Makalah Nia
-
Upload
julie-hensley -
Category
Documents
-
view
32 -
download
2
Transcript of Makalah Nia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan
dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan
masih merupakan masalah yang serius. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah
malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat
harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan,
lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium.
Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta memiliki
berbagai sebab yang saling berkaitan. Penyebab malnutrisi menurut kerangka konseptual
UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung (immediate cause), penyebab tidak
langsung (underlying cause) dan penyebab dasar (basic cause).
Program Lembaga Pangan Dunia (WFP) dalam penelitannya pada awal tahun 2008
menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di Indonesia mencapai angka 13
juta. Meski data pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari
secara resmi menyebutkan penderita gizi buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta,
atau naik tiga kali lipat dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta
jiwa.
Di Indonesia, penderita Malnutrisi terdapat di kalangan ibu dan masyarakat yang
kurang mampu ekonominya. Kondisi anak dengan gejala Malnutrisi dianggap kondisi “biasa”
dan dianggap sepele oleh orang tuanya. Masyarakat di Indonesia, para ibunya berpendapat
bahwa anak yang buncit perutnya bukan kekurngan nutrisi, melainkan karena penyakit
cacingan.
Penderita malnutrisi tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan
mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi
serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah
sakit. pemberian terapi di tempat pelayanan kesehatan akan disesuaikan berdasarkan tingkat
keparahan penyakit,pada beberapa kasus bisa diberikan asupan nutrisi melalui
peroral,menggunakan NGT bagi yang tidak memiliki kontraindikasi,dan bisa juga secara
parenteral.
Kematian akibat Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang
mengakibatkan kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan
yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah. Selain itu juga karena adanya
penyakit, terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan
nutrien oleh tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari Malnutrisi?
1.2.2 Etiologi dari Malnutrisi?
1.2.3 Apa tanda dan gejala dari Malnutrisi?
1.2.4 Patofisiologi dari Malnutrisi?
1.2.5 Bagaimana Klasifikasi dari Malnutrisi?
1.2.6 Bagaimana insiden terjadinya Malnutrisi?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan yang tepat penderita Malnutrisi?
1.2.8 Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Malnutrisi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Sistem Pencernaan yang berupa makalah tentang Malnutrisi.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Malnutrisi.
b. Untuk mengetahui penyebab dari Malnutrisi.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Malnutrisi.
d. Untuk mengetahui Patofisiologi dari Malnutrisi.
e. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Malnutrisi.
f. Untuk mengetahui Insiden terjadinya Malnutrisi.
g. Untuk mengetahui tatalaksana yang tepat pada Malnutrisi.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi institusi:
Sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan
1.4.2 Bagi pembaca:
Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda gejala,
serta tatalaksana dari Malnutrisi tersebut.
1.4.3 Bagi penulis:
Terpenuhinya tugas sistem pencernan yang berupa makalah Malnutrisi.
BAB 2
ISI
2.1. Definisi
Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolute untuk
periode tertentu. (Bachyar Bakri, 2002)
Malnutrisi (Gizi salah) adalah kesalahan pangan terutama terletak dalam
ketidakseimbangan komposisi hidangan penyediaan makanan. (Akhmad Djaeni, 2004).
Malnutrisi adalah defisiensi gizi terjadi pada anak mendapatkan masukan makanan
yang cukup bergizi dalam waktu yang lama. (Ngastiyah, 1997)
Malnutrisi adalah keadaan terang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam keadaan sehari-hari sehingga tidak memenuhi dalam angka kecukupan
gizi. (Depkes RI, 1999).
2.2. Etiologi
2.2.1. Penyebab langsung:
a. Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh
kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan
cara pemberian makanan yang salah.
b. Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan
penggunaan nutrien oleh tubuh.
Infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi walaupun masih ringan
mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
2.2.2. Penyebab tidak langsung:
a. Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk menghasilkan atau
mendapatkan makanan. Penyakit kemiskinan malnutrisi merupakan problem bagi golongan
bawah masyarakat tersebut.
b. Kualitas perawatan ibu dan anak.
c. Buruknya pelayanan kesehatan.
d. Sanitasi lingkungan yang kurang.
e. Faktor Keadaan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma dikemukakan bahwa kepadatan jumlah
penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan
setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Ms. Lorent memperkirakan
bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika suatu daerah terlalu padat
daerahnya dengan hygiene yang buruk.(Iskandar, 2002)
2.3. Gejala klinis
Baik pasien dengan kurang gizi maupun gizi buruk, hampir selalu disertai
defisiensi nutrient lain selain kalori dan protein. Gejala yang timbul bergantung pada jenis
nutrient yang kurang di dalam dietnya, seperti .
2.3.1. Kekurangan vitamin A, akan menderita defisiensi vitamin A (xeroftalmia). Vitamin A
berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya).
Xeroftalmia berlanjut menjadi keratomalasia (buta).
2.3.2. Defisiensi vitamin B1 (tiamin) disebut atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai koenzim
dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan
mengakibatkan kelainan saraf, mental, dan jantung.
2.3.3. Defisiensi vitamin B2 atau ariboflavinosis. Vitamin B2 atau riboflavin berfungsi sebagai
koenzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2menimbulkan stomatitis angularis (retak-retak
pada sudut mulut), glositis, kelainan kulit dan mata.
2.3.4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
2.3.5. Defisiensi vitamin B12 dapat terjadi anemia pernisiosa. Vitamin B12dianggap sebagai
komponen antianemia dalam faktor ekstrinsik.
2.3.6. Defisiensi asam folat akan menyebabkan timbulnya anemia makrositik megaloblastik,
granulositopenia, dan trombositopenia.
2.3.7. Defisiensi vitamin C menyebabkan skorbut (scurvy). Vitamin C diperlukan untuk
pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblast karena merupakan bagian dalam pembentukan
zat intrasel. Kekurangan vitamin C akan mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C
diperlukan pula pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang, dan dentin. Vitamin
C mempunyai peranan penting dalam respirasi jaringan.
2.3.8. Defisiensi mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, dengan segala akibatnya
missal osteoporosis tulang dan anemia, yang paling serius adalah kekurangan yodium karena
dapat menyebabkan gondok (goiter) yang merugikan tumbuh kembang anak.
2.4. Manifestasi klinis
Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
2.4.1. Kelelahan dan kekurangan energi
2.4.2. Pusing
2.4.3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan
infeksi)
2.4.4. Kulit yang kering dan bersisik
2.4.5. Gusi bengkak dan berdarah
2.4.6. Gigi yang membusuk
2.4.7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
2.4.8. Berat badan kurang
2.4.9. Pertumbuhan yang lambat
2.4.10. Kelemahan pada otot
2.4.11. Perut kembung
2.4.12. Tulang yang mudah patah
2.4.13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
2.5. Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent
(kuman penyebab), environment(lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang
peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mem-
pergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh
sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah
jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies.Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan
separuh dari tubuh. Pada Malnutrisi, di dalam tubuh sudah tidak ada lagi cadangan makanan
untuk digunakan sebagai sumber energi. Sehingga tubuh akan mengalami defisiensi nutrisi
yang sangat berlebihan dan akan mengakibatkan kematian.
2.6. WOC
ETIOLOGI
(TIDAK LANGSUNG)
Kemiskinan
Pendidikan kurang
(LANGSUNG)
Makanan
tidak bergizi
Penyakit
MALNUTRISI
Kebutuhan Kalori Tubuh ( )
Nutrisi ())
Protein
Defisiensi Protein
Pemecahan Glukosa selain dari karbohidrat
Cadangan
Makanan ( )
Asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tubuh butuh kalori untuk metabolisme
(Respon Tubuh)
Memecah cadangan Makanan
Reaksi Glukogenesis
Kalori
Defisiensi Kalori
Marasmus
Kwashiokor
Marasmus
Sistem Imun
Tubuh ( )
Gangguan Pertumbuhan &
Perkembangan Proses Berfikir
Infeksi Sel Napas
Intoleransi Aktifitas
Resiko Bersihan Jalan Napas tidak Efektif
Infeksi Sel Pencernaan
Rentan Infeksi
Gustroeutesitis (GE)
Penistaltik Usus ( )
Diare
Anoreksia
Eskresi Cairan ( )
Vol. Cairan Kurang dari Keb. Tubuh
Edema
Edema tungkai
Gangguan Citra Diri ( )
Turgor Kulit ( )
Kwashiokor
Kadar Albumin ( )
Kelemahan
Sekresi Mucus ( )
Kelelahan
2.7. Klasifikasi
Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.
2.7.1. Marasmus
Adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih kekurangan kalori
daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Intake kalori yang sedikit.
b. Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
c. Kelainan struktur bawaan.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
f. Gangguan metabolism.
g. Tumor hipotalamus.
h. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.
i. Urbanisasi.
2.7.2. Kwashiorkor
Adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu,
penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah :
a. Intake protein yang buruk.
b. Infeksi suatu penyakit.
c. Masalah penyapihan.
Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :
Klasifikasi IMT (kg/ m2)
Malnutrisi berat <16,0
Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7
Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Berat badan kurang ≥ 23
Dengan resiko 23 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥ 30
2.8. Insidensi
Program Lembaga Pangan Dunia (WFP) dalam penelitannya pada awal tahun 2008
menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di Indonesia mencapai angka 13
juta. Meski data pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari
secara resmi menyebutkan penderita gizi buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta,
atau naik tiga kali lipat dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta
jiwa.
Tentunya, angka ini sangat mencengangkan dunia internasional, kenyataan ini membuat
salah satu produsen makanan ringan terkemuka di Indonesia menggalang aksi kepedulian
dengan mencantumkan data ini dalam kemasan produknya sehingga diharapkan masyarakat
berempati dan kemudian mendonasikan sebagian uangnya untuk penanggulangan gizi buruk.
Hingga akhir April 2008, sejumlah bencana masih melanda berbagai daerah, musim
penghujan belum kunjung usai, angin puting beliung, rob, banjir bandang dan longsor yang
melanda Jawa Tengah dan Jawa Timur dan badai elnina yang berefek pada ombak 4-6 meter
di sebagian wilayah laut Indonesia. Musibah ini mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan
lahan pertanian. Lahan pertanian yang sedianya menjadi sumber pangan bagi masyarakat,
kondisnya hancur, gagal panen (puso). Akibatnya masyarakat terancam kekurangan pangan.
2.9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan.
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan
mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi
serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap:
2.7.1. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan intravena.
a. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%.
b. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
c. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
d. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
2.7.2. Tahap kedua yaitu penyesuaian.
Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga
dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula
sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan
Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama,
memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian
makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/
perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose
intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase.
2.10. Pemeriksaan Diagnostik
Pada data laboratorium penurunan albumin serum merupakan perubahan yang paling
khas. Ketonuria sering ada pada stadium awal kekurangan makan tetapi seringkali
menghilang pada stadium akhir. Harga glukosa darah rendah, tetapi kurva toleransi glukosa
dapat bertipe diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat
turun. Angka asam amino esensial plasma dapat turun relatif terhadap angka asam amino
non-esensial, dan dapat menambah aminoasiduria.
Defisiensi kalium dan magnesium sering ada. Kadar kolesterol serum rendah, tetapi
kadar ini kembali ke normal sesudah beberapa hari pengobatan. Angka amilase, esterase,
kolinesterase, transaminase, lipase dan alkalin fosfatase serum turun. Ada penurunan aktivitas
enzim pancreas dan santhin oksidase, tetapi angka ini kembali normal segera sesudah mulai
pengobatan. Anemia dapat normositil, mikrositik, atau makrositik. Tanda-tanda defisiensi
vitamin dan mineral biasanya jelas. Pertumbuhan tulang biasanya terlambat. Sekresi hormon
pertumbuhan mungkin bertambah.
Diagnosa banding kehilangan protein adalah infeksi kronik, penyakit yang
menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja, dan keadaan
ketidakmampuan metabolik untuk mensintesis protein.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
3.1.1. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat
badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain
yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
3.1.2. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status
gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus
yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat
kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
3.1.3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang
penyakit klien dan lain-lain.
3.1.4. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang
penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too
yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah,
dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran
antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda
dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
a. Penurunan ukuran antropometri
1. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
2. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
b. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
1. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
c. Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki,
paha dan lipat paha)
d. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik
normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum
tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.
Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada
paru.
3.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-
Kwashiorkor adalah:
3.2.1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
3.2.2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan
akibat diare.
3.2.3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3.2.4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder
terhadap infeksi saluran pernapasan
3.2.5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikirb/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
3.2.6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon face dan
akibat turgor kulit yang menurun.
3.3. Intervensi Keperawatan
3.3.1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,anoreksia dan diare .
a. Berikan makan sedikit tapi sering
R/ dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat setelah periode puasa
b. Berikan pilihan menu makanan sesuai selera klien.kecuali kontraindikasi.
R/ makanan yang sesuai selera diharapkan bisa meningkatkan nafsu makan klien.
c. Berikan diet cair dan makanan selang melalui NGT.
R/ Bila pasien mengalami gangguan dalam proses mencerna makanan,bisa diberikan sebagai
alternatif untuk tetap mempertahankan asuhan nutrisi bagi pasien.
3.3.2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan ekskresicairan
tubuh akibat diare.
a. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan.ukur keluaran urine dengan akurat.
R/ pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasiatau mengganti
caira untuk masukan kalori yang yang berdampak pada keseimbangan elektrolit
b. Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal.
R/ perpindahan cairan dan elektrolit,penurunan fungsi ginjal dapat meluasmempengaruhi
penyembuhan pasien / prognosis dan memerlukan intervensi tambahan.
c. Tambahan kalium oral atau iv sesuai indikasi
R/ dapat diperlukan untuk mencegah disritmia jantung.
3.3.3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi:
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat
ditolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat
yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalamaktivitas perawatan
mandiri.
c. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.
d. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
3.3.4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
a. Auskultasi bunyi napas.catat adanya bunyi napas.
R/ adanya bunyi napas dimanifestasikan dengan adanya obstruksi jalan napas.
b. Dorong dan bantu pasien melakukan latihan napas abdomen atau bibir.
R/ memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan
menurunkan jebakan udara.
c. Tingkatkan masukan ciran sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung.memberikan air
hangat.anjurkan masukan cairan sebagai pengganti makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,mempermudah pengeluaran
sekret.penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
3.3.5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikir b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
a. Sadari penyimpangan kemampuan berpikir pasien
R/ memungkinkan perawat membuat harapan nyata pada pasien dan memberikan informasi
serta dukungan yang tepat.
b. Ikuti program nutrisi dengan ketat
R/ memperbaiki nutrisi penting untuk memperbaiki fungsi otak.
c. Kaji tes fungsi ginjal / elektrolit
R/ ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum
intervensi terapeutik dapat dimulai.
3.3.6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon face dan
akibat turgor kulit yang menurun.
a. Tingkatkan konsep diritanpa penilaian moral
R/ pasien melihat diri sebagai lemah harapan,meskipun bagian pribadi merasa kuat dan dapat
mengontrol
b. Biarkan pasien menggambarkan dirinya sendiri.
R/ memberikan kesempatan mendiskusikan persepsi pasien tentang gambaran diri dan
kenyataan individu.
c. Catat penolakan pasien dari ketidaknyamanan dalam hubungan sosial.
R/ menunjukkan perasaan isolasi dan takutpenolakan atau penilaian orang lain.penghindaran
situasi sosial dan kontak dengan orang lain dapat membuat perasaan tak berharga.
3.4. Evaluasi Keperawatan
3.4.1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,anoreksia dan diare .
a. Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.
b. Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat untuk meningkatkan /
mempertahankan berat badan yang ideal.
c. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu.
3.4.2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan ekskresicairan
tubuh akibat diare.
a. Mempertahankan / menunjukkan perubahan keseimbangan cairan,dibuktikan oleh haluaran
urine adekuat,tanda vital stabil,membran mukosa lembab,turgor kulit baik.
b. Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku yang perlu untuk memperbaiki
defisit cairan.
3.4.3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas (ternasuk aktifitas sehari-hari).
b. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misal nadi, pernapasan, dan tekanan
darah masih dalam rentan normal pasien.
3.4.4. Resiko Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder
terhadap infeksi saluran pernapasan
a. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi naps bersih atau jelas.
b. Pasien dapat menunjukkan perilaku untuk memperbaiki jalan napas secara mandiri misal
batuk,mengelarkan sekret,melakukan latihan napas abdomen atau bibir.
3.4.5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikir b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
a. Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor penyebab dan menyadari adanya gangguan.
b. Pasien menunjukkan perilaku untuk mengubah / mencegah malnurisi.
c. Pasien menunjukkan perubahan kemampuan untuk membuat keputusan,dan mampu
memecahkan masalah.
3.4.6. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk fisiologis tubuh seperti terjadi moon face dan
akibat turgor kulit yang menurun.
a. Pasien mampu membuat gambaran dirinya secara nyata.
b. Mengakui diri sebagai individu yang berharga dengan menumbuhkan rasa percaya diriyang
baik.
c. Menerima tanggung jawab untuk tindakan sendiri.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Malnutrisi merupakan suatu keadaan di mana tubuh
mengalami gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.
Penyebab Malnutrisi secara langsung ialah karena kurangnya asupan
makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah
makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian
makanan yang salah. Serta karena adanya penyakit infeksi.
Sedangkan penyebab yang tidak langsung ialah kurangnya ketahanan pangan keluarga,
kualitas perawatan ibu dan anak, sanitasi lingkungan yang kurang, buruknya pelayanan
kesehatan
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan
mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi
serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula
sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.
4.2. Saran
Pemenuhan akan kebutuhan gizi dalam tubuh merupakan salah satu cara
meminimaklisir terjadinya Malnutrisi. Cara itu dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi
makanan yang mengandung empat sehat lima sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
.
Andessa, Hesa. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Protein. http://hesa-
andessa.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-protein.html. Diakses 12
Maret 2012. Pukul 17.00 WIB
Anonimus. 2010. Asuhan Keperawatan Anak.http://nurse87.wordpress.com/2010/10/09/asuhan-
keperawatan-anak-%E2%80%9Cmarasmik-kwashiorkor%E2%80%9D/. Diakses 12 Maret
2012. Pukul 20.00 WIB.
Anonimus. 2011. Askep Malnutrisi Energi Protein. http://www.askep.net/pdf/ askep-malnutrisi-
energi-protein. Diakses tanggal 13 Maret 2012. Pukul 21.00 WIB.
Anonimus. 2011. Askep Malnutrisi.http://hidupsehat9.blogspot.com/2011/03/askep-
malnutrisi.html. Diakses tanggal 12 Maret 2012. Pukul 22.00 WIB.
Anonimus.2009.Malnutrisi.http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/19/malnutrisi/. Diakses 12
Maret 2012. Pukul 21.00 WIB.
Anonimus.2010.Dukungan Nutrisi pada Kaus Penyakit
Dalam.http://gizisehat.wordpress.com/2010/05/31/dukungan-nutrisi-pada-kasus-penyakit-
dalam/. Diakses 14 Maret 2012. Pukul 20.00 WIB.
Anonimus.2010.Penderita Gizi Buruk di Indonesia Mencapai 13
Juta.http://my.opera.com/stoppenindasan/blog/penderita-gizi-buruk-di-indonesia-mencapai-
13-juta-ji. Diakses 14 Maret 2012. Pukul 19.00 WIB.
Anonimus.2011.Askep Malnutrisi.http://asuhankeperawatanneuromaakustik.blogspot.com/2011/05/
askep-malnutrisi.html. diakses 14 Maret 2012. Pukul 22.00 WIB.
Anonimus.2011.Kenali Tanda dan Gejala Gizi
Buruk.http://medicastore.com/artikel/284/Kenali_Tanda_dan_Gejala_Gizi_Buruk.html.Diaks
es 13 Maret 2012. Pukul 04.00 WIB
Anonimus.2011.Malnutrisi.http://www.indonesiaindonesia.com/f/11150-malnutrisi/.Diakses 12
Maret 2012. Pukul 24.00 WIB
Corwin, J Elizabeth . 2009 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Nining. 2008. Asuhan Keperawatan Anak dengan Protein.
http://ns-nining.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-anak-dengan-protein.html.
Diakses 13 Maret 2012. Pukul 22.00 WIB.
Pearce, C Evelyn . 2008 . Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis . Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Sediaoetama,A.D.1985.Ilmu Gizi.jil 1.Dian Rakyat : Jakarta.
Sloane, Ethel . 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula . Jakarta : EGC
Suhardjo. 1988 . Perencanaan Pangan dan Gizi . Bumi Aksara : Jakarta.
Supariasa,I. Dewa Nyoman S. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta.