makalah krisis tiroid

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi. Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%. Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini

description

asuhan keperawatan krisis tiroid

Transcript of makalah krisis tiroid

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi

berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis

karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang

cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh

demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien

dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.

Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2%

pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya

berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid

yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang

dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian

menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap. Dengan

tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat

diturunkan hingga kurang dari 20%.

Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan

merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan

anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena

diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris.

Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang

memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan diagnosis yang

dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu,

diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan

penatalaksaannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa penertian dari krisis tiroid?

2. Apa sajakah etiologi dari krisis tiroid?

3. Bagaimanakah manifestasi klinis dari krisis tiroid?

4. Bagaimanakah patofisiologi dari krisis tiroid?

5. Bagaimanakah penatalaksanaan dari krisis tiroid?

6. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan?

7. Apa sajakah komplikasi yang terjadi pada krisis tiroid?

8. Bagaimanakah asuhan keperawatan dari krisis tiroid?

9. Bagaimanakah contoh kasus pada krisis tiroid?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui penertian dari krisis tiroid?

2. Mengetahui etiologi dari krisis tiroid?

3. Mengetahui manifestasi klinis dari krisis tiroid?

4. Mengerti patofisiologi dari krisis tiroid?

5. Memahamipenatalaksanaan dari krisis tiroid?

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan?

7. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada krisis tiroid?

8. Mengerti asuhan keperawatan dari krisis tiroid?

9. Mengerti contoh kasus pada krisis tiroid?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan

dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari

status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika

tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).

Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam

jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta &

Suastika, 1999).

2.2 Etiologi

Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:

1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian

tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya

2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid

3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen

4. Infeksi

5. Stroke

6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat

memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme

sebelumnya.

7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”

8. Tiroiditis

9. Penyakit troboblastik

10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan

11. Pemakaian yodium yang berlebihan

12. Kanker pituitari

13. Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:

1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar

2. Hiperaktivitas adrenergik

3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).

Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-

hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,

meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat

berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical

crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk,

2007).

2.3 Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid

berupa:

1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)

2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C

3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,

Amenore)

4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)

5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)

6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).

Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah

berkeringat banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis,

dan peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai

deman lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan

disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas

sistem saraf pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.

2.4 Patofisiologi

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone

(TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-

stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid

melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine

(T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk

aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk

yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada

thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat

berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon

tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari

G3 organik kelenjar tiroid G3 Fungsi Hipotalamus /hipofisis

Produksi TSH meningkat

Produksi hormone tiroid meningkat

Perub konduksi listrik jantung

Beban kerja jantung naik

Aritmia, takikardi

penurunan curah jantung

Peningkatan aktv SSP

Peningkatan rangsangan SSP

Proses glikogenesismeningkat

Proses pembakaran

lemak meningkat

Penurunan berat badan

Peningkatan aktivitas SSP

Disfungsi SSP

Agitasi, kejang, koma

Aktifitas GI meningkat

Nafsu makan

meningkat

Metabolisme tubuh meningkat

Produksi kalor meningkat

Peningkatan suhu tubuh

Kebutuhan cairan

meningkat

Defisit volume cairan

anterior.

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini

melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari

kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.

Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit

ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH

dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.

Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.

Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh

3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga

merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon

hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak

sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis

berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring

meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau

meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel

terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan

menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan

reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor

alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal

pada pasien tirotoksikosis.

Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini

telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki

kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa

komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor

adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar

tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan

hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah

efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya

krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori

ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan

ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers

gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik

dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca

operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas.

Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi

selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah

terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk

perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin

yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid

sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

2.5 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani

faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan,

menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid

(Hudak & Gallo, 1996).

Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:

a. Koreksi hipertiroidisme

1) Menghambat sintesis hormon tiroid

Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih

banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di

perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000

mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan

dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis

awal 60-100mg.

2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk

Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5

tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.

3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer

Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan

kortikosteroid.

4) Menurunkan kadar hormon secara langsung

Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar,

dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan

pengobatan konvensional tidak berhasil.

5) Terapi definitif

Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).

b. Menormalkan dekompensasi homeostasis

1) Terapi suportif

a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan

intravena

b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen

c) Multivitamin, terutama vitamin B

d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif

e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan

f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena

dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)

g) Glukokortikoid

h) Sedasi jika perlu

2) Obat antiadrenergik

Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.

Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta

bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol.

Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid,

tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi

jantung dengan cara menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin.

Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen

miokardium, penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah

jantung.

c. Pengobatan faktor pencetus

Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus

infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada

(Bakta & Suastika, 1999).

2. Penatalaksanaan keperawatan

Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang

timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif

untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada

hipermetabolisme yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ,

keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini

termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi

oksigen secara keseluruhan dengan memberikan tingkat aktivitas yang sesuai,

pemantauan kriteria hasil. Setelah periode krisis, intervensi diarahkan pada

penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan proses memburuknya penyakit

(Hudak &Gallo, 1996).

2.6 Pemeriksaan penunjang

Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan

lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.

1. Test  T4 serum

Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik

radioimunoassay atau  pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan

11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.

2. Test T3 serum

Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam

serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10

nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.

3. Test T3 Ambilan Resin

Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak

jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat

dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3

normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang

menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah

ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.

4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )

Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan

diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan

yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang

disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.

5. Test Thyrotropin Releasing Hormone

Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan

sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah

jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya

meningkat.

6. Tiroglobulin

Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam

serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.

Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita

karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.    

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka

diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran

laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh

ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas

tirotoksikosis. Kecurigaan  akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan

jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad

1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi.

Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks

klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok

hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.

2.7 Komplikasi

Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati

dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung

kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Asuhan Keperawatan

3.1.1 Pengkajian

a. Anamnesa

a) Identitas

Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,

suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No RM/CM, tanggal masuk,

tanggal kaji, dan ruangan tempat klien dirawat.

Data penanggung jawab, mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,

suku bangsa, hubungan dengan klien dan alamat.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

- Alasan Masuk Perawatan

Kronologis yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari pertolongan.

- Keluhan Utama

Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan terhadap panas, lemah,

berkeringat banyak, palpitasi dan nyeri dada.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit

lainnya seperti DM, HT

e) Riwayat Psikososial

Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup.

b. Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Pernapasan

Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen sebagai

bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea.

2. Sistem Kardiovaskuler

Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang mengakibatkan

peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan cardiac output. Ini mengakibatkan

peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat

dilatasi pembuluh darah sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan

peningkatan tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada

area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan atrial flutter.

Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan gagal jantung.

3. Sitem Persyarafan

Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi iritabel, penurunan

perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium, kejang, stupor, apatis,

depresi dan bisa menyebabkan koma.

4. Sitem Perkemihan

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).

5. Sistem Pencernaan

Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan kehilangan berat

badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan motilitas usus sehingga pasien

dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah.

6. Sistem Muskuloskeletal

Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan

kehilangan berat badan.

3.1.2 Diagnosa

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik

2. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung, status

hipermetabolik

4. Pola nafas tidakefektif berhubungan dengan hiperventilasi

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Hipermetabolisme.

6. Diare berhubungan dengan  meningkatnya peristaltik usus

3.1.3 Intervensi Keperawatan

NIC NOCINTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

Managemen cairan dan elektrolit

Definisi :Pengaturan dan pencegahan komplikasi perubahan timgkat cairan dan atau elektrolit.

- Monitor abnormalitas tingkat seru, elektrolit- Tibang berat badan setiap hari dan monitor arah kecenderungan- Berikan cairan IV- Tingkatkan masukan oral- monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit- Kaji membran mukosa, sclera dan kulit untuk indikasi perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit- Konsulkan ke dokter jika tanda dan gejala etidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi atau bertambah buruk - Atur dengan tepat aliran infuse intravena.

HidrasiDefinisi :

Keadekuatan cairan dalam intraselular dan ekstraselular.

- Turgor kulit - Asupan cairan- Urine gelap - Kehilangan BB- Perfusi jaringan-Kelembapan membrane mukosa- diare- Pengeluran urine

NIC NOC

INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR    Pengaturan suhu

tubuh

Definisi :

Mendapatkan dan

atau menjaga agar

suhu tubuh berada

dalam batas

normal

1. Pengkajian :

Mengkaji saat timbulnya

demam

Mengobservasi tanda-tanda

vital: suhu, nadi, tensi,

pernapasan setiap 3 jam atau

lebih sering

A Action:Memberikan kompres dingin

(pada daerah axila & lipat

paha).

Tunjang pemasukan nutrisi

dan cairan yang adekuat

Atur suhu lingkungan sesuai

kebutuhan pasien

2. Health Education Memberikan penjelasan

tentang penyebab mual dan

muntah

 Memberikan penjelasan

pada pasien/keluarga tentang

hal-hal yang dapat dilakukan

untuk mengatasi mual &

Menganjurkan pasien untuk

banyak minum 2,5 l/24 jam

& jelaskan manfaatnya bagi

pasien.

3. Kolaborasi :Memberikan terapi cairan

intravena & obat-obatan

antiemetic sesuai dengan

Termoregulasi (0800)

Definisi :

Menyeimbangkan

antara produksi panas

dan pengeluaran panas

1. Hipertermi (4))2. Menurunkan temperatur kulit (4) 3. Menurunkan tingkat kemerahan kulit (4)4. Menurunkan dehidrasi (4)5. Menurunkan RR (4)6. Menurunkan nadi (4)

program dokter.

KASUS SEMU

Ny. A (47 tahun) datang ke IGD pada tanggal 20 maret 2015 dengan keluhan lemas, panas

dan dada berdebar. Ny. A juga mengeluh sering berkeringat, sebelumnya pasien pernah

masuk rumah sakit dengan diagnosa hipertiroid. Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat

pembesaran di leher depan dan dengan hasil TTV yaitu TD : 160/90, Nadi : 140x/menit,

Suhu : 38,8°C, RR: 24x/menit, BB 55 Kg

BAB IV ASKEP KASUS PADA KRISIS TIROID

A. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : Ny. A No. Reg : 297468

Umur : 47 tahun Tgl. MRS : 20 maret 2015

(Jam 15.00 WIB)

Jenis Kelamin : P Diagnosis medis : Krisis Tiroid

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Tgl Pengkajian : 22 maret 2015

(Jam 08.00 WIB)

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Alamat : Sendang Rejo, Banjardowo, Jombang

1.      Keluhan Utama

Ny. A mengatakan badannya lemas, panas, sering berkeringat dan dadanya berdebar

2.      Riwayat Kesehatan :

a.     Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. A datang ke IGD dua hari yang lalu dengan keluhan lemas, badannya panas,

sering berkeringat dan dadanya berdebar. Pada pemeriksaan di dapatkan

pembesaran pada leher depan, TD : 160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu : 38,8°C,

RR: 24x/menit, BB 55 Kg

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Ny. A pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa medis Hipertiroid

c. Riwayat penyakit keluarga

Ny. A mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita Hipertiroid

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

Ny. A terlihat lemas dan berkeringat

Pemeriksaan PerSistem

a. Sistem Pernapasan

Hidung

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan darah/cairan keluar dari hidung

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada hidung

Mulut

Inspeksi : Pucat

Leher

Inspeksi : Pembesaran kelenjar thyroid (+)

Dada

Inspeksi : Bentuk dada simetris, sesak napas

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-), weezing (-)

b. Sistem Cardiovaskuler

Wajah

Inspeksi : Pucat

Mata

Inspeksi : Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-)

Leher

Inspeksi : Terdapat benjolan di leher depan

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada leher

Dada

Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris

Palpasi : Takikardia

Perkusi : Redup

Auskultasi : : Gallop, murmur

c. Sistem Pencernaan-Eliminasi

Mulut

Inspeksi : Pucat

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Lidah

Inspeksi : Warna putih, bentuk simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Abdomen

Inspeksi : tidak ada Pembesaran

Auskultasi : Suara peristaltik usus 10x/menit

Perkusi : Timpani

Palpasi : Terdapat nyeri tekan

d. Sistem Muskuloskeletal & Integumen

Inspeksi : Pasien lemas

Palpasi : Turgor kulit menurun

e. Sistem Neurologi

Inspeksi : pasien meringis karena pusing

f. Ekstremitas

Ekstremitas Atas

Inspeksi : Tidak ada oedem, turgor kulit menurun

Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat,

Ekstrimitas Bawah

Inspeksi : Tidak ada oedem, turgor kulit menurun

Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat

.     4. Pemeriksaan Penunjang

5. Terapi Medis            

B. Diagnosa Keperawatan

NS. DIAGNOSIS : Kekurangan volume cairan

(NANDA-I)

DEFINITION:Penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada natrium.

DEFINING CHARACTERISTICS

Perubahan status mental Perubahan tekanan darah Penurunan tekanan nadi Penurunan volume nadi Penurunan turgor kulit Penurunan turgor lidah Penurunan haluaran urin Penurunan pengisian vena Membran mukosa kering Kulit kering Peningkatan hematokrit Peningkatan suhu tubuh Peningkatan frekuensi nadi Peningkatan konsentrasi urin Penurunan berat badan tiba-tiba ( kecuali pada ruang ketiga) Haus Kelemahan

RELATED FACTORS: kehilangan cairan aktif kegagalan mekanisme regulasi

ASSESSMENT

Subjective data entryNy. A mengatakan badannya lemas, panas serta berkeringat

Objective data entryMembran mukosa keringTurgor kulit menurunWajah pucatNadi : 140x/menitRR : 24x/ menitSuhu : 38,5°C BB : 55 KgIntake : air putih, cairan IVOutput: BAB 2X, BAK

DIAGNOSISClient

DiagnosticStatement:

Ns. Diagnosis (Specify):Kekurangan volume cairan

Related to:Status hipermetabolik

C. Intervensi Keperawatan

NIC NOCINTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

Managemen cairan - Mengobservasi TTV Hidrasi - Turgor kulit

dan elektrolit

Definisi :Pengaturan dan pencegahan komplikasi perubahan timgkat cairan dan atau elektrolit.

- Monitor abnormalitas tingkat seru, elektrolit- Tibang berat badan setiap hari dan monitor arah kecenderungan- Berikan cairan IV- Tingkatkan masukan oral- monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit- Kaji membran mukosa, sclera dan kulit untuk indikasi perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit- Konsulkan ke dokter jika tanda dan gejala etidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi atau bertambah buruk - Atur dengan tepat aliran infuse intravena.

Definisi :Keadekuatan cairan dalam intraselular dan ekstraselular.

- Asupan cairan- Urine gelap - Kehilangan BB- Perfusi jaringan-Kelembapan membrane mukosa- diare- Pengeluran urine

D. Implementasi

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TGL/JAM IMPLEMENTASI PARAF

1. Kekurangan volume cairan b.d status hipermetabolik

22-03-2016

Jam 08.00

1. Mengobservasi TTV

Nadi : 110x/menit

RR: 20x/menit

Suhu: 38,5°C

TD : 140/802. Mengkaji membran mukosa

dan turgor kulit3. Kolaborasi pemberian

cairan IV

E. Evaluasi

NO. TGL / JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI PARAF

1. 23 Maret2016 Kekurangan volume cairan b.d status hipermetabolik

S : Ny. A mengatakan badannya sudah tidak lemas tapi masih panas

O : KU: cukup, turgor kulit cukup, membran mukosa cukup

Nadi : 100x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 38.0°C

BB : 56 Kg

Kepala : tidak terjadi kelainan

Leher : pembesaran kelenjar tiroid (+)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Pulmonal : sonor, vesikuler, ronkhi (-), whezing (-)

Cardio : S1 S2 tunggal, reguler

Abdomen : timpani, BU (+) normal, tidak ada nyeri

Extremitas : akral hangat, tidak ada oedem, CRT < 2detik

A :- dehidrasi sedang, hipertermi ( kolaborasi antipiretik)

P : - intake dequat- pemberian cairan IV- kolaborasi obat antipiretik

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh

demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.

Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter

difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon

hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat.

Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran

laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda

karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis.

Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer hormon

tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk menstabilkan

homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ. Angka kematian keseluruhan

akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan diagnosis yang

dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.

Jakarta: EGC.

Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta:

EGC

Dongoes Marilynn, E.1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.

Editor: Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.

Hariawan, Hamdan. 2013 . Askep Krisis Tiroid. http://hamdan-hariawan-

fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88249-askep%20endokrin-askep

%20krisis%20tiroid.html. Diunduh tanggal 26 Februari 2014.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2.

Edisi 4. Jakarta: EGC.

Nanda International. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Endokrin. Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.

Volume 3. Jakarta: EGC.

Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC