MAKALAH INTERNASIONAL LANJUTAN

download MAKALAH INTERNASIONAL LANJUTAN

of 17

Transcript of MAKALAH INTERNASIONAL LANJUTAN

MAKALAHEKONOMI INTERNASIONAL LANJUTAN

DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL TERHADAP SEKTOR EKONOMI DAN PERBANKAN

Di Susun Oleh

ANGGA PUTRA SYAHREZA 07/85011 EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2009

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat makalah yang sederhana ini. Yang mana pembuat makalah ini adalah sebagai tugas pada mata kuliah Ekonomi Internasional dengan pokok bahasan atau judul makalah ini adalah Dampak Krisis FinansialGlobal Terhadap Sektor Ekonomi dan Perbankkan. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari penulisannya maupun kalimat yang kami gunakan. Untuk itu kami sangat mengharapkan sekali kritikan-kritikan dan saran-saran yang bersifat membangun dari pmbaca terutama kepada dosen pembimbing untuk kesemppurnaan pembuatan makalah ini. Atas kritikan dan saran yang di berikan kami mengucapkan terima kasih, semoga berguna bagi kita semu.

Padang , 01 januari 2009

Angga Putra Syahreza

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii BAB I : PENDAHULUAN A. LatarBelakang......................................................................................1 B. Perumusanmasalah...............................................................................2 C. TujuanPenulisan...................................................................................3 BAB II : PEMBAHASAN A. PenyebabKrisis.....................................................................................4 B. KebijakanYangDiambil........................................................................4 2.1. Pengamanan Pasar Finansial 2.2. Pengamanan Likuiditas 2.3. Implementasi Jaring Pengamanan Sektor Keuangan C. DampakKeperbankkanIndonesia................................................................7 D. Langkah-langkah Indonesia Dalam Menghadapi Krisis Global................8

BAB III : PENUTUP A . Kesimpulan ............................................................................................10 A. Saran-saran........................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA

DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL TERHADAP SEKTOR EKONOMI DAN PERBANKAN

BAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangSudah menjadi rahasia umum bahwa negara- negara yang ada di bumi ini tengah menghadapi suatu krisis keuangan secara global. Diakui ataupun tidak, krisis yang sedang dihadapi hampir semua negara yang ada ini merupakan imbas dari krisis finansial yang terjadi di negara adidaya, Amerika serikat. Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat menghenyakan banyak orang. Banyak yang terkejut mengapa negara sebesar Amerika Serikat bisa mengalami krisis ekonomi atau moneter yang merontokan pasar saham dan keuangan di Amerika Serikat dan Bahkan di dunia. Ada beberapa kasus yang dianggap sebagai penyebab terjadinya krisis AS saat ini, antara lain: 1. Penumpukan hutang nasional hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan PDB hanya 13 trilyun dollar AS 2. Terdapat progam pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar (akibatnya pendapatan AS berkurang) 3. Pembengkakan biaya Perang Irak dan Afganistan (hasilnya Irak tidak aman dan Osama Bin Laden tidak tertangkap juga) setelah membiayai perang Korea dan Vietnam. 4. CFTC (Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas keuangan tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang

melakukan aktifitas perdagangan berjangka.Dimana ECE juga turut berperan mengdongkrak harga minyak hingga lebih dari USD 100/barel. 5. Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UFJ. 6. Keputusan suku bunga murah dapat mendorong spekulasi.

Perumusan masalahDalam hal ini yang menjadi perumusan masalah nya adalah dalam hal menanggulangi langkah-langkah menghadapi krisis global yang terjadi.dapat kita lihat dimana krisis finansial yang melanda amerika berdampak buruk bagi negara-negara di dunia.di sektor perbankkan depresi nilai rupiah juga terjadi.serta kenaikan suku bunga juga mengalami peningkatan.karna begitu banyak nya dampak negattif yang di timbulkan oleh krisis global tersebut kita akan mencoba merumuskan dengan mengetahui apa penyebab terjadinya krisis tersebut,Apa saja kebijakan yang di ambil untuk menyelesaikan masalah krisis finanasial global tersebut,dampak bagi perekonomian indonesia,dan langkah-lagkah indonesia dalam mengahadapi krisis tersebut?

D Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : Agar kita sebagai warga negara indonesia bisa mengethui dn memahami permasalahan krisis global yang sedang terjadi di dunia.dan Dampak apa sajakah yang di rasakan oleh negara indonesia.terutama terhadap Dampak Krisis Finansial Global Terhadap Sektor Ekonomi dan Perbankkan.

BAB II

PEMBAHASAN1

A. Penyebab Krisis

Sebagai akibat lanjut dari krisis sub-prime mortgage Departemen Keuangan Amerika mengambil alih perusahaan perumahan terbesar Fannie Mae dan Freddie Mac pada awal September ini. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bangkrutnya Lehman Brothers dan Merrill Lynch (yang kemudian diakuisisi Bank of America). Walaupun bank sentral AS telah menyuntik pasar sebesar US$ 70 miliar, Indeks Dow Jones tetap jatuh 4,4%, atau terbesar sejak September 2001. Selanjutnya bursa-bursa Eropapun berjatuhan pada tanggal 15 September 2008. Akhirnya Pemerintah Bush angkat tangan dan meminta Kongres menyetujui paket penyelamatan ekonomi berupa dana talangan pemerintah/ bailout sebesar US$ 700 miliar pada tanggal 18 September 2008. Saat itu Kongres menolak yang direspon dengan terus bergejolaknya pasar saham dan diakhiri dengan turunnya indeks Dow Jones sebesar 778 poin, yang merupakan penurunan terbesar dalam sejarah pada tanggal 29 September 2008. Walaupun Presiden Bush telah menandatangani Undang-undang Stabilisasi Ekonomi Darurat 2008 pada tanggal 3 Oktober 2008, bursa-bursa dunia terus meluncur ke bawah dan paling parah Indonesia. Bahkan, pada tanggal 8 Oktober pukul 11.06 WIB bursa saham Indonesia tutup sementara saat indeks 1.451,67, atau turun 10,3% dibandingkan hari sebelumnya. Pada tanggal 27 Oktober, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun menjadi 1.166,4 dan rupiah anjlok ke level Rp 10.663/USD setelah sebelumnya pada 23 Oktober tembus nilai psikologis Rp 10.035/USD. Kondisi ini dianggap akan mengancam sektor

finansial Indonesia, sehingga beberapa kebijakan diambil oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Tabel 1. Besarnya Dana Talangan Negara-negara Terkena Krisis Negara Jumlah (miliar US$) 1 Inggris 2 AS 3 Jerman 4 Irlandia 5 Perancis 6 Rusia 7 Norwegia 8 UEA 9 Portugal

865 700 680 544 492 200 57 33 27

Sumber: Majalah Tempo 9 Oktober 2008

B. Kebijakan Yang Diambil

a. Pengamanan Pasar FinansialHal ini dilakukan dengan cara menghindari mark to market atas portofolio dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) serta memberi kebebasan emiten melakukan

buyback pada satu hari bursa tanpa pembatasan pembelian dari volume perdaganganharian. Emiten juga diberi kesempatan untuk membeli kembali saham, terutama yang mengalami koreksi tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saat IHSG anjlok dan perdagangan dihentikan otoritas bursa. Disamping itu, pemerintah akan mempercepat pencairan belanja kementrian untuk melonggarkan likuiditas. Pemerintah juga dapat mengambil langkah hukum bagi pihak-pihak yang memunculkan rumor atau melanggar aturan dan menimbulkan kepanikan pasar saham. Revisi auto rejection (naik/turunnya harga saham maksimal

hanya 10% dari sebelumnya 30%) juga diterapkan.

b. Pengamanan Likuiditas

Kebijakan ini direalisasikan dengan antara lain pemerintah akan menyediakan pasokan valas bagi korporasi, menurunkan rasio Giro Wajib Minumum (GWM) valas dari 3% menjadi 1%, pencabutan pasal 4 PBI No.7/1/2005 tentang batasan Posisi Saldo Harian Pinjaman Luar Negeri Jangka Pendek, penyederhanaan perhitungan GWM rupiah 7,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari 5% GWM utama ( statutory

reserve) dan 2,5% GWM sekunder ( secondary reserve).Kebijakan yang cukup melegakan nasabah bank adalah dinaikkannya jaminan dana nasabah dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar oleh Lembaga Penjamin Simpanan,Economic Review No. 213 September 2008

yang menurut Menteri Keuangan sudah mencakup 90% dana pihak ketiga dan 97% rekening nasabah. Kebijakan lain adalah turunnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (Perpu) Bank Indonesia (amandemen Pasal 11 UU No 3/2004) terkait dengan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek, yang mana BI dapat menerima portofolio kredit yang berkolektibilitas lancar untuk dijadikan agunan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek

c. Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan

Pemerintah juga mengeluarkan Perpu menyangkut implementasi jaring

pengaman sektor keuangan bila terjadi keadaan yang membahayakan stabilitas keuangan, dimana pemerintah dapat menyertakan modal sementara ke bank dan lembaga keuangan bukan bank. Bank yang kesulitan likuiditas dapat memperoleh fasilitas pembiayaan darurat (FPD) dari BI yang dijamin pemerintah dan BI berhak mengganti pengurus bank yang mendapat FPD. Pemerintah juga memberi insentif bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB) mengakuisisi bank atau LKBB lain. Untuk memaksimalkan kekuatan kebijakan ini maka Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan pihak lain yang melaksanakan kebijakan sesuai Perppu tidak dapat dihukum. Ini untuk menghindari jika suatu saat akibat dari kebijakan yang diambil mungkin berdampak negatif. Pemerintah nampaknya masih kurang yakin dengan kebijakan yang diambil (akibat terus menurunnya nilai tukar Rupiah ke level 10.800/USD), maka pada tanggal 28 Oktober 2008 pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi sebagai berikut. Pertama, menjaga kesinambungan neraca pembayaran/devisa dengan mewajibkan BUMN menempatkan valuta asing di bank dalam negeri dalam satu clearing house. Perusahaan juga wajib melaporkan pendapatan dan kebutuhan valas ke Kementrian BUMN.

Kedua, mempercepat pelaksanaan proyek dengan biaya bilateral danmultilateral. Ketiga, menjaga stabilitas likuiditas dan mencegah perang harga dengan menginstruksikan BUMN tidak memindahkan dana antarbank. Keempat, menjaga kepercayaan pasar terhadap SUN dengan membeli SUN di pasar sekunder secara bertahap. Kelima, menjaga kesinambungan neraca pembayaran dengan memanfaatkan bilateral swap arrangement dari bank Jepang, Korea dan Cina.

Economic Review No. 213 September 2008

Keenam, menjaga kelangsungan ekspor dengan memberikan garansi terhadaprisiko pembayaran dari pembeli. Ketujuh, menurunkan pungutan ekspor Crude Plam Oil (CPO) menjadi 0%. Kedelapan, menjaga kesinambungan fiskal 2009 dengan menyusun APBN 2009 yang memungkinkan pemerintah melakukan perubahan bujet segera. Kesembilan, mencegah impor ilegal. Garmen, elektronik, makanan, mainan anak dan sepatu hanya bisa diimpor oleh importir terdaftar. Terakhir, meningkatkan pengawasan barang beredar di pasar. Disini nampak terlihat bahwa pemerintah telah belajar dari krisis 1998 agar tidak terulang lagi dengan cara melakukan pemagaran yang sangat rapat sehingga serangan terhadap sektor finansial dan ekonomi dapat diminimalisir. Pemerintah dan Bank Indonesia tidak mau bersantai-santai sambil menunggu gejolak internasional mereda, namun terus memantau dan mengantisipasi dengan mengeluarkan kebijakan lanjutan untuk menyempurnakan kebijakan sebelumnya. Dampak Ke Sektor Ekonomi Jika dilihat pada survei persepsi pasar triwulan ketiga 2008 yang dilakukan oleh Bank Indonesia, nampak bahwa dunia usaha nampaknya masih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi masih bisa mencapai level sedikit di atas 6,4% dengan tingkat inflasi 11,1%-12,0% dan nilai rupiah pada kisaran Rp 9.250-9.500/USD. Namun dengan melihat kondisi pasar finansial yang terus memburuk di permulaan triwulan keempat ini apakah ekonomi Indonesia masih akan dapat bertahan? Dampak ke sektor ekonomi akan terjadi jika terjadi pelarian modal, yang mengakibatkan kurs rupiah melemah tajam dan suku bunga meningkat yang bertahan selama lebih daripada 3 bulan. Akibat anjloknya nilai rupiah, inflasi akibat impor

( imported inflation) akan melonjak sehingga biaya produksi meningkat tajam. Kondisi ini akan mengakibatkan daya saing produk Indonesia menurun di pasar internasional karena harganya menjadi lebih mahal untuk mengejar naiknya harga bahan baku. Selain itu di dalam negeri juga akan tersaingi oleh produk sejenis dari negara-negara lain yang lebih murah harganya (Cina, Vietnam, dll). Pada akhirnya, industri dalam negeri akan kesulitan berproduksi dan kondisi bertambah berat jika bank-bank juga untuk sementara menghentikan pemberian kredit melihat situasi yang kurang kondusif. Kemungkinan terburuk adalah ketidakmampuan industri untuk mengembalikan cicilan hutang kepada bank, yang pada akhirnya akan meningkatkan kredit bermasalah bank.Economic Review No. 213 September 2008

Menurut Chatib Basri (dalam Majalah Tempo, 26 Oktober 2008, hal 116-117) dampak krisis finansial yang bermula di AS mungkin agak lebih lambat dan kecil pengaruhnya pada ekonomi Indonesia, karena adanya integrasi jaringan produksi ( production network) dimana negara-negara di Asia Tenggara banyak mengekspor bahan mentah dan barang antara ke pusat-pusat jaringan produksi seperti Cina, Korea dan Jepang. Walaupun demikian, karena konsumen akhir dari barang jadi itu juga negaranegara maju, cepat atau lambat Indonesia akan terkena dampak juga. Perlambatan ekonomi AS juga akan menurunkan ekspor Indonesia ke AS yang sekitar 12 persen dari total ekspor Indonesia. Basri juga yakin bahwa ekonomi Indonesia akan terpengaruh dari sisi jalur finansial yang mungkin lebih besar daripada jalur perdagangan tadi. Karena kerugian akibat subprime mortgage yang berlanjut menjadi krisis finansial, lembaga-lembaga keuangan yang bermasalah tersebut akan memerlukan rekapitalisasi, yang implikasinya adalah menarik uangnya keluar dari berbagai negara. Para investor juga memindahkan asetnya ke instrumen yang lebih aman seperti US

Treasury Bills dan obligasi pemerintah AS sehingga dolar menyusut jumlahnya di pasaran, sehingga beberapa mata uang terdepresiasi terhadap dolar. Produk ekspor yang diperkirakan akan mengalami dampak akibat tingginya persaingan di pasar internasional terkait dengan pelemahan pasar di AS, Uni Eropa dan Jepang antara lain tekstil & produk tekstil (TPT), produk karet, produk kayu, pulp & kertas, minyak sawit dan produk-produk logam. Di sisi lain, sebagai pasar yang sangat potensial Indonesia dipastikan akan kebanjiran produk impor terutama dari China, India, Singapura dan negara Asia lainnya yang mengalihkan pasar utama mereka dari AS ke Asia. Produk tersebut antara lain TPT, baja, produk elektronik, keramik, makanan & minuman serta produk kayu. Sementara itu rencana ekspansi industri baik berupa perluasan dan investasi terutama pada industri padat modal (baja, petrokimia, semen, alas kaki dan produk otomotif) diperkirakan akan ditunda menunggu kondisi kembali pulih. Jika dilihat dari sisi fundamental ekonomi, sebenarnya dapat dikatakan bahwa kondisinya masih relatif kuat yang dicirikan oleh kredit bermasalah perbankan (Non Performing Loan/ NPL gross) yang lebih kecil daripada 5% yang menunjukkan masih sehatnya sistem intermediasi, Loan to Deposit Ratio (LDR) lebih kecil daripada 80% yang menunjukkan masih cukupnya likuiditas, Capital Adequacy Ratio (CAR) sekitar 16% (Agustus 2008) yang menunjukkan kuatnya permodalan bank, tingkat depresiasi rupiah lebih kecil daripada 5% yang menunjukkan stabilnya nilai rupiah, inflasi terkendali walaupun akhir-akhir ini melebihi angka psikologis 10%, cadangan devisa yang cukup untuk empat bulan impor (per 7 Oktober 2008 USD 52,4 miliar).Economic Review No. 213 September 2008

Walaupun demikian, sejumlah analis mempertanyakan beberapa masalah, misalnya ekonom Suharsono Sagir2 yang melihat bahwa kondisi fundamental ekonomi

Indonesia sebenarnya masih kurang kuat karena pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun terakhir ini tidak mampu melebihi tiga kali pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk saat ini menurut Biro Pusat Staistik (BPS) adalah 2,6%, sehingga agar fundamental ekonomi kuat dibutuhkan 7,8% pertumbuhan ekonomi. Hal yang belum pernah tercapai selama beberapa tahun terakhir ini. Disamping itu, kontribusi sektor manufaktur juga mulai menurun, sehingga akan memperlemah fundamental ekonomi. Misalnya di tahun 2006 kontribusi manufaktur terhadap pendapatan nasional mencapai 27,5 % namun turun menjadi 27% tahun 2007 dan saat ini menjadi 26%.3

C. Dampak ke Perbankan Indonesia

Menurut Raden Pardede4 (Ketua Pelaksana Forum Stabilitas Sistem Keuangan, Departemen Keuangan RI) dampak krisis ini diperkirakan tidak terlalu besar karena portfolionya sebagian besar di sektor riil (kredit), tidak pada instrumen derivatif. Dampak ke perbankan lebih pada kesulitan mendapat credit line di perbankan internasional karena hilangnya kepercayaan pasar terhadap bank-bank, bukan kepada perbankan nasional sendiri. Adapun perbedaan penanganan krisis perbankan 1998 dengan saat ini adalah adanya kelemahan fundamental ekonomi saat itu seperti nilai rupiah yang over-valued, cadangan devisa yang kurang kuat, serta sistem perbankan yang terlalu ekspansif memberi kredit, dengan melanggar legal lending limit sementara modalnya lemah. Disamping itu, saat krisis sudah semakin parah, tidak ada garis pemandu untuk menanggulangi krisis, bahkan pemerintah saat itu masih sangat percaya diri bahwa fundamental ekonomi masih kuat padahal krisis sudah di depan mata dan tidak berbuat

apa-apa hingga akhirnya rupiah tembus lebih dari Rp 15.000/USD. Akibatnya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dimanipulasi dan berubah fungsi menjadi keuntungan bagi para pemilik bank nakal. Pemilik bank dan deposan tidak terlalu dirugikan karena adanya program penjaminan. Oleh karena itu wajar jika saat ini pemerintah belajar dari masa lalu dengan tidak mau menjamin deposan hingga lebih daripada Rp 2 miliar (kurang lebih 90% dari total DPK). Saat ini pemerintah bersama Bank Indonesia relatif sangat responsif dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan seperti tersebut di depan. Dampak utama dari krisis bagi bank adalah terjadinya perebutan dana terutama deposito setelah tahun ini bankbank menggenjot tabungannya. Ini rasional bagi deposan mengingat pada kondisi krisis kecenderungan meraup bunga yang lebih tinggi yang paling mungkin tentunya dari deposito karena penanaman dana di pasar modal masih belum kondusif. Tentunya tenor yang paling disukai adalah yang singkat 1-3 bulan. Bank akan haus likuiditas akibat ekspansi yang besar di tahun 2008 ini. Per Agustus 2008 komposisi DPK adalah giro 26% (Rp 405 triliun), tabungan 29% (Rp 452 triliun) dan deposito 45% (Rp 676 triliun). Dana-dana yang berasal dari lembaga keuangan non-bank seperti asuransi dan dana pensiun diperkirakan akan masuk ke perbankan karena masih trauma dengan penanaman dana di pasar modal. Hal yang harus diperhatikan bank terutama adalah nasabah dengan dana lebih dari Rp 2 miliar yang tidak dijamin LPS, yang tentunya rawan terhadap isu dan bisa menjadi pemicu terjadinya rush di bank. Dampak lain dari krisis terhadap perbankan adalah: (i) kredit macet terutama di kartu kredit karena hal ini paling mudah dilakukan debitur; (ii) Kredit Perumahan (KPR) akan terhambat, kecuali kredit properti rumah/apartemen mewah dan kredit KPR untuk rumah pertama (Rp 150 juta sampai Rp 1 miliar); (iii) perusahaan multifinance akan kesulitan memperoleh kredit bank sehingga kredit otomotif dan barang elektronik akan

terhambat juga. Sementara itu, kredit mikro Rp5 juta ke bawah akan semakin diminati namun juga menghadapi risiko yang semakin tinggi karena kredit ini bisa berubah penggunaan dari bisnis menjadi konsumsi, yang berakibat ketidakmampuan konsumen mengembalikan kreditnya. Selain itu perbankan juga perlu mewaspadai kinerja debitur terutama di beberapa komoditas yang kinerjanya telah melemah antara lain TPT, produk kimia, produk elektronik, karet, coklat, kopi dan CPO

D. LANGKAH- LANGKAH INDONESIA DALAM MENGHADAPI KRISIS GLOBAL Karena capital inflow melalui pasar modal berkurang, diharapkan bisa terkompensasi dari aliran dana lainnya. Di antaranya, menggenjot ekspor yang mendongkrak neraca perdagangan dan penanaman modal asing langsung (FDI). Keinginan tersebut akan dipenuhi dengan sejumlah langkah. Langkah konvensional dilakukan dengan memberikan insentif kepada dunia usaha. Di sini, PP No 1/2007 tentang insentif pajak bagi usaha dan daerah tertentu akan diimplementasikan. Paket kebijakan ekonomi lawas melalui Inpres 5/2008 juga terus dijalankan. Kebijakan nonkonvensional juga dilakukan melalui pemangkasan defisit APBN. Sebab, pembiayaan melalui penerbitan surat utang makin sulit dilakukan. Selain situasi masih tak menentu, likuditas di pasar global akan mengering. Apalagi, setelah pemerintah AS menganggarkan dana program penyelamatan darurat senilai USD 700 miliar (sekitar Rp 6.440 triliun). Selain dari pajak yang dibayar rakyat AS, dana tersebut bakal dicarikan dari penerbitan obligasi di pasar. Langkah lainnya adalah melaksanakan program jaring pengaman sosial yang tidak konsumtif sehingga mampu menciptakan lapangan kerja.

BAB III

PenutupA. Kesimpulan

Krisis finansial yang bermula di AS saat ini dampaknya telah meluas ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia. Dampak lanjutan dari krisis finansial ini diperkirakan akan mempengaruhi sektor riil. Ekonomi Indonesia diperkirakan akan terpengaruh oleh situasi ini, namun dampaknya diperkirakan tidak separah krisis 1998. Hal ini disebabkan oleh fundamental ekonomi yang lebih baik saat ini, disamping kesiapan pemerintah dan Bank Indonesia sendiri dalam menanggapi krisis tersebut yang ditunjukkan oleh komprehensifnya kebijakan yang diambil. Sektor perbankan diperkirakan akan lebih tahan menghadapi krisis saat ini karena dari sisi internal, yaitu permodalan dan prudensialitas operasional, jauh lebih baik dibandingkan krisis 1998. Namun demikian, kritik masih tetap ada akibat masih kurang kuatnya pertumbuhan ekonomi untuk mendukung pertumbuhan tenaga kerja akibat tingginya pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini serta peran sektor manufaktur yang semakin menurun dalam komposisi pendapatan nasional.

B. Saran-saranDalam mengahadapi krisis yang berkepanjangan, di harapakan agar pemerintah indonesia dapat mengambil keputusan yang tepat agar dapat menyelamat kan nasib negara ini.karna bagi negara yang sedang berkembang sangat lah mudah mengalami krisis ekonomi di bandingkan dengan negara-negara maju.

DAFTAR PUSTAKA

Agenor, P. R., D. H. C. Chen and M. Grimm. 2003. Linking Representative Household Models with Household Surveys for Poverty Analysis. A Comparison of Alternative Methodologies. The World Bank and Department of Economics, Yale University, New Haven. Cockburn, J. 2001. Trade Liberalisation and Poverty in Nepal: A Computable General Equilibrium Micro Simulation Analysis. Centre for the Study of African Economies/CSAE, Nuffield College (Oxford University) and CREFA, Universit Laval, Quebec. Decaluw, B., A. Patry and L. Savard. 1998. Income Distribution, Poverty Measures and Trade Shock: A Computable General Equilibrium Model of a Archetype Developing Country. CRFA. Dpartement dconomique Universit Laval, Quebec. Decaluw, B., A. Patry, L. Savard and E. Thorbecke. 1999. Poverty Analysis Within a General Equilibrium Framework. Working Paper 99-06. CRFA, Dpartement dconomique Universit Laval, Quebec.