Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke
-
Upload
carrie-klein -
Category
Documents
-
view
80 -
download
0
description
Transcript of Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke
![Page 1: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/1.jpg)
Pendahuluan
Gangguan kesehatan jiwa merupakan sindrom, pola perilaku atau kondisi psikologi
seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala
(distress, impairment, atau disability) di dalam satu atau lebih fungsinya dalam segi perilaku
psikologis atau biologi atau gangguan jiwa dalam hubungan antara orang itu dengan
masyarakat.1 Setiap orang berpotensi mengalami gangguan kesehatan jiwa yang salah satu faktor
risikonya adalah penyakit fisik yang bersifat kronis sepanjang berinteraksi dengan lingkungan
dan terus terlibat dalam kemajuan zaman.2 Pasien dengan penyakit fisik yang serius mempunyai
gangguan psikiatri sedikitnya dua kali lipat dibanding populasi umum. Semua pasien rawat inap
dan rawat jalan di rumah sakit sebanyak 20 _ 40% mengalami gangguan psikiatri.3 Penyakit
jantung, stroke, kanker dan penyakit kronis lainnya sering dianggap menjadi masalah kesehatan
masyarakat hanya untuk negara-negara berpenghasilan tinggi padahal sebetulnya tidak.
Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak
menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian
ketiga di dunia. Di Amerika, stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan merupakan
penyebab kematian yang umum pada orang dewasa. Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama 1-5 Laki-laki disebutkan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena
stroke dengan perbandingan 1,33:1, tujuh puluh persen dari pasien yang selamat akibat stroke
mempunyai disabilitas pekerjaan yang permanen dan sekitar 25% mengalami demensia
vaskular.7
Stroke yang disebut juga gangguan perdarahan pembuluh darah otak adalah sindrom
gangguan serebri yang bersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Gangguan tersebut akibat
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh
darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan perubahan viskositas maupun
kualitas darah sendiri. Proses ini dapat tidak menimbulkan gejala dan akan muncul secara klinis
jika aliran darah ke otak turun sampai tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak yang
disebut ambang aktivitas fungsi otak.5
![Page 2: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/2.jpg)
Faktor risiko penyakit ini adalah umur, jenis kelamin, suku bangsa, hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus, genetik, obesitas, diet, hiperkolestrolemia, merokok dan kurangnya
aktivitas fisik.4-7
Akibat lain dari stroke adalah terjadi penurunan parsial sampai total gerakan dari lengan
atau tungkai sebanyak 80%, penurunan dalam berpikir atau mengingat 80 _ 90%, menderita
depresi 70%, dan mengalami kesulitan bicara, menelan, atau membedakan kanan dan kiri 30%.14
Epidemiologi
Di Asia, dalam 12 tahun terakhir terjadi kenaikan prevalensi gangguan mental (mental
disorder). Di Jepang, prevalensi gangguan mental berat sebesar 1,5%, gangguan mental sedang
4,1%, dan gangguan mental ringan 3,2%.5 Di Indonesia, prevalensi ganguan mental emosional
dari data 30 provinsi di Indonesia pada penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 11,6%, pada laki-
laki 9,0% dan pada perempuan 14,0%.13
Etiologi Stroke4
Ada empat kategori stroke:
1. Trombosis aterosklerotik: sering terjadi akibat interaksi dinamik antara hipertensi dan
aterosklerotik pada dinding pembuluh darah perifer, otak dan koroner
2. Emboli serebri: stroke dapat disebabkan trombosis dari jantung yang berjalan ke arteri
karotis. Emboli bisa juga akibat plak ateromatosus dalam karotis atau emboli udara dalam
arteri karotis interna.
3. Perdarahan: terjadi pada sekitar 25% penderita sroke. Dapat disebabkan oleh hipertensi,
ruptur arteriovenous malformation (AVM).
4. Lakuna, terjadi pada sekitar 20% kasus. Biasanya terjadi akibat oklusi arteri serebri yang
kecil. Sering terdapat di talamus, ganglia basalis, kapsula interna dan batang otak.
Diagnosis Stroke5
Stroke sebagai suatu proses penyumbatan darah otak mempunyai sifat klinik yang
spesifik sebagai berikut:
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang tersumbat
![Page 3: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/3.jpg)
3. Kesadaran dapat menurun terutama jika terjadi perdarahan otak. Pada stroke iskemik hal ini
jarang terjadi.
Anamnesis dengan pasien dan keluarga pasien menunjukkan adanya kelumpuhan anggota
sebelah badan, mulut mencong, bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Pada
pasien stroke sering dijumpai faktor-faktor risiko yang menyertai misalnya penyakit diabetes,
hipertensi dan penyakit jantung.
Gambaran klinik yang sering terdapat pada pasien stroke adalah defisit neurologis seperti
hemiparese, afasia, gangguan kognisis dan gangguan fungsi sensoris. Selain itu stroke juga dapat
menyebabkan gangguan perilaku dan emosi yang disebabkan oleh lesi di otak atau akibat reaksi
psikologis akibat hendaya dan disabilitasnya.4
Pegangan klinisi untuk membuat diagnosis stroke masih memiliki keterbatasan. Sebelum
ditemukannya CT Scan ketepatan diagnosis klinis mengenai stroke hemoragik 65% sedangkan
untuk stroke non hemoragik adalah 57%. Setelah adanya CT Scan persentase penyebab stroke
adalah sebagai berikut :
1. 52%-70% : infark non embolik
2. 7%-25% : perdarahan intra serebral primer
3. 7%-9% : tidak diketahui sebabnya
4. 6% : TIA
5. -5%-10% : perdarahan subarakhnoid
6. 3% : neoplasma
7. 2%-5% : embolus
Setelah dilakukan CT Scan rutin dalam kasus-kasus stroke diketahui 19% berupa stroke
hemoragik dan 81% berupa stroke non hemoragik.9
Depresi Pasca-Stroke
Gangguan depresi mungkin merupakan gangguan emosional yang paling sering
dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien stroke mengalami depresi
setelah serangan stroke.4,7
![Page 4: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/4.jpg)
Kepustakaan mengatakan bahwa gejala depresi pasca stroke sama dengan gejala depresi
fungsional seperti adanya rasa sedih atau gangguan afek, anhedonia, tidak bertenaga, sulit
konsentrasi, nafsu makan menurun, penurunan libido, gangguan tidur pada malam hari dan
adanya ide-ide bunuh diri. Dua puluh enam persen depresi pasca-stroke adalah penderita dengan
sindrom depresi berat sedang sisanya adalah dengan sindrom depresi ringan.4
Suatu penelitian mengatakan bahwa pada pasien pasca stroke yang mengalami depresi,
akan terjadi peningkatan persentase mortalitas, bahkan pada pasien yang lebih muda dan tidak
mempunyai penyakit kronis yang terlalu banyak dibanding pasien yang tidak depresi, angka
kematian tetap tinggi pada pasien depresi pasca-stroke dan yang didiagnosis gangguan jiwa lain
akibat stroke.
Etiologi
Walaupun penyebab depresi pasca-stroke tidak diketahui namun beberapa penelitian
mengatakan lokasi jejas pada otak memegang peranan penting. Penelitian melaporkan sebuah
hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak dengan kejadian depresi pasca-stroke di
lesi hemisfer kiri.
Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya tingkat keparahan depresi dengan jauhnya
batas anterior lobus frontalis, walaupun demikian tidak semua lesi pada hemisfer kiri
menyebabkan depresi pasca-stroke.7,10
Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan depresi mempunyai riwayat
gangguan psikiatrik atau adanya keluarga yang menderita gangguan psikiatrik. Sebagai
tambahan, hubungan depresi dengan ketidakmampuan fungsi fisik. Hal ini tidak ditemukan pada
semua penelitian, sehingga keparahan ketidakmampuan dalam fungsi fisik tidak ada
hubungannya dengan keparahan depresi.10
Depresi lebih sering terjadi pada pasien afasia non fluent dibanding yang afasia fluent,
walaupun secara sebab akibat tidak ada hubungan antara depresi dengan afasia. Adanya
hubungan antara afasia non fluent dengan depresi pasca-stroke dapat dijelaskan dengan bukti
adanya lesi otak yang menyebabkan afasia non fluent juga mungkin menyebabkan depresi.10
![Page 5: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/5.jpg)
Hal berbeda disebutkan oleh kepustakaan lain bahwa pasien stroke dengan afasia ringan
menderita depresi lebih sering dibandingkan pasien stroke dengan afasia global. Hal ini
disebabkan pasien dengan afasia ringan mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap
ketidakberdayaannya.4
Diagnosis
Tidak mudah mendiagnosis depresi pada penderita pasca-stroke terutama jika pasien
tersebut mengalami afasia. Adanya ekspresi kesedihan akibat kelemahan otot wajah, apatis yang
disebabkan lesi pada hemisfer kanan atau adanya aprosodi akan menyesatkan diagnosis pada
stroke.
Indikasi yang dapat membantu diagnosis depresi pada stroke antara lain bila didapatkan
perubahan kepribadian atau mood, kehilangan berat badan dalam waktu singkat, pola tidur yang
kacau dan kemajuan minimal rehabilitasi.
Dexamethason Suppression Test
Tes ini tidak menunjukkan kegunaan sebagai alat diagnostik yang meyakinkan. Beberapa
penilitian menunjukkan sebuah hubungan secara statistik antara gangguan depresi pasca-stroke
dengan kegagalan untuk menekan serum kortisol dengan pemberian deksametason namun
spesifisitasnya secara umum tidak terlalu berguna untuk digunakan sebagai alat diagnostik. Telah
dikemukakan pendapat bahwa depresi pasca-stroke berhubungan dengan hilangnya norepinefrin
dan serotonin yang disebabkan lesi frontal atau ganglia basal.
Sebuah studi tentang hormon pertumbuhan (growth hormone) menemukan bahwa respon
hormon secara signifikan menumpul pada pasien depresi pasca-stroke. Hal ini menunjukkan
kehilangan fungsi reseptor adrenergik α2 merupakan pertanda yang penting untuk depresi
pascastroke. Sensitivitas tes ini 100% dengan spesifisitas 75%.10
Penatalaksanaan
Psikofarmakoterapi
![Page 6: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/6.jpg)
Penderita depresi pasca-stroke dapat diberikan antidepresi. Penderita dianjurkan untuk
mulai terapi dengan dosis kecil terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan efek
samping. Perlu diingat penggunaan subterapeutik tidak dianjurkan. Tidak ada satupun jenis
antidepresan yang khusus untuk pengobatan depresi pasca-stroke.5
Kepustakaan lain mengatakan bahwa antidepresan trisiklik seperti amitriptilin berguna
juga untuk menghilangkan gejala pseudobulbar yaitu tertawa dan menangis patologis yang
dikaitkan dengan stroke. Penggunaan golongan trisklik yang juga mempunyai efek antiaritmia
menyebabkan obat antiaritmia lain dapat dihentikan atau dikurangi dosisnya.
Fluolestine merupakan SSRI dengan efek antikolinergik ringan. Dikatakan fluolestine
efektif untuk pasien depresi pasca-stroke. Karena kurang menimbulkan kenaikan berat badan,
obat-obat ini dapat dipakai oleh pasien depresi yang gemuk atau ada riwayat penambahan berat
badan selama pemakaian trisiklik. 1 Perlu diperhatikan obat yang diminum penderita sebelum
terkena stroke seperti obat anti hipertensi misalnya beta-blocker atau metildopa karena obat-
obatan tersebut dapat menimbulkan depresi.5
Penderita stroke yang mengalami depresi harus diberikan antidepresan agar tidak terjadi
peningkatan mortalitas akibat stroke ataupun depresi pasca-strokenya. Terjadi peningkatan
mortalitas pada pasien stroke iskemik yang mengalami depresi. Penggunaan antidepresan telah
terbukti dapat menurunkan angka mortalitas pasien depresi pasca-stroke.11,12
Penelitian lain mengatakan adanya penemuan yang mengejutkan bahwa pada pasien yang
menerima pengobatan aktif dengan antidepresan terdapat kecenderungan untuk selamat dari
penyakitnya. Keuntungan pemakaian antidepresan tetap siginifikan di atas keadaan lain yang
menyertai keadaan stroke seperti usia, tipe stroke, adanya penyerta diabetes melitus dan
kekerapan gangguan depresif.12
Terapi elektrokonvulsif bisa diberikan pada penderita depresi pasca-stroke yang tidak ada
komplikasi lainnya. Psikoterapi dan terapi lainnya seperti fisioterapi dan terapi okupasi diberikan
bersama-sama dengan terapi medikamentosa untuk strokenya.5
Psikoterapi
![Page 7: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/7.jpg)
Psikoterapi individu, terapi keluarga, dan terapi kelompok dapat diberikan kepada pasien
stroke dengan emosi.
Psikoterapi Individu
Adanya gangguan kognitif, perjalanan penyakit yang kronis, dan perawatan di rumah
sakit yang berulang dapat menimbulkan gangguan emosional sehingga pasien memerlukan
ventilasi, dukungan, perbaikan mekanisme dan mentolerir terhadap ketidakmampuannya dan
ketergantungannya. Terapis dapat memberikan terapi suportif seperti mengangkat kembali harga
diri pasien yang menurun.
Psikoterapi Keluarga
Adanya hubungan antara fungsi keluarga dengan kesembuhan dari gangguan emosional
pasca-stroke. Kritikan lingkungan atau lingkungan yang sangat terlibat dapat memperlambat
penyembuhan. Perbaikan atau pengurangan perawatan di rumah sakit tergantung dari
kemampuan keluarga untuk menurunkan ekspresi emosinya. Terapi keluarga merupakan
komponen perencanaan terapi yang komprehensif pada pasien gangguan emosional pasca-stroke.
Tujuan terapi keluarga adalah untuk mengurangi disfungsi tingkah laku pada anggota keluarga
dalam berhubungan dengan pasien.
Terapi Kelompok
Tujuan terapi kelompok adalah untuk mengurangi isolasi, mendorong hubungan
interpersonal. Terapi dapat memperbaiki harga diri, orientasi, tingkah laku, pemecahan masalah,
mengurangi depresi dan ansietas. Suatu terapi kelompok yang efektif ditandai dengan
terbentuknya lingkungan terapeutik yang kohesif dan berkembangnya hubungan yang saling
mendukung, sehingga dapat memberikan kesempatan perbaikan adaptasi terhadap disabilitas
yang sebenarnya dapat menimbulkan gangguan emosi.4
Prognosis
Terdapat beberapa penelitian tentang prognosis pasien depresi pasca-stroke. Penelitian di
rumah sakit tidak menunjukkan prognosis yang baik, tetapi menurut penelitian komunitas
didapatkan perbaikan setelah 1 tahun. Penelitian lain mengatakan penderita stroke dengan
depresi selama 1 tahun akan sulit mengalami perbaikan.5
![Page 8: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/8.jpg)
Peningkatan angka kematian pada penderita depresi pasca-stroke juga berhubungan
dengan ketidakpatuhan pasien dalam rangka pengobatan untuk keadaan akibat strokenya. Pasien
juga terkadang enggan dalam melakukan upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya
keberulangan stroke. Apalagi jika terdapat penyakit penyerta lain seperti diabetes melitus, pasien
biasanya mempunyai kepatuhan yang kurang untuk menerapkan dietnya dalam rangka
mengontrol gula darah sehingga peningkatan gula darah menjadi tidak terkontrol dan komplikasi
kardiovaskuler lebih mudah terjadi. Dengan demikian prognosis juga menjadi kurang baik.12
Peranan keluarga maupun pengertian dari penderita sendiri mengenai stroke akan mempengaruhi
prognosis, terutama pengertian tentang serangan stroke yang tiba-tiba dan kondisi penyembuhan
yang terjadi sangat lambat perlu diterima dengan lapang dada oleh penderita dan keluarganya.
Fisioterapi, formal psikoterapi dan terapi kognitif harus direncanakan dengan baik untuk
mendapatkan hasil akhir yang optimal.5
Kesimpulan
Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak
menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian
ketiga di dunia. Depresi sebagai suatu sindrom sangat sering dijumpai pada pasien pasca-stroke.
Penelitian melaporkan hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak dengan kejadian
depresi pasca-stroke pada lesi di hemisfer kiri. Ada hubungan depresi dengan ketidakmampuan
fungsi fisik yang diderita pasien pasca-stroke. Pengobatan pasien depresi pasca-stroke dapat
dengan cara farmakoterapi yaitu dengan obat-obatan anti depresan dan juga dengan psikoterapi
terhadap pasien.
![Page 9: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/9.jpg)
Daftar Pustaka
1. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ. 3rd ed.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2003.
2. Koenig HG, Vandermeer J, Chambers A, Burr-Crutchfield L, Johnson J. Minor
depression physical outcome trajectories in heart failure and pulmonary disease. Journal
of Nervous and Mental Disease. 2006; 194(3): 209-17.
3. Davies T, Craig TK. ABC kesehatan mental. Alifa Dimanti, penerjemah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2009.
4. Amir N. Penatalaksanaan Pasien Stroke dengan Gangguan Emosi. Jiwa Indon Psychiatry
Quarter 1998;XXXI:2:169-72.
5. Misbach J. Stroke Aspek Diagnosis Patofisiologi dan Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1999.
6. Lumempouw SF. Gangguan Neurobehavior dan Cedera Otak. Ethical Digest 2005 April;
14(III).
7. Cummings JL, Trimble MR. Stroke and Brain Tumors in: Concise guide to
Neuropsychiatry and behavioral neurology. Washington: American Psychiatric
Press;1995.
8. Birkett DP. Psychiatry of Stroke. Washington: American Psychiatry Press;1996.9.416.
9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. 6thed.Dian Rakyat;1994.
10. Kaplan HI, Sadock BJ. Neuropsychiatric aspect of cerebrovascular disease and tumor.
Dalam: Comprehensive textbook of Neuropsychiatry Vol. 17th ed. Baltimore:
William&Wilkins; 2000.p.187-94.
11. Williams L, Ghose SS, Swindle RW. Am J Psychiatry 2004 June;161:1090-95.
12. Jorge RE, Robinson RG, Arndt S, Starkstein S. Am J Psychiatry. 2003 Oct; 160:1823-9.
![Page 10: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke](https://reader035.fdocuments.net/reader035/viewer/2022072107/55cf9368550346f57b9d7325/html5/thumbnails/10.jpg)
13. Departemen Kesehatan. Laporan hasil riset kesehatan dasar: Riskesdas Indonesia tahun
2007). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
14. Yayasan Stroke Indonesia. Seri gaya hidup sehat: cara bijak hadapi stroke, jantung &
pembuluh darah. Jakarta: PT Gramedia; 2007.