Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

16
Kajian Mekanisme Reaksi Kompleks Multi Inti Fe II -Mn II -Cr III Dengan Ligan Ion Oksalat Dan 2,(2’-pyridyl)quinoline Dalam Pelarut Metanol dan Air Iis Siti Jahro, Djulia Onggo, Ismunandar dan Susanto Imam Rahayu Departemen Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung Jln. Ganesha No. 10 Bandung, 40132 e-mail : [email protected] Abstrak Pada penelitian ini dikaji mekanisme reaksi pembentukan senyawa kompleks multi inti Fe II -Mn II -Cr III dengan ligan C 2 O 4 2- (ion oksalat) dan C 14 H 10 N 2 (2,(2’- pyridyl)quinoline = pq) dalam sistim larutan metanol dan air. Mekanisme reaksi ditentukan berdasarkan hasil uji spektroskopi pada daerah sinar tampak dengan kisaran panjang gelombang () 400 – 700 nm. Reaksi senyawa Fe(BF 4 ) 2 .6H 2 O dengan ligan pq dalam pelarut metanol menghasilkan kation kompleks dengan rumus kimia [Fe(pq) 3 ] 2+ . Kation kompleks ini berwarna merah menunjukkan serapan maksimum pada 515 nm, pada saat perbandingan mol ion Fe 2+ dengan ligan pq = 1 : 7. Senyawa K 3 [Cr(C 2 O 4 ) 3 ].3H 2 O dalam pelarut air berwarna ungu- kehijaun menunjukkan serapan maksimum pada = 420 dan 580 nm. Penambahan ion Mn 2+ (aq) ke dalam larutan [Cr(C 2 O 4 ) 3 ] 3- (aq) tidak merubah serapan maksimum. Reaksi larutan [Fe(pq) 3 ] 2+ (metOH) dengan [Mn II Cr III (C 2 O 4 ) 3 ] - (aq) dengan konsentrasi ekuimolar menghasilkan larutan berwarna ungu-jingga yang menunjukkan tiga serapan maksimum pada 405, 530 dan 565 nm. Katakunci : Mekanisme reaksi, multi inti, Fe II -Mn II -Cr III , C 2 O 4 2- , C 14 H 10 N 2 Abstract This research study about the mechanisms of formation reaction of Fe II -Mn II -Cr III polynuclear complex with C 2 O 4 2- (oxalate ion) and C 14 H 10 N 2 (2,(2’-pyridyl)quinoline = pq) ligands in methanol and aquous system. The mechanisms of reaction was established based on the spectroscopy method in visible region ( = 400 – 700 nm). Reaction of Fe(BF 4 ) 2 .6H 2 O compound with pq ligand in methanol

Transcript of Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Page 1: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Kajian Mekanisme Reaksi Kompleks Multi Inti FeII-MnII-CrIII Dengan Ligan Ion Oksalat Dan 2,(2’-pyridyl)quinoline

Dalam Pelarut Metanol dan Air

Iis Siti Jahro, Djulia Onggo, Ismunandar dan Susanto Imam RahayuDepartemen Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung

Jln. Ganesha No. 10 Bandung, 40132e-mail : [email protected]

Abstrak Pada penelitian ini dikaji mekanisme reaksi pembentukan senyawa kompleks multi inti FeII-MnII-CrIII dengan ligan C2O4

2- (ion oksalat) dan C14H10N2 (2,(2’-pyridyl)quinoline = pq) dalam sistim larutan metanol dan air. Mekanisme reaksi ditentukan berdasarkan hasil uji spektroskopi pada daerah sinar tampak dengan kisaran panjang gelombang () 400 – 700 nm. Reaksi senyawa Fe(BF4)2.6H2O dengan ligan pq dalam pelarut metanol menghasilkan kation kompleks dengan rumus kimia [Fe(pq)3]2+. Kation kompleks ini berwarna merah menunjukkan serapan maksimum pada 515 nm, pada saat perbandingan mol ion Fe2+ dengan ligan pq = 1 : 7. Senyawa K3[Cr(C2O4)3].3H2O dalam pelarut air berwarna ungu-kehijaun menunjukkan serapan maksimum pada = 420 dan 580 nm. Penambahan ion Mn2+

(aq) ke dalam larutan [Cr(C2O4)3]3-

(aq) tidak merubah serapan maksimum. Reaksi larutan [Fe(pq)3]2+(metOH)

dengan [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq) dengan konsentrasi ekuimolar menghasilkan larutan berwarna

ungu-jingga yang menunjukkan tiga serapan maksimum pada 405, 530 dan 565 nm.

Katakunci : Mekanisme reaksi, multi inti, FeII-MnII-CrIII, C2O42-, C14H10N2

Abstract This research study about the mechanisms of formation reaction of FeII-MnII-CrIII polynuclear complex with C2O4

2- (oxalate ion) and C14H10N2 (2,(2’-pyridyl)quinoline = pq) ligands in methanol and aquous system. The mechanisms of reaction was established based on the spectroscopy method in visible region ( = 400 – 700 nm). Reaction of Fe(BF4)2.6H2O compound with pq ligand in methanol system results [Fe(pq)3]2+ cation complex. This red cation complex shows maximum absorption at 515 nm when the mole ratio Fe2+ ion and pq ligand is 1 to 7. The purple-greenish solution of K3[Cr(C2O4)3].3H2O compound in aquous system shows two maximum absorptions at 420 and 580 nm. The addition of Mn2+

(aq) to the [Cr(C2O4)3]3- solution does not change the maximum absorption. The reaction of equimolar [Fe(pq)3]2+

(metOH) with [MnIICrIII(C2O4)3]-

(aq) results purple-reddish solution with three maximum absorptions at 405, 530 and 565 nm.

Keywords : Mechanisms of reaction, polynuclear, FeII-MnII-CrIII, C2O42-, C14H10N2

Pendahuluan

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat

dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion

logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan

kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi.

Senyawa-senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi dan struktur bermacam-macam.

Page 2: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Mulai dari bilangan koordinasi dua sampai delapan dengan struktur linear, tetrahedral,

segiempat planar, trigonal bipiramidal dan oktahedral. Namun kenyataan menunjukkan

bilangan koordinasi yang banyak dijumpai adalah enam dengan struktur pada umumnya

oktahedral.

Ion kompleks dalam larutan terbentuk secara bertahap. Pembentukan kompleks

oktahedral satu ion logam dalam pelarut air dengan suatu ligan berlangsung melalui

mekanisme reaksi substitusi. Reaksi substitusi ion logam dengan masing-masing ligan

monodentat, bidentat atau tridentat berturut-turut terdiri dari enam, tiga dan dua tahap.

Sebagai contoh, ion logam dalam pelarut air membentuk kompleks [M(H2O)6]n+. Pada saat

ke dalam larutan ditambahkan ligan monodentat tidak bermuatan maka terjadi reaksi:

[M(H2O)6]n+ + L [M(H2O)5L]n+ + H2O

Reaksi tersebut terus berlangsung hingga keenam H2O tersubstitusi dan dihasilkan

kompleks [ML6]n+. Apabila ligan yang ditambahkan merupakan ligan bidentat maka reaksi

terdiri dari tiga tahap. Pada setiap tahap dua molekul H2O disubstitusi oleh satu ligan

bidentat hingga pada akhir reaksi diperoleh kompleks [ML3]n+.

Kompleks dengan satu ion logam pusat dikenal sebagai kompleks inti tunggal

(mononuklir). Salah satu kompleks mononuklir yang banyak diteliti adalah kompleks

Fe(II) dengan ligan C14H10N2 (2,(2’-pyridyl)quinoline = pq) misalnya [Fe(pq)2(ClO4)2],

[Fe(pq)2(ClO4)2].H2O, [Fe(pq)2(H2O)Br]Br.H2O, [Fe(pq)2(NCS)2], [Fe(pq)3](ClO4)2 1,

[Fe(pq)3](ClO4)2.H2O 2, [Fe(pq)Cl2] 3. Ligan pq merupakan ligan bidentat turunan bpy

(2,2’-bipyridine = C10H8N2) yang dihasilkan dari substitusi benzo dalam posisi cis. Ligan

pq sangat menarik karena pada beberapa kasus menghasilkan kekuatan medan sedang

yang dapat memberikan efek spin crossover.

Penelitian kompleks terus berkembang dari kompleks inti tunggal mengarah pada

kompleks yang memiliki dua ion logam pusat yang dikenal sebagai kompleks berinti

ganda (binuklir). Pembentukan kompleks berinti ganda memerlukan ligan jembatan yang

dapat menghubungkan ion logam pusat yang satu dengan yang lainnya. Ion oksalat

(C2O42-) merupakan salah satu ligan jembatan yang banyak digunakan akhir-akhir ini

karena keunikannya yang dapat menghasilkan struktur kompleks multidimensi (1, 2 atau 3

dimensi). Selain itu ion oksalat dapat berperan sebagai mediator pertukaran sifat magnet

diantara ion-ion logam pusat. Beberapa senyawa kompleks oksalat yang telah berhasil

disintesis diantaranya; {[A][MIMIII(C2O4)3]} dengan MI = Li, Na, MIII = Cr, Fe, {[A]

[M2II(C2O4)3]}4 dengan MII = Mn, Fe dan {[A][MIIMIII(C2O4)3]}5 dengan MII = Mn, MIII =

Page 3: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

CrIII. Pembentukan kompleks inti ganda [MnIICrIII(C2O4)3]- dari kompleks [CrIII(C2O4)3]3-

dengan MnII dalam larutan air berlangsung melalui mekanisme reaksi adisi:

[CrIII(C2O4)3]3-(aq) + MnII

(aq) [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq)

Pada tahun 2000, Sieber, dkk berhasil mensintesis kompleks multi inti

{[Co(bpy)3][LiICrIII(C2O4)3]}6 dari kompleks inti tunggal [Co(bpy)3]2+ dengan kompleks inti

ganda [LiICrIII(C2O4)3]2- dalam pelarut air. Senyawa kompleks multi inti menarik untuk

dikaji karena terjadinya kerjasama diantara ion-ion logam pusat dapat menghasilkan

karakter kompleks yang lebih baik dibanding kompleks inti tunggal maupun inti ganda.

Seperti peningkatan sifat magnet dan karakter spin crossover. Hasil penelitian

menunjukkan kompleks inti tunggal [Co(bpy)3]2+ secara terpisah merupakan kompleks

pada keadaan spin tinggi yang bersifat paramagnetik, sedangkan dalam kompleks multi inti

{[Co(bpy)3][LiICrIII(C2O4)3]} menunjukkan karakter spin crossover dengan T1/2 = 161 K.

Senyawa kompleks dengan karakter spin crossover memiliki manfaat yang sangat luas,

misalnya sebagai sensor temperatur dan tekanan, sebagai elemen aktif dalam peralatan

display dan memori pengolahan data optik7.

Sejalan dengan perkembangan fokus penelitian senyawa kompleks yang

sedang berlangsung saat ini, maka pada makalah ini dikaji mekanisme reaksi pembentukan

kompleks multi inti FeII–MnII–CrIII dengan ligan ion oksalat (C2O42-) dan C14H10N2 (2,

(2’-pyridyl)quinoline (pq).

Metode

Uji Spektroskopi Pada Daerah Cahaya Tampak Dalam Kisaran 400 – 700 nm

Uji spektroskopi untuk penentuan mekanisme reaksi pembentukan kompleks multi

inti FeII-MnII-CrIII dengan ligan ion oksalat dan pq meliputi tahapan kerja sebagai berikut :

1. Preparasi Larutan Reaktan

Larutan Fe(II) dengan konsentrasi 4 X 10-2 M dibuat dengan melarutkan 0,34 gram

senyawa Fe(BF4)2.6H2O dalam metanol di dalam labu takar 25 mL. Larutan ligan dengan

konsentrasi yang sama dibuat dengan cara yang sama dari 0,21 gram C14H10N2 (pq).

Larutan Mn(II) dengan konsentrasi yang sama dibuat dari 0,25 gram Mn(NO3)2.4H2O

yang dilarutkan dalam akudes di dalam labu takar 25 mL. Demikian juga larutan

Cr(III)tris-oksalato ([Cr(C2O4)3]3-) dengan konsentrasi yang sama dibuat dari pelarutan

0,49 gram K3[Cr(C2O4)3].3H2O dalam akuades sampai dengan 25 mL.

Page 4: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

2. Penentuan Serapan Maksimum Larutan Reaktan

Sebanyak 1 mL larutan Cr(III)tris-oksalato 4.10-2 M diencerkan dengan akudes

dalam labu takar 10 mL. Larutan Cr(III)tris-oksalato hasil pengenceran diukur serapannya

pada kisaran panjang gelombang () 400 – 700 nm dengan rentang 5 nm.

Di dalam labu takar 10 mL direaksikan masing-masing 1 mL, 4.10-2 M larutan

Fe(II) dengan pq. Hasilnya diencerkan dengan metanol sampai tanda batas 10 mL.

Dengan cara yang sama direaksikan larutan Cr(III)tris-oksalato dengan Mn(II) dan

hasilnya diencerkan dengan aquades. Masing-masing larutan hasil reaksi diukur

serapannya pada kisaran panjang gelombang dan rentang yang sama.

3. Penentuan Rasio Mol Optimum Larutan Reaktan

Di dalam enam labu takar 10 mL masing-masing direaksikan larutan Fe(II) dengan

larutan pq dengan rincian sebagai berikut :

Labu no.

Larutan Fe(II) 4.10-2 M

(mL)

Larutan pq 4.10-2 M

(mL)1 0,5 1,02 0,5 2,03 0,5 3,04 0,5 4,05 0,5 5,06 0,5 6,0

Masing-masing larutan hasil reaksi diencerkan dengan metanol sampai dengan 10 mL dan

diukur absorbansinya pada 515 nm.

Sementara itu di dalam 5 labu takar 10 mL lainnya, masing-masing direaksikan

larutan Cr(III)tris-oksalato dengan Mn(II) dengan rincian sebagai berikut :

Labu no.

Larutan Cr(III)tris-oksalato 4.10-2 M

(mL)

Larutan Mn(II) 4.10-2 M

(mL)

1 1,0 1,02 1,0 1,53 1,0 2,04 1,5 1,05 2,0 1,0

Masing-masing larutan hasil reaksi diencerkan dengan akuades sampai dengan 10 mL

dan diukur serapannya pada 420 dan 580 nm.

4. Penentuan maksimum Larutan Hasil Reaksi Kompleks FeII Dengan MnII-CrIII

Di dalam labu takar 25 mL direaksikan 0,08 mmol (2 mL, 4.10-2 M) larutan Fe(II)

dengan 0,56 mmol (14 mL, 4.10-2 M) larutan pq. Hasilnya diencerkan dengan metanol

sampai dengan 25 mL dan selanjutnya disebut sebagai larutan kompleks FeII. Di dalam

Page 5: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

labu takar 25 mL yang lainnya direaksikan 0,08 mmol (2 mL, 4.10 -2 M) larutan Cr(III)tris-

oksalato dengan sejumlah yang sama larutan Mn(II). Hasilnya diencerkan dengan akudes

sampai dengan 25 mL dan selanjutnya disebut sebagai larutan kompleks MnII-CrIII.

Sebanyak 1 mL larutan kompleks FeII direaksikan dengan 1 mL larutan kompleks

MnII-CrIII di dalam labu takar 10 mL. Hasilnya diencerkan dengan pelarut akudes-metanol

50% hingga tandabatas. Selanjutnya larutan hasil reaksi diukur serapannya pada kisaran

400 – 700 nm dengan rentang 5 nm.

5. Penentuan Rasio Mol Optimum Reaksi Larutan Kompleks FeII Dengan MnII-CrIII

Di dalam empat labu takar 10 mL berturut-turut direaksikan larutan kompleks Fe II

dengan MnII-CrIII dengan rincian sebagai berikut :

Labu no.

Larutan Kompleks FeII

(mL)

Larutan Kompleks MnII-CrIII

(mL)1 1,0 1,02 1,0 1,53 1,0 2,04 1,5 1,05 2,0 1,0

Masing-masing larutan hasil reaksi diencerkan dengan akuades-metanol 50% sampai

dengan 10 mL dan diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum 405,

530 dan 565 nm.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Serapan Maksimum dan Rasio Mol Optimum Larutan Kompleks FeII

Reaksi larutan Fe2+ dengan ligan pq dalam pelarut metanol menghasilkan kompleks

[Fe(pq)3]2+ yang berwarna merah. Spektrum sinar tampak larutan kompleks ini memiliki

satu pita serapan maksimum pada = 515 nm yang merupakan daerah sinar hijau

kebiruan. Serapan pada inilah yang memunculkan warna merah pada kompleks

[Fe(pq)3]2+. Dalam hal ini warna merah pada kompleks ini dikenal sebagai warna sinar

komplementer yakni warna sinar yang diteruskan yang terlihat oleh mata. Panjang

gelombang serapan maksimum kompleks ini ternyata lebih panjang dibanding kompleks

[Fe(bpy)3]2+ yang serapan maksimumnya pada = 500 nm. Hal ini menunjukkan adanya

gugus fenil pada salah satu cincin pyridin ligan pq menggeser puncak serapan ke arah

yang lebih besar. Spektrum serapan masing-masing kompleks [Fe(pq)3]2+ dan

[Fe(bpy)3]2+ disajikan pada Gambar 1 berikut ini.

Page 6: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Gambar 1 Spektrum serapan larutan kompleks [Fe(pq)3]2+ dan [Fe(bpy)3]2+

dalam pelarut metanol

Adanya gugus fenil ini, juga menyebabkan efek sterik yang merintangi

terbentuknya ikatan koordinasi ligan pq terhadap ion logam pusat Fe2+. Ini terbukti pada

pembentukan kompleks [Fe(pq)3]2+ diperlukan perbandingan konsentrasi ligan pq terhadap

ion logam Fe2+ yakni 7 : 1 relatif besar dibanding untuk pembentukan kompleks

[Fe(bpy)3]2+ sekitar 3,5 : 1. Hasil penelitian Harris dkk1 menunjukkan pada saat digunakan

perbandingan mol pq terhadap Fe2+ sebesar 3 : 1 maka kompleks yang dihasilkan adalah

[Fe(pq)2]2+. Serapan larutan kompleks [Fe(pq)3]2+ pada = 515 nm dan [Fe(bpy)3]2+ pada

= 500 nm dengan beragam perbandingan mol ligan terhadap ion Fe2+ disajikan pada

Gambar 2 di bawah ini.

Page 7: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Gambar 2 Serapan masing-masing larutan kompleks [Fe(pq)3]2+ dan [Fe(bpy)3]2+ pada beragam rasio mol ligan terhadap Fe2+

Sesuai dengan serapan kompleks [Fe(pq)3]2+ pada beragam perbandingan mol pq

terhadap Fe2+, intensitas warna larutannya makin meningkat sejalan dengan meningkatnya

perbandingan mol pq terhadap Fe2+ dari 1 hingga 8. Pada perbandingan mol 8, 10 dan 12

warna merah larutan kompleks serupa yang menunjukkan pembentukan kompleks

[Fe(pq)3]2+ telah sempurna. Sementara itu pembentukan kompleks [Fe(bpy)3]2+ telah

sempurna pada saat perbandingan mol bpy terhadap Fe2+ sekitar 4 hingga 7. Warna

masing-masing larutan kompleks [Fe(pq)3]2+ dan [Fe(bpy)3]2+ pada beragam perbandingan

mol ligan terhadap Fe2+ disajikan pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Warna larutan kompleks [Fe(pq)3]2+ (a) dan [Fe(bpy)3]2+ (b) Pada beragam perbandingan mol ligan terhadap Fe2+ (dari kiri kenan rasio mol semakin meningkat)

Berdasarkan serapan maksimum dan warna kompleks yang terbentuk maka dapat

disimpulkan persamaan reaksi Fe2+ dan ligan pq dalam pelarut metanol adalah:

Fe2+(metOH) + 3 pq(metOH) [Fe(pq)3]2+

(metOH) (1)

Serapan Maksimum dan Rasio Mol Optimum Larutan Kompleks MnII-CrIII

(a) (b)

Page 8: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Larutan kompleks [Cr(C2O4)3]3- dalam pelarut air, spektrumnya memiliki dua

serapan maksium pada panjang gelombang () 420 dan 580 nm yang merupakan daerah

sinar ungu dan hijau. Penyerapan pada daerah sinar ungu memunculkan warna sinar

komplementer hijau. Sementara itu penyerapan pada daerah sinar hijau memunculkan

warna komplementer ungu. Oleh karena itu larutan kompleks ini berwarna ungu

kehijauan. Spektrum serapan dan warna larutan kompleks ini disajikan pada Gambar 4

berikut ini.

Gambar 4 Serapan dan warna larutan kompleks [Cr(C2O4)3]3-(aq)

Penambahan larutan Mn2+(aq) ke dalam larutan kompleks [Cr(C2O4)3]3-

(aq) tidak

menyebabkan pergeseran panjang gelombang serapan maksimum. Hal in karena ion Mn2+

dengan konfigurasi elektron d5, kemungkinan transisi elektron dalam orbital d nya sangat

lemah akibat terlarang spin.

Larutan dengan berbagai rasio mol Mn2+(aq) terhadap [Cr(C2O4)3]3-

(aq) menunjukkan

serapan maksimum tercapai pada saat rasio mol 1 : 1. Ini dapat dilihat pada Gambar 5

berikut ini.

Page 9: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Gambar 5 Serapan larutan dengan berbagai rasio mol Mn2+(aq) terhadap

[Cr(C2O4)3] 3-

(aq) pada 420 dan 580 nm

Berdasarkan rasio mol larutan yang menghasilkan serapan maksimum dapat

disimpulkan persamaan reaksi larutan [Cr(C2O4)3] 3-

(aq) dan Mn2+(aq) adalah sebagai berikut:

[Cr(C2O4)3]3-(aq) + Mn2+

(aq) [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq) (2)

Serapan Maksimum dan Rasio Mol Optimum Kompleks FeII-MnII-CrIII

Larutan kompleks multi inti FeII-MnII-CrIII hasil reaksi kompleks [Fe(pq)3]2+(metOH)

dengan [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq) spektrumnya memiliki tiga serapan maksimum berturut-turut

pada 405, 530 dan 565 nm, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6 Serapan dan larutan hasil reaksi kompleks

[Fe(pq)3]2+(metOH) dengan [MnIICrIII(C2O4)3]-

(aq)

Page 10: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

Munculnya tiga serapan maksimum pada yang berbeda dari serapan maskimum

masing-masing kompleks yang digunakan sebagai reaktan menunjukkan dalam larutan

terbentuk kompleks baru yang merupakan hasil interaksi larutan [Fe(pq)3]2+(metOH) dengan

[MnIICrIII(C2O4)3]-(aq). Larutan dengan berbagai rasio mol [Fe(pq)3]2+ terhadap

[MnIICrIII(C2O4)3]- menunjukkan serapan maksimum tercapai pada saat rasio mol 1 : 1.

Oleh karena itu berdasarkan rasio mol optimum dapat disimpulkan persamaan reaksi

larutan [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq) dengan [Fe(pq)3]2+

(metOH) adalah sebagai berikut:

[MnIICrIII(C2O4)3]-(aq) + [Fe(pq)3]2+

(metOH) {[MnIICrIII(C2O4)3][Fe(pq)3]}+(aq – metOH) (3)

Larutan kompleks multi inti {[MnIICrIII(C2O4)3][Fe(pq)3]}+(aq – metOH) berwarna ungu-jingga. Ini

merupakan kombinasi warna komplementer kuning dari serapan pada 405 nm, ungu tua dari

serapan pada 530 nm dan ungu muda dari serapan pada 565 nm. Perbandingan warna

larutan masing-masing kompleks [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq), [Fe(pq)3]2+

(metOH) dan {[MnIICrIII(C2O4)3]

[Fe(pq)3]}+(aq – metOH) dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7 Warna larutan: (a) [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq), (b) [Fe(pq)3]2+

(metOH)

dan (c) {[MnIICrIII(C2O4)3][Fe(pq)3]}-(aq-metOH)

Kesimpulan

Hasil uji spektroskopi sinar tampak pada kisaran 400 – 700 nm menunjukkan

pembentukan kompleks multi inti FeII-MnII-CrIII dari senyawa Fe(BF4)2.6H2O, C14H10,N2

(pq), K3[Cr(C2O4)3].3H2O dan Mn(NO3)2.4H2O dalam pelarut metanol dan air dapat

dilangsungkan melalui tiga tahapan mekanisme reaksi sebagai berikkut :

Fe2+(metOH) + pq(metOH) [Fe(pq)3]2+

(metOH) (1)

[Cr(C2O4)3]3-(aq) + Mn2+

(aq) [MnIICrIII(C2O4)3]-(aq) (2)

[MnIICrIII(C2O4)3]-(aq) + [Fe(pq)3]2+

(metOH) {[MnIICrIII(C2O4)3][Fe(pq)3]}-(aq-metOH) (3)

Daftar Pustaka

(a) (b) (c)

Page 11: Makalah Iis Siti Jahro (Poster)

1 Harris, C. M., et al., 1972, High- and Low-Spin Complexes with Similar Ligands : II. Iron (II) Complexes with Sterically Hindered Analogues of 2,2’-bipiridil, Aust. J. Chem., 25, 1631 – 1643.

2 Onggo, D., Hook, J. M., Rae, A. D., and Goodwin, 1990, The Influence of Steric Effects in Subtituted 2,2’-Bipyridine on The Spin State of Iron (II) in [FeN6]2+

System, Inorganica Chimica Acta, 173, 19 – 30.

3 Iis Siti Jahro, Djulia Onggo, Susanto, I.R., dan Ismunandar, 2004, Studi Pembentukan Kompleks Besi(II) Sebagai Material Magnet, Proceeding Seminar MIPA IV, ITB, ISBN No. 979 – 368 – 8 – 05 – 2, 244 – 247.

4 Decurtin, S., et al., 1996, Chiral, Three-Dimensional Supra Molecular Compounds : Homo and Bimetallic Oxalate and 1,2-Dithooxalate-Bridged Networks. A structural and Photophysical Study, Inorg. Chem., 35, 1451 – 1460.

5 Decurtin, S., et al., 1997, Molecular-Based Magnetism in Bimetallic Two-Dimensional Oxalate-Bridged Networks. An X-ray and Neutron Difraction Study, Inorg. Chem., 36, 2301 – 2308.

6 Sieber, R., et al., 2000, Thermal Spin Transition in [Co(bpy)3] [LiCr(OX)3] (OX = C2O4

2- ; bpy = 2,2’-bipyridine), Chem. Eur. J.,6, 2, 361 – 368.

7 Garcia, Y., Ksenofontov, V., and Gütlich, 2002 , Spin Transition Molecular Materials: New Sensors, Hyperfine Interaction, 139/140, 543 – 551.