Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

14
Pendahuluan Gangguan kesehatan jiwa merupakan sindrom, pola perilaku atau kondisi psikologi seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala (distress, impairment, atau disability) di dalam satu atau lebih fungsinya dalam segi perilaku psikologis atau biologi atau gangguan jiwa dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat. 1 Setiap orang berpotensi mengalami gangguan kesehatan jiwa yang salah satu faktor risikonya adalah penyakit fisik yang bersifat kronis sepanjang berinteraksi dengan lingkungan dan terus terlibat dalam kemajuan zaman. 2 Pasien dengan penyakit fisik yang serius mempunyai gangguan psikiatri sedikitnya dua kali lipat dibanding populasi umum. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit sebanyak 20 _ 40% mengalami gangguan psikiatri. 3 Penyakit jantung, stroke, kanker dan penyakit kronis lainnya sering dianggap menjadi masalah kesehatan masyarakat hanya untuk negara- negara berpenghasilan tinggi padahal sebetulnya tidak. Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian ketiga di dunia. Di Amerika, stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan merupakan penyebab kematian yang umum pada orang dewasa. Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama 1-5 Laki-laki disebutkan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena stroke dengan perbandingan 1,33:1, tujuh puluh

description

hu

Transcript of Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Page 1: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Pendahuluan

Gangguan kesehatan jiwa merupakan sindrom, pola perilaku atau kondisi psikologi

seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala

(distress, impairment, atau disability) di dalam satu atau lebih fungsinya dalam segi perilaku

psikologis atau biologi atau gangguan jiwa dalam hubungan antara orang itu dengan

masyarakat.1 Setiap orang berpotensi mengalami gangguan kesehatan jiwa yang salah satu faktor

risikonya adalah penyakit fisik yang bersifat kronis sepanjang berinteraksi dengan lingkungan

dan terus terlibat dalam kemajuan zaman.2 Pasien dengan penyakit fisik yang serius mempunyai

gangguan psikiatri sedikitnya dua kali lipat dibanding populasi umum. Semua pasien rawat inap

dan rawat jalan di rumah sakit sebanyak 20 _ 40% mengalami gangguan psikiatri.3 Penyakit

jantung, stroke, kanker dan penyakit kronis lainnya sering dianggap menjadi masalah kesehatan

masyarakat hanya untuk negara-negara berpenghasilan tinggi padahal sebetulnya tidak.

Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak

menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian

ketiga di dunia. Di Amerika, stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan merupakan

penyebab kematian yang umum pada orang dewasa. Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian dan

kecacatan utama 1-5 Laki-laki disebutkan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena

stroke dengan perbandingan 1,33:1, tujuh puluh persen dari pasien yang selamat akibat stroke

mempunyai disabilitas pekerjaan yang permanen dan sekitar 25% mengalami demensia

vaskular.7

Stroke yang disebut juga gangguan perdarahan pembuluh darah otak adalah sindrom

gangguan serebri yang bersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Gangguan tersebut akibat

penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh

darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan perubahan viskositas maupun

kualitas darah sendiri. Proses ini dapat tidak menimbulkan gejala dan akan muncul secara klinis

jika aliran darah ke otak turun sampai tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak yang

disebut ambang aktivitas fungsi otak.5

Page 2: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Faktor risiko penyakit ini adalah umur, jenis kelamin, suku bangsa, hipertensi, penyakit

jantung, diabetes melitus, genetik, obesitas, diet, hiperkolestrolemia, merokok dan kurangnya

aktivitas fisik.4-7

Akibat lain dari stroke adalah terjadi penurunan parsial sampai total gerakan dari lengan

atau tungkai sebanyak 80%, penurunan dalam berpikir atau mengingat 80 _ 90%, menderita

depresi 70%, dan mengalami kesulitan bicara, menelan, atau membedakan kanan dan kiri 30%.14

Epidemiologi

Di Asia, dalam 12 tahun terakhir terjadi kenaikan prevalensi gangguan mental (mental

disorder). Di Jepang, prevalensi gangguan mental berat sebesar 1,5%, gangguan mental sedang

4,1%, dan gangguan mental ringan 3,2%.5 Di Indonesia, prevalensi ganguan mental emosional

dari data 30 provinsi di Indonesia pada penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 11,6%, pada laki-

laki 9,0% dan pada perempuan 14,0%.13

Etiologi Stroke4

Ada empat kategori stroke:

1. Trombosis aterosklerotik: sering terjadi akibat interaksi dinamik antara hipertensi dan

aterosklerotik pada dinding pembuluh darah perifer, otak dan koroner

2. Emboli serebri: stroke dapat disebabkan trombosis dari jantung yang berjalan ke arteri

karotis. Emboli bisa juga akibat plak ateromatosus dalam karotis atau emboli udara dalam

arteri karotis interna.

3. Perdarahan: terjadi pada sekitar 25% penderita sroke. Dapat disebabkan oleh hipertensi,

ruptur arteriovenous malformation (AVM).

4. Lakuna, terjadi pada sekitar 20% kasus. Biasanya terjadi akibat oklusi arteri serebri yang

kecil. Sering terdapat di talamus, ganglia basalis, kapsula interna dan batang otak.

Diagnosis Stroke5

Stroke sebagai suatu proses penyumbatan darah otak mempunyai sifat klinik yang

spesifik sebagai berikut:

1. Timbul mendadak

2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang tersumbat

Page 3: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

3. Kesadaran dapat menurun terutama jika terjadi perdarahan otak. Pada stroke iskemik hal ini

jarang terjadi.

Anamnesis dengan pasien dan keluarga pasien menunjukkan adanya kelumpuhan anggota

sebelah badan, mulut mencong, bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Pada

pasien stroke sering dijumpai faktor-faktor risiko yang menyertai misalnya penyakit diabetes,

hipertensi dan penyakit jantung.

Gambaran klinik yang sering terdapat pada pasien stroke adalah defisit neurologis seperti

hemiparese, afasia, gangguan kognisis dan gangguan fungsi sensoris. Selain itu stroke juga dapat

menyebabkan gangguan perilaku dan emosi yang disebabkan oleh lesi di otak atau akibat reaksi

psikologis akibat hendaya dan disabilitasnya.4

Pegangan klinisi untuk membuat diagnosis stroke masih memiliki keterbatasan. Sebelum

ditemukannya CT Scan ketepatan diagnosis klinis mengenai stroke hemoragik 65% sedangkan

untuk stroke non hemoragik adalah 57%. Setelah adanya CT Scan persentase penyebab stroke

adalah sebagai berikut :

1. 52%-70% : infark non embolik

2. 7%-25% : perdarahan intra serebral primer

3. 7%-9% : tidak diketahui sebabnya

4. 6% : TIA

5. -5%-10% : perdarahan subarakhnoid

6. 3% : neoplasma

7. 2%-5% : embolus

Setelah dilakukan CT Scan rutin dalam kasus-kasus stroke diketahui 19% berupa stroke

hemoragik dan 81% berupa stroke non hemoragik.9

Depresi Pasca-Stroke

Gangguan depresi mungkin merupakan gangguan emosional yang paling sering

dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien stroke mengalami depresi

setelah serangan stroke.4,7

Page 4: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Kepustakaan mengatakan bahwa gejala depresi pasca stroke sama dengan gejala depresi

fungsional seperti adanya rasa sedih atau gangguan afek, anhedonia, tidak bertenaga, sulit

konsentrasi, nafsu makan menurun, penurunan libido, gangguan tidur pada malam hari dan

adanya ide-ide bunuh diri. Dua puluh enam persen depresi pasca-stroke adalah penderita dengan

sindrom depresi berat sedang sisanya adalah dengan sindrom depresi ringan.4

Suatu penelitian mengatakan bahwa pada pasien pasca stroke yang mengalami depresi,

akan terjadi peningkatan persentase mortalitas, bahkan pada pasien yang lebih muda dan tidak

mempunyai penyakit kronis yang terlalu banyak dibanding pasien yang tidak depresi, angka

kematian tetap tinggi pada pasien depresi pasca-stroke dan yang didiagnosis gangguan jiwa lain

akibat stroke.

Etiologi

Walaupun penyebab depresi pasca-stroke tidak diketahui namun beberapa penelitian

mengatakan lokasi jejas pada otak memegang peranan penting. Penelitian melaporkan sebuah

hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak dengan kejadian depresi pasca-stroke di

lesi hemisfer kiri.

Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya tingkat keparahan depresi dengan jauhnya

batas anterior lobus frontalis, walaupun demikian tidak semua lesi pada hemisfer kiri

menyebabkan depresi pasca-stroke.7,10

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan depresi mempunyai riwayat

gangguan psikiatrik atau adanya keluarga yang menderita gangguan psikiatrik. Sebagai

tambahan, hubungan depresi dengan ketidakmampuan fungsi fisik. Hal ini tidak ditemukan pada

semua penelitian, sehingga keparahan ketidakmampuan dalam fungsi fisik tidak ada

hubungannya dengan keparahan depresi.10

Depresi lebih sering terjadi pada pasien afasia non fluent dibanding yang afasia fluent,

walaupun secara sebab akibat tidak ada hubungan antara depresi dengan afasia. Adanya

hubungan antara afasia non fluent dengan depresi pasca-stroke dapat dijelaskan dengan bukti

adanya lesi otak yang menyebabkan afasia non fluent juga mungkin menyebabkan depresi.10

Page 5: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Hal berbeda disebutkan oleh kepustakaan lain bahwa pasien stroke dengan afasia ringan

menderita depresi lebih sering dibandingkan pasien stroke dengan afasia global. Hal ini

disebabkan pasien dengan afasia ringan mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap

ketidakberdayaannya.4

Diagnosis

Tidak mudah mendiagnosis depresi pada penderita pasca-stroke terutama jika pasien

tersebut mengalami afasia. Adanya ekspresi kesedihan akibat kelemahan otot wajah, apatis yang

disebabkan lesi pada hemisfer kanan atau adanya aprosodi akan menyesatkan diagnosis pada

stroke.

Indikasi yang dapat membantu diagnosis depresi pada stroke antara lain bila didapatkan

perubahan kepribadian atau mood, kehilangan berat badan dalam waktu singkat, pola tidur yang

kacau dan kemajuan minimal rehabilitasi.

Dexamethason Suppression Test

Tes ini tidak menunjukkan kegunaan sebagai alat diagnostik yang meyakinkan. Beberapa

penilitian menunjukkan sebuah hubungan secara statistik antara gangguan depresi pasca-stroke

dengan kegagalan untuk menekan serum kortisol dengan pemberian deksametason namun

spesifisitasnya secara umum tidak terlalu berguna untuk digunakan sebagai alat diagnostik. Telah

dikemukakan pendapat bahwa depresi pasca-stroke berhubungan dengan hilangnya norepinefrin

dan serotonin yang disebabkan lesi frontal atau ganglia basal.

Sebuah studi tentang hormon pertumbuhan (growth hormone) menemukan bahwa respon

hormon secara signifikan menumpul pada pasien depresi pasca-stroke. Hal ini menunjukkan

kehilangan fungsi reseptor adrenergik α2 merupakan pertanda yang penting untuk depresi

pascastroke. Sensitivitas tes ini 100% dengan spesifisitas 75%.10

Penatalaksanaan

Psikofarmakoterapi

Page 6: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Penderita depresi pasca-stroke dapat diberikan antidepresi. Penderita dianjurkan untuk

mulai terapi dengan dosis kecil terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan efek

samping. Perlu diingat penggunaan subterapeutik tidak dianjurkan. Tidak ada satupun jenis

antidepresan yang khusus untuk pengobatan depresi pasca-stroke.5

Kepustakaan lain mengatakan bahwa antidepresan trisiklik seperti amitriptilin berguna

juga untuk menghilangkan gejala pseudobulbar yaitu tertawa dan menangis patologis yang

dikaitkan dengan stroke. Penggunaan golongan trisklik yang juga mempunyai efek antiaritmia

menyebabkan obat antiaritmia lain dapat dihentikan atau dikurangi dosisnya.

Fluolestine merupakan SSRI dengan efek antikolinergik ringan. Dikatakan fluolestine

efektif untuk pasien depresi pasca-stroke. Karena kurang menimbulkan kenaikan berat badan,

obat-obat ini dapat dipakai oleh pasien depresi yang gemuk atau ada riwayat penambahan berat

badan selama pemakaian trisiklik. 1 Perlu diperhatikan obat yang diminum penderita sebelum

terkena stroke seperti obat anti hipertensi misalnya beta-blocker atau metildopa karena obat-

obatan tersebut dapat menimbulkan depresi.5

Penderita stroke yang mengalami depresi harus diberikan antidepresan agar tidak terjadi

peningkatan mortalitas akibat stroke ataupun depresi pasca-strokenya. Terjadi peningkatan

mortalitas pada pasien stroke iskemik yang mengalami depresi. Penggunaan antidepresan telah

terbukti dapat menurunkan angka mortalitas pasien depresi pasca-stroke.11,12

Penelitian lain mengatakan adanya penemuan yang mengejutkan bahwa pada pasien yang

menerima pengobatan aktif dengan antidepresan terdapat kecenderungan untuk selamat dari

penyakitnya. Keuntungan pemakaian antidepresan tetap siginifikan di atas keadaan lain yang

menyertai keadaan stroke seperti usia, tipe stroke, adanya penyerta diabetes melitus dan

kekerapan gangguan depresif.12

Terapi elektrokonvulsif bisa diberikan pada penderita depresi pasca-stroke yang tidak ada

komplikasi lainnya. Psikoterapi dan terapi lainnya seperti fisioterapi dan terapi okupasi diberikan

bersama-sama dengan terapi medikamentosa untuk strokenya.5

Psikoterapi

Page 7: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Psikoterapi individu, terapi keluarga, dan terapi kelompok dapat diberikan kepada pasien

stroke dengan emosi.

Psikoterapi Individu

Adanya gangguan kognitif, perjalanan penyakit yang kronis, dan perawatan di rumah

sakit yang berulang dapat menimbulkan gangguan emosional sehingga pasien memerlukan

ventilasi, dukungan, perbaikan mekanisme dan mentolerir terhadap ketidakmampuannya dan

ketergantungannya. Terapis dapat memberikan terapi suportif seperti mengangkat kembali harga

diri pasien yang menurun.

Psikoterapi Keluarga

Adanya hubungan antara fungsi keluarga dengan kesembuhan dari gangguan emosional

pasca-stroke. Kritikan lingkungan atau lingkungan yang sangat terlibat dapat memperlambat

penyembuhan. Perbaikan atau pengurangan perawatan di rumah sakit tergantung dari

kemampuan keluarga untuk menurunkan ekspresi emosinya. Terapi keluarga merupakan

komponen perencanaan terapi yang komprehensif pada pasien gangguan emosional pasca-stroke.

Tujuan terapi keluarga adalah untuk mengurangi disfungsi tingkah laku pada anggota keluarga

dalam berhubungan dengan pasien.

Terapi Kelompok

Tujuan terapi kelompok adalah untuk mengurangi isolasi, mendorong hubungan

interpersonal. Terapi dapat memperbaiki harga diri, orientasi, tingkah laku, pemecahan masalah,

mengurangi depresi dan ansietas. Suatu terapi kelompok yang efektif ditandai dengan

terbentuknya lingkungan terapeutik yang kohesif dan berkembangnya hubungan yang saling

mendukung, sehingga dapat memberikan kesempatan perbaikan adaptasi terhadap disabilitas

yang sebenarnya dapat menimbulkan gangguan emosi.4

Prognosis

Terdapat beberapa penelitian tentang prognosis pasien depresi pasca-stroke. Penelitian di

rumah sakit tidak menunjukkan prognosis yang baik, tetapi menurut penelitian komunitas

didapatkan perbaikan setelah 1 tahun. Penelitian lain mengatakan penderita stroke dengan

depresi selama 1 tahun akan sulit mengalami perbaikan.5

Page 8: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Peningkatan angka kematian pada penderita depresi pasca-stroke juga berhubungan

dengan ketidakpatuhan pasien dalam rangka pengobatan untuk keadaan akibat strokenya. Pasien

juga terkadang enggan dalam melakukan upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya

keberulangan stroke. Apalagi jika terdapat penyakit penyerta lain seperti diabetes melitus, pasien

biasanya mempunyai kepatuhan yang kurang untuk menerapkan dietnya dalam rangka

mengontrol gula darah sehingga peningkatan gula darah menjadi tidak terkontrol dan komplikasi

kardiovaskuler lebih mudah terjadi. Dengan demikian prognosis juga menjadi kurang baik.12

Peranan keluarga maupun pengertian dari penderita sendiri mengenai stroke akan mempengaruhi

prognosis, terutama pengertian tentang serangan stroke yang tiba-tiba dan kondisi penyembuhan

yang terjadi sangat lambat perlu diterima dengan lapang dada oleh penderita dan keluarganya.

Fisioterapi, formal psikoterapi dan terapi kognitif harus direncanakan dengan baik untuk

mendapatkan hasil akhir yang optimal.5

Kesimpulan

Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak

menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian

ketiga di dunia. Depresi sebagai suatu sindrom sangat sering dijumpai pada pasien pasca-stroke.

Penelitian melaporkan hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak dengan kejadian

depresi pasca-stroke pada lesi di hemisfer kiri. Ada hubungan depresi dengan ketidakmampuan

fungsi fisik yang diderita pasien pasca-stroke. Pengobatan pasien depresi pasca-stroke dapat

dengan cara farmakoterapi yaitu dengan obat-obatan anti depresan dan juga dengan psikoterapi

terhadap pasien.

Page 9: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

Daftar Pustaka

1. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ. 3rd ed.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2003.

2. Koenig HG, Vandermeer J, Chambers A, Burr-Crutchfield L, Johnson J. Minor

depression physical outcome trajectories in heart failure and pulmonary disease. Journal

of Nervous and Mental Disease. 2006; 194(3): 209-17.

3. Davies T, Craig TK. ABC kesehatan mental. Alifa Dimanti, penerjemah. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC; 2009.

4. Amir N. Penatalaksanaan Pasien Stroke dengan Gangguan Emosi. Jiwa Indon Psychiatry

Quarter 1998;XXXI:2:169-72.

5. Misbach J. Stroke Aspek Diagnosis Patofisiologi dan Manajemen. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 1999.

6. Lumempouw SF. Gangguan Neurobehavior dan Cedera Otak. Ethical Digest 2005 April;

14(III).

7. Cummings JL, Trimble MR. Stroke and Brain Tumors in: Concise guide to

Neuropsychiatry and behavioral neurology. Washington: American Psychiatric

Press;1995.

8. Birkett DP. Psychiatry of Stroke. Washington: American Psychiatry Press;1996.9.416.

9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. 6thed.Dian Rakyat;1994.

10. Kaplan HI, Sadock BJ. Neuropsychiatric aspect of cerebrovascular disease and tumor.

Dalam: Comprehensive textbook of Neuropsychiatry Vol. 17th ed. Baltimore:

William&Wilkins; 2000.p.187-94.

11. Williams L, Ghose SS, Swindle RW. Am J Psychiatry 2004 June;161:1090-95.

12. Jorge RE, Robinson RG, Arndt S, Starkstein S. Am J Psychiatry. 2003 Oct; 160:1823-9.

Page 10: Makalah Gangguan Jiwa Dengan Stroke

13. Departemen Kesehatan. Laporan hasil riset kesehatan dasar: Riskesdas Indonesia tahun

2007). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

14. Yayasan Stroke Indonesia. Seri gaya hidup sehat: cara bijak hadapi stroke, jantung &

pembuluh darah. Jakarta: PT Gramedia; 2007.