Makalah MIKROSFER
-
Upload
anindini-winda-amalia -
Category
Documents
-
view
190 -
download
63
description
Transcript of Makalah MIKROSFER
Formulasi dan Evaluasi Mikrosfer
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Sediaan Padat Herbal
Dosen Pengasuh Prof. Dr. Effionora Anwar, Ms., Apt.
Disusun oleh:
Anindini Winda Amalia (1406598636)
Maesya Rachmawati (1406598711)
PROGRAM PASCASARJANA HERBAL
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I. DEFINISI
Mikrosfer merupakan partikel serbuk kecil yang memiliki karakteristik “free
flowing” berbentuk spheris dengan ukuran diameter partikel 1 – 1000 µm.
Mikrosfer mengandung campuran beberapa obat dan materi inti atau obat
yang terdispersi dalam material pembawa/matriks yang tidak aktif, atau obat
“terbungkus” oleh material pembawa. Matriks yang digunakan biasanya
bersifat biodegradable dan laju pelepasan obat melalui matriks ini biasanya
diperantai oleh proses degradasi matriks
II. PERANAN DALAM SISTEM PENGHANTARAN OBAT
Ukuran partikel mikrosfer yang kecil memungkinkan partikel ini mencapai
sirkulasi sistemik dan kompartemen-kompartemen tertentu dalam tubuh.
Mikrosfer telah banyak digunakan dalam penghantaran obat melalui
berbagai rute. Tujuan utama dalam mendesain mikropartikel dalam sistem
penghantaran obat adalah untuk mengontrol ukuran partikel, sifat
permukaan dan pelepasan obat untuk mencapai loka aksi spesifik pada laju
terapi optimal dan rejimen dosis.
Salah satu keuntungan formulasi mikrosfer adalah sediaan dapat dibuat
lebih stabil (untuk komponen obat yang labil sehingga mudah didegradasi
dan dibuang dari tubuh). Mikrosfer dapat digunakan sebagai pembawa
TGF-β1 (transforming growth factor) untuk pelepasan obat terkendali. Pada
pemberian obat menggunakan mikrosfer yang mengandung komponen
bioadhesif dan peningkat penetrasi terbukti dapat meningkatkan
bioavailabilitas gentamisin secara in vivo dan in vitro dari pada gentamisin
yang diberikan dalam bentuk larutan. Dengan dibentuknya obat dalam
bentuk mikrosfer, maka obat yang mudah rusak oleh aktivitas enzim, misal
dalam saluran pencernaan dapat dilindungi, dan pelepasan obat dapat diatur
berdasarkan sensitifitas pH sehingga bentuk mikrosfer dapat digunakan
untuk pelepasan obat bertarget dalam saluran pencernaan. Penggunaan
mikrosfer berbahan dasar karbohidrat (pati) dapat digunakan untuk sistem
penghantaran obat melalui kolon. Dengan perbedaan jenis crosslinker yang
digunakan untuk mengcrosslink pati, laju pelepasan obat dapat diatur.
Melalui proses enzimatis dalam tubuh, mikrosfer akan mengalami
degradasi. Proses degradasi mikrosfer dapat terjadi melalui berbagai macam
mekanisme meliputi difusi, degradasi polimer, hidrolisi, atau erosi.
III. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN PENGGUNAAN
MIKROSFER
Mikrosfer merupakan salah satu sistem penghantaran obat yang baru,
dimana salah satu tujuan penghantaran obat dalam bentuk mikrosfer adalah
diharapkan obat dilepaskan pada tempat kerja secara lepas lambat. Namun
selain kelebihan metode penghantaran obat baru ini, terdapat juga
keterbatasannya yang harus dipertimbangkan agar maksud dan tujuan
pembuatannya menjadi optimal
Berikut adalah beberapa kelebihan dari dibentuknya obat dalam sediaan
mikrosfer, diantaranya:
a. Mikrosfer memberikan efek terapi yang konstan dan berlangsung lama
b. Menurunkan frekuensi pemberian obat, dengan demikian dapat
memperbaiki ketidaknyamanan pasien
c. Dapat diberikan melalui suntikan ke dalam tubuh disebabkan oleh
bentuknya yang bulat/speris dan ukurannya kecil
d. Penggunaan obat menjadi lebih baik, karena dapat meningkatkan
bioavaibilitas dan menurunkan insiden atau efek kejadian yang
merugikan
e. Morfologi mikrosfer memberikan variabilitas kontrol dalam proses
degradasi dan pelepasan obat
Diantara kelebihan dibuatnya mikrosfer, terdapat pula keterbatasan bentuk
sediaan tersebut, antara lain:
a. Adanya modifikasi pelepasan obat dari formulasinya
b. Laju pelepasan dari dosis pelepasan terkontrol membentuk faktor
variasi berbeda seperti makanan dan laju pengangkutan melalui usus
c. Adanya laju pelepasan yang berbeda dari satu dosis dengan dosis
lainnya
d. Formulasi pelepasan terkontrol umumnya mengandung obat bermuatan
maka bila terjadi kehilangan integritas pelepasan sediaan obat dapat
menyebabkan toksisitas potensial
e. Bentuk sediaan jenis ini tidak dapat digerus atau dibuat dalam bentuk
sediaan kunyah
IV. KARAKTERISTIK MIKROSFER
Untuk dapat membuat jenis penghantaran obat dalam bentuk mikrosfer,
maka perlu diketahui karakteristik dari mikrosfer, yaitu :
a. Ukuran partikel
Yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan mikrosfer adalah
karakteristik diameter partikel dan keseragaman bobotnya. Dimana
ukuran partikel mikrosfer menjadi hal yang kritis dalam penetapan
pengujian dan evaluasi yang sesuai. Ukuran partikel dari mikrosfer
sangat beragam yaitu mulai dari 1 – 1000 µm, dimana perbedaan
ukuran partikel sangat mempengaruhi laju alir partikel tersebut serta
penetapan evaluasi sediaannya.
b. Komposisi bahan penyusun
Yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan komposisi mikrosfer
adalah density, refractive index, sifat hidrofobik atau hidrofilik
bahannya, bahan pengikat dan autoflorescense. Pemilihan komposisi
penyusun mikrosfer harus tepat karena akan mempengaruhi sifat fisik
dan optik dari mikrosfer yang dihasilkan, dimana hal tersebut akan
memberikan kelebihan maupun keterbatasan bentuk mikrosfer pada
tujuan aplikasi yang berbeda – beda.
c. Lapisan penyalut
Penggunaan lapisan penyalut dalam komposisi mikrosfer pun harus
dipertimbangkan dari segi kelompok bahan, dan fungsi bahan tersebut.
Mikrosfer dapat disalut oleh polimer yang memiliki molekul spesifik
seperti antibiotik, peptide, oligonukleotid, dan sebagainya yang
dimaksudkan untuk digunakan pada beberapa jenis aplikasi seperti
proses diagnosis. Sistem penyalutan dari mikrosfer menjadi sesuatu
yang penting karena dapat mengoptimalisasi aktivitas spesifik
mikrosfer yang diinginkan dengan mengurangi interaksi non spesifik
yang mungkin terjadi. Mikrosfer standar harus memenuhi 3 strategi
penyalutan dasar yaitu adsorpsi, kovalen couple dan affinitas ikatan.
d. Penggunaan khusus
Mikrosfer dalam penggunaan khusus harus mempertimbangkan
fluorefor (pewarnaan tampak) dan super-pragmagnetic. Mikrosfer
banyak digunakan pada penelitian – penelitian penting yang bermanfaat
bagi kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab metode pewarnaan
tampak menjadi penting dalam pembuatan mikrosfer.
V. TIPE MIKROSFER
Terdapat beberapa tipe mikrosfer, diantaranya adalah :
a. Mikrosfer Bioadhesif
Mikrosfer tipe ini memberikan waktu pelepasan yang lama pada tempat
aksinya dan menyebabkan proses penetrasi dan absorpsi bahan obat
yang baik sehingga memberikan efek terapi yang lebih baik
dibandingkan bentuk lepas lambat yang ada
b. Mikrosfer Magnetik
Mikrosfer magnetik merupakan mikrosfer dengan ukuran partikel
supramolekular sehingga cukup kecil untuk bisa melalui pembuluh
kapiler tanpa menyebabkan terjadinya oklusi embolik (<4µm)
c. Mikrosfer Floating
Mikrosfer jenis ini biasanya digunakan dengan tempat kerja pada
saluran gastrointestinal dikenal dengan nama mikrosfer gastro-retentive
floating. Mikrosfer jenis ini memiliki sistem dengan densitas rendah
dengan kemampuan mengambang yang baik sehingga cocok dan dapat
tinggal untuk waktu yang cukup lama dilambung tanpa mempengaruhi
laju pengosongan lambung
d. Mikrosfer Radioaktif
Mikrosfer jenis ini dapat menghantarkan bahan obat radioaktif dengan
dosis tinggi ke tempat aksinya tanpa menyebabkan kerusakan jaringan
sekitarnya. Dimana mikrosfer jeis ini dapat dihantarkan melalui
penyuntikan bahan obatnya melalui arteri langsung menuju tempat yang
dimaksud.
e. Mikrosfer Polimer
Mikrosfer jenis ini banyak digunakan dan dikenal dengan nama
mikrosfer biodegradasi polimer yang mengandung bahan polimer yang
terdegradasi yang dapat memperpanjang waktu tinggal pada saat kontak
dengan membran mukosa. Hal tersebut disebabkan oleh sifat polimer
yang memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi sehingga dapat
membentuk gel dengan sistem pelepasan zat aktif yang terkontrol.
Tingkat pelepasan dan penghnataran zat aktif dapat dikontrol oleh
konsentrasi polimer yang digunakan.
VI. KOMPONEN PENYUSUN MIKROSFER
Pada prinsipnya terdapat tiga bahan yang dapat terlibat dalam pembuatan
mikrosfer, yaitu :
a) Bahan inti
Inti adalah bahan spesifik yang akan dilapisi, dapat berupa bahan padat
atau cair. Komposisi material inti dapat bervariasi, misalnya pada bahan
inti cair dapat terdiri dari bahan terdispersi atau terlarut. Sedangkan
bahan inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif.
Bahan inti yang digunakan sebaiknya tidak bereaksi dengan bahan
penyalut dan pelarut yang digunakan.
b) Bahan penyalut
Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyalut inti dengan
tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak,
perlindungan terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas
dan pencegahan penguapan. Bahan penyalut yang digunakan dapat
berupa polimer alam, atau polimer sintetik.
i) Polimer alam diperoleh dari beberapa sumber diantaranya protein,
karbohidrat dan modifikasi karbohidrat, contohnya :
- Protein : albumin, gelatin, dan kolagen
- Karbohidrat : agarosa, karagenan, citosan, dan starch (tepung)
- Modifikasi karbohidrat : polidekstran dan polistarch
ii) Polimer sintetik terbagi menjadi dua jenis yaitu :
- Polimer nonbiodegradasi : polymethyl methacrylate (PMMA),
acrolein, glycidyl methacrylate, epoxy polymer
- Polimer biodegradasi : lactides dan bentuk glycolides serta
copolymer, polyalkyl cyano acrylates, polyanhydrides
c) Pelarut
Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut
dan mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut biasanya berdasarkan
sifat kelarutan dari bahan inti dan bahan penyalut, sehingga pelarut
yang digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit melarutkan bahan inti
tetapi juga dapat melarutkan bahan penyalut.
VII. METODE PEMBUATAN MIKROSFER
a. Metode emulsifikasi
Metode ini dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu emulsifikasi
tunggal dan emulsifikasi ganda. Metode ini sesuai untuk obat yang larut
dalam air. Fase air mengandung obat terlarut dan fase organik
mengandung polimer yang diemulsifikasi. Fase polimer kemudian
dipisahkan menggunakan beberapa teknik, diantaranya perubahan
temperatur (pemanasan), penambahan garam.
b. Metode penguapan pelarut.
Metode ini biasanya digunakan untuk mikroenkapsulasi obat-obat yang
larut atau tersuspensi dalam fase organik. Dalam metode ini, larutan
atau suspensi obat dalam pelarut organik mengandung polimer terlarut
diemulsikan membentuk dispersi o/o atau o/w. Pembuatan emulsi ini
biasanya ditambah surfaktan. Fase organik kemudian dievaporasi
menggunakan panas atau vacuum. Pada metode ini bahan penyalut
dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap yang tidak bercampur
dengan larutan pembawanya. Bahan inti dan campuran penyalut
dicampurkan denga pengadukan lalu dipanaskan untuk menguapkan
pelarutnya.
c. Metode koaservasi kompleks
Metode ini digunakan untuk mikroenkapsulasi obat-obat larut air.
Proses koservasi pada dasarnya meliputi tiga tahapan yaitu : (i)
pembentukan tiga fasa yang tidak saling bercampur (larutan pembawa,
bahan inti dan bahan penyalut), (ii) fase penempatan penyalut, (iii)
pengerasan penyalut. Tahap pertama adalah pembentukan tiga fase
yang tidak tercampurkan yaitu larutan pembawa, bahan inti dan bahan
penyalut. Bahan inti didispersikan dalam polimer bahan penyalut.
Polimer yang tidak bercampur dalam larutan dapat dibentuk dengan
mengubah temperatur lautan polimer juga dengan penambahan garam.
Tahap kedua termasuk penempatan cairan polimer diatas bahan inti dan
terakhir dilakukan stabilisasi denga crosslinking atau teknik desolvasi
untuk menghasilkan suatu mikropartikel
d. Metode Polimerisasi
Teknik dari metode polimerasi dibagi menjadi dua, yaitu :
(i) Polimerisasi normal
Untuk membuat normal polimerisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa teknik yang berbeda seperti proses bulk,
suspension precipitation, maupun micellar polymerisation
(ii) Polimerisasi interfacial
Teknik ini melibatkan berbagai monomer pada antar muka dari dua
fasa cairan yang membentuk lapisan film polimer yang pada
dasarnya akan membungkus fase terdispersi.
e. Metode semprot kering.
Metode semprot kering adalah metode yang sesuai untuk obat-obat
yang sulit larut dalam air. Obat didispersikan dalam larutan polimer
(penyalut) kemudian diatomisasi dalam arus uap panas untuk
menghilangkan pelarut dan membentuk produk mikroenkapsulat.
Parameter yang mempengaruhi waktu pengeringan, morfologi dan
kualitas produk semprot kering adalah laju aliran dan laju pompa, laju
aspirasi dan konsentrasi larutan.
Ukuran partikel yang dihasilkan tergantung dari diameter lubang pompa
semprot dan laju aliran atomisasi. Penggunaan diameter lubang yang
lebih besar menghasilkan distribusi ukuran partikel lebih besar,
sementara laju aliran udara atomisasi menghasilkan distribusi partikel
yang lebih kecil .
Gambar 1. Dasar Alat Semprot Kering
Kondisi pengeringan kompleks selama evaporasi dan variabel sifat
bahan menghasilkan morfologi bubuk semprot kering yang bervariasi,
seperti bentuk partikel hampir bulat hingga terbelah, pecah maupun
rusak. Selengkapnya bisa dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Bentuk partikel yang terbentuk selama semprot kering: (1) solid,
membulat, (2)mengkerut, kehilangan bentuk, (3) berlubang, bulat, (4)
bentuk donat, (5) bentuk hancur.
Metode pembuatan dengan metode semprot kering memiliki
keuntungan diantaranya menghasilkan jumlah drug loading yang cukup
tinggi (94-98%) dibandingkan dengan metode lain; lebih aseptis,
karakteristik morfologi lebih baik.
VIII. EVALUASI DAN PARAMETER UJI
Evaluasi dan parameter uji yang ditetapkan untuk bentuk penghantaran
mikrosfer diantaranya adalah :
a. Karakteristik uji fisikokimia
Karakteristik dari mikropartikel merupakan hal yang sangat penting
untuk dievaluasi karena hal tersebut menentukan pelepasan serta
stabilitas bahan pembawa
b. Bentuk dan ukuran partikel
Metode yang paling banyak digunakan untuk menguji dan
memvisualisasikan bentuk dan ukuran mikropartikel adalah Light
Microscopy (LM) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Kedua
alat tersebut dapat digunakan juga untuk menentukan bentuk serta
struktur luar dari mikropartikel.
c. Analisis kimia dengan elektron spektroskopi
Kimia permukaan dari mikrosfer yang dihasilkan dapat ditentukan
dengan menggunakan Electron Spectroscopy for Chemical Analysis
(ESCA). Spektrum yang dihasilkan oleh ESCA juga dapat digunakan
untuk menentukan degradasi dipermukaan dari mikrosfer biodegradasi.
d. Penetapan densitas
Penetapan nilai densitas mikrosfer dapat dilakukan dengan
menggunakan multi volume piknometer
e. Penetapan indeks mengembang
f. Uji daya perlekatan
Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer
g. Uji kadar bahan obat secara in vitro dan in vivo
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengetahui
kadar bahan obat yang dilepaskan dan permeabilitasnya melalui
membran. Uji kadar bahan obat harus dilakukan baik secara in vitro
maupun in vivo.
IX. BAHAN PENYALUT
Dalam pembentukan mikrosfer bahan yang paling berperan adalah
penggunaan bahan penyalut, terdapat berbagai macam tipe bahan penyalut.
Berikut adalah tipe bahan penyalut yang banyak digunakan yaitu :
A. Bahan Bioadhesif
Istilah mukoadesif mengacu pada bahan-bahan yang meningkatkan
kontak dengan membrane. Penggunaan mukoadesif ini berguna untuk
meningkatkan waktu tinggal obat pada membrane sehingga proses
absorpsi berjalan lebih efisien, pada akhirnya bioavailabilitas dapat
ditingkatkan. Contoh polimer bioadhesif sintetik adalah asam
poliakrilat dan derivatnya, hidroksipropilmetilselulosa, dan derivate
polimetaakrilat, sedangkan yang alami contohnya asam hialuronat dan
chitosan. Kopolimer eksipien yang tersusun dari PEG (polietilenglikol)
dan PMAA (poly(methacrylic acid) menghasilkan polimer yang sensitif
terhadap pH dan bersifat mukoadhesif. Mekanisme bioadesif terjadi
melalui 3 tahapan. Tahap pertama adalah tahap pembasahan, yaitu
ketika polimer menutupi semua bagian substrat biologi dan membuat
kontak antara permukaan dan substrat. Karakteristik substrat dan
komposisi bahan bioadhesif serta substrat biologis memegang peranan
penting dalam proses kontak antara permukaan dan substrat. Tahap
pembasahan dilanjutkan dengan tahap interpenetrasi atau interdifusi dan
tahap pengikatan mekanik. Ikatan fisik atau mekanik dihasilkan dari
ikatan antara material adhesive dan rantai mukus. Ikatan kimia sekunder
terbentuk karena interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, dan daya
dispersi, serta ikatan hidrogen.
Beberapa sifat fisikokimia penting dari polimer-polimer yang dapat
digunakan sebagai polimer bioadhesif, diantaranya adalah:
a. Berat molekular tinggi (contoh >100.000 dalton) yang dibutuhkan
untuk interpenetrasi dan pengikatan rantai
b. Molekul hidrofilik yang mengandung sejumlah besar gugus
fungsional yang mampu membentuk ikatan hidrogen dengan
mukus.
c. Polielektrolit dengan kepadatan muatan gugus hidroksil dan
karboksil yang tinggi
Polimer yang sangat fleksibel dengan mobilitas segmen rantai
tinggi untuk memfasilitasi interpenetrasi dan interdifusi rantai
polimer
d. Sifat permukaan sama dengan substrat biologis agar energi
interfasial antara adhesif dan substrat rendah.
Tabel 1. Aplikasi Bahan Bioadhesif Pada Mikrosfer Dengan Berbagai
Macam Rute Pemberian
Obat Rute
pemberian
Polimer
Bioadhesif
Hasil
Acyclovir Okular Chitosan - Memperlambat laju
pelepasan
- Meningkatkan AUC
Methyl
prednisolone
Okular Hyaluronic
acid
-memperlambat
pelepasan obat
- terkonsentrasi pada
cairan air mata
Gentamicin Nasal DSM+LPC Meningkatkan absorbsi
nasal
Insulin Nasal DSM+LPC Penghantaran insulin ke
saluran sistemik lebih
efisien
Human growth
hormone (hGH)
Nasal DSM+LPC Absorbsi cepat dan
meningkat
Desmopressin Nasal Starch
Haemagglutinin
(HA) obtained
from influenza
A virus
Nasal HYAFF Serum IgG
menunjukkan respon
yang sama
dibandingkan dengan
imunisasi i.m
Furosemide GI AD-MMS
(PGEFs)
Peningkatan
bioavailabilitas
Mempertinggi AUC
Absorbsi berjalan lebih
efektif
Amoxicillin GI Ethyl
cellulose-
Carbopol-934P
Aktivitas anti H. pylori
besar
Delapril HCL GI AD-MMS
(PGEFs)
MRT obat meningkat
Glipizide GI Chitosan Perpanjangan dalam hal
penurunan glukosa
darah
Glipizide GI Chitosan-
alginate
Perpanjangan dalam hal
penurunan glukosa
darah
Vancomycin Colon PGEF coated
with
With
Eudragit S 100
Insulin Colon PGEF coated
with Eudragit
S 100
Diabsorbsi hanya jika
adanya bahan peningkat
absorbsi seperti garam
EDTA
Nerve growth
factor (nGF)
Vaginal HYAFF Peningkatan absorbsi
mikrosfer HYAFF
dibandingkan dengan
obat dalam bentuk
larutan
Insulin Vaginal HYAFF Peningkatan absorbsi
mikrosfer HYAFF
dibandingkan dengan
obat dalam bentuk
larutan
Salmon Vaginal HYAFF Peningkatan absorbsi
calcitonin mikrosfer HYAFF
dibandingkan dengan
obat dalam bentuk
larutan
Pipedimic acid Vesical CMC as
mucopolysacc
har
ide+Eduragit
RL as matrix
polymer
Isosorbide
dinitrate
Buccal Starch grafted
with PMMA
steady state plasma
dapat dipertahankan
diatas nilai MEC lebih
dari 12 jam setelah
diberikan secara bukal.
CMC: carboxy methyl cellulose; DSM: degradable starch microspheres;
EDTA: ethylenediaminetetraacetic acid; GI: gastrointestinal; HYAFF:
hyaluronic acid esters; IgG: immunoglobulin G; LPC:
lysophosphatidylcholine; PGEF’s: polyglycerol esters of fatty acids,
PMMA: polymethyl methacrylate
B. Polimer Biodegradable
Konsep polimer biodegradable diperkenalkan pertama kali pada awal
tahun 1970an sebagai sistem penghantaran obat parenteral yang
terkendali. Polimer ini terdegradasi in vivo baik secara enzimatis
maupun nonenzimatis untuk menghasilkan produk yang nontoksik atau
biocompatible. Polimer biodegradable mempunyai 4 karakteristik,
yaitu:
1. Stabil dan compatible dengan produk
2. Biocompatible dan biodegradable
3. Mudah diproduksi pada skala besar
4. Memenuhi syarat sterilisasi
5. Fleksibel untuk digunakan dalam berbagai jenis profil pelepasan
obat
Polimer biodegradable dapat dibagi menjadi polimer alami maupun
sintetik. Contoh polimer alami adalah serum albumin manusia, Low
Density Lipoprotein (LDL), serum albumin sapi, gelatin, kolagen,
hemoglobin, polisakarida, dan lain-lain.
- Polisakarida dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan
sumbernya, yaitu mikroba, alga, rumput laut, bakteri, fungi,
tanaman, dan hewan. Beberapa enzim pencernaan, seperti
glukosidase dapat mencerna rantai polisakarida. Sistem pati yang
dimodifikasi telah dikembangkan dalam sistem penghantaran obat,
misalnya derivat pati yang ditambah gugus akrilol.
- Kitin dan kitosan mengandung kopolimer glikosamin dan
glikosamin terasetilasi. Derajat asetilasi dan deasetilasi merupakan
parameter penting dalam struktur kitin dan kitosan. Kitin yang
terasetilasi sebagian telah digunakan sebagai sistem penghantaran
obat .
- Selulosa yang dimodifikasi banyak digunakan dalam berbagai
variasi formulasi termasuk mikroenkapsulasi dan sistem matriks
penghantaran obat. Material selulosa teroksidasi menghasilkan
materi yang dapat diabsorbsi. Contoh derivat selulosa yang
dimodifikasi ini adalah hidroksietilmetilselulosa (HEMC),
hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), etilhidroksietilselulosa
(EHEC), hidroksietilselulosa (HEC), hidroksipropilselulosa (HPC),
dan metilselulosa (MC). Sifat fisika kimia dari derivat selulosa ini
tergantung dari jumlah gugus substituen pada selulosa.Polimer
alami ini terkadang dapat menimbulkan masalah imunogenitas dan
sulit diperoleh dalam skala besar.
- Poli (asam α-amino). Terdiri dari asam alfa amino yang banyak
ditemukan dalam mahluk hidup. Sifatnya yang larut air
dipergunakan untuk pembawa dalam penghantaran obat. Beberapa
polimer yang disintesis dan diselidiki adalah; poli (N-asil
hidroksiprolin ester), poli(glutamilalanin anhidrid) dan
poli(iminokarbonat) dengan tirosin dipeptida.
- Gelatin. Diperoleh dari hidrolisis kolagen, yaitu komponen utama
pada kulit, tulang, dan jaringan penghubung. Gelatin diketahui
sebagai komponen yang alami, non toksik dan rendah sifat
antigenitasnya. Gelatin dapat dimodifikasi dengan penambahan
crosslinker seperti glutaraldehid atau formaldehid.
Contoh polimer sintetik yang sifatnya biodegradable:
- Polyester dan derivat, contohnya poli (glikolida) dan poli (laktid),
poli(D, asam L-Laktat), PLGA (merupakan kopolimer asam laktat
dan asam glikolat)
- Poli(ortoester). Reaksi antara diol dan diketen asetal melalui
transesterifikasi menghasilkan poli(ortoester) yang dapat
digolongkan menjadi poli(ortoester) I, poli(ortoester) II,
poli(ortoester) III, dan poli(ortoester)IV
- Polifosfazen. Mengandung atom fosfor dan nitrogen yang
berselang-seling dihubungkan melalui ikatan tunggal dan ganda
dengan dua gugus menempel pada atom fosfor. Gugus-gus
tambahan itu dapat berupa alkoksi, alkil, amino,ariloksi, cincin
heterosiklik atau unit anorganik.
- Polianhidrida. Rangka dari polimer ini tersusun dari gugus alifatik
dan aromatik yang terhubung secara labil pada anhidrid. Dengan
menambahkan asam sebasik hidrofilik kedalam kopolimer seperti
poli(bis(p-karboksifenoksi)propan anhidrid), laju degradasi dapat
ditingkatkan.
- Poli(alkilsianoakrilat). Dapat disintesis melalui mekanisme anionik
ataupun zwitter ion dan radikal bebas. Proses biodegradasi
poli(alkilsianoakrilat) diawali dengan interaksi ion hidroksil,
menghasilkan formaldehid dan alkilsianoasetat. Laju degradasi
menurun dengan meningkatkan gugus alkil pada rantai.
- Kopolimer diblok dan triblok. Contoh kopolimer diblok adalah
menggabungkan poli(etilenoksida) dan poli(asam L-laktat).
Kopolimer triblok diperoleh dengan mengkopling kopolimer-
kopolimer diblok menggunakan heksametilen diisosianat sebagai
agen pengkopling, contoh lainnya adalah N-(2-
hidroksipropil)metakrilat (HPMA), poli(etilenglikol)-b-polilaktid
(PEG/PLA), metoksi poli(etilenglikol)-b-poli(D,L-laktid)
BAB II
FORMULASI DAN EVALUASI
I. FORMULASI
Contoh formula yang digunakan adalah berdasarkan penelitian yang
dilakukan dengan judul preparasi dan karakterisasi kitosan suksinat sebagai
polimer dalam sediaan mikrosfer mukoadhesif. Penelitian yang dilakukan
adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi penggunaan kitosan suksinat
sebagai polimer dengan sediaan mikrosfer. Penelitian dilakukan dengan
membandingkan beberapa formula dan juga formula yang mengandung
polimer kitosan.
Formula yang digunakan adalah :
Kitosan suksinat 6 g
HPMCP 2 g
Natrium diklofenak 0,8 g
NH4OH 0,037% ad 200 g
II. EVALUASI
a. Pemeriksaan bentuk dan morfologi mikrosfer
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan alat scanning electron
microscope pada intensitas 12 kv. Sampel mikrosfer ditempatkan pada
sampel holder, kemudian dilapisi dengan partikel emas menggunakan fine
coater.lalu sampel diperiksan dan dilihat morfologinya
b. Distribusi ukuran partikel
Untuk mengetahui ukuran partikel digunakan alat particle size analyzer.
Mikrosfer yang akan diuji, didispersikan dalam kloroform, kemudian
dimasukan ke dalam tabung sampel. Selanjutnya alat dioperasikan dan
ukuran partikel dinyatakan menggunakan diameter volume rata – rata
c. Uji perolehan kembali
Uji perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan bobot total
mikrosfer kering yang diperoleh terhadap total bahan yang digunakan pada
saat pembuatan mikrosfer
d. Pemeriksaan kadar air
Kadar air dari mikrosfer ditentukan dengan menggunakan alat moisture
analyzer
e. Indeks mengembang
Indeks mengembang ini ditentukan untuk mengetahui kemampuan
mengembang mikrosfer yang dihasilkan pada lambung, yang dilakukan
dengan mengukur berat mikrosfer yang telah dikembangkan selama
beberapa jam pada larutan pengembang (mirip dengan cairan lambung)
f. Uji jumlah obat yang terjerap dalam mikrosfer
g. Uji pelepasan obat secara in vitro
Uji pelepasan obat secara in vitro dilakukan dengan menggunakan alat
difusi termodifikasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Jain, K.K. 2008. Methods in Molecular Biology. Drug Delivery Systems.
Totowa: Humana Press.p.29-30
2. Cai, D., Zheng, C., Quan, D., Bu, L., Wang., Lu, H., Li, X. Biodegradble
chitosan scaffolds containing microspheres as carriers for controlled
transforming growth factor-β1 delivery for cartilage tissue engineering.
Chinese Medical Journal 120(30:197-203.
3. Dekker, M. 1996. Microencapsulation Methods and Industrial Applications,
edited by Simon Benita, The Hebrew University of Jerusalem, Jerusalem,
Israel:1-19
4. Lim, S.T, Forbes, B., Martin, G.P., Brown, M.B. 2001.In vivo evaluation of
novel hyaluron/chitosan microparticulate delivery systems for the nasal
delivery of gentamicin in rabbits, Int. J. Pharm.231:73–82
5. Ramteke K.H, Jadhav V.B, Dhole S.N, Microsphere : as carrier used for
novel drug delivery system. IOSR Journal of Pharmacy, Vol. 2, 2012, 44-48
6. Sahil Kataria, et al. Microsphere : A Review. Int. Journal of Research In
Pharmacy and Chemistry. 2011. 2231-2781
7. Christy Cecilia, SN. Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat Sebagai
Polimer Dalam Sediaan Mikrosfer Mukoadhesif. Skripsi. 2011