MAKALAH FITOKIMIA
description
Transcript of MAKALAH FITOKIMIA
MAKALAH FITOKIMIA
ALKALOIDA
DISUSUN OLEH
1. Anindya Widianti 1350705001110212. Danintya Fairuz T. 1350705011110313. Dhenik Swastika W. 1350705011110074. Dian Abril Fitriana 1350705011110205. Dina Sulastiyo Murti 1350705011110186. Engga Sari Yohenda 1350705071110037. Kholida Zahara 1350705071110128. Mochtaromi Tri Yanto 1350705011110059. Viana Khalimatus 135070500111009
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1. Definisi Alkaloid
Alkaloid berasal dari kata (alkali-like) pertama ditemukan oleh Meissner pada awal abad
IX yaitu pada tahun 1819, Alkaloid adalah senyawa golongan basa nitrogen dan merupakan
senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Ladenburg mendefinisikan alkaloid sebagai senyawa
yang secara alami memiliki karakteristik basa dan memiliki paling sedikit satu atom nitrogen
dalam cincin heterosiklik (Kar, 2007). Jadi, alkaloid adalah metabolit sekunder yang bersifat
basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen dengan cincin heterosiklik dan terdapat pada
tumbuh an.
Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber pada tumbuh-tumbuhan.
Namun demikian alkaloid juga dapat ditemui pada bakteri, artopoda, amfibi,
burung danmamalia. Alkaloid dapat ditemui pada berbagai bagian tanaman
seperti akar, batang,daun, dan biji. Alkaloid pada tanaman berfungsi
sebagai: racun yang dapatmelindunginya dari serangga dan herbivora, faktor
pengatur pertumbuhan, dansenyawa simpanan yang mampu menyuplai
nitrogen dan unsur-unsur lain yangdiperlukan tanaman (Wink, 2008).
Ciri-ciri umum alkaloid terbagi atas dua kategori:
A. Sifat Fisik (Lenny, 2006)
1) Umumnya alkaloid bersifat padatan kristal dengan titik lebur tertentu, tetapi alkaloid
dapat benbentuk cair, misalnya nikotin dan koniin
2) Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, kecuali barberina berwarna kuning dan betanin
berwarna merah
3) Garam alkaloid mudah larut dalam air, sedangkan basa alkaloid mudah larut dalam
pelarut organik.Contohnya Atropine sulfat dan Morphine hidroklorida lebih larut dalam
air daripada bentuk basanya, Atropine dan Morphine
B. Sifat Kimia (Kar, 2007)
1) Atom Nitrogen pada molekul
Alkaloid minimal mengandung 1 atom Nitrogen dan termasuk dalam cincin heterosiklik
2) Atom Oksigen pada molekul
Alkaloid adalah senyawa yang mengandung unsur Nitrogen, yang biasanya terasa
pahit.Selain unsur Nitrogen, Carbon dan Hidrogen, Alkaloid juga mengandung Oksigen.
3) Basa
Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron
(gugus alkil), alkaloid lebh bersifat basa. Sedangkan jika gugus fungsional yang
berdekatan dengan nitrogen bersifat menarik elektron (gugus karbonil), alkaloid dapat
bersifat netral atau bahkan sedikit asam.
2. Klasifikasi Alkaloid
a) Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul.
Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin, dan alkaloida indol (Staff Pengajar FK UNSRI, 2009)- Alkaloid Pirolidin
Alkaloid golongan pirol dan pirolidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti pirol dan pirolidin dalam struktur kimianya. Cincin pirol merupakan ciri darialkaloid pirolidin menyerupai cincin asam amino prolin.Alkaloid pirolidin pada dasarnya berasal dari asam amino yangdisebut ornithine.
- Alkaloid isokuinolinMempunyai 2 cincin karbon mengandung 1atom nitrogen. Banyak ditemukan pada famili Fabaceae termasuk Lupines (Lupinus spp),Spartium junceum,Cytisus scoparius dan Sophora secondiflora Bentuk alkaloid Isoquinoline terdiri darialkaloid narkotika yang umumnya ada padaanggota keluarga opium atau Papaveraceae seperti opium poppy atau Papaver somniferum.
- Alkaloid kuinolinAlkaloid kuinolin merupakan alkaloid yang dihasilkan tanaman Cinchona sp.
yang dipanen pada saat usia tanaman 6-12 tahun. Kultur jaringan tanaman dapat digunakan untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder yang sama dengan tanaman asalnya. Keuntungan dari metode kultur jaringan tanaman diantaranya adalah periode daur produksi yang sangat pendek serta dapat merekayasa dan meningkatkan kandungan metabolit. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi pertumbuhan kultur in vitro yang stabil serta menganalisis profil alkaloid kuinolin dari kultur in vitro Cinchona ledgeriana. Optimasi dilakukan dengan mengatur media tumbuh, hormon pengatur pertumbuhan, induksi kalus dan kultur akar rambut. Pada induksi tunas adventif media pertumbuhan kina in vitro yang optimal adalah media tanaman berkayu (WPM) karena menginduksi tunas lebih banyak dibanding media Murashige dan Skoog (MS) dan Media Gamborg (B5) serta pada optimasi hormon pengatur tumbuh 1-napthaylactic acid (NAA) 0,1 mg/L lebih optimal dibanding 3-indole buteric acid (IBA) 0,1 mg/L dan IAA 0,1 mg/L hal ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan yang lebih baik dibanding dari kedua hormon tersebut. Pada penggunaan vitamin sebanyak tiga kali lebih optimal dibandingkan jumlah penggunaan normal satu kali, dua kali dan lima kali tetapi media terbaik diperoleh dengan menambahkan vitamin dan myo-inositol sebanyak tiga kali dari normal pada induksi kultur in vitro. Induksi kalus paling baik pada media MS yang ditambah 0,5mg/L 2,4 dichlorophenonoxyacetic acid (2,4D) dan 0,5 mg/L kinetin dibanding pada WPM dan B5. Kultur akar rambut berhasil diinduksi dengan effisiensi 67% menggunakan Agrobacterium rhizogenes galur ATCC-15834 sedangkan galur A4 dan 07200001 masing-masing 17,39% dan 15,5%. Profil alkaloid kuinolin dengan kromatografi lapis tipis menunjukan kultur batang, akar, daun dan kalus in vitro mengandung alkaloid kuinolin kinin, kinidin dan sinkonidin dengan kadar kinin tertinggi pada batang yakni 0,26%, sementara pada akar 0,15%, daun 0,026% dan kalus 0,021 sedangkan kinidin pada batang 0,046 % dan akar 0,015%.
- Alkaloid IndolAlkaloid indol berasal dari asam amino triptofan. Alkaloid indol yang sederhana seperti serotonin dan psilosibin, terbentuk sebagai hasil dekarboksilasi dari turunan triptofan yang sebanding. Namun, banyak alkaloid indol yang lebih kompleks berasal dari penggabungan turunan asam mevalonat dan triptofan. Dalam bentuk yang sederhana, satu molekul dimetilalil pirofosfat diinkorporasikan ke dalam triptofan menghasilkan asam lisergat, melalui chanoklavin dan agroklavin. Ketiga alkaloid iniditemukan bersama-sama dalam Claviseps purpurea (Legowo, 2003).
b) Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan
Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu aklakoida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan, yaitu : beberapa alkaloida yang berasal dari tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda (Rismunandar, 1990)
c) Berdasarkan asal usul biogeneticCara ini sangat berguna untuk menjelaskan hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida berasal hanya dari beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama, yaitu :1. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.2. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4dihidrofenilalanin.3. Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan (Heinrich dkk, 2005).
d) Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana alkaloida dikelompokkan atas : 1. Alkaloida sesungguhnyaAlkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quartener yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.2. ProtoalkaloidaProtoalkaloida merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan
biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini.3. PseudoalkaloidaPseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekusor asam amino.ini biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu steroidal dan purin.
3. Aktivitas Alkaloid
a) Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen, dengan struktur inti :
Reduksi Piridin Piperidin N N H
Golongan ini dibagi dalam 4 sub golongan :
1. Turunan Piperidin, meliputi piperini yang diperoleh dari Piperis nigri Fructus; yang
berasal dari tumbuhan Piperis nigri (fam : Piperaceae) berguna sebagai bumbu dapur.
2. Turunan Propil-Piperidin, meliputi koniin yang diperoleh dari Conii Fructus; yang
berasal dari tumbuhan Conium maculatum (Fam: Umbelliferae) berguna sebagai
antisasmodik dan sedatif.
3. Turunan Asam Nikotinan, meliputi arekolin yang diperoleh dari Areca Semen; yang
berasal dari tumbuhan Areca catechu (fam: Palmae) berguna sebagai anthelmentikum
pada hewan.
4. Turunan Pirinin & Pirolidin, meliputi nikotin yang diperoleh dari Nicoteana Folium;
yang berasal dari tumbuhan Nicotiana tobaccum (fam: Solanaceae) berguna sebagai
antiparasit, insektisida dan antitetanus. Tumbuhan yang juga mengandung alkaloid ini
adalah kuli dari Punica granatum (fam: Punicaceae) yang berguna sebagai taenifuga.
b) Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3). Alkaloid ini dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk yang ada pada otak maupun sumsum tulang
belakang, struktur intinya :
1. Hiosiamin dan Skopolamin Berasal dari tumbuhan Datura stramonium, D. Metel (fam
Solanaceae), tumbuh pada daerah yang memiliki suhu yang panas daun dan bijinya
mengandung alkaloid Skopolamin; berfungsi sebagai antispasmodik dan sedative. Pada
tumbuhan Hyoscyamus muticus dan H. Niger (fam Solanaceae), tumbuh didaerah
Amerika Selatan dan Kanada dikenal dengan nama “Henbane” daun dan bijinya
digunakan sebagai relaksan pada otot.
2. Kokain Senyawa ini berfungi sebagai analgetik narkotik yang menstimulasi pusat
syaraf, selain itu juga berfungsi sebagai antiemetik dan midriatik. Zat ini bersal dari daun
tumbuhan Erythroxylum coca, E. Rusby dan E. Novogranatense (fam Erythroxylaceae).
Kokain lebih banyak disalahgunakan (drug abuse) oleh sebagian orang dengan nama-
nama yang lazim dikalangan mereka seperti snow, shabu-shabu, crak dan sebagainya.
3. Atropin, Apotropin dan Belladonina Atropa dari bahasa Yunani yaitu terdiri dari kata
“Atropos” yang berarti tidak dapat dibengjokkan atau disalahgunakan, ini disebabkan
karena belladona merupakan obat yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kematian.
Belladonna barasal dari bahasa Italia “Bella” artinya cantik dan “Donna” artinya wanita.
Bila cairan buah diteteskan pada mata akan menyebabkan dilatasi dari pupil mata
sehingga menjadi sangat menarik Akar dan daun tumbuhan Atropa belladonna (fam
Solanaceae) merupakan sumber dari senyawa ini, digunakan sebagai antispamolitik,
antikolinergik, anti asma dan midriatik. Zat ini merupakan hasil dari hiosiamin selama
ekstraksi sehingga tak dapat ditemukan dalam tanaman. Atropin yang dihasilkan secara
sintetik lebih mahal daripada yang berasal dari ekstraksi dari tanaman dan tidak dapat
disaingi harganya.
c) Alkaloid Quinolin N CH3
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dengan struktur inti seperi di bawah
ini:
1. Kinina, Kinidina, Sinkonidin, Sinkonidina Senyawa ini pada umumnya berguna
sebagai anti malaria, alkaloid ini terdapat pada kulit batang (cotex) dari tumbuhan
Cinchona succirubra (fam : Rubiaceae). Ada beberapa jenis dari Cinchona diantaranya C.
Calisaya yang berwarna kuning berasal dari Peru dan Bolivia, C. Officinalis dan C.
Ledgeriana lebih banyak di Indonesia yang ditanam di pulau jawa. Sebelum PD II
Indonesia menyuplai 90% kebutuhan kina di dunia, ketika Jepang memutuskan suplai ini
maka diusahan beberapa obat antimalaria sintetik (kloroquin, kunaikri dan primakrin)
untuk menggantika kina.
2. Akronisina Berasal dari kulit batang tumbuhan Acronychia bauery (fam : Rutaceae,
berfungsi sebagai antineoplastik yang tealah diujikan pada hewan coba dan diharapkan
mampu merupakan obat yang efektif untuk kemoterapi neoplasma pada manusia.
3. Camptothecin. Diperoleh dari buah, sebagian kayu atau kulit dari pohon Camptotheca
acuminata (fam : Nyssaceae), suatu pohon yang secara endemik tumbuh di daratan cina.
Ekstrak dari tumbuhan ini ternyata mempunyai keaktifan terhadap leukemia limpoid.
4. Viridicatin Merupakan subtansi antibiotik dari mycelium jamur Penicillium
viridicatum (fam : Aspergillaceae), senyawa ini aktif untuk semua jenis Plasmodium
(kecuali P. vivax) penyebab malaria. Penggunaan senyawa ini memiliki efek samping
berupa Cindronism yaitu pendengaran berkuran.
d) Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen dengan struktur inti :
1. Morfin Penggunaan morfin khusus pada nyeri hebat akut dan kronis , seperti pasca
bedah dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker.Morfin sering
diperlukan untuk nyeri yang menyertai : 1). Infark miokard; 2). Mioplasma;3). Kolik
renal atau kolik empedu ; 4). Oklusio akut pembuluh darah perifer , pulmonal atau
koroner;5) perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan 6). Nyeri akibat
trauma misalnya luka bakar , fraktur dan nyeri pasca-bedah. Morfin diperoleh dari biji
dan buah tumbuhan Papaver somniferum dan P. Bracheatum (fam : Papaveraceae)
salah satu hasil tanaman ini berupa hasil sadapan dari getah buah yang dikenal
sebagai “opium” yang berarti candu, Candu merupakan „ibu‟ dari morfin, mulanya
dikembangkan sebagai obat penghilang rasa sakit sekitar tahun 1810. Morfin
dikategorikan sebagai obat yang ajaib karena mampu mengurangi rasa sakit akibat
operasi atau luka parah. Pada saat dikonsumsi, obat ini menyebabkan penggunanya
berada dalam kondisi mati rasa sekaligus diliputi perasaan senang/ euforia seperti
sedang berada dalam alam mimpi. Oleh karena efek sampingnya yang berupa euforia
ini, pada tahun 1811 obat ini diberi nama Morpheus sama seperti nama dewa mimpi
Yunani oleh Dr. F.W.A. Serturner, seorang ahli obat dari Jerman. Pertengahan tahun
1850, morfin telah tersedia di seluruh Amerika Serikat dan semakin populer dalam
dunia kedokteran. Morfin dimanfaatkan sebagai obat penghilang rasa sakit yang
membuat takjub dokter-dokter pada masa itu. Sayangnya, ketergantungan terhadap
obat tersebut terlewatkan, tidak terdeteksi sampai masa Perang Saudara berakhir.
Dengan adanya penggunaan yang berlebihan yang terus menerus ataupun kadang-
kadang dari suatu obat yang secara tidak layak atau menyimpang dari norma
pengobatan yang lazim maka hal tersebut dikatakan drug abuse terlebih lagi apabila
pada pemakaian morfin sebagai obat keras. Morfin tergolong kedalam hard drugs
yakni zat-zat yang pada penggunaan kronis menyebabkan perubahan – perubahan
dalam tubuh si pemakai, sehingga penghentiannya menyebabkan gangguan serius
bagi fisiologi tubuh, yang disebut gejala penarikan atau gejala abstimensi. Gejala ini
mendorong bagi si pecandu untuk terus menerus menggunakan zat – zat ini untuk
menghindarkan timbulnya gejala abstimensi.dilain pihak , dosis yang digunakan
lambat laun harus ditingkatkan untuk memperoleh efek sama yang dikehendaki
(toleransi). Hard drugs menyebabkan ketergantungan fisik (ketagihan ) hebat dan
menyebabkan toleransi terhadap dosis yang digunakan.
2. Emetina Senyawa ini berfunsi sebagai emetik dan ekspektoran, diperoleh dari akar
tumbuhan Cephaelis ipecacuanha dan C. Acuminata (fam : Rubiaceae)
3. Hidrastina dan Karadina Senyawa ini berasal dari tumbuhan Hydrastis canadensis (fam
: Ranunculaceae) dikenal pula sebagai Yellowroot; bagian yang digunakan berupa umbi
akar berkhasiat sebagai adstrigensia pada radang selaput lendir.
4. Beberina Berupa akar dan umbi akar dari tumbuhan Berberis vulgaris (dari Oregon), B.
Amition (dari Himalaya), dan B. aristaca (India) dari familia Berberidaceae yang berguna
sebagai zat pahit/amara dan antipiretik.
e) Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol dengan inti seperti di bawah ini :
1. Reserpina Merupakan hasil ekstraksi dari akar tumbuhan Rauwolfia serpentine dari
suku Apocynaceae yang terkadang bercampur dengan fragmen rhizima dan bagian batang
yang melekat padanya. Senyawa ini berfungsi sebagai antihipertensi. Dalam perdagangan
terdapat 5 jenis yaitu R. Serpentine, R. Canescens, R. Micratha, dan R. Tetraphylla.
Selain sebagai anti hipertensi juga berfungsi sebagai traqulizer (penenang),
2. Vinblastina, Vinleusina, Vinrosidina, Vinkristina Diperoleh dari tumbuhan Vinca
rosea, Catharanthus roseus (fam : Apocynaceae) berupa herba yang berkhasiat sebagai
antitumor.
3. Sriknina & Brusina Berasal dari tumbuhan Strychnos nux-vomica dan S. ignatii
(fam :Loganiaceae) yang terdapat di Filifina, Vietnam dan Kamboja. Bagian tanaman
yang diambil berupa ekstrak biji yang telah kering dengan khasiat sebagai tonikum dalam
dosis yang kecil sedangkan dalam pertanian digunakan sebagai ratisida (racun tikus).
4. Fisostigmina & Eserina Simplisianya dikenal dengan nama Calabar bean, ordeal bean,
chop nut dan split nut berupa biji dari tumbuhan Physostigma venenosum (fam :
Leguminosae) yang berkhasiay sebagai konjungtiva pengobatan glaukoma.
5. Ergotoksina, Ergonovina, & Ergometrina Alkaloid ini asalnya berbeda dibandingkan
dengan yang lain, sebab berasal dari jamur yang menempel pada sejenis tumbuhan
gandum yang kemudian dikeringkan. Jamur ini berguna sebagai vasokonstriktor untuk
penyakit migrain yang spesifik dan juga sebagai oxytoksik. Diperoleh dari sisik jamur
yang menempel pada tumbuhan Claviceps purpurea (fam: Hypocreaceae), jamur ini
merupakan parasit pada tumbuhan tersebut, selain itu jamur ini juga terdapat pada
tumbuhan Secale cornutum (fam: Graminae).
6. Kurare Diperoleh dari kulit batang Stricnos crevauxii, C. Castelnaci, C. Toxifera
(fam:loganiaceae) dan Chondodendron tomentosum (fam: Menispermaceae) yang
berguna sebai relaksan pada otot.
f) Alkaloid Imidazol
Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen, dengan inti :
Lingkaran Imidazol merupakan inti dasar dari pilokarpin yang berasal dari daun
tumbuhan Pilocarpus jaborandi atau Jaborandi rermambuco, P. Microphylus atau J.
marashm, dan P. Pinnatifolius atau J. Paraguay dari familia Rutaceae yang berkhasiat
sebagai konjungtiva pada penderita glaukoma.
g) Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N, intinya adalah :
alkaloid ini ditemukan pada Lunpinus luteus, Cytisus scopartus (fam : Leguminocaea)
dan Anabis aphylla (fam : Chenopodiaceae) berupa daun tumbuhan yang telah
dikeringkan berkhasiat sebagai oksitoksik.
h) Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang
mengandung 4 cincin karbon.
Inti dari steroid adalah : N H N Alkaloid steroid terbagi atas 3 golongan yaitu :
1. Golongan I : Sevadina, Germidina, Germetrina, Neogermetrina, Gemerina,
Neoprotoperabrena, Veletridina
2. Golongan II : Pseudojervina, Veracrosina, Isorobijervosia
3. Golongan III : Germina, Jervina, Rubijervina, Isoveratromina
1. Germidina, Germitrina Diperoleh dari umbi akar tumbuhan Veratrum viride (fam:
Liliaceae) yang berguna sebagai antihipertensi.
2. Protoveratrin Diperoleh dari umbi akar tumbuhan Veratrum album (fam :
Liliaceae) yang berguna sebagai insektisida & antihioertensi.
3. Sevadina Diperoleh dari biji sebadilla (Sebadilla Semen) dari tumbuhan
Schonecaulon officinalis (fam: Liliaceae) berguna sebagai insektisida.
i) Alkaloid Amina
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik.
Banyak yang merupakan tutrunan sederhana dari feniletilamin dan senyawa-senyawa
turunan dari asam amino fenilalanin atau tirosin. Feniletilamin Fenilalanin
1. Efedrina Berasal dari herba tumbuhan Ephedra distachya, E. Sinica dan E. Equisetina
(fam : Gnetaceae) berguna sebagai bronkodilator. Tumbuhan ini juga dikenal dengan
nama “Ma Huang” dalam bahasa Cina “Ma” berarti sepat sedangkan „Huang” berati
kuning, hal ini mungkin dihubungkan dengan rasa dan warnan simplisia ini. Selain dari
persenyawaan alam, alkaliod ini juga dibuat dalam bentuk sintetis garam seperti Efedrin
Sulfat dan Efedrin HCl yang berbetuk kristal, sifatsifat farmakologiknya sama dengan
Efedrin dan dipakai sebagai simpatomimetik.
2. Kolkisina Alkaloid ini berasal dari biji tumbuhan Colchicum autumnalei (fam :
Liliaceae) berguna sebagai antineoplasmik dan stimulan SSP, selain pada biji kormus
(pangkal batang yang ada di dalam tanah) tumbuhan ini juga mengandung alkaloid yang
sama.
3. d- Norpseudo Efedrina Senyawa di atas diperoleh dari daun-daun segar tumbuhan
Catha edulis (fam : Celastraceae) nama lain dari tumbuah ini dalah Khat atau teh
Abyssina, tumbuhan ini berupa pohon kecil atau semak-semak yang berasal dari daerah
tropik Afrika Timur. Khasiat dari simplisia ini adalah stimulan pada SSP.
4. Meskalina Diperoleh dari sejenis tumbuhan cactus Lophophora williamsii (fam :
Cactaceae) dikenal dengan nama Peyote yang dapat menyebabkan halusinasi dan
euphoria
j) Alkaloid Purin Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen; dengan inti :
NH2 N N N N H
Susunan inti heterosiklik yang terdiri dari cincin pirimidin yang tergabung dengan
Imidazole
1. Kafeina (1,3,7, Trimetil Xanthin) Alkaliod ini diperoleh dari biji kopi Coffe arabica, C.
Liberica (fam: Rubiaceae) mengandung kafein. Aksi dari kopi pada prinsipnya di
dasarkan pada daya kerja kafein, yang bekerja pada susunan syaraf pusat, ginjal, otot –
otot jantung. Meskipun kopi terutama digunakan sebagai minuman, tetapi dapat juga
digunakan sebagai stimulans dan diuretic. Juga kopi ini digunaskan untuk mengobati
keracunan yang mempunyai tanda – tanda adanya deprosi pada susunan syaraf pusat.
Selain tumbuan kopi ada tumbuhan lain yang juga mengandung caffein seperti camellia
sinensis (fam: Theaceae), cola nitida (fam starculiaceae). Kaffeina
2. Theobromina (3,7 Dimetil Xantin) Diperoleh dari biji tumbuhan Theobroma cacao
(fam: Sterculaceae) yang berguna sebagai diuretik dan stimulan SSP. Theobromina
3. Theofilina (1,3 Dimetil Xantin) Merupakan isomerdari 1,3 dimetil xantin (isomer
Theobromina) yang berguna sebagai bronkodilator dan diuretik) N N N N O H3C O CH3
CH3 N N N N O H3C O CH3 CH3 N N N N O H3C O CH3 CH3 Theofilina
4) Cara Identifikasi dan Pemisahan Senyawa Alkaloida
a) Uji Skrining FitokimiaUntuk mengetahui adanya senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun sidagiri (Sida rhombifolia L.), maka dilakukan uji pendahuluan penapisan golongan kimia ekstrak daun tersebut (Soetarno dan Soediro, 1997; Depkes RI, 2000) yaitu : Uji Alkaloid Dengan plat KLT, dimana pada plat ditotolkan ekstrak, lalu disemprotkan dengan
reagen Dragendorf. Apabila ada noda yang naik dan memberikan perubahan warna menjadi orange atau merah, diduga positif alkaloid.
Dengan metoda “Culvenor Fitzgerald”, daun segar sebanyak 4 gram dirajang halus, dibasahi dengan sedikit alkohol, kemudian ditambahkan sedikit pasir lalu digerus. Ditambahkan 10 ml kloroform amoniak 0,05 N, digerus lagi. Disaring dengan kapas, lalu diambil dengan pipet dan dimasukkan kedalam tabung reaksi besar, ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N lalu dikocok. Lapisan asam diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan satu tetes reagen Mayer. Apabila terbentuk endapan putih berarti positif alkaloid.
b) Ekstraksi dan VaksinasiEkstraksi biasanya menggunakan pelarut organik dengan kepolaran yang
bertingkat. Kepolaran pelarut tergantung dari nilai konstanta dielektriknya. Pelarut heksana, eter, petroleum eter dan kloroform digunakan untuk mengambil senyawa dengan kepolaran rendah sedangkan pelarut yang lebih polar misalnya alkohol dan etil asetat digunakan unutk mengambil senyawa yang lebih polar (Rusdi,1990).
Ekstraksi ini dilakukan dengan cara maserasi dimana serbuk daun sidaguri (Sida rhombifolia L.) sebanyak 1 kg dimaserasi dengan metanol (3 x 5L) pada temperatur kamar dan disaring lalu pelarut diuapkan dari ekstrak metanol dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Terhadap ekstrak metanol ini dilakukan partisi cair-cair dengan n-heksana. Masing-masing ekstrak dipekatkan kembali dengan rotary evaporator sehingga diperoleh residu kering dan dilanjutkan dengan uji skrining fitokimia. Ekstrak metanol ditambahkan HCl 2M hingga mencapai pH 2 dan didiamkan selama 24 jam, kemudian dicuci dengan dietileter. Selanjutnya ditambahkan NH4OH pekat sampai pH 9-10, diekstraksi dengan dietileter dan ekstrak dietileter tersebut diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak pekat dietileter (Barus dkk, 2010).
Pada ekstraksi alkaloid, jika bahan yang diinginkan adalah yang larut dalam lemak, kita dapat menggunakan pelarut organik seperti benzena, kloroform atau eter dengan Air dan dilakukan dengan cara ekstraksi cair-cair untuk menghilangkan bahan-bahan yang larut dalam air seperti gula, garam anorganik. Jika bahan yang diinginkan substansi hidrofilik, larutan air dapat diekstraksi dengan pelarut lipofilik lemah seperti etil asetat, butanol, pentanol asetat. Kadang-kadang kita dapat menambahkan sejumlah kecil metanol atau etanol dalam kloroform atau metilen klorida untuk mengekstrak . Kebanyakan dari alkaloid bebas berupa lipofil, jadi
kloroform, benzena, eter dan metilen klorida dapat untuk mengekstrak alkaloid bebas. (Yubin,JI, et,al. 2014).
Langkah-langkah untuk ekstraksi alkaloid adalah (W,Linn ayyad,et.al.2013) :
1. 100 gram bubuk tumbuhan dicampur dengan 350 ml metanol dengan perbandingan 1:42. Hasilnya difilter melalui muslin cloth, lalu melalui buchner funnel3. Kemudian supernatannya di evaporasi pada suhu 45ºC pada rotari evaporator4. Hasil dari evaporasi diekstrak dengan kloroform sebanyak 3 kali. Pada saat diekstraksi
dengan kloroform, terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas merupakan fasa air, dan lapisan bawah merupakan fasa kloroform.
Pada ekstraksi cair-cair alkaloid dengan pelarut kloroform, setelah dikocok terbentuk 2 fasa yaitu fasa atas yang merupakan fasa air dan fasa kloroform. Fasa kloroform berada di bawah karena mempunyai massa jenis yang lebih besar yaitu pada suhu 25 °C sebesar 1.48 g/cm3, sedangkan massa jenis air sebesar 1 g/cm3 (WHO,2004).
Fraksi yang disari dari kloroform merupakan fraksi yang diambil untuk tahapan selanjutnya. Senyawa yang dapat disari oleh pelarut kloroform merupakan senyawa yang bersifat semipolar seperti alkaloid, terpenoid/steroid, komponen fenolik, glikosida jantung, minyak atsiri dan flavonoid (Harborne, J. B. 1987)
c) Pemisahan dan PemurnianDari hasil skrining fitokimia dengan menggunakan reagent Mayer dan reagent
Dragendorf terhadap ekstrak dietileter daun sidaguri (Sida rhombifolia L.) menunjukkan bahwa daun tumbuhan tersebut mengandung senyawa alkaloid (Barus dkk, 2010).Ekstrak pekat dietileter yang mengandung senyawa alkaloid kemudian dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan kromatografi kolom, terlebih dahulu terhadap fraksi dietileter tersebut dilakukan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) analitik untuk menentukan jenis eluen yang memiliki pola pemisahan paling baik yang akan digunakan pada kromatografi kolom(Barus dkk, 2010).
Fase diam dalam KLT berupa padatan penyerap yang dihasilkan pada sebuah plat datar dari gelas, plastik atau alumina sehingga membentuk lapisan tipis dengan ketebalan tertentu. Fase diam atau penyerap yang bisa digunakan sebagai pelapis plat adalah silika gel (SiO2), selulosa, alumina (Al2O3) dan kieselgur (tanah diatome).Kebanyakan penyerap yang digunakan adalah silika gel, dimana telah tersedia plat yang siap pakai (Gritter et al., 1991).
Pelarut sebagai fase gerak atau eluen merupakan faktor yang menentukan gerakan komponen-komponen dalam campuran. Pemilihan pelarut tergantung pada sifat kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Kekuatan elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa dalam KLT dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai berikut : air murni > metanol > etanol > propanol > aseton > etil asetat > kloroform > metil klorida > benzena > toluen > trikloroetilena > tetraklorida > sikloheksana > heksana. Fase gerak yang bersifat lebih polar digunakan unutk mengelusi senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fase gerak yang kurang polar digunakan untuk mengelusi senyawa yang adsorbsinya lemah (Sastrohamidjojo, 1991).
Komposisi pelarut ditentukan berdasarkan pendekatan KLT. Isolasi senyawa alkaloid dari daun sidaguri dilakukan dengan metoda kromatografi kolom menggunakan silika gel 60 sebagai fasa gerak berdasarkan teknik “step gradient polarity” (SGP). Eluen yang digunakan adalah kloroform : metanol dengan nilai perbandingan sebagai berikut (90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 40:60). Eluen ditampung dalam botol vial 5 ml dan dianalisis dengan KLT. Fraksi-fraksi yang memiliki spot dengan nilai Rf yang sama digabung dan pelarutnya diuapkan, selanjutnya dilakukan pemurnian (Barus dkk, 2010).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapis tipis diperoleh dari harga faktor retensi (Rf), yaitu dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh senyawa terlarut dengan jarak tempuh pelarut (Palleros,2000).
Harga Rf = Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal
d) Karakterisasi Senyawa Hasil IsolasiTerhadap senyawa hasil isolasi yang telah murni dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer FT-IR dan H-NMR (Barus dkk, 2010).
5) Ekstraksi pemisahan dan pemurnian ofalkaloid dalam obat alami
Adanya ofalkaloid dalam obat alami dalam bentuk garam alkaloid, air asam anorganik sehingga dapat digunakan untuk mengekstrak. Alkaloid bebas atau garam dapat dilarutkan dalam methanol,etanol, dapat juga digunakan alcohol yang dipanaskan. Alkaloid adalah senyawa organik mirip alkali yang mengandung atom nitrogen yang bersifat basa dalam cincin heterosiklik. Karena bersifat basa, tumbuhan yang mengandung alkaloid biasanya terasa pahit. Ekstraksi adalah metode pemisahan senyawa yang melibatkan proses pemindahan satu
atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain, serta didasarkan kepada prinsip kelarutan. Ekstraksi terdiri atas tiga jenis. Ekstraksi cair-cair memiliki prinsip bahwa suatu senyawa kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut lainnya (prinsip beda kelarutan). Ekstraksi padat-cair biasa mengekstrak zat padat dari zat cair. Ekstraksi asam-basa merupakan jenis ekstraksi yang didasarkan pada sifat asam dan basa senyawa organic (Yubin,JI, et,al. 2014).
Metode – metode yang dilakukan adalah sebagai berikut (Yubin,JI, et,al. 2014) :
1. Alkaloid diekstraksi sebagai garam Bahan diekstraksi dg pelarut organik larut air
( etanol,metanol) yg diasamkan (HCl 1M,asam asetat 10%,asam sitrat 5%, asam tartarat
2%), yg melarutkan alkaloid sebagai garam. Pigmen dan senyawa tak larut lainnya
dipisahkan dgn menambahkan pelarut non polar spt kloroform.Fasa asam diperlakukan
dg penambahan basa misal ammonium hidroksida shg bentuk garam menjadi free
alkaloid yg akan terekstrak oleh pelarut organic.
2. Alkaloid diekstraksi sebagai basa bebas
Bahan dibasakan dg natrium karbonat atau lainnya, alkaloid basa bebas dilarutkan dg
pelarut organik spt kloroform, eter,etil asetat. Larutan kloroform yg mengandung basa
bebas lalu diekstraksi dgn asam encer mis HCl 2 M,alkaloid akan pindah dr fase organik
ke fase berair sbg garam klorida
3. Metode resin penukaran kation
Alkaloid dibasakan dengan kloroform ekstrak eter,
BH+Cl- BH++Cl-(kation alkaloid hidroklorida alkaloid) R-H++BH R-BH+
+H+ .
Dimana R merupakan resin penukar kation B mewakili alkaloid bebas. Alkaloid memiliki
resin penukar dituangkan dari kromatogram, dibasakan dengan amonia berair dengan
nilai PH sekitar 10, dan kemudian pelarut organik seperti kloroform atau eter direfluks
ekstrak pekat relatif murni.
4. Metode Kromatografi
Metode kromatografi memisahkan dua atau lebih senyawa atau ion berdasarkan pada
perbedaan migrasi dan distribusi senyawa atau ion tersebut dalam dua fasa yang berbeda.
zat terlarut dalam suatu fasa gerak mengalir pada suatu fasa diam. Hal ini menjadi sebab
keberadaan fasa gerak dan fasa diam dalam semua jenis kromatografi. Pada posisi yang
berbeda-beda, senyawa atau ion ini akan tertahan dan terabsorpsi pada fasa diam, dan
kemudian satu persatu akan terbawa kembali oleh fasa gerak yang melaluinya. Tipe
kromatografi yang digunakan pada percobaan ini adalah kromatografi lapis tipis. Metode
ini menggunakan material adsorben pada pelat kaca, plastik atau alumunium tipis.
Metode ini merupakan metode yang sederhana dan cepat untuk menguji kemurnian suatu
senyawa organik.
5. Metode gradien pH
Metode ini dikenal oleh Svodoba untuk mengisolasi alkaloid antileukema Catharantus
roseus. Cara didsarkan pada kenyataan bahwa alkaloid indo dengan struktur yang
bervariasi yang terdapat dalam tanaman mempunyai sifat basa yang sangat berbeda.
Campuran alkaloid kotor dilarutkan dalam larutan asam tartarat 2% dan diekstrak dengan
benzena atau etil asetat. Fraksi pertama ini akan mengandung alkaloid yang netral dan
atau yang bersifat basah lemah. Langkah berikutnya adalah pH larutan berair dinaikkan
dengan bilangan 0,5 kemudian pH dinaikkan hingga pH mencapai 9,0 setiap pH diekstrak
dengan pelarut organik. Perbedaan pH memungkinkan pemisahaan secara bertahap
alkaloid basa lemah dan alkaloid basa kuat dari media basa. Alkaloid yang bersifat basa
kuat diekstrak terakhir.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Mengapa alkaloid harus diubah dalam bentuk base dengan menambahkan basa?Alkaloid adalah senyawa organik mirip alkali yang mengandung atom nitrogen
yang bersifat basa dalam cincin heterosiklik. Karena bersifat basa, tumbuhan yang mengandung alkaloid biasanya terasa pahit.
Untuk mendapatkan alkaloid maka tanaman harus di isolasi, Dalam isolasi alkaliod di butuhkan suasana asam atau basa karena keadaan basa dan asam digunakan untuk menjaga keadaan agar proses isolasi dapat berjalan dengan baik. Alkaloid cenderung bersifat basa dan mudah menguap. sedangkan asam digunakan untuk menghasilkan alkaloid dalam bentuk garam dan tidak mudah menguap Dan pada tahap awal isolasi alkaloid dibutuhkan kondisi asam karena dengan penambahan asam organik maka ekstrak akan menghasilkan garam atau penambahan asam berguna untuk mengikat alkaloid dengan garam nya.Penambahan basa berguna untuk membebaskan ikatan garam menjadi alkaloida yang bebas. prinsip pengerjaan dengan azas keller yaitu alkaloida yang terdapat dalam suatu bakal sebagai bentuk garam, dibebaskan dari ikatan garam tersebut menjadi alkaloida yang bebas untuk itu ditambahkan basa lain yang lebih kuat dari pada alkaloida tadi. Bahan tumbuhan dapat dibebaskan dengan natrium karbonat (Padmawinata, 1995).
2. Pada ekstraksi alkaloid, lapisan kloroform terdapat pada lapisan atas atau bawah?
Jika bahan yang diinginkan adalah yang larut dalam lemak, kita dapat menggunakan pelarut organik seperti benzena, kloroform atau eter dengan Air dan dilakukan dengan cara ekstraksi cair-cair untuk menghilangkan bahan-bahan yang larut dalam air seperti gula, garam anorganik. Jika bahan yang diinginkan substansi hidrofilik, larutan air dapat diekstraksi dengan pelarut lipofilik lemah seperti etil asetat, butanol, pentanol asetat. Kadang-kadang kita dapat menambahkan sejumlah kecil metanol atau etanol dalam kloroform atau metilen klorida untuk mengekstrak . Kebanyakan dari alkaloid bebas berupa lipofil, jadi kloroform, benzena, eter dan metilen klorida dapat untuk mengekstrak alkaloid bebas. (Yubin,JI, et,al. 2014).
Langkah-langkah untuk ekstraksi alkaloid adalah (W,Linn ayyad,et.al.2013) :
1. 100 gram bubuk tumbuhan dicampur dengan 350 ml metanol dengan perbandingan 1:42. Hasilnya difilter melalui muslin cloth, lalu melalui buchner funnel3. Kemudian supernatannya di evaporasi pada suhu 45ºC pada rotari evaporator4. Hasil dari evaporasi diekstrak dengan kloroform sebanyak 3 kali. Pada saat diekstraksi
dengan kloroform, terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas merupakan fasa air, dan lapisan bawah merupakan fasa kloroform.
Pada ekstraksi cair-cair alkaloid dengan pelarut kloroform, setelah dikocok terbentuk 2 fasa yaitu fasa atas yang merupakan fasa air dan fasa kloroform. Fasa kloroform berada di bawah
karena mempunyai massa jenis yang lebih besar yaitu pada suhu 25 °C sebesar 1.48 g/cm3, sedangkan massa jenis air sebesar 1 g/cm3 (WHO,2004).
Fraksi yang disari dari kloroform merupakan fraksi yang diambil untuk tahapan selanjutnya. Senyawa yang dapat disari oleh pelarut kloroform merupakan senyawa yang bersifat semipolar seperti alkaloid, terpenoid/steroid, komponen fenolik, glikosida jantung, minyak atsiri dan flavonoid (Harborne, J. B. 1987)
Daftar Pustaka
Barus, Tonel., Lenny, Sovia., Sitopu, Evi Yoana.2010. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.). Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 1
Gritter,Roya J., Bobbit, J.M., Schwarting,A.E.1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB.
Heinrich, dkk, 2005, Farmakognosi dan Fitoterapi, EGC, Jakarta.
Kar, Ashutosh, 2007, Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology Second edition, New
Delhi:New Age International Limited Publishers
Legowo, Anang Mohamad, Dr. Ir, MSc, 2003, “Analisis Bahaya Dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi Olahan Pangan”, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.Lenny, S., 2006,Senyawa Flavanoida, Fenilpropanida dan Alkaloida, Karya
IlmiahDepartemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
Palleros,Daniel R.2000. Experimental Organic Chemistry. John Wiley and Sons. New York.
Rismunandar, 1990, Membudidayakan Tanaman Buah-Buahan, CV. Sinar Baru, Bandung.Rusdi.1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian Universitas Andalas.
Padang.
Sastrohamidjojo,H. 1991. Spektroskopi. Liberty. Yogyakarta.
Soetarno.S.,Soediro, I.S. 1997. Standarisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan Obat Tradisional. Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi
Staff pengajar departemen farmakologi FK Universitas Sriwijaya.2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2.EGC.jakarta
W, Linn Ayyad,et.al. 2013. Comparative Evaluation of Alkaloids Extraction Methods from the Root Bark of Punica granatum. Volume 4 [1]: 33- 39
WHO. 2004. Chloroform. WHO Library Cataloguing in - Publication Data
Wink, M., 2008, Ecological Roles of Alkaloids, dalam Wink, M., Modern
Alkaloids,Structure, Isolation Synthesis and Biology,Wiley, Jerman.
Yubin,J.I., Miao, Yubin,. Bing ,Wang and Yao,Zhang. 2014. The extraction, separation and purification of alkaloids in the natural medicine. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 6(1):338-345.