MAKALAH KEBIJAKA TEORI
-
Upload
eko-wahyudianto -
Category
Documents
-
view
446 -
download
2
Transcript of MAKALAH KEBIJAKA TEORI
STIKES MITRA HUSADA KEDIRI
Pengantar Teori Kebijakan
Pasca reformasi, negara Indonesia menganggap dirinya sebagai negara
demokrasi. Setelah terlepas dari kekuatan dan kekuasaan rezim Soeharto “orde lama”
maka sekarang ini rakyat dituntut untuk mampu menentukan dan ikut berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan dalam kekuasaan negara.
Aksi demo dari berbagai kalangan selalu dilakukan demi tercapainya kebijakan
pemerintah yang harus sesuai dengan kehendak rakyat, namun apakah itu benar? Dan
yang harus dipertanyakan kembali adalah apakah rakyat mengerti tentang kebijakan
serta sistem yang mengikuti adanya kebijakan tersebut? Rasanya Tak pantas bila kita
hanya menyalahkan sesuatu namun kita tidak mengetahui sesuatu yang kita salahkan
itu.
Dalam tulisan ini saya mencoba untuk membagi pengetahuan kepada
masyarakat tentang arti serta sistem yang terkandung dalam penetapan kebijakan
pemerintah terhadap rakyat. Dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti oleh
berbagai kalangan saya berharap tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dan mampu
menjawab inti dari pertanyaan besar dari tujuan tulisan ini yaitu, apakah kebijakan
yang dibuat pemerintah selama ini sudah sesuai dengan kehendak rakyat?
Ada beberapa teori tentang kebijakan diantaranya yaitu; menurut Ealau dan
Pewitt (1973) kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku,dicirikan oleh perilaku
yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan
kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-
prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuam tertentu dan menurut Edi
Suharto (2008:7) menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat
prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan
konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.
Selain 3 teori diatas kebijakan pun dapat di definisikan sesuai dengan teori yang
mengikutinya,antara lain yaitu:
1. Teori Kelembagaan memandang kebijakan sebagai aktivitas kelembagaan
dimana struktur dan lembaga pemerintah merupakan pusat kegiatan politik.
2. Teori Kelompok yang memandang kebijakan sebagai keseimbangan kelompok
yang tercapai dalam perjuangan kelompok pada suatu saat tertentu. Kebijakan
pemerintah dapat juga dipandang sebagai nilai-nilai kelompok elit yang
memerintah
3. Teori Elit memandang Kebijakan pemerintah sebagai nilai-nilai kelompok elit
yang memerintah.
4. Teori Rasional memandang kebijakan sebagai pencapaian tujuan secara efisien
melalui sistem pengambilan keputusan yang tetap.
5. Teori Inkremental, kebijakan dipandang sebagai variasi terhadap kebijakan masa
lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada sekarang ini
merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah pada waktu yang lalu yang disertai
modifikasi secara bertahap.
6. Teori Permainan memandang kebijakan sebagai pilihan yang rasional dalam
situasi-situasi yang saling bersaing.
7. Teori kebijakan yang lain adalah Teori Campuran yang merupakan gabungan
model rasional komprehensif dan inkremental.
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn. adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam
realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa
yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik
dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik,
dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik
yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues)
sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya
muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah
tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai
karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan
merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian,
penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa
masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber,
1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
1. telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang
serius;
2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à berdampak dramatis;
3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia)
dan mendapat dukungan media massa;
4. menjangkau dampak yang amat luas ;
5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah
dirasakan kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda
untuk waktu lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang
mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui.
Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan
esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2.Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh
para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil
untuk memecahkan masalah.
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan
rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.Namun warga negara harus
percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim
cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan
pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi
dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini
orang belajar untuk mendukung pemerintah.
4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan
dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya,
evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan
dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi
tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk
menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
Perlu kita ketahui mengapa kita harus mengetahui serta memahami setiap
kebijakan yang ada, karena kebijakan tidak bisa dipahami secara tekstual, namun
banyak sekali hal-hal yang tersirak(kontekstual) yang tidak diketahui oleh public dalam
menetapkan kebijakan. Disinilah peran media sebagai fasilitator untuk tranformasi
informasi kepada rakyat. Maka haruslah setiap menia yang ada bersifat independen
atau tidak terpengaruhi oleh kekuasaan politik tertentu. Selain media sebagai alat,
masyarakan berperan utuk dapat menganalisis setiap kebijakan dan mampu
membantu menyusun kebijakan yang ada. Inilah 2 tujuan mempelajari kebijakan
pemerintah.
Ada 2 akibat yang timbul dari penetapan kebijakan, yaitu: kebijakan yang
berorientasi pada pelayanan public dalam arti sesuai dengan makna demokrasi dan
kebijakan yang meracuni public/ kebijakan yang ditetapkan hanya untuk kepentingan
beberapa kalangan saja, dan hal dampak yang kedua ini sangatlah kontraproduktif
terhadap nilai-nilai demokrasi.
Seperti yang telah kita ketahui, salah sau fungsi politik adalah untuk membuat
kebijakan dan kebijakan ada karena 2 faktor yaitu; adanya masalah sosial dan adanya
pergantian kekuasaan yang megakibatkan kebijakan pun berubah-ubah.
Kebijakan dapat diwujudkan dengan cara; Pembuatan Peraturan UU,
Perencanaan Kegiatan, Aneka intervensi terhadap ekonomi/social masyarakat. Karena
kebijakan itu merupakan tindakan dan keputusan pemerintah maka kebijakan tersebut
dicirikan dengan kekuasaan yang didominasi oleh pemerintah serta sesuai hukum dan
wewenang pemerintah.
Demikian tulisan tentang studi kebijakan part 1 ini saya sampaikan, dan akan
saya lanjutkan dalam tulisan selanjutnya tentang hakikat kebijakan, gaya kebijakan,
proses kebijakan, actor yang berperan dalam penetapan kebijakan, serta proses dan
implementasi kebijakan.
Kebijakan Etik
Kebijakan etik adalah suatu ketentuan atau peraturan yang dibuat suatu
kelompok untuk mengatur perilaku anggotanya untuk menjadi lebih baik. Ada
beberapa tujuan dari mempelajari kebijakan etik antara lain :
1. Untuk mengkontrol moral dalam kelompok.
2. Supaya kita tahu bagaimana menyikapi kebijakan yang di terapkan oleh
pemerintah.
3. Untuk mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya.
Kebijakan dan Desentralisasi Kesehatan
pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
rehabilitasi sejak dalam kandungan sampai usia lanjut. Selain itu pembangunan bidang
kesehatan juga diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara mutu lembaga
pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara
berkelanjutan, dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat
yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebutkan permasalahanpermasalahan yang
mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah antara lain sebagai
berikut:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah oleh Pemerintah Pusat selama ini cenderung
tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi
terhambat.
2. Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan
Daerah-daerah kepada Pusat yang nyaris mematikan kreativitas masyarakat
beserta seluruh perangkat pemerintahan di Daerah.
3. Adanya kesenjangan yang lebar antara Daerah dan Pusat dan antar Daerah sendiri
dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur
ekonomi dan tingkat kualitas sumber daya manusia.
4. Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang menghambat
penyelenggaraan otonomi daerah. Mengingat permasalahan-permasalahan
tersebut di atas, kemudian dikeluarkan rekomendasi, antara lain:
• Daerah yang sanggup melaksanakan otonomi secara penuh dapat segera
memulai pelaksanaannya 1 Januari 2001.
• Daerah yang belum mempunyai kesanggupan melaksanakan otonomi secara
penuh dapat memulai pelaksanaannya secara bertahap sesuai kemampuan
yang dimilikinya Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom disebutkan bahwa kewenangan pemerintah dalam bidang lain (selain
dalam politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan
fiskal, dan agama) meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber
daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang
strategis, konservasi dan standarisasi nasional. Sedangkan kewenangan Provinsi
mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
Kabupaten/Kota serta kewenangan dalam bidang tertentu lainnya.
Disadari bahwa penerapan desentralisasi bukanlah proses yang sederhana.
Tantangan yang komplek dan luas mulai dari aspek sumber daya manusia,
pembiayaan, kelembagaan sampai sarana dan prasarana harus dicermati dan ditata
kembali agar penerapan desentralisasi ini berhasil baik. Dalam percepatan
implementasi otonomi daerah, pemerintah sudah mengambil langkah-langkah secara
gradual dan sistematis, baik dalam kebijaksanaan maupun fasilitasi, sehingga
diharapkan mendapat tindak lanjut oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Peranan Provinsi dalam melaksanakan desentralisasi adalah untuk
mengefektifkan tugas Pemerintah agar mampu dilaksanakan oleh masingmasing
Provinsi dalam meningkatkan kinerjanya yang dapat memayungi dan memfasilitasi
Pemerintah Kabupaten dan Kota. Pemerintah Provinsi sebagai daerah administratif
diharapkan mempunyai peran melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan fungsi pemerintahan di Daerah Kabupaten dan Kota, sehingga dapat
mencerminkan gambaran yang sesungguhnya bahwa pelaksanaan otonomi daerah
sudah berjalan.
Agar penyelenggaraan pelaksanaan upaya kesehatan dengan azas
desentralisasi dapat dilakukan dengan baik dan terarah, berhasil guna dan berdaya
guna, mekanisme pembinaan dan pengawasan yang baik sangatdipandang penting
untuk diciptakan guna memantau dan mengevaluasi seluruh kegiatan di tiap wilayah.
Tujuan dan Kebijakan Desentralisasi Bidang Kesehatan
Tujuan desentralisasi bermacam-macam. Secara filosofis dan ideologis,
desentralisasi dianggap sebagai tujuan politik yang penting, karena memberikan
kesempatan munculnya partisipasi masyarakat dan kemandirian daerah, dan untuk
menjamin kecermatan pejabat-pejabat Pemerintah Daerah terhadap masyarakatnya.
Di tingkat pragmatis, desentralisasi dianggap sebagai cara untuk mengatasi berbagai
hambatan institusional, fisik dan administrasi pembangunan. Desentralisasi juga
dianggap sebagai suatu cara untuk mengalihkan beberapa tanggungjawab
pembangunan Pusat ke Daerah. Desentralisasi ini tidak dapat berjalan sendiri tanpa
didukung oleh Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 39 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi disebutkan bahwa
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil Pemerintah dan/atau Perangkat Pusat di Daerah.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa Tugas Pembantuan adalah
penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa untuk melaksanakan tugas
tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya
kepada yang menugaskan. Penggunaan azas dekonsentrasi dimaksudkan untuk
mendapatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan pemerintahan,
pembangunan, pelayanan umum serta untuk menjamin hubungan yang serasi antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Tujuan Desentralisasi di bidang kesehatan adalah mewujudkan pembangunan nasional
di bidang kesehatan yang berlandaskan prakarsa dan aspirasi masyarakat dengan cara
memberdayakan, menghimpun, dan mengoptimalkan potensi daerah untuk
kepentingan daerah dan prioritas Nasional dalam mencapai Indonesia Sehat 2010.
Untuk mencapai tujuan desentralisasi tersebut ditetapkan Kebijakan Desentralisasi
Bidang Kesehatan sebagai berikut:
A. Desentralisasi bidang kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
Dalam hal ini desentralisasi bidang kesehatan harus dapat:
1. Memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan
kesehatan, termasuk perannya dalam pengawasan sosial.
2. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata, tanpa
membedakan antara golongan masyarakat yang satu dengan lainnya, termasuk
menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan dan miskin.
3. Mendukung aspirasi dan pengembangan kemampuan Daerah melalui
peningkatan kapasitas, bantuan teknik, dan peningkatan citra.
B. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan didasarkan kepada otonomi luas,
nyata dan bertanggung jawab. Dalam hal ini maka:
1. Daerah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan upaya dan
pelayanan kesehatan dengan Standar Pelayanan Minimal yang pedomannya
dibuat oleh Pemerintah Pusat.
2. Daerah bertanggung jawab mengelola sumber daya kesehatan yang tersedia di
wilayahnya secara optimal guna mewujudkan kinerja Sistem Kesehatan Wilayah
sebagai bagian dari Sistem Kesehatan Nasional.
C. Desentralisasi bidang kesehatan yang luas dan utuh diletakkan di Kabupaten dan
Kota, sedangkan desentralisasi bidang kesehatan di Provinsi bersifat terbatas.
D. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan harus sesuai dengan konstitusi
negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah
serta antar Daerah.
Kepustakaan
http://naifu.wordpress.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik
http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/03/teori-kebijakan-sosial.html
http://www.resistbook.or.id/index.php?page=resensi&id=99&lang=id
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=66:ipem-4538-kebijakan-pemerintah&Itemid=74&catid=29:fisip