Makalah Kultur Jaringan
-
Upload
fitri-rahmayanti -
Category
Documents
-
view
199 -
download
2
description
Transcript of Makalah Kultur Jaringan
BAB I
PENDAHULUAN
Perbanyakan tanaman atau propagasi tanaman dapat dilakukan secara generatif
atau secara vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan
bagian dari tanaman tersebut. Secara konvensional teknik perbanyakan tanaman
secara vegetatif antara lain cangkok, stek, okulasi dan sebagainya. Sedangkan
perbanyakan vegetatif secara modern dilakukan dengan teknik kultur jaringan.
Kultur jaringan (Tissue Culture) atau Kultur In Vitro adalah suatu teknik untuk
mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut
pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman sempurna. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa Latin, berarti "di dalam
kaca") karena jaringan dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca, cawan Petri dari
kaca, atau material tembus pandang lainnya.
Kultur jaringan tanaman secara teoritis dapat dilakukan terhadap semua
jaringan, namun masing-masing jaringan memerlukan komposisi media tertentu.
Dasar teori teknik kultur jaringan adalah teori Totipotensi Sel yang dikemukakan oleh
Schwann dan Schleiden (1838). Menurut mereka setiap sel memiliki kemampuan
untuk tumbuh menjadi individu yang sempurna apabila diletakkan pada lingkungan
yang sesuai. Keberhasilan kultur jaringan pertama kali dilakukan oleh Harberlandt
(1902), dan dilanjutkan dengan berbagai penelitian, penemuan dan keberhasilan
hingga sekarang.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.
Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara
lain: mempunyai sifat yang seragam dan identik dengan induknya, dapat diperbanyak
dalam jumlah yang besar tanpa membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan
bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih
terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan
konvensional, pengadaan bibit tidak tergantung musim, biaya pengangkutan bibit
relatif lebih murah dan mudah.
Teknik kultur jaringan tanaman kini dimanfaatkan secara luas untuk
perbanyakan berbagai macam jenis tanaman, baik pada tanaman hortikultura (sayuran,
buah, tanaman hias) serta pada tanaman keras (tanaman industri dan kehutanan).
Sedangkan pada skala laboratorium untuk keperluan penelitian mencakup berbagai
spesies tanaman, antara lain Mawar, Bugenvil, Sansivera, Puring, Anyelir, Gerbera,
Melon, Begonia, African violet, Gladiol, dan masih banyak lagi. Di Indonesia, teknik
kultur jaringan sudah dilakukan dalam skala komersial pada beberapa tanaman yaitu
Berbagai jenis Anggrek, Pisang Cavendish, Pisang Abaca, Krisan, Jati, Anthurium,
dan Tebu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kultur Jaringan adalah teknik memperbanyak tanaman dengan
memperbanyak jaringan mikro tanaman yang ditumbuhkan secara invitro menjadi
tanaman yang sempurna dalam jumlah yang tidak terbatas. Yang menjadi dasar
kultur jaringan ini adalah teori totipotensi sel yang berbunyi “setiap sel organ
tanaman akan mampu tumbuh menjadi tanaman yang sempurna jika ditempatkan
di lingkungan yang sesuai. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memperbanyak
tanaman dengan waktu yang lebih singkat.
Kultur jaringan lebih mudah dilakukan pada sel-sel tumbuhan dibanding-
kan pada sel-sel hewan karena struktur sel-sel tumbuhan yang sederhana. Sel-sel
tumbuhan dibiakkan dalam suatu medium pertumbuhan khusus yang mengandung
zat-zat hara yang tepat. Di dalam medium tersebut, sel-sel tumbuhan dapat
membelah, tumbuh, dan berkembang menjadi tumbuhan baru yang lengkap.
Teknik kultur jaringan ditemukan oleh EC. Steward dengan menggunakan ja-
ringan floem akar wortel (Daucus carota).
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan
secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur
dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut
kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena
jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi
tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini
mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena
seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu,
semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama
persis dengan induknya.
B. Jenis Teknik Kultur Jaringan
Perkembangan teknik jaringan telah menghasilkan teknik kutur jaringan
baru dengan tujuan yang berbeda-beda. Selain itu, jenis eksplan (sel atau
jaringan asal) yang digunakan juga berbeda. Berbagai teknik kultur jaringan
tersebut di antaranya sebagai berikut (Hendaryono dan Wijayani, 1994: 29).
a) Meristem culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan
(bagian tanaman) dari jaringan muda atau meristem.
b) Pollen atau anther culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan dari serbuk sari atau benang sari.
c) Protoplast culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan
eksplan dari protoplasma (sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya).
d) Chloroplast culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan
eksplan kloroplas untuk keperluan memperbaiki sifat tanaman dengan
membuat varietas baru.
e) Somatic cross atau silangan protoplasma, yaitu penyilangan dua macam
protoplasma menjadi satu, kemudian dibudidayakan hingga menjadi
tanaman yang mempunyai sifat baru.
C. Syarat Kultur Jaringan
Agar berhasil dengan baik ketika akan melakukan kultur jaringan,
terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berkut.
a) Pemilihan eksplan
Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan dalam kulturisasi.
Eksplan ini menjadi bahan dasar bagi pembentukan kalus (bentuk awal
calon tunas yang kemudian mengalami proses pelengkapan bagian
tanaman, seperti daun, batang, dan akar). Sebagian eksplan sebaiknya
dipilih pucuk muda tanaman dewasa yang diketahui asal-usul dan
varietasnya, tidak terinfeksi penyakit, dan jenisnya unggul.
b) Penggunaan media yang cocok
Media yang cocok memengaruhi pertumbuhan eksplan yang telah
ditanam untuk menjadi plantlet (tanaman kecil). Media yang baik, harus
memenuhi syarat nutrisi yang diperlukan eksplan untuk tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, di dalam media kultur jaringan
ditambahkan berbagai macam mineral, vitamin, sumber karbohidrat,
dan zat pengatur tumbuh (hormon)
c) Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik.
Semua tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan harus dilakukan
secara aseptik. Hal ini guna menghindari kontaminasi oleh jamur maupun
bakteri. Oleh karena itu, sterilisasi eksplan ke dalam medium dilakukan
di dalam laminar air flow cabinet untuk mencegah
kontaminasi. Penyimpanan kultur juga harus di dalam ruangan dengan
suhu, pencahayaan, dan pengaturan udara yang baik.
D. Tahapan Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan adalah:
a. Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung
reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan
dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
b. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan adalah tunas.
Gambar 1. Kultur Jaringan
c. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan
alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,
yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga
harus steril.
d. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow
untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya
pertumbuhan eksplan.
e. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya
pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan dengan baik.
f. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan
aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap,
yaitu dengan memberikan sungkup. Setelah bibit mampu beradaptasi
dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan
pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan
bibit generatif.
Gambar 2. Kultur Jaringan
SUMBER EKSPLAN
Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan dalam
mikropropagasi atau kultur jaringan tanaman. Seluruh bagian tanaman (daun,
batang, dan akar) dapat dipergunakan sebagai eksplan, namun yang biasanya
dipergunakan adalah meristem (jaringan muda), mata tunas dan tunas pucuk
(shoot tip). Eksplan dapat juga berupa embrio (kelapa), benih (anggrek), biji
(sengon), umbi (wortel), keping biji (kotiledon), benang sari dan putik.
Eksplan diambil dari tanaman, baik tanaman yang tumbuh di lapang
atau tanaman hasil kultur jaringan in vitro. Calon tanaman induk sebaiknya
adalah tanaman yang diketahui varietasnya dan dari jenis yang unggul.
Tanaman induk dipilih yang sehat dan sedang dalam fase pertumbuhan cepat
(bersemi). Sebelum dilakukan pengambilan bagian tanaman yang akan
dipergunakan sebagai eksplan, tanaman induk yang tumbuh di lapang, perlu
disemprot dengan fungisida dan insektisida untuk mencegah serangan hama
dan penyakit tanaman.
Pembuatan eksplan dari bahan induk dilakukan dengan mempergunakan
peralatan yang bersih dan tajam. Eksplan selanjutnya dibawa ke dalam
laboratorium untuk dilakukan sterilisasi. Tahapan sterilisasi, bahan sterilisasi,
dan durasi sterilisasi tiap jenis eksplan tidak sama, namun secara umum
sterilisasi eksplan dilakukan dengan mencuci eksplan dalam air bersih yang
mengalir, merendam dalam larutan deterjen, merendam dalam larutan
fungisida, merendam dalam larutan sublimat (HgCl2), sterilisasi bertingkat
dengan larutan Clorox (pemutih pakaian, Bayclin®), serta pembilasan dengan
aquadest steril.
MEDIA IN VITRO
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil
nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan
berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak
dirinya.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari unsur hara makro dan
mikro dalam bentuk garam mineral, vitamin, dan zat pengatur tumbuh
(hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula, agar, arang
aktif, bahan organik lain (air kelapa, bubur pisang, ekstrak buah, ekstrak
kecambah) . Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol
kaca dan disterilisasi. Komposisi media yang digunakan tergantung dari tujuan
dan jenis tanaman yang dikulturkan.
Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu media cair dan
media padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai
terbentuk PLB (Protocorm Like Body). Media padat digunakan untuk
menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet (tanaman kecil). Media padat
dibuat dengan melarutkan nutrisi dan agar-agar ke dalam akuades dan
disterilkan.
Berdasarkan komposisi dan kesesuaian media terhadap jenis tanaman
yang akan dikulturkan, dikenal beberapa jenis media dasar:
• Media VW yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin dan F.
Went (1949), untuk tanaman Anggrek
• Media MS yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh Murashige dan
Skoog (1962) untuk berbagai tanaman hortikultura
• Media
Euwen untuk tanaman kelapa
• Media B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa
dan legume lain.
• Media White, untuk kultur akar
• Media Woody Plant Madium (WMP) untuk tanaman berkayu
• Media N6 untuk tanaman serealia
• Media Nitsch dan Nitsch untuk kultur sel dan kultur tepung sari
• Media Schenk dan Hildebrandt untuk tanaman berkayu
Media dasar tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, dengan
menambahkan vitamin dan zat pengatur tumbuh (hormon). Zat pengatur
tumbuh diperlukan untuk mengatur diferensiasi tanaman. Ada beberapa zat
pengatur tumbuh yang biasa dipergunakan dalam kultur jaringan adalah:
• Golongan Auxin: IAA, NAA, IBA, 2,4-D
• Golongan Cytokinin: Kinetin, BAP/BA, 2 i-P, zeatin, thidiazuron, PBA
• Golongan giberellin : GA3
• Golongan growth retardan : Paclobutrazol, Ancymidol
Pada umumnya, hormon yang banyak dipergunakan adalah golongan auksin
dan sitokinin. Perbandingan komposisi antara kedua hormon tersebut akan
menentukan perkembangan tanaman, yaitu:
– Auxin ↓ Cytokinin = Perkembangan akar
– Cytokinin ↓ Auxin = Perkembangan tunas
– Auxin = Cytokinin = Perkembangan kalus
Selain hormon, media kultur jaringan juga harus mengandung vitamin.
Vitamin yang biasa dipergunakan dalam media kultur jaringan antara lain:
vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E
atau C. Pada semua komposisi media kultur jaringan, hormon dan vitamin
diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Masing-masing komponen
media memiliki peran sebagai berikut:
Unsur hara makro : metabolisme tanaman
Unsur hara mikro : pengaturan enzym
Vitamin : regulasi (pengaturan)
Gula atau Sukrosa : karbohidrat, sumber karbon, sumber energi
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) : merangsang, menghambat atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Arang Aktif : mengarbsorbsi senyawa fenolik dan untuk
merangsang pertumbuhan akar Agar-agar:
pemadat
Aquadestilata : pelarut
AKLIMATISASI
Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah aklimatisasi planlet (tanaman kecil). Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan planlet keluar dari ruangan aseptik. Tahap aklimatisasi
merupakan tahap yang sangat penting dan kritis dalam rangkaian budidaya
tanaman in vitro, karena kondisi lingkungan di rumah kaca atau rumah plastik
dan di lapangan sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur.
Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media
aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi,
kemudian secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan bibit dari
udara luar, sinar matahari langsung dan serangan hama penyakit karena bibit
hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara
luar.
Media tanaman yang dipergunakan dalam tahap ini biasanya berupa
bubuk arang, arang sekam, mos, pakis halus, campuran tanah halus dan
kompos, dan sebagainya.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka
secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan
cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Selanjutnya bibit siap
dipindahkan ke lapang atau lahan penanaman.
Tabel 1. Perubahan Lingkungan in vitro ke lingkungan ex vitro
Lingkungan in vitro Lingkungan ex vitro
Suhu 25 ± 2° C Suhu 23-36° C
Intensitas cahaya 1200-2000 lux Intensitas cahaya 4000-12000 lux
Spektrum cahaya sempit Spektrum cahaya luas
Kelembaban relatif 98-100% Kelembaban relatif 40-80%
Akar hampir tidak berfungsi Akar sangat berfungsi
Sistem fotosintesis hampir tidak
berfungsi
Sistem fotosintesis sangat berfungsi
Hormon eksogen Hormon endogen
Kondisi steril Kondisi tidak steril
E. KENDALA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBERHASILAN PROPAGASI IN VITRO
Disamping keberhasilan dan kemajuan teknik perbanyakan tanaman in vitro,
ada beberapa kendala yang masih dihadapi dalam pelaksanaan, antara lain:
• Keterbatasan peralatan dan fasilitas pendukung operasi
• Kemampuan manajerial dan operasional personal laboran
• Protokol / Prosedur yang tidak dapat berlaku untuk seluruh spesies tanaman
• Harga bahan media relatif masih mahal
• Perlu penyesuaian dengan standar industri
Keberhasilan teknik propagasi secara in vitro ini ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain:
a). Faktor tanaman
Genotipe tanaman : varietas, species tanaman induk
Kondisi eksplan : jenis eksplan, ukuran, umur, fase fisiologis jaringan
b). Faktor lingkungan tumbuh:
Suhu: ± 25 oC
Kelembaban : 80-99% (botol tertutup rapat)
Cahaya : sumber cahaya ruang kultur adalah lampu TL ±1000 lux
Media tanam : jenis media, komposisi media, hormon
c). Faktor sterilitas / kondisi aseptik
Sterilitas bahan dan peralatan laboratorium: penggunaan autoklaf
Sterilitas ruang: penggunaan bahan antiseptic (kloroform, alkohol)
Sterilitas dalam pelaksanaan: penggunaan entkas dan laminar air flow
F. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Kultur Jaringan
a. Keuntungan dari pengembangan kultur jaringan tumbuhan, antara lain:
1) Berlangsung cepat dalam memperoleh tumbuhan baru.
2) Hemat tempat dan waktu. Dapat dilakukan di lahan yang sempit, artinya
tidak diperlukan lahan yang luas untuk memproduksi bibit tumbuhan yang
banyak.
3) Bibit terhindar dari hama dan penyakit.
4) Memiliki sifat identik dengan induknya.
5) Jumlah tidak terbatas, artinya dapat menghasilkan individu dalam jumlah
yang banyak (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat
dihasilkan minimal 10.000 bibit).
b. Kekurangan Teknik Kultur Jaringan, yaitu:
1. Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi.
2. Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, karena
memerlukan keahlian khusus.
3. Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa
dalam kondisi lembap dan aseptik. (Yusnita, 2003:8).