makalah jurnal 1 dan 9

21

Click here to load reader

Transcript of makalah jurnal 1 dan 9

Page 1: makalah jurnal 1 dan 9

TUGAS PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN

KEBUDAYAAN (ARTIKEL 1 DAN 9)

KELAS E

KELOMPOK 6 :

Bahtiar A.D 105040203111016Agriawan Roswanto 105040203111020Sri Ria Vidia Antika 105040213111026Firdausi Indah l 105040213111057Mauidzotussyarifah 105040213111059Agatha Eritza w 105040213111062

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

AGROEKOTEKNOLOGI

2011

Page 2: makalah jurnal 1 dan 9

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena

berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam

makalah ini kami membahas “Kebudayaan”, kebudayaan merupakan keseluruhan yang

kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota

masyarakat.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah kebudayaan yang

sangat penting dan sangat mendasar dalam masyarakat dan sekaligus melakukan apa yang

menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah praktikum “Sosiologi Pertanian”

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat,

Malang, 9 Maret 2011

Tim Penyusun

Page 3: makalah jurnal 1 dan 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.. Melville J. Herkovoits dan

Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat

ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

Suatu sikap merupakan kecondongan yang berasal dari dalam diri individu untuk

berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap suatu obyek berupa manusia, hewan atau

benda, akibat pendirian dan perasaannya terhadap obyek tersebut. Pada akhirnya, baik nilai-nilai

budaya maupun sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung maupun

melalui pola-pola cara berpikir. Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup

bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami pengertian keebudayaan

2. Mengetahui dan memahami unsur-unsur kebudayaan

3. Mengetahui dan memahami wujud dan komponen kebudayaan

4. Mengetahui dan memahami hubungan antar unsur kebudayaan

Page 4: makalah jurnal 1 dan 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi

system idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan

seehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia

sebagai makhluk yang berbudaya, berupa peerilaku dan benda-benda yang bersifat nyata.

Misalnya, pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organbisasi social, religi, seni, dan lain-

lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan.

2.2 Unsur-unsur Kebudayaan

1. Melville J. Herkovits menyebutkan kebudayaan memilik 4 unsur pokok, yaitu :

Alat- alat teknologi

Sistem Ekonomi

Keluarga

Kekuasaan Politik

2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi :

Sistem norma social

Organisasi Ekonomi

Alat-alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan

Organisasi Kekuatan (politik)

3.1 Wujud danKomponen Kebudayaan

Menurut J.J. Hoeningman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu :

Page 5: makalah jurnal 1 dan 9

1. Gagasan (Wujud Ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak. Wujud

kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di dalam pemikiran masyarakat. Jika

masyarakat menyatakan gagasan mereeka dalam bentuk tulisan, maka lokasi kebudayaan

ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil masyarakat.

2. Aktivitas (Tindakan)

Aktivitas adalahwujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam

masyarakat itu. Wujud ini disebut dengan system social.

3. Artefak (Karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan

karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat

diraba, dilihat dan didokumentasikan.

Berdasarkan wujuddnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen

utama, yaitu :

1. Kebudayaan Material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata.

Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari

suatu penggalian arkeologi: mangkuktanah liat, perhiasan, senjata, dan sebagainya.

Kebudayaan material juga mencakup barang-barang seperti televise, pesawat terbang,

pakaian, gedung pencakar langit, dan seebagainya.

2. Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari

generasi. Misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, lagu-lagu daeh dan tarian tarian

daerah.

3.2 Hubungan Unsur-unsur Kebudayaan

1. Peralatan dan perlengkapan hidup (Teknologi)

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta

memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara

Page 6: makalah jurnal 1 dan 9

manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa

keindahan atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

2. Sistem mata pencaharian

Perhatian para ilmuwan pada system mata pencaharian terfokus pada masalah –

masalah mata pencaharian tradisional saja, diantaranya berburu, beternak, bercocok

tanam di ladang dan menangkap ikan.

3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

Sistem kekerabatan dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur social

dari masyarakat yang bersangkutan Kekerabatan adalah unit-unit social yang terdiri

dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan social yang dibentuk oleh

masyarakat, baik yang bebadan hokum maupun yang tidak berbadan hukum yang

berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan

Negara.

4. Bahasa

Bahasa adalah alat perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling

berkomunikasi atau berhubungan baik melalui lisa, tuliasan ataupun gerakan dengan

tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya.

5. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi

hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati mata ataupun telinga. Sebagai

makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi,manusia menghasilkan berbagai corak

kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

6. Sistem kepercayaan

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam

menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan,

muncul keyakinan akan adanya penguasa jagad raya ini, yang juga mengendalikan

manusia sebagai salah satu bagian dari jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik

secara individual maupun hidup bermasyarakat tidak dapat dilepaskan dari religi atau

system kepercayaan kepada penguasa alam semesta. Agama dan system kepercayaan

Page 7: makalah jurnal 1 dan 9

lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama adalah sebuah unsure

kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia.

7. Pernikahan

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan

gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yangbuah menikah, gereja

Katolik Roma mempercayai sebuah perceraian adalah salah dan orang yang bercerai

tidak dapat dinikahkan kembali di gereja sementara Agama Islam menganjurkan

untuk tidak melakukan perceeraian, namun memperbolehkannya.

8. Sistem Ilmu pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat,

keadaan dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di

dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan

berpikir menurut logika atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris.

Page 8: makalah jurnal 1 dan 9

BAB III

PEMBAHASAN

Jurnal nomor 1:

Masyarakat Pedesaan Indonesia

Menurut statistic sensus pertanian 1963, di Indonesia terdapat lebih dari 41.000

komunitas desa, diantaranya lebih dari 21.000 terdapat di jawa. Ke-41.000 komunitas desa itu di

diami oleh lebih dari 80.000000 penduduk, yaitu lebih kurang 80% dari seluruh penduduk waktu

itu, yang berarti bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih berkerja dalam sector

pertanian (termasuk perternakan dan perikanan). Ke-41.000 komunitas desa tersebut dapat kita

bagi ke dalam beberapa golongan berdasarkan teknologi usaha taninya, menjadi dua golongan

(1) desa-desa yang berdasarkan cocok tanam di ladang dan (2) desa-desa yang berdasarkan

cocok tanam di sawah.

BERCOCOK TANAM DI LADANG

Teknologi bercocok tanam di ladang memerlukan tanah yang luas, disuatu daerah yang

masih merupakan hutan rimbah yang sedapat mungkin masih perawan. Para petani mulai

membuka suatu ladang dengan membersihkan belukar bawah di suatu bagian tertentu dari hutan,

kemudian menebang pohon-pohon besar. Batang-batang, cabang-cabang, dahan-dahan serta

daun-daun dibakar, dan dengan demikian terbukalah suatu ladang yang kemudian ditanami

dengan bermacam tanaman tanpa pengolahan tanah yang berarti, yaitu tanpa dicangkul, diberi air

atu pupuk secara khusus. Abu yang berasal dari pembakaran pohon cukup untuk memberikan

kesuburan pada tanaman. Airpun hanya yang berasal dari hujan saja, tanpa suatu sistem irigasi

yang mengaturnya. Metode penanaman biji tanaman juga sangatlah sederhana, yaitu hanya

dengan menggunakan tongkat tugal, yaitu dengan cara menusukkan ke dalam tanah dan

kemudian biji-biji tanaman dimasukkan yang biasanya dikerjakan oleh para wanita.

Teknik bercocok tanam seperti itu menyebabkan adanya sebutan slashn and burn

agriculture, atau bercocok tanam menebang dan membakar. yang menggambarkan keadaan

bahwa setiap kali setelah suatu ladang terpakai sebanyak dua atau tiga kali panen, tanah yang tak

digarap dulu serta tak disuburkan dengan pupuk dan air secara teratur itu, lama-lama akan

Page 9: makalah jurnal 1 dan 9

kehabisan zat hara dan tidak akan menghasilkan lagi, akibatnya ialah bahwa para petaninya harus

meninggalkannya dan membuka ladang baru dengan teknik yang sama, yaitu dengan menebang

dan membakar bagian yang baru dari hutan. Dalam sepuluh tahun sudah berpindah tempat

sebanyak lima sampai enam kali.

BERCOCOK TANAM MENETAP DI JAWA, MADURA DAN BALI.

Seorang petani di jawa, Madura atau d bali, dalam kenyataan menggarap 3 macam tanah

pertanian, yaitu (1) kebun kecil di sekitar rumahnya;(2) tanah pertanian kering yang digarap

dengan menetap. Tetapi tanpa irigasi, dan (3) tanah pertanian basah yang diirigasi. Di tanah

kebun kecil sekitar rumah disebut pekarangan yang ditanami buah-buahan, sayur-mayur, bumbu-

bumbu, umbi-umbian dan sebagainya yang sebagian besar dikonsumsi sendiri, dantidak sedikit

masyarakat yang menjualnya di pasar desa.

Ditanah pertanian kering, yang dijawa biasanya disebut tegalan, petani-petani menanam

serangkaian tanaman yang kebanyakan dijual dipasar atau kepada tengkulak. Tanaman itu adalah

anatara lain jagung, kacang kedelai, berbagai jenis kacang, tembakau, singkong, umbi-umbian,

tetapi juga padi yang dapat tumbuh tanpa irigasi. Bercocok tanam ditanah basah atau sawah itu,

seperti tersebut diatas memang merupakan usaha tani yang paling pokok dan paling penting bagi

para petani di Jawa dan Bali sejak beberapa abad lamanya. Dengan teknik penggarapan tanah

yang intensif dan dengan cara-cara pemupukan dan irigasi yang tradisional, para petani tersebut

menanam tanaman tunggal, yaitu padi.

Salah satu cara untuk mengerahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan bercocok tanam

secaea tradisional adalah system bantu membantu yang di Indonesia dikenal dengan istilah

gotong royong.dalam pertanian di jawa, system gotong royng biasanya hanya dilakukan untuk

pekeerjaan yang meliputi perbaikan pematang dan saluran air, mencangkul dan membajak,

menanam dan memberrsihkan sawah dari tanaman liar.

FRAGMENTASI SAWAH DI JAWA DAN BALI

Fragmentasi yang sifatnya ekstrim terjadi karena petani membagi-bagi tanahnya untuk digarap

oleh sejumlah petani lain dengan berbagai macam cara. Diantaranya ada cara yang paling

tradisional, yaitu ketiga adat bagi hasil : maro, mertelu, merpat. Fragmentasi ssekarang juga

Page 10: makalah jurnal 1 dan 9

terjadi karena di samping membagi hasil bagian-bagian dari tanahnya keepada sejumlah petani

lain, seorang petani pemilik seringkali menyewakan beberapa bagian dari tanahnya, sehingga

dengan demikian ia tidak hanya menerima pendapatan berupa hasil bumi tetapi juga berupa uang

tunai.

Proses fragmentasi di Jawa dan Madura memang berjalan terus, dan dengan demikian

makan tanah pertanian milik para petani itu menjadi semakin kecil. Perlu diperhatikan bahwa

proses fragmentasi tanah pertanian garapan di Jawa , Madura dan Bali yang menjadi smakin

ekstrim ini disebabkan karena penambahan penduduk yang sangat cepat, dibarengi dengan

proses lain yang sebenarnya bertentangan yaitu proses konsentrasi pemilikan ke dalam tangan

dari sejumlah petani kaya yang terbatas jumlahnya.

MATA PENCAHARIANPETANI DI LUAR SEKTOR PERTANIAN

Penduduk desa pada umumnya juga terlibat dalam bermacam-macam pekerjaan di luar

sektor pertanian dan mengerjakan kedua sektor tersebut pada waktu yang bersamaan, sebagai

pekerjaan primeer dan sekunder. Seorang petani yang memiliki sebidang tanah yyang cukup luas

yang juga memiliki sebuah warung yang dijaga oleh ibunya pada awal bercocok tanam.

Sedangkan petani yang tidak mempunyai tanah mungkin memiliki sebuah warung yang

diusahakan oleh istrinya, sedangkan ia sendiri pada awal musim bercocok tanam sibuk bekerja

sebagai buruh tani pada petani-petani lain.

KOMUNITAS DESA DAN DUNIA DI LUAR DESA

Sepanjang masa, sebagian besar komunitas desa di Indonesia telah di domonasi oleh

suatu kekuasaan terpusat tertentu. Makin berkembangnya kesempatan dan prasarana untuk suatu

gaya hidup dengan mobilitas geografikal yang tinggi hamper tidak ada komunitas yang bersahaja

yang ter isolasi di Negara kita. Kesadaran akan adanya suatu dunia luas di luar komunitas desa

sendiri perlu di analisa, lepas dari jangkauan hubungan dari petani pedesaan dengan orang –

orang atau kelompok – kelompok tertentu di dunia luar.

Suatu konsep yang cocok untuk menganalisa antara kesadaran dan pengertian dari para

petani pedesaan mengenai dunia luar komunitas itu, serta ruang lingkup hubungan sosialnya di

sana adalah konsep yang di kembangkan oleh ahli antropologi – social J.A Barnes meengenai

Page 11: makalah jurnal 1 dan 9

“lapangan – lapangan social”. Dengan mempergunakan konsep ini sebagai jaringan – jaringan

hubungan petani – petani pedesaan, seeorang peneliti dengan demikian dapat membuat suatu

deskripsi kongkrit secara kualitatif dan kuantitatif tentang berbagai macam pola dari lapangan

lapangan social para petani yang berdasarkan sifat, ruang lungkup, intensitas, serta frekuensi dari

hubungan – hubungannya.

Perbandingan jurnal nomer 1 dengan literature

Pada jurnal nomer 1 dijelaskan bahwa masyarakat desa menggunakan system pertanian

ladang. Teknologi bercocok tanam di ladang memerlukan tanah yang luas, disuatu daerah yang

masih merupakan hutan rimbah yang sedapat mungkin masih perawan. Para petani mulai

membuka suatu ladang dengan membersihkan belukar bawah di suatu bagian tertentu dari hutan,

kemudian menebang pohon-pohon besar. Batang-batang, cabang-cabang, dahan-dahan serta

daun-daun dibakar, dan dengan demikian terbukalah suatu ladang yang kemudian ditanami

dengan bermacam tanaman tanpa pengolahan tanah yang berarti, yaitu tanpa dicangkul, diberi air

atu pupuk secara khusus. Abu yang berasal dari pembakaran pohon cukup untuk memberikan

kesuburan pada tanaman. Airpun hanya yang berasal dari hujan saja, tanpa suatu sistem irigasi

yang mengaturnya. Metode penanaman biji tanaman juga sangatlah sederhana, yaitu hanya

dengan menggunakan tongkat tugal, yaitu dengan cara menusukkan ke dalam tanah dan

kemudian biji-biji tanaman dimasukkan yang biasanya dikerjakan oleh para wanita.

Berdasarkan literatur, masyarakat menggunakan sistem ladang berpindah karena pada

zaman-zaman ddulu masyarakat belum mengenal bagaimana cara membudidayakan tanaman

dengan baik dan mendapatkan hasil produksi panen yang optimal. Selain itu masyarakat

terdahulu kurang memahami dampak-dampak yang terjadi jika memakai system tebang bakar

tersebut. Masyarakat pada umumnya bercocoktanam hanya untuk memenuhi kebutuhan ssehari-

hari. Tapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan masyarakat mulai memikirkan keuntungan

yang akan didapatkan sehingga pola tanam semakin baik dan juga memperhatikan dampak

lingkungan yang akan terjadi.

Page 12: makalah jurnal 1 dan 9

Jurnal nomor 9:

KONFLIK TANAH DI JENGGAWAH

Secara teoritis, paige melihat berbagai kelompok yang memiliki peran cukup besar dalam

pertumbuhan konflik di pedesaan. Mereka memiliki banyak prinsip yang kemungkinan berbeda

dari kelompok sosialnya, tetapi mereka juga mempunyai peran utama yang unik terhadap tanah

pertanian. Peneliti memberi batasan bahwa kelompok – kelompok sosial di Jenggawah yaitu

Petani Cukupan (cultivator), Petani Kekurangan (non – cultivator) dan perkebunan. Menurut

versi Paige, konflik akan muncul dari kelompok cultivator dan non – cultivator. Timbulnya

konflik petani di pedesaan menurut kalangan strukturalis Scottian digambarkan kondisi sosial

penduduk pedesaan, yang berarti juga merupakan realitas sosial sebagai besar petani di Asia

Tenggara.

Jika dilihat dari asal usulnya, tanah sumber konflik antara petani dan PTP XXVII yang

kemudian melibatkan Negara Orde Baru (NOB) adalah bekas hak erpacht Hindia Belanda.

Diawali dengan PP No. 173/1961 dibentuklah Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Jatim

IX, yang kemudian bentuknya diubah menjadi Perusahaan Perkebunan (Negara) Tembakau V

dan VI melalui PP No. 30/1966. Dalam proses peralihan bentuk tersebut, diterbitkan SK

Mendagri No. 32/HGU/DA/1969 tertanggal 5 Desember 1969.

Perjalanan konflik tanah di Jenggawah dimulai sebelum 1969. Tetapi konflik yang

bersumber dari gagalnya landreform (pengkaplingan tanah) mereda dan kemudian konflik

muncul kembali pada tahun 1969. Kerusuhan itu memuncak pada Juli 1979, sehingga terjadi

perusakan terhadap tanaman, rumah dan pembakaran gudang. Setelah peristiwa 1979, petani

tampaknya mengambil strategi coolling down menuju pada status wilayah yang diperlihatkan

aman. Konsolidasi ini berlangsung sejak 1980 – 1994. Ledakan konflik dengan berbagai

konsekuensinya ini bermula dari munculnya keputusan Menteri Negara Agraria/Badan

Pertanahan Nasional No. 74/HGU/BPN/1994 tentang pemberian perpanjangan hak guna usaha

PT Ajong Gayasan di Kabupaten Jember. Akibatnya, kasus 1979 terulang kembali. Perusakan

serupa terjadi di rumah mandor Tonali, Dusun Curahrejo, Desa Sukomakmur, Kecamatan

Jenggawah. Memperhatikan model kerawanan Scottian maka pemberian perpanjangan HGUoleh

Menteri Negara Agraria/Badan Pertahanan Nasional dapat dianggap sebagai ancaman nyata,

Page 13: makalah jurnal 1 dan 9

baik secara legal maupun struktural. Hal ini dianggap ancaman karena tanah yang mereka garap

bukan hak milik sendiri secara hukum, hingga sewaktu – waktu dapat mengancamnya, kemudian

aset tanah yang dicakup oleh perpanjangan HGU yang luasnya mencakup 2 ribu hektar , yang

berarti hidup para petani di bawah wilayah kekuasaan PTP dan yang terakhir adalah potensi

tanah yang menjadi sumber konflik merupakan penghasil terbesar tembakau jenis Na Oogst di

Karesidenan Besuki. Dari penjelasan di atas, sebenarnya spirit protes petani Jenggawah muncul

akibat kerawanan struktural yang dianggap merugikan mereka.

Perjalanan konflik tanah di jenggawah dimulai sebeelum 1969. Peristiwa yang

mendahului adalah gagalnya pelakssanaan land reform atau orang desa menyebutnya

pengkaplingan tana, karena tanah yang luas dikapling-kapling menjadi 0,300 ha untuk masing-

masing bagia. Tetapi konflik yang bersumber dari gagalnya landform mereda. Kemudian konflik

muncul kembali pada 1969 ketika akan dibeerlakukan SK Mendagri No. 32/HGU DA/1969

kepada PPD XXVII yang dianggap gagal. Penyelesaian pada konflik ini masih rumit karena

belum terakomodasinya sumber-sumber konflik secara seimbang dan tidak diselesaikan dengan

tuntas.

Perbandingan jurnal nomer 9 dengan literatur

Dari artikel nomer 9 dapat disimpulkan bahwa tanah sumber konflik antara petani dan

PTP XXVII yang kemudian melibatkan Negara Orde Baru (NOB) adalah bekas hak erpacht

Hindia Belanda. Diawali dengan PP No. 173/1961 dibentuklah Perusahaan Perkebunan Negara

Kesatuan Jatim IX, yang kemudian bentuknya diubah menjadi Perusahaan Perkebunan (Negara)

Tembakau V dan VI melalui PP No. 30/1966. Dalam proses peralihan bentuk tersebut,

diterbitkan SK Mendagri No. 32/HGU/DA/1969 tertanggal 5 Desember 1969.

Berdasarkan literature konflik tanah di Jenggawah memiliki peran cukup besar dalam

pertumbuhan konflik di pedesaan. Mereka memiliki banyak prinsip yang kemungkinan berbeda

dari kelompok sosialnya, tetapi mereka juga mempunyai peran utama yang unik terhadap tanah

pertanian. Konflik akan muncul dari kelompok Petani kaya dan Petani kekurangan. Timbulnya

konflik petani di pedesaan merupakan kondisi sosial penduduk pedesaan, dan merupakan

realitas masalah social masyarakat pertanian di Indonesia termasuk Asia.

Page 14: makalah jurnal 1 dan 9

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi

system idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-

hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Menurut J.J. Hoeningman, wujud kebudayaan dibedakan

menjadi tiga, yaitu Gagasan, aktivitas, artefak. Berdasarkan wujudnya tersebut kebudayaan

dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan kebudayaan non

material

Dari jurnal 1 dapat disimpulkan bahwa masyarakat pedesaan Indonesia lapangan-

lapangan sosialnya dibedakan berdasarkan ruang lingkup, intensitas, serta frekuensi dari

hubungan-hubungannya. Sedangkan dari jurnal 9 dapat disimpulkan bahwa konflik tanah di

jenggawah jika dilihat dari asal usulnya, tanah sumber konflik antara petani dan PTP XXVII

yang kemudian melibatkan Negara Orde Baru (NOB) adalah bekas hak erpacht Hindia Belanda.

Diawali dengan PP No. 173/1961 dibentuklah Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Jatim

IX, yang kemudian bentuknya diubah menjadi Perusahaan Perkebunan (Negara) Tembakau V

dan VI melalui PP No. 30/1966. Dalam proses peralihan bentuk tersebut, diterbitkan SK

Mendagri No. 32/HGU/DA/1969 tertanggal 5 Desember 1969.

4.2 Saran

1. Dalam menjelaskan materi lebih dikeraskan lagi suaranya

2. Tempat praktikum kurang nyaman.

3. Praktikum terlalu malam

Page 15: makalah jurnal 1 dan 9

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2011. Kebudayaan. http://wikipedia.org/kebudayaan. Diakses tanggal 7 Maret 2011

Anonymous, 2011. Kebudayaan. http://anneheira.com/kebudayaan. diakses tanggal 8 Maret 2011

Wahyu. 1986. Wawasan ilmu social dasar. Usaha nasional Surabaya.

Setiadi, elly, dkk. 2007. Ilmu social dan budaya dasar edisi kedua. Kencana prenada media grup. Bandung.