Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)
-
Upload
uliek-s-a-ii -
Category
Documents
-
view
362 -
download
34
description
Transcript of Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pemerintahan parlementer merupakan gagasan perjuangan
Muhammad Hatta yang ketika itu didukung langsung oleh Muhammad
Yamin. Sedangkan Soekarno tetap berpegang pada pemikiran Soepomo
tentang integralisme atau paham kekeluargaan sebagai yang mendasari negara
Indonesia. Meskipun Hatta berkali-kali memperingatkan tentang bahaya yang
mengancam dibalik ide negara kekeluargaan itu, Soekarno dan Soepomo tetap
yakin bahwa bentuk negara semacam ini mengakar dalam tradisi, khususnya
budaya Jawa (legowo, 1995:75). Ide pemikiran Hatta tentang demokrasi
parlementer ini merupakan reaksi dari sistem presidensil, yang pada awal-awal
pembentukan kelembagaan negara. Ketika itu, kelengkapan kelembagaan
belum sempurna, diberlakukannya keputusan rapat PPKI tanggal 22 Agustus
1945 yang menentukan Partai Nasional Indonesia sebagai partai tunggal atau
“partai negara”. Hal ini memperlihatkan berlangsungnya sentralisme
kekuasaan di tangan presiden. Pelaksanaan prinsip demokrasi atau kedaulatan
rakyat dalam sistem pemerintahan menjadi kurang terwujud.
Relisasi dari reaksi ini, maka wakil presiden mengeluarkan maklumat No.
X tanggal 16 oktober 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan
presidensiil menjadi sistem pemerintahan parlementer, yang disusul dengan
Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 tentang anjuran
pembentukan partai-partai politik, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat dalam pemerintahan melalui parlemen. Langkah ini diikuti
dengan pembentukan kabinet Syahrir I yang berdasar pada maklumat
pemerintah tanggal 14 November 1945 yang secara langsung berarti
mengakhiri pemerintahan presidensiil. Menurut Haris dalam Legowo
(19995:74), langkah ini dianggap sebagai yang “tidak konstitusional” ataupun
merupakan “penyelewangan revolusi”, akan tetapi langkah itu tetap ada
2
dipertimbangkan atas dasar “ konvensi ketatanegaraan” sebagai upaya
melengkapi kesepakatan konstitusional yang sudah ada.
Langkah demokratisasi Hatta itu bertujuan memenuhi sekurang kurangnya
tiga tuntutan dasar untuk suatu pemerintahan demokratis, yaitu 1. Pemerintah
bertanggung jawab kepada parlemen yang anggota-anggotanya dipilih rakyat,
2. kebebasan berserikat dan berkumpul yang diaktualisasikan dalam
keberadaan banyak partai politik, 3. penerimaan prinsip pemilihan umum yang
diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, berdasarkan hak-hak
politik warga negara yang sama, prinsip-prinsip ini ditambah dengan sejumlah
hak-hak warga negara yang lain dimaksudkan dalam pasal-pasal UUD RIS
1949 dan secara lebih lengkap dalam UUDS 1950.
Antara prinsip dan pelaksanaan seringkali menimbulkan kesenjangan, dan
tidak bertolak belakang. Ini pun tidak terhindarkan dalam masa demokrasi
parlementer. Antusisme rakyat dan pelaku-pelaku politik utama yang begitu
tinggi dalam mempratekkan demokrasi melalui sitem parlementer telah
dengan mudah membawa atau mengarahkan mereka kepada pengabaian
kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok. Akibat-akibat dari sampingan
pelaksanaan demokrasi parlementer mengancam kelangsungan dan persatuan
negara dan bangsa indonesia. Pelaksanaan demokrasi justru mengarah kepada
suasana kekacauan politik. Tidak mengherankan jika salah satu komentar
tentang periode ini mengatakan bahwa pemilihan umum tahun 1955
merupakan puncak sekaligus awal kemunduran demokrasi parlementer
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959?
2. Bagaimana Isi dan Penjelasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959?
3. Bagaimana Alasan dan Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959?
4. Apa saja Dampak Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959?
3
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1956.
2. Untuk memahami Isi dan Penjelasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
3. Untuk mengetahui Alasan dan Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli
1959.
4. Untuk mengetahui Dampak Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dalam masa demokrasi parlementer kabinet jatuh bangun dalam tenggang
waktu relatif singkat dan ini berakibat pada instabilitas pemerintahan. Keadaan ini
mencerminkan “kekurang mampuan” pelaku-pelaku utama demokrasi dalam
mengalola pemerintahan negara yang barangkali karena miskinnya pengalaman
dan terpolarisasinya masyarakat dalam kelompok-kelompok ideologis politis yang
kuat. Tidak ada satu kabinet pun dalam masa demokrasi parlementer ini mampu
memberi jaminan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan dan
pembangunan masyarakat secara memadai, serta fungsi memelihara persatuan
bangsa.
Barangkali pertimbangan-pertimbangan praktikal dan moral dan kenyataan
berlarutnya sidang konstituante untuk menetapkan UUD, menjadi alasan bagi
Presiden Soekarno untuk mengusulkan rencana tentang pelaksanaan “demokrasi
terpimpin” dalam rangka kembali ke UUD 1945. Serta mengajukan “konsepsi
Presiden” tanggal 22 Februari 1957, yang kemudian berturut turut diikuti langkah
Presiden menyatakan “keadaan darurat nasional” tanggal 14 maret 1957,
membentuk kabinet “Gotong Royong” tanggal 9 April 1957, mengajukan usul
kepada konstituante untuk kembali ke UUD 1945 tanggal 22 April 1957 dan
akhirnya mengeluarkan dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Selain itu adanya keinginan Soekarno untuk mempunyai kekuasaan yang
lebih besar. Undang-Undang Dasar yang berlaku di Indonesia secara langsung
telah membatasi kekuasaan Presiden Soekarno. Munculnya militer terutama
Angkatan Darat di bawah pimpinan KSAD Abdul Haris Nasution, yang
mempunyai kemahiran dalam politik , mereka tidak hanya dijadikan alat, tetapi
menginginkan perwakilan tetap dalam lembaga pemerintahan. Melihat ketegangan
politik pada masa demokrasi liberal, Nasution mengusulkan suatu penyelesaian
yaitu kembali ke UUD 1945, daripada menyusun suatu undang-undang baru. Usul
5
ini secara perlahan-lahan mulai mendapat dukungan tetapi Soekarno tidak
berkeinginan memikul sendiri tanggung jawab berat yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Dasar ini.
Bahkan Soekarno merasa takut bahwa usulan ini merupakan suatu cara
untuk menciptakan suatu sistem yang di dalam kenyataanya tentaralah yang akan
berkuasa. Pada saat itu telah disepakati bahwa angkatan bersenjata sendiri
merupakan golongan fungsional, sehingga percekcokan-percekcokan yang
panjang meliputi persoalan tentang apakah proporsi diri setiap badan perwakilan
baru harus terdiri atas golongan-golongan semacam itu.
Nasution menginginkan tentara bebas dari campur tangan partai politik,
tetapi terwakili secara langsung di segala tingkat pemerintahan melalui golongan
fungsional militer. Pada bulan November 1958 Nasution merumuskan usulan ini
sebagi doktrin jalan tengah; dimana tentara tidak akan disisihkan dari aturan
aturan politik atau tidak akan mengambil alih pemerintahan. Dengan perasaan
yang cemas atas kekuasaan Nasution. Akhirnya Soekarno menerima usul
Nasution itu. Pada tanggal 5 Juli 1959. Soekarno membubarkan Majelis
Konstituante dan memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar yang lama.
Pada tanggal 9 Juli 1959 diumumkan suatu “Kabinet Kerja” dengan Soekarno
sebagai Perdana Menteri dan Djuanda sebagai menteri utama. Pada bulan Juli itu
juga lembaga-lembaga demokrasi terpimpin pun diumumkan, Dewan Nasional
dibubarkan dan dibentuk dewan Pertimbangan Agung.
Faktor lain yang melatar belakangi munculnya dekrit Presiden adalah
kegagalan konstituante dalam menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS
1950. Konstituante merupakan badan yang bertugas untuk membuat UUD
(konstituante). Di dalam konstituante terdapat tiga kelompok yang berbeda
prinsip, yaitu :
1. Golongan islam yang menghendaki dasar negara Islam
2. Golongan nasionalis yang menghendaki dasar negara pancasila
6
3. Golongan komunis yang menghendaki dasar negara komunis (Suprapto,
1985:200)
Prinsip ketiga kelompok ini sulit untuk dikompromikan, sehingga sidang
konstituante untuk menetapkan UUD mengalami jalan buntu. Dalam amanatnya
tanggal 22 April 1959 di depan sidang konstituante, Presiden Soekarno
mengharapkan agar kembali kepada UUD 1945. Tentu saja anjuran Presiden ini
ada yang setuju dan ada pula yang tidak menyetujuinya. Untuk itu harus diadakan
permusyawaratan dalam konstituante guna mendapatkan suatu mufakat. Tetapi hal
ini berkali kali dijalankan tanpa hasil yang memuaskan.
Satu satunya jalan ialah pemungutan suara untuk mengetahui anggota yang
setuju dan anggota yang tidak setuju. Pada tanggal 30 mei 1959 diadakan
pemungutan suara (voting). Dari 468 anggota yang hadir, yang setuju kembali ke
UUD 1945 adalah 269 orang dan yang tidak setuju ada 199 orang, hasil ini belum
memenuhi syarat. Pemungutan suara seperti ini diadakan sampai tiga kali,
meskipun angkanya tidak sama namun hasilnya tetap tidak memenuhi persyaratan
dalam menentukan keputusan.
Keadaan bertambah sulit, karena anggota konstituante sudah menjalani masa
reses, dan sulit untuk dikumpulkan. Ditambah lagi sudah banyak anggota
konstituante yang malas untuk datang menghadiri sidang. Keadaan seperti ini
akan membawa kepada situasi dan kondisi yang tidak menentu. Sebagai akhir
kemelut ini Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit tanggal 5 Juli 1959 yang
terkenal dengan nama “dekrit presiden”. Yang isinya menetapkan :
1. Pembubaran konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950
3. Berlakunya kembali UUD 1945
4. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang singkat.
Namun demikian, dekrit presiden ini sudah memenuhi syarat-syarat suatu dekrit,
karena :
7
1. Dikeluarkan oleh penguasa tertinggi yaitu Presiden Soekarno
2. Secara sepihak yaitu menurut kehendak dari Presiden sendiri tanpa ada
suatu musyawarah atau persetujuan terlebih dulu dari lembaga legislative
3. Demi keselamatan bangsa dan negara
2.2 Isi dan Penjelasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Penjelasan Dekrit Preisden (5 Juli 1959), Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat
selain memilih anggota DPR juga memilih anggota badan Konstituante. Badan Ini
bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke
Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 1950 menggunakan Undang-
Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita diterapkan
Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan antarpartai
politik seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-
daerah mengalami kegoncangan karena berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan
Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Banteng di
Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung
Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin
memisahkan diri
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada
tanggal 21 Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan
“Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain sebagai berikut:
8
Isi Konsepsi Preisden
1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menteriflya
terdiri atas orang-orang dan empat partai besar (PNI, Masyumi, NU, dan
PKI).
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan
fungsional dalam masyarakat. Dewan mi bertugas memberi nasihat kepada
kabinet baik diminta maupun tidak.
Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan
berpenadapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus
diserahkan kepada konstituante. Karena keadaan politik semakin hangat maka
Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan Darurat Perang bagi seluruh wilayah
Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan
pemberontakan PRRI dan Permesta. Setelah keadaan aman maka Konstituante
mulai bersidang untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante in
berlangsung sampai beberapa kali yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun,
yakni sejak sidang pertama di Bandung tanggal 10 November 1956 sampai akhir
tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan hasil yakni untuk
merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.
Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar
negara. Persoalan yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni
kelompok partai-partai Islam yang menghendaki dasar negara Islam dan
kelompok partai-partai hon-Islam yang menghendaki dasar negara Pancasila.
Kelompok pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar dari pada golongan
Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu
keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950).
Pada tanggal 22 April 1959 di hadapan Konstituante, Presiden Soekarno
berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer menginginkan Presiden Soekarno untuk
9
segera mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit.
Akhirnya pada tanggal 5 juli 1959 Presiden Soekarno menyampaikan dekrit
kepada seluruh rakyat Indonesia. Adapun isi dekrit presiden tersebut adalah :
2.3 Alasan dan Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959
10
Alasan Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959
1. Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar
sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia
tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
2. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk
3. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
4. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat
5. Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan
segala cara agar tujuan partainya tercapai.
6. Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara
belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara
(UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap
tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
7. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin
bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara
kita memiliki kekuatan hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa
Indonesia dan ancaman perpecahan.Sebagai tindak lanjut dan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara yakni:
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong (DPR - GR). Dalam pidato Presiden Soekarno
berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita”. Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto
Politik Republik Indonesia” (MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS
dijadikan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dan Manipol ini adalah
Undang- Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
11
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti
manipol ini sering disingkat USDEK. Dengan demikian sejak
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar
dalam kehidupan bemegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun
sosial budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus
berintikan Nasakom yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis.
Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin, yakni
kegiatan ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang-
orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah. Sedangkan
dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang budaya-budaya yang
berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo
Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah
lebih condong ke Blok Timur.
2.4 Dampak Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959
Dampak Positif
Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik
berkepanjangan.
Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan
negara.
Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan
lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi
Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak Negatif
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
12
Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional
penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-
slogan kosong belaka.
Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga
tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan
berlanjut sampai Orde Baru.
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak
Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang
disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap
terasa sampai sekarang.
BAB III
PENUTUP
13
3.1 Kesimpulan
Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante
untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota
konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya
sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan.
Sementara, di kalangan masyar3akat pendapat-pendapat untuk kembali kepada
UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas
menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang
isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45.
Dengan demikian dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959, pukul 17.00 Ir.
Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia/Panglima tinggi Angkatan Perang
mengeluarkan Dekrit, yang menyatakan, bahwa terhitung mulai hari tanggal
penetapan Dekrit itu UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan tidak lagi UUDS.
Partai-partai yang menolak KONSEPSI PRESIDEN;
1. Masyumi
2. Nadatul Ulama
3. PSII
4. Partai Katolik
5. Partai Rakyat Indonesia
Alasan Penolakan Konsepsi Presiden”
1. Hak mengubah tata negara secara radikal ada pada Dewan Konstituante.
2. Secara prinsipial partai-partai menolak Konsepsi Presiden karena PKI
diikutsertakan dalam pemerintahan.
Pendukung Dekrit :
1. Makamah Agung
14
2. DPR (hasil Pemilu 1955)
3. KSAD
4. Berbagai golongan masyarakat
15
DAFTAR PUSTAKA
Alian. 2004. Sejarah Nasional Indonesia IV. Palembang : Modul.
M.C. Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
_____University Press.
Rahardjo, Iman Toto dan Herdianto. 2001. Bung Karno Wacana Konstitusi dan
_____Demokrasi. Jakarta : Grasindo.
http://www.artikelsiana.com/2014/09/isi-dan-penjelasan-dekrit-presiden-5.html#_
_____Diakses pada tanggal 30 Maret 2015.
http://www.katailmu.com/2011/03/sejarah-dekrit-presiden-5-juli-1959.html
Diakses _____pada tanggal 30 Maret 2015.