi
netrofil dalam pembuluh darah, penghambatan migrasi polimorfonuklear (PMN) dan monosit
ke daerah inflamasi. Metabolisme terjadi dalam hati dan diekskresi melalui urin, 5% dalam
bentuk utuh dalam urin dan feses.
5. Kontraindikasi
a. Penderita asma yang mempunyai riwayat tukak lambung, perforasi atau perdarahan lambung.
b. Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
c. Penderita bronkopasme, poli hidung, dan angioedema.
6. Interaksi Obat
Pemberian bersam anti koagulan oral, hidantoin harus berhati-hati dan dimonitor. Aspirin
tidak boleh diberikan bersama piroksikam karen akan meningkatkan kadar litium dalam
darah.
B. Asam Mefenamat
1. Indikasi
Meredakan nyeri ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi,
dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri otot dan nyeri sesudah operasi.
2. Dosis
Dewasa dan anak-anak > 14 tahun :
a. Dosis awal : 500 mg kemudian dianjurkan 250 mg tiap 6 jam sesuai dengan kebutuhan.
3. Efek Samping
a. Sistem pencernaan : mual, muntah, diare dan rasa sakit pada abdominal.
b. Sistem hematopietik : leukopenia, eosinofilia, trombositopenia, dan agranulositofenia.
c. Sistem saraf : rasa mengantuk, pusing, penglihatan kabur dan insomnia.
4. Mekanisme Kerja
Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan cara
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgetik, anti-inflamasi dan antipiretik.
5. Kontraindikasi
a. Pasien hipersensitif asam mefenamat.
b. Penderita tukak lambung dan usus.
c. Penderita dengan gangguan ginjal yang berat.
6. Interaksi Obat
Penggunaan bersamaan dengan antikoagulan oral dapat memperpanjang “prothrombin”.
7. Peringatan dan Perhatian
a. Sebaiknya diminum sesudah makan.
b. Hati-hati digunakan pada wanita hamil dan menyusui.
c. Keamanan pengguanaan pada anak-anak dibawah 14 tahun.
C. Allopurinol
1. Indikasi
d. Hipeurisima primer : gout.
e. Hipeurisima sekunder : mencegah pengendapan asam urat dan kalsium oksalat.
2. Dosis
Dewasa :
a. Dosis awal : 100-300 mg sehari.
b. Dosis pemeliharaan : 200-600 mg sehari.
c. Dosis tunggal maksimum : 300 mg.
d. Untuk kondisi ringan : 2-10 mg/kg BB sehari atau 100-200 mg sehari.
e. Kondisi sedang : 300-600 mg sehari.
f. Kondisi berat : 700-900 mg sehari.
Anak-anak : 10-20 mg/kg BB sehari atau 100-400 mg sehari.
3. Efek Samping
a. Gejala hipersensitifitas seperti ekspoliatif, demam, eosinolia.
b. Reaksi kulit : pruritis makulopapular.
c. Gangguan gastrointestinal, mual, diare.
d. Sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan mata dan rasa.
e. Gangguan darah : leukopenia, trombositopenia, anemia aplastik dan anemia hemolitik.
4. Mekanisme kerja
Allopurinol dan metabolitnya oxipurinol (alloxanthine) dapat menurunkan produksi asam
urat dengan menghambat xantin-oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin
menjadi xantin dan mengubah xantin menjadi asam urat. Dengan menurunkan konsentrasi
asam urat dalam darah dan urin, allopurinol mencegah atu menurunkan endapan urat
sehingga mencegah terjadinya gout arthritis.
5. Kontraindikasi
a. Penderita yang hipersensitif tehadap allopurinol
b. Keadaan serangan akut gout
D. Natrium Diklofenak
1. Indikasi
Pengobatan akut dan kronis gejala-gejala reumatoid artritis, osteoartritis, dan ankilosing
spondilitis.
2. Dosis dan Cara Pemakaian
a. Osteoartritis : 2-3 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg
b. Reumatoid artritis : 3-4 kali sehari atau 2 kali sehari 75 mg
c. Ankilosing spondilitis : 4 kali sehari 25 mg saat akan tidur.
Tablet harus ditelan utuh dengan air, sebelum makan.
3. Efek Samping
a. Efek samping yang umum terjadi seperti nyeri/kram perut, sakit kepala, retensi cairan, diare,
nausea, kontipasi, flatulen, tukak lambung, pusing, ruam, dan pruritus.
b. Peninggian enzim-enzim aminotransferase.
c. Dalam kasus terbatas gangguan hematologi (trombositopenia, anemia, agranulositosis).
4. Mekanisme Kerja
Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti-inflamasi, analgesik dan
antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
pembentukan prostaglandin terhambat.
5. Kontraindikasi
a. Penderita yang hipersensitif terhadap diklofenak.
b. Penderita tukak lambung
6. Peringatan dan Perhatian
a. Hati-hati pada penderita dekomposisi jantung dan hipertensi.
b. Pada penderita fungsi hati, ginjal, dan jantung.
c. Hati-hati pada selama kehamilan karena dapat menembus plasenata.
d. Tidak dianjurkan pada ibu menyusui karena diklofenak diekskresi melalui ASI.
E. Ibuprofen
1. Indikasi
Meringankan nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada nyeri haid (dismenore
primer), nyeri pada sakit gigi, sakit kepala dan menurunkan demam.
2. Dosis
Dewasa danhun diatas 12 tahun : 1-2 tablet 3 kali sehari.
Anak-anak 6-12 tahun : ½ -1 tablet 3 kali sehari.
Diminum sesudah makan atau menurut petunjuk dokter.
3. Efek Samping
a. Gangguan saluran cerna termasuk mual, muntah, nyeri lambung, diare, konstipasi, dan
pendarahan lambung.
b. Juga pernah dilaporkan kemerahan pada kulit, trombositopenia.
c. Penurunan ketajaman penglihatan dan kesulitan membedakan warna dapat terjadi.
4. Mekanisme Kerja
Ibuprofen adalah golongan obat anti inflamasi non-steroid yang merupakan turunan dari asam
propionat yang berkhasiat anti-inflamasi, analgetik, dan antipiretika. Serta bekerja
menghambat sintesis prostaglandin.
5. Kontraindikasi
a. Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap ibuprofen.
b. Penderita dengan ulkus peptikum yang berat dan aktif.
c. Kehamilan tiga bulan terakhir.
6. Peringatan dan Perhatian
a. Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan.
b. Sebelum menggunakan obat ini agar dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter