MAKALAH GDS

download MAKALAH GDS

of 19

Transcript of MAKALAH GDS

LAPORAN DISKUSI KELOMPOKBLOK GROWTH AND DEVELOPMENT SYSTEM

BORDETELLA PERTUSSIS

Disusun oleh :

Nama : Suci Intan Fatrisia NIM : 090100065 Kelompok : A3 Tutor : dr. T. Husniah Bahrioen

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2010

DAFTAR ISIDaftar isi Pendahuluan Isi : 1. Nama blok 2. Tutor 3. Data pelaksanaan 4. Pemicu 5. More info 6. Tujuan pembelajaran 7. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat 8. Jawaban atas pertanyaan Ulasan Kesimpulan Daftar pustaka 1 1 1 1 2 2 2 3 19 19 20 i ii

PENDAHULUAN

Pertusis adalah suatu penyakit akut saluran pernapasan yang banyak menyerang anak balita dengan kematian yang tertinggi pada anak usia di bawah satu tahun yang disebabkan infeksi Bordetella pertusis. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya.Tindakan penanggulangan penyakit ini antara lain dilakukan dengan pemberian imunisasi. WHO menyarankan sebaiknya anak pada usia satu tahun telah mendapatkan imunisasi dasar DPT sebanyak 3 dosis dengan interval sekurang-kurangnya 4 minggu dan booster diberikan pada usia 15 - 18 bulan dan 4 - 6 tahun untuk mempertahankan nilai proteksinya. Di Nederland, pemberian imunisasi dasar pada umur 3 - 6 bulan dan booster pada umur satu tahun dengan cakupan imunisasi sebesar 90%, praktis penyakit ini tak tampak lagi. Walaupun demikian banyak terjadi hambatan, antara lain anak tidak dapat menerima vaksinasi sebanyak tiga kali dan juga jarak waktu vaksinasinya tidak dapat tepat. Hal ini terutama banyak. didapat di negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, penyakit ini menempati urutan ke tiga penyebab kematian pada anak balita. Secara konvensional pencegahan penyakit ini dilakukan dengan pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 3 bulan dengan selang waktu di antara dosis satu bulan sebanyak 3 dosis. Booster diberikan pada anak usia 3 dan 5 tahun. Sejak tahun 1975, Indonesia telah mengikuti PPI dengan pemberian imunisasi dasar DPT 3 dosis pada anak usia 3-14 bulan dengan interval 1-3 bulan. Pada pelaksanaannya masih banyak hambatan, mengingat secara geografis Indonesia beriklim tropis dan terdiri dari beribu-ribu pulau dan fasilitas kesehatan yang kurang memadai, sedang syarat mutlak keberhasilan program adalah tingginya persentase populasi target yang harus dicakup yaitu sebesar 80% atau lebih, sehingga sirkulasi kuman patogen dapat diputuskan

ISI LAPORAN1. Nama atau tema blok Growth and Development System

2. Fasilitator / Tutor dr. T. Husniah Bahrioen

3. Data pelaksaanaan A. Tanggal tutorial : 20 Oktober 2010 dan 23 Oktober 2010 B. Pemicu ke-1 C. Pukul : 10.30 13.00 WIB D. Ruangan : Ruang diskusi Anatomi 3

4. Pemicu Seorang anak laki-laki beusia 5 tahun, berat badan 15 kg, tinggi badan 107 cm, datang ke puskesmas dengan keluhan batuk tidak berdahak yang tidak sembuh-sembuh selama satu bulan. Batuk terus menerus dan beruntun diakhiri dengan muntah. Bibir membiru setelah habis batuk. Selama sakit pasien tidak mau makan dan tidurnya terganggu karena batuk. Pada awalnya pasien mengalami pilek, bersin dan meriang selama 2 minggu. Pilek kemudian berhenti dan muncul batuk. Sebelum ke puskesmas pasien hanya diberi ibunya obat batuk dari warung. Pada pemeriksaan fisik didapati pernapasan 16x/menit. Suhu tubuh 37,2 C. Pemeriksaan rongga mulut, tenggorokan tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan paru-paru juga tidak ditemukan kelainan. Riwayat imunisasi pasien tidak diketahui karena ibu pasien mengatakan lupa riwayat imunisasinya. Apa yang terjadi pada anak ini?

5. More Info Pemeriksaan darah lengkap: Hb 11 gr/dl, leukosit 20000 uL, trombosit 320000 uL, hematokrit 33 %, eritrosit 4050000 uL MCV : 85 fl MCH : 35 pg MCHC : 32 g/dl % eos 3%, baso 0,4%, neut 51,7%, lymp 41,1, mono 3,8% Bagaimana tatalaksana terhadap pasien ini? Bagaimana terjadinya gangguan pertumbuhan pada pasien ini?

6. Tujuan pembelajaran A. Memahami ciri-ciri, morfologi dan epidemiologi Bordetella pertussis B. Memahami mekanisme patogenesis Bordetella pertussis C. Memahami diagnosis dan manifestasi klinis dari Bordetella pertussis D. Memahami tentang diagnosis banding dari Bordetella pertussis E. Memahami komplikasi dari Bordetella pertussis F. Memahami pencegahan dan penatalaksanaan dari Bordetella pertussis G. Memahami imunisasi dasar pada anak

7. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat A. Bagaimanakah ciri-ciri, morfologi dan epidemiologi Bordetella pertussis? B. Bagaimanakah mekanisme patogenesis Bordetella pertussis? C. Bagaimanakah diagnosis dan manifestasi klinis dari Bordetella pertussis? D. Bagaimanakah diagnosis banding dari Bordetella pertussis? E. Bagaimanakah komplikasi dari Bordetella pertussis?

F. Bagaimanakah pencegahan dan penatalaksanaan dari Bordetella pertussis? G. Bagaimanakah imunisasi dasar pada anak?

8. Jawaban atas pertanyaan

A. CIRI-CIRI, MORFOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI BORDETELLA PERTUSSIS

Bordetella pertussis itu adalah bakteri penyebab penyakit menular akut yang menyerang pernafasan alias batuk rejan atau batuk seratus hari yang mengandung beberapa komponen yaitu Peitusis Toxin (PT), Filamentous Hemagglutinin (FHA), Aglutinogen, endotoksin, dan protein lainnya. 1. Ciri-ciri dan morfologi Ciri organisme ini : pendek, gram negative, Cocco basil kecil, non motile, non spora, manusia merupakan reservoir tunggal bagi B.pertussis dan B.parapertussis, menyebar melalui droplet dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat granula bipolar metakromatik. Bakteri ini aerob murni dan membentuk asam tapi tidak membentuk gas dari glukosa dan laktosa. Untuk biakan isolasi primer B pertussis dapat digunakan Bordet Gengou 9agar kentang-darah-gliserol) yang mengandung Penisilin 0,5 g/mL. Terdapat dua mekanisme bagi B pertussis untuk berganti menjadi bentuk yang non hemolitik, dan bentuk tidak virulen yang tidak menghasilkan toksin. Modulasi fenotipik yang reversible terjadi bila B pertussis tumbuh dalam kondisi lingkungan tertentu. (misalnya suhu 280 C melawan suhu 370 C, adanya MgSO4, dll.)

gambar Bordetella pertussis

Batuk rejan merupakan penyakit yang disebabkan oleh B pertussis. Penyakit ini biasanya berlangsung selama 6 miggu atau lebih, oleh karena itu biasa disebut batuk seratus hari. Batuk pertussis ditandai dengan batuk hebat yang khas dan biasanya diakhiri dengan suara pernafasan yang melengking. Penyakit ini menular melalui udara, yaitu melalui percikan ludah dari pasien yang terkena penyakit lalu dihirup orang yang sehat dan kekebalan tubuhnya rendah. Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga pembentukan lendir semakin banyak. Pada awalnya lendir encer, tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.

Epidemiologi : KELOMPOK RESIKO - Anak yang tidak divaksinasi (terutama bayi) - Remaja dengan kekebalan tubuh berkurang - Dewasa dengan imunitas berkurang FREKUENSI United states -Awal 1980 an- kasus meningkat dengan puncak terjadi setiap 2-5 tahun.Penyakit berkurang setelah vaksinasi Diperkenalkan dan tidak terukur selama 12 tahun. -1980-2005- kasus meningkat di semua kelompok usia terutama pada

remaja.Namun,kasus pada bayi kurang 1 tahun tetap tertinggi Insiden seluruh dunia 48,5 juta kasus Hampir 295.000 kematian setiap tahun Bangsa 1977-2000 (88% kulit putih,8% kulit hitam,2% asia/kepulauan pasifik dan 2% American indian. 1998 ( 79% kulit putih,10% hitam, 4% asia kepulauan pasifik dan 1% American indian. Umur 2001-2003 ( 23% < 1 tahun,12% 1-4 tahun,9% 5-9 tahun,33% 10-19 tahun dan 23% lebih dari 20 tahun)

B. PATOGENESIS DARI BORDETELLA PERTUSSIS

Sejumlah factor penyebab penyakit banyak dihasilkan oleh B pertussis. Dalam hal ini pili berperan dalam pelekatan bakteri pada sel bersilia di seluruh bagian atas manusia. Hemaglutin Filamentousa memudahkan pelekatan sel epitel bersilia. Toksin pertussis menimbulkan limfositosi memiliki kemampuan melekatkan bakteri pada epitel sel bersilia. Kedua zat ini banyak ditemukan di luar sel B pertussis. B pertussis hanya dapat hidup dalam waktu singkat di luar inang manusia dan tidak ada vector. Organisme melekat dan berkembang biak dengan cepat di permukaan epitel trakea dan bronkus dan menghambat kerja silia. Bakteri menghasilkan toksin dan zat pengiritasi permukaan sel, serta menyebabkan limfositosis dan batuk. Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik. Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF

(lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi.

Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP (toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas insulin. Sedang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos aureus. Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis. Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.

C.

DIAGNOSIS

DAN

MANIFESTASI

KLINIS

BORDETELLA

PERTUSSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut: - Pembiakan lendir hidung dan mulut - Pembiakan apus tenggorokan - Pemeriksaan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai dengan sejumlah besar limfosit) - Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis - ELISA

Gejala klinis Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan: 1. Tahap kataral ( mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi) Gejalanya menyerupai flu ringan :

a. bersin-bersin b. mata berair c. nafsu makan berkurang d. lesu e. batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang hari) 2. Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala awal) 5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi. Batuk bisa disertai pengeluaran sejumlah besar lendir yang biasanya ditelan oleh bayi/ anak-anak atau tampak sebagai gelembung udara di hidungnya. Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah. Serangan batuk bisa diakhiri oleh penurunan kesadaran yang bersifat sementara. 3. Tahap Konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal) Batuk semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lenih baik. Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran pernafasan.

D. DIAGNOSIS BANDING BORDETELLA PERTUSSIS

Bordetella Parapertusis Penyakitnya lebih ringan, kira- kira 5% dari penderita pertusis. Dapat diidentifikasi secara khusus dengan tes aglutinasi. Bordetella Bronchoseptica Gejala penyakitnya sama dengan parapertusis, namun lebih sering didapatkan pada binatang, dan mungkin ditemukan dalam saluran pernapasan pada orang yang kontak dengan binatang tersebut. Infeksi oleh Klamidia

Penyebabnya biasanya klamidia trakomatis. Pada bayi menyebabkan pneumonia, oleh karena terkena infeksi dari ibu. Infeksi saluran pernapasan terjadi 2 12 minggu setelah lahir dengan gejala gejala pernapasan cepat, batuk paroksimal, tanpa demam ,eosinofilia. Pada thorak foto terlihat konsolidasi paru dan hiperinflasi. Diagnosis dengan isolasi yaitu ditemukannya klamidia dari cairan saluran pernapasan. Penyakit ini disebut juga Eosinophilic Pertusoid Pneumonitis

E. KOMPLIKASI DARI BORDETELLA PERTUSSIS

Komplikasi a) Pada saluran pernapasan Bronkopneumonia merupakan komplikasi berat yang paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak di bawah 3 tahun terutama bayi yang

lebih kecil dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk,sesak napas, panas. Pada foto thoraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar. Otitis media Karena batuk batuk hebat, kuman masuk ke tuba eustachi kemudian masuk ke telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Bronchitis Batuk mula mula kering, setelah beberapa hari timbul lendir jernih kemudian menjadi purulen. Pada auskultasi terdengar suara pernapasan kasar atau ronki kasar atau ronki kering. Atelektasis Timbul karena lendir kental yang dapat menyumbat bronkioli. Emfisema pulmonum Terjadi oleah karena batuk batuk yang hebat sehingga alveoli pecah. Bromkiektasi

Terjadi karena pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lendir yang kental dan dapat disertai dengan infeksi sekunder. Kolaps alveoli paru akibat baatk paroksimal yang lama pada anak anak sehingga dapat menyebabkan hipoksia berat pada bayi dapat menyebabkan kematian yang tiba tiba1,2,3,4. b) Pada Sistem Saraf Pusat Terjadi kejang karena : Hipoksi dan anoksia akibat apnue yang lama, perdarahan subarachnoid yang massif, enselopati akibat atrofi kortikal yang difus, gangguan elektrolit karena muntah. c) Komplikasi komplikasi yang lain Hemoptisis akibat batuk yang hebat sehingga menyebabakan tekanan venous meningkat dan kapiler pecah, epitaksis, hernia, prolaps rekti, malnutirsi

karena anoreksia dan infeksi sekunder.

F.

PENCEGAHAN

DAN

PENATALAKSANAAN

BORDETELLA

PERTUSSIS

Penatalaksanaan Pemberian Eritromisin pada stadium kataral akan membantu pencegahan dan pembasmian mikroorganisme. Sedangkan pengobatan pada stadium paroksismal jarang mengubah gejala klinik. B pertussis peka terhadap obat antimikroba in vitro. Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di Rumah Sakit dan ditempatkan di kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan juga bisa merangsang serangan batuk. Eritromisin memiliki struktur umum dgn cincin makrolid serta gula desosamin dan kladinosa dengan berat molekul 734. Sukar larut dalam air, larut

dalam pelarut organik. Agak stabil pd 4C, hilang aktivitasnya pd 20C dan pd pH asam. bakteriosid Eritromisin basa dirusak oleh as.lambung, absorbsi diperlambat oleh adanya makanan dlm lambung. T : 1,6 jam. Berdifusi baik ke berbagai organ jaringan tubuh,kecuali ke otak dan cairan serebrospinal. Dapat menembus plasenta dan mencapai janin. Efek gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan diare kdg2 menyertai pd pemberian oral. Toksisitas hati : eritromisin, terutama estolat dapat menimbulkan hepatitis kolestatik akut (demam, ikhterus, gangguan fungsi hati)reaksi hipersensitif. Kasus bayi & balita berat perlu MRS untuk perawatan pernafasan dengan suksion, oksigen, IV (bahaya minum) Eritromicin (40mg/kg/hari, max: 2 gm, QID X 14 hari) dapat menolong meringankan perkembangan batuknya asal dimulai pada stadium kataral. Pada stadium Paroksismal antibiotika hanya menolong menghentikan infektiviti. Trimethoprim-sulfamethoxazole pada pasien yang tidak tahan eritromicin tetapi manfaatnya belum dibuktikan Steroid dan Beta2 Agonis mungkin dapat menolong. Dapat pula dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan. Pada kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea. Diberikan cairan melalui infuse untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah pada bayi dan karena biasanya tidak dapat makan akibat batuk. Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil tapi sering. Pencegahan Pemberian 3 suntikan vaksin pertussis ( biakan tidak murni) dalam konsentrasi tepat pada bayi sangat perlu. Biasanya diberikan dengan kombinasi Efektif thd organisme gram (+) yang bersifat bakteriositik dan

dengan toksoid difteria dan tetanus (DPT). Eritromisin profilaktik dapat diberikan pada bayi yang belum divaksin atau orang dewasa yang kontak dengan penyakit ini. Prognosis Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan saraf pusat yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil. Dimana frekuensi komplikasi terbanyak dilaporkan pada bayi kurang dari 6 bulan mempunyai mortalitas morbiditas yang tinggi.

G. IMUNISASI DASAR PADA ANAK A. Pengertian Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal atau resistan. Anak di imunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resistan terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. B. Tujuan Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercolusis. Tujuan dari pemberian imunisasi adalah sebagai berikut : a) Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu. b) Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat dan kematian C. Jenis-Jenis Imunisasi Pada dasarnya ada 2 (dua) jenis imunisasi : a. Imunisasi pasif (passive immunization) Imunisasi pasif ini adalah Immunoglobulin jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).

b. Imunisasi aktif (active immunization) Imunisasi yang diberikan pada anak adalah : 1. BCG, untuk mencegah penyakit TBC 2. DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus 3. Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis 4. Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles) 5. Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B D. Jadwal Pemberian Imunisasi

ULASANAda beberapa hal yang masih belum jelas dalam hal apa-apa yang terjadi pada kasus ini karena keterbatasan pustaka dan kesulitan materi. Namun setelah diskusi yang dilakukan dan penjelasan dari narasumber dalam pleno disimpulkan bahwa : 1. Pada pleno dijelaskan bahwa, terdapat berbagai jenis dari Bordetella yaitu Bordetella pertussis yang merupakan bakteri penyebab batuk rejan (pertussis) atau disebut juga dengan whooping. Kemudian ada juga Bordetella parapertussis yang menyebabkan batuk ringan dan struktur bakterinya mirip dengan bakteri Bordetella pertussis. Ada juga yang disebut dengan bakteri Bordetella bronchiseptica, bakteri ini tidak menyebabkan penyakit pada manusia melainkan hanya pada hewan. 2. Pakar juga menjelaskan bagaimana perbedaan antara Bordetella pertussis dengan Bordetella parapertussis. Biarpun strukturnya hampir mirip tetapi terdapat perbedaannya, yaitu pada Bordetella pertussis koloninya lebih berkilau, inkubasinya lama, dan berwarna seperti mutiara. Sedangkan pada Bordetella parapertussis koloninya lebih buram, inkubasinya hanya 3-6 hari. 3. Dalam pleno juga dijelaskan bagaimana sitotoksin trakeaal dari Bordetella pertussis menghambat gerakan dari silia pada epitel pernafasan sehingga menyebabkan respon batuk. Gejala pertussis tampak pada 4 minggu pertama setelah terinfeksi bakteri. Pada pemeriksaan laboratorium di object glass tetesan antibodi yang berikatan dengan fluoresen akan memberi warna hijau pada koloni bakteri. Kemudian pada Bordetella pertussis tidak menyebabkan bakteremia karena sifatnya yang non invasif. 4. Pakar juga menjelaskan bagaimana perlunya mendapatkan antropometri anak saat pemeriksaan fisik untuk melihat perjalanan penyakit apakah sudah akut ataupun kronik. Kemudian pada pemeriksaan laboratorium juga diperlukan darah rutin, feses rutin dan urin rutin.

5. Pada pleno juga dijelaskan bagaimana batuk yang disertai dengan sianosis tidak saja dikarenakan oleh infeksi tetapi dapat juga disebabkan oleh noninfeksi. Sianosis yang terjadi biasanya pertama terlihat pada bagian ujung-ujung tubuh, seperti pada bibir dan ujung jari. Muntah yang terjadi pada anak di dalam kasus disebabkan karena batuk yang terus menerus kemudian diakhiri dengan muntah. Tidak adanya dahak pada kasus disebabkan karena bakteri tidak menginvasi sampai ke lapisan goblet. 6. Pakar juga menjelaskan bagaimana mendiagnosis suatu batuk yang mengarah ke pertussis. Pertama melihat karakteristik dari batuk itu sendiri dan biasanya jika ada gejala whooping merupakan manifestasi pertussis. Kemudian dilakukan pemeriksaan lab, seperti pemeriksaan sputum, darah rutin, urin rutin, ataupun feses rutin yang mendukung dari gejala sebelumnya. Setelah dapat diagnosis pasti dari pertussis kemudian lihat kembali karakteristik, epidemiologi, dan patogenitas dari pertussis lalu lakukan penatalaksanaan pada pertussis. Setelah itu lihat komplikasi yang terjadi, apakah komplikasi itu menghambat pertumbuhan anak. 7. Dalam pleno juga dijelaskan bagaimana pencegahannya dengan imunisasi pada bayi dan anak untuk meningkatkan respon imun baik itu respon imun humoral maupun respon imun selular. Kemudian ada juga vaksin yang harus diberikan seperti vaksin BCG, polio, campak, dan hepatitis B.

KESIMPULANAnak ini mengalami batuk rejan dikarenakan infeksi bordetella pertusis dan dapat menganggu pertumbuhan dikarenakan malnutrisi dan gangguan sekresi hormon pertumbuhan. Penatalaksanaannya dengan pemberian eritromisin dan terapi suportif.

DAFTAR PUSTAKAAdelberg, Jawetz, Melnick.1996.Mikrobiologi Kedokteran edisi 20.EGC:Jakarta Nelson E Waldo , Behrman E Richard, Kliegman Robert, Arvin M Ann.2000. Nelson Textbook Of Pediatric. Edisi 15, volume 2.EGC: Jakarta. Hassan Rusepno, Alatas Husein, et al. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 7,volume 2, Cetakan XI. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: Jakarta. Rampengan T.H , Laurents I.R. 1997. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 1, Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Irawan Hindra, Rezeki Sri, Anwar Zarkasih. 2008. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatrik Tropis. Edisi 2, Cetakan I. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: Jakarta Ranuh IGN., Suyitno H., Hadinegoro SRS., Kartasasmita CB., Ismoedijanto, Soedjatmiko (Ed.). 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Ketiga. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). http://www.pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/115/5/1422 http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15ResponterhadapAntigenProtektifVaksinPer tusis126.pdf/15ResponterhadapAntigenProtektifVaksinPertusis126.html http://fkuii.org/tiki index.php?page=Pertussis7