Makalah Farmasi Refin Firmsansyah

43
MAKALAH FARMASI KOLITIS ULSERATIF Oleh : Refin Firmansyah 11700041 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN 1

description

makalah

Transcript of Makalah Farmasi Refin Firmsansyah

1

MAKALAH FARMASIKOLITIS ULSERATIF

Oleh :Refin Firmansyah11700041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYASURABAYA2015KATA PENGANTAR

Rasa puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Dalam makalah ini saya membahas penyakit yang berjudul KOLITIS ULSERATIF.Dalam mengerjakan makalah ini, untuk itu saya ucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya. Saya sampaikan kepada : Lusiani Tjandra, SSI,Apt,M.Kes yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, tugas, koreksi, dan saran Demikian makalah ini saya susun dan semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini banyak ditemukan kesalahan dan kekurangan, untuk itu saya mohon kritik dan saran guna membangun dan menyempurnakan makalah ini. Terimakasih.Surabaya, Januari 2015Penyusun,

DAFTAR ISI

Judul1Kata Pengantar ...2Daftar Isi 3Bab I : Pendahuluan... 4Bab II : Tentang Penyakit... 62.1 Definisi ................... 62.2 Patogenesis .................. 92.3 Gejala Klinis. 102.4 Diagnosis.. 112.5 Penatalaksanaan 13Bab III : Tentang Obat yang Digunakan................................................. 143.1 Sifat Fisiko Kimia dan Rumus Kimia Obat............................ 143.2 Farmakologi Umum............................................................... 163.3 Farmakodinamik..................................................................... 173.4 Farmakokinetik....................................................................... 21Bab IV : Kesimpulan............................................................................... 25Daftar Pustaka............................................................................................... 26

BAB IPENDAHULUAN

Kolitis adalah peradangan akut atau kronik yang mengenai kolon. Berdasarkan penyebab, kolitis dapat dibagi menjadi kolitis infeksi dan noninfeksi. Kolitis infeksi disebabkan oleh berbagai macam kuman. Kolitis adalah peradangan akut atau kronik yang mengenai kolon. Kolitis berhubungan dengan enteritis (peradangan pada intestinal) dan proktitis (peradangan pada rektum). (Oesman, 2007)Berdasarkan penyebab, kolitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Oesman, 2007) :1. Kolitis infeksi1) Kolitis amebik2) Shigelosis3) Kolitis tuberkulosa4) Kolitis pseudomembran 5) Kolitis karena virus/bakteri/parasit lain seperti Eschericia coli2. Kolitis non-infeksi Inflamatory bowel disease (IBD)1) Kolitis ulseratif2) penyakit Crohns3) Indeterminate ColitisInflammantorry Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar terdiri dari 3 jenis, yaitu kolitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam katagori Indeterminate Colitis. (Djojoningrat, 2006) Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. (Judge, 2003) Sementara itu, puncak kejadian penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini teah dilaporkan terjadi pada setiap dekade kehidupan. (Glickman, 2000)Untuk pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Pengobatan utama untuk kolitis ulseratif adalah sulfasalazine. Obat ini efektif dalam menginduksi remisi, mempertahankan remisi pada kolitis ulseratif, dan menghambat inflamasi. (Friedman, 2010)

BAB IITENTANG PENYAKIT KOLITIS ULSERATIF

2.1 DefinisiKolitis ulseratif merupakan suatu penyakit inflamasi menahun yang mengenai kolon dan rektum dengan karakteristik eksaserbasi intermiten dan remisi. (Djojoningrat, 2006) Ulkus terbentuk dari inflamasi yang menyebabkan kematian jaringan, kemudian menghasilkan darah dan pus. Jika inflamasi mengenai rektum dan kolon bagian bawah disebut proktitis ulseratif. (Judge, 2003) Kolitis ulseratif bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Keadaan ini disebut pankolitis. (Judge, 2003)Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting Hal ini meliputi factor familial atau genetic, infeksi imunologik dan psikologik. (Glickman, 2000)

1. Faktor familial / genetikPenyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam. Hal ini menunjukkan bahwa ada predisposisi genetic terhadap perkembangan penyakit ini.2. Faktor infeksiSifat radang kronik ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Di samping banyak usaha untuk menemukan agen bakteri, jamur atau virus, belum ada yang sedimikian jauh diisolasi.3. Faktor imunologikTeori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep manifestasi ekstraintestinal yang dapat meyertai kelainan ini (misalnya arthritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat tersebut, seperti glukokortikoid dapat menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif.4. Faktor psikologikGambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan. Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mulai terjadinya, atau berkembang, sehubungan dengan adanya stress psikologis mayor misalnya kehilangan seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus meiliki kepribadian yang khas membuat mereka menjadi rentan terhadap stress emosi yang sebaliknya merangsang gejalanya.5. Faktor lingkungan Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke 3.Beberapa penlitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis useratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok

Gambar anatomi kolon (Judge, 2003)

2.2 PatogenesisPenyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis ulseratif. Kolitis ulseratif merupakan proses peradangan pada lapisan mukosa dan submukosa kolon. Atropi mukosa dan abses pada kripta sering ditemukan. Kolitis ulseratif dapat mengenai rektum, kolon sigmoid, dan seluruh bagian kolon, namun tidak mengenai intestinal. Pada stadium ringan ditemukan mukosa eritem, edem dan mengalami granulasi. Pada stadium sedang dan berat kolon tampak mengalami ulserasi, erosi, friability dan perdarahan spontan. (Djojoningrat, 2006)Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria oleh limfosit, makrofag, dan sel lai, meskipun antigen pencetusnya belum jelas. Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai pencetus, namun sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang menjadi penyebab IBD. Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau gen mikroba non pathogen yang normal mengaktivasi respon imun yang abnormal. Hasilnya suatu mekanisme penghambat yang gagal. Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus IBD adalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal.Imun respon cell mediated juga terlibat dalam pathogenesis kolitis ulseratif. Ada peningkatan sekresi antibody oleh sel mononuclear intestinal, terutama IgG dan IgM yang melengkapi komplemen. Kolitis ulseratif dihubungkan dengan meningkatnya produksi IgG1 (oleh limfosit Th2) dan IgG3, sub tipe yang respon terhadap protein dan antigen T Cell dependent. Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi terutama pada aktivasi makrofag di lamina propria. Defek sitokin ini menghasilkan infamasi yang kronis. Sitokin jugaa terlibat dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. (Yamada, 2005)

Gambar Kolitis ulseratif (Judge, 2003)

2.3 Gejala KlinisGejala klinis tergantung derajat inflamasi mukosa dan perluasan kolitis. Gejala yang sering ditemukan berupa diare berdarah dan kram perut. Proktitis biasa menyebabkan tenesmus. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih. Namun, suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, takikardi, sakit perut, peritonitis dengan lekositosis. Selama serangan, penderita tampak sangat sakit. Jika ditemukan keadaan ini dipertimbangkan kolitis fulminan dan toksik megakolon. (Djojoningrat, 2006)2.4 DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja. Pada stadium ringan biasanya hasil laboratorium yang ditemukan normal. Pada stadium sedang dan berat, pemeriksaan darah menunjukan adanya : 1) Anemia2) Peningkatan jumlah sel darah putih 3) Peningkatan laju endap darah4) Hipoalbuminemia.Pemeriksaan tinja untuk melihat apakah terdapat sel darah putih pada tinja. Selain itu, juga dapat mendeteksi perdarahan atau infeksi kolon karena bakteri, virus dan parasit. Sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid) atau kolonoskopi merupakan metode paling akurat untuk menegakkan diagnosis kolitis ulseratif. Namun untuk keadaaan akut digunakan sigmoidoskopi untuk mencegah resiko perforasi kolon. Hal ini memungkinkan dokter untuk secara langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan selama masa bebas gejalapun, usus jarang terlihat normal. Sampel jaringan yang diambil untuk pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu peradangan menahun. (Makmun, 2007)Barium enema dan kolonoskopi bertujuan untuk mengetahui penyebaran penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker. Peradangan usus besar memiliki banyak penyebab selain kolitis ulseratif. Karena itu, dokter menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit. Sampel tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa dibawah mikroskop dan dibiakkan. Sampel darah dianalisa untuk menentukan apakah terdapat infeksi parasit. Sampel jaringan diambil dari lapisan rektum dan diperiksa dibawah mikroskop. Diperiksa apakah terdapat penyakit menular seksual pada rektum (seperti gonore, virus herpes atau infeksi klamidia), terutama pada pria homoseksual. Pada orang tua dengan aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah yang buruk ke usus besar. Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau keluarnya nanah dari rektum, namun harus difikirkan kanker sebagai kemungkinan penyebab diare berdarah. (Makmun, 2007)

2.5 PenatalaksanaanPengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Obat-obatan yang digunakan untuk kolitis ulseratif, yaitu: (Geboes, 2011)1) 5-aminosalicyclic acid (5-ASA), seperti sulfasalazine digunakan untuk mengontrol inflamasi.2) Kortikosteroid, seperti prednison untuk mengurangi inflamasi.3) Obat-obat untuk mengurangi rasa sakit, diare atau infeksi dapat juga diberikan.Adapun indikasi pembedahan pada kolitis ulseratif jika terjadi keadaan dibawah ini : (Geboes, 2011)1) Emergensi : perforasi kolon, perdarahan masif dan kolitis fulminan yang gagal bersepon dengan terapi medis 2) Elektif : kanker kolon, penyakit menahun yang tidak sembuh-sembuh sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.

BAB IIITENTANG OBAT YANG DIGUNAKAN

3.1Sifat Fisiko Kimia dan Rumus Kimia Obat1.SulfasalazineSifat Fisiko KimiaSulfasalazin merupakan pro-drug, dari proses diazotasi dari sulfapiridin dan melalui proses penggabungan garam diazonium dengan asam salisilat. Sulfasalazin berwarna kuning terang atau kuning kecoklatan,praktis tidak berbau, berupa serbuk mengkilat dengan tingkat kelarutan tidak kurang dari 0.1 mg/mL hingga sekitar 0.34 mg/mL dalam alkohol pada suhu 250C. (Dirjen POM, 1995)Rumus Kimia Obat

2.PrednisonSifat Fisika Kimia Prednison adalah serbuk kristalin berwarna putih, tak berbau. Sangat sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, methanol, kloroform, dan dioksan. BM 358,428 g/mol. (Dirjen POM, 1995)Rumus Kimia Obat

3.2Farmakologi Umum1.SulfasalazineSulfasalazine adalah prodrug, yang, tidak aktif dalam bentuk tertelan. Hal ini diuraikan oleh bakteri dalam usus menjadi asam 5-Aminosalisilat (5-ASA), dan sulfapyridine. (5-ASA juga dipasarkan sebagai mesalamine (Lialda, Rowasa, Pentasa, Canasa Apriso, dan Asacol.)Ketika diberikan secara oral, absorpsinya sangat terbatas disaluran pencernaan bagian atas karena sifatnya yang polar. Sehingga presentase sulfasalazine yang mencapai colon cukup besar. Reduksi azo dipengaruhi karena adanya koloni bakteri anaerob yang mengkonversi sulfasalazine menjadi 5- ASA.(Graham, 1995)2.PrednisonPrednisonadalahglukokortikoidprodrugyang diubah oleh11 beta-hidroksisteroid dehidrogenasedalamhatike dalam bentuk aktif,prednisolon. Hal ini digunakan untuk mengobati penyakit radang tertentu (seperti reaksi alergi yang parah) dan (pada dosis tinggi) beberapa jenis kanker, tetapi memiliki banyak efek samping yang signifikan. Hal ini biasanya diambil secara lisan namun dapat disampaikan olehsuntikan intramuskularatauinjeksi intravena.Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. (Ikawati, 2006)3.3Farmakodinamik1.SulfasalazineSulfasalazine digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit radang usus yang disebut kolitis ulseratif. Obat ini tidak menyembuhkan kondisi ini, tapi membantu gejala penurunan seperti demam, nyeri perut, diare, dan perdarahan rektum. Setelah serangan diobati, sulfasalazine juga digunakan untuk meningkatkan jumlah waktu antara serangan. Obat ini bekerja dengan mengurangi iritasi dan pembengkakan pada penambahan intestines. Sebagian besar, tablet sulfasalazine digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan digunakan di jenis-jenis arthritis inflamasi (misalnya psoriasis arthritis), dimana obat ini memiliki efek yang menguntungkan. Sulfasalazine membantu mengurangi nyeri sendi, bengkak, dan kekakuan. Pengobatan awal dari rheumatoid arthritis dengan sulfasalazine membantu untuk mengurangi / mencegah kerusakan sendi lebih lanjut sehingga dapat melakukan lebih dari aktivitas normal sehari-hari. Obat ini digunakan dengan obat lain, istirahat, dan terapi fisik pada pasien yang tidak menanggapi obat lain (salisilat, obat anti-inflammatory drugs-NSAIDs). Bagian ini berisi penggunaan obat ini yang tidak tercantum dalam profesional disetujui. pelabelan untuk obat tetapi yang mungkin diresepkan oleh dokter. Gunakan obat ini untuk suatu kondisi yang tercantum dalam bagian ini hanya jika sudah begitu diresepkan oleh obat perawatan kesehatan professional. Ini juga dapat digunakan untuk mengobati jenis lain dari penyakit usus yang disebut penyakit Crohn. Sulfasalazine juga telah berhasil digunakan untuk mengobati kasus urtikaria idiopatik yang tidak menanggapi antihistamin.Sulfasalazine dapat menyebabkan penyerapan mengurangi asam folat dan digoxin (Lanoxin). Penyerapan asam folat dapat menyebabkan kekurangan asam folat dan mengakibatkan anemia. Obat ini tidak boleh digunakan dengan obat berikut karena interaksi yang sangat serius mungkin terjadi: methenamine. Apabila sedang menggunakan obat yang tercantum di atas, beritahu dokter atau apoteker sebelum memulai dengan sulfasalazine. Sebelum menggunakan obat ini, beritahu dokter atau apoteker dari semua resep dan nonprescription / produk herbal dapat menggunakan, khususnya dari: siklosporin, digoksin, asam folat, obat-obatan tertentu yang digunakan untuk mengobati diabetes (sulfonilurea seperti Glipizide , glyburide, tolbutamid), PABA diminum, fenitoin, warfarin. Obat ini dapat menurunkan efektivitas kombinasi-jenis pil KB. Hal ini dapat mengakibatkan kehamilan. Anda mungkin perlu menggunakan tambahan berupa pengendalian kelahiran handal saat menggunakan obat ini. Konsultasikan dengan dokter atau apoteker untuk rincian dokumen. Ini tidak mengandung semua interaksi yang mungkin. Oleh karena itu, sebelum menggunakan produk ini, beritahu dokter atau apoteker dari semua produk yang digunakan. Menyimpan daftar semua obat, dan berbagi daftar dengan dokter dan apoteker. Jika overdosis dicurigai, hubungi ruang darurat segera. Gejala overdosis mungkin termasuk: perut yang parah / sakit perut, muntah terus menerus, mengantuk ekstrim, kejang.Untuk dosis pengobatan kolitis ulseratif, dewasa : dosis awal: 1 g 3-4 kali/hari, dosis pemeliharaan: 2 g/hari dalam dosis terbagi. Dosis awal juga dapat dimulai dengan 0.5-1 g/hari. (Dirjen POM, 1995)Kontra Indikasi (Dirjen POM, 1995) : 1) Hipersensitivitas untuk sulfonamide dan salisilat2) Porfiria intermiten akut3) Bayi di bawah 2 tahun4) Obstruksi usus dan saluran kencing5) Wanita hamil

2.PrednisonEfek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid adalah hormon yang muncul secara alamiah yang mencegah atau menekan proses radang dan respons imun ketika diberikan dengan dosis farmakologi. Pada tingkat molekuler, glukokortikoid yang tidak terikat dapat melintasi membran sel dan yang terikat dengan reseptor sitoplasma yang spesifik, mempunyai ikatan yang afinitas tinggi. Ikatan ini menginduksi respons berupa perubahan transkripsi dan akhirnya terjadi sintesis protein, untuk mencapai kerja steroid yang sesuai dengan harapan. Prednison adalah bentuk sintetik dari steroid dimana obat ini merupakan prodrug yang akan diubah oleh hati menjadi prednisolon yang merupakan bentuk aktif dan steroid. Steroid bekerja dengan cara seperti: inhibisi infiltrasi leukosit pada tempat terjadinya peradangan, ikut bekerja pada fungsi mediator respons radang, dan penekanan pada respons imun humoral. Beberapa efek lainnya seperti reduksi edema atau jaringan parut, juga penekanan secara umum pada respons imun. Kerja anti-inflamasi dari kortikosteroid diperkirakan karena kortikosteroid ikut melibatkan protein inhibitor Fosfolipase A2, yang disebut dengan lipocortins. Lipocortins mengontrol biosintesis mediator radang yang poten seperti prostaglandin dan leukotriene dengan cara menghambat pembentukan asam arakidonat secara tidak langsung melaui mekanisme penghambatan Fosfolipase A2. (Katzung , 2001).Kontra Indikasi (Katzung , 2001) :1) Infeksi jamur sistemik.2) Peptik ulcer.3) Osteoporosis.4) Pankreatitis (kecuali pankreatitis oleh karena sarkoidosis).5) Psikosis.6) Psikoneurosa yang parah.7) Pasien yang baru saja diberi vaksin virus hidup termasuk smallpox.8) Viral hepatitis tidak terkomplikasi.

3.4Farmakokinetik1.SulfasalazineModus aksi Sulfasalazine (SSZ) atau metabolitnya,5-Aminosalisilat asam (5-ASA) dan sulfapyridine (SP), masih dalam penyelidikan, tetapi mungkin terkait dengan sifat anti-inflamasi dan / atau imunomodulator yang telah diamati pada hewan dan dalam model in vitro, untuk afinitas untuk jaringan ikat, dan / atau dengan konsentrasi yang relatif tinggi mencapai dalam cairan serosa, dinding hati dan usus, seperti yang ditunjukkan dalam studi autoradiographic pada hewan. Dalam kolitis ulseratif, studi klinis memanfaatkan administrasi rektal SSZ, SP, dan 5-ASA telah menunjukkan bahwa tindakan terapi utama bisa berada dalam bagian 5-ASA.In vivo studi telah menunjukkan bahwa ketersediaan hayati absolut oral SSZ kurang dari 15% untuk obat induk. Dalam usus, SSZ dimetabolisme oleh bakteri usus untuk SP dan 5-ASA. Dari dua spesies, SP relatif baik diserap dari usus dan sangat dimetabolisme, sedangkan 5-ASA jauh kurang diserap dengan baik.Setelah pemberian oral 1 g SSZ sampai 9 laki-laki sehat, kurang dari 15% dari dosis SSZ diserap sebagai obat induk. Konsentrasi serum terdeteksi SSZ telah ditemukan pada orang sehat dalam waktu 90 menit setelah konsumsi tersebut. Konsentrasi maksimum dari SSZ terjadi antara 3 dan 12 jam pasca-konsumsi, dengan konsentrasi puncak rata-rata (6 mcg / ml) terjadi pada 6 jam.Sebagai perbandingan, kadar plasma puncak dari kedua SP dan 5-ASA terjadi sekitar 10 jam setelah pemberian. Kali ini lebih lama untuk puncak merupakan indikasi transit pencernaan ke usus dimana bakteri metabolisme yang lebih rendah dimediasi terjadi. SP ternyata baik diserap dari usus besar dengan bioavailabilitas diperkirakan 60%. Dalam studi yang sama, 5-ASA jauh kurang diserap dari saluran pencernaan dengan bioavailabilitas diperkirakan dari 10% menjadi 30%.Setelah injeksi intravena, volume dihitung distribusi (Vdss) untuk SSZ adalah 7,5 1,6 L. SSZ sangat terikat pada albumin (> 99,3%), sedangkan SP hanya sekitar 70% terikat pada albumin. Acetylsulfapyridine (AcSP), kepala metabolit SP, adalah sekitar 90% terikat pada protein plasma.Sebagaimana disebutkan di atas, SSZ dimetabolisme oleh bakteri usus untuk SP dan 5-ASA. Sekitar 15% dari dosis SSZ diserap sebagai orangtua dan dimetabolisme sampai batas tertentu di hati ke dua spesies yang sama. Plasma diamati paruh untuk Sulfasalazine intravena adalah 7,6 3,4 jam. Rute utama metabolisme SP adalah melalui asetilasi untuk membentuk AcSP. Tingkat metabolisme SP untuk AcSP tergantung pada fenotipe acetylator. Pada asetilator cepat, plasma rata-rata paruh SP adalah 10,4 jam, sedangkan pada asetilator lambat, itu adalah 14,8 jam. SP juga dapat dimetabolisme menjadi 5-hidroksi-sulfapyridine (SPOH) dan N-asetil-5-hidroksi-sulfapyridine. 5-ASA terutama dimetabolisme di kedua hati dan usus untuk N-asetil-5-Aminosalisilat asam melalui rute fenotipe non-asetilasi tergantung. Karena kadar plasma rendah yang dihasilkan oleh 5-ASA setelah pemberian oral, perkiraan yang dapat diandalkan paruh plasma tidak mungkin. Diserap SP dan 5-ASA dan metabolitnya terutama dieliminasi dalam urin sebagai metabolit baik gratis atau sebagai konjugat glukuronat. Mayoritas 5-ASA tetap dalam lumen usus dan diekskresikan sebagai 5-ASA dan asetil-5-ASA dengan feses. Jarak dihitung administrasi SSZ intravena berikut adalah 1 L / jam. Klirens ginjal diperkirakan mencapai 37% dari pembersihan total. (Dirjen POM, 1995)

2.PrednisonPrednison diabsorbsi dari traktus gastrointestinalis sebesar 50%-90%. Efek puncak sistemik didapat setelah 1-2 jam konsumsi obat. Obat yang bersirkulasi terikat erat pada protein plasma albumin dan transcortin, dan hanya bagian tidak terikat dari dosis aktif. Sistemik prednison didistribusi secara cepat menuju ginjal, usus, kulit, liver, dan otot. Kortikosteroid terdistribusi pada air susu ibu dan mampu melintasi plasenta.Prednison dimetabolisme secara aktif di liver menjadi prednisolon oleh hidrogenisasi grup keton pada posisi 11 di hati, kemudian prednisolon dimetabolisme lagi lebih lanjut menjadi metabolit biologis inaktif (seperti glukonoride dan sulfat). Prednison diekskresi melalui traktus urinarius sebesar 3 2% tanpa berubah bentuk menjadi prednisolon. Diekskresi dalam bentuk prednisolon sebesar 15 5% bersama dengan beberapa bagian prednisolon yang tidak berubah menjadi metabolit inaktif.Prednison mempunyai waktu paruh biologis sekitar 18-36 jam dan waktu paruh eliminasi plasmanya adalah 3,5 jam. Sedangkan prednisolon sebagai metabolit aktifnya mempunyai waktu paruh plasma sekitar 2-4 jam. Dalam distribusinya prednison terikat dengan protein plasma albumin dan transcortin sebesar 65%-91%. Prednison mempunyai bioavalibilitas sebesar 80 11% ( Rang, 2007).

BAB IVKESIMPULAN

1. Kolitis dapat diklasifikasikan menjadi kolitis infeksi dan non infeksi. 2. Kolitis infektif terdiri dari kolitis amebik, shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis pseudomembran dan kolitis oleh parasit serta bakteri lain seperti E. coli. 3. Kolitis noninfektif antara lain berupa kolitis ulseratif, penyakit Crohn, kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, maupun kolitis nonspesifik.4. Penyebab penyakit kolitis ulseratif diantaranya meliputi:genetic, racun pada lingkungan, rokok, faktor psikologis dan imunologik.5. Kebanyakan gejala kolitis ulserativa pada awalnyaadalahberupa buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah.6. Penatalaksaan kolitis tergantung penyebab7. Penatalaksaan kolitis ulseratif dengan 5-aminosalicyclic acid (5-ASA), seperti sulfasalazine digunakan untuk mengontrol inflamasi, kortikosteroid, seperti prednison untuk mengurangi inflamasi, obat-obat untuk mengurangi rasa sakit, diare atau infeksi dapat juga diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1083, 1084.2. Djojoningrat D. 2006. Inflamatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan Pengobatannya di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 389 903. Friedman S, Blumberg RS. 2010. Inflammatory Bowel Disease. Dalam: Longo DL, Fauci AS penyunting. Harrisons Gastroenterology and Hepatology. 17th edition. United states: The Mcgraw-Hill Companies. 174 954. Geboes K, Jouret A. 2011. Macroscopy and Microscopy the Inflamatory Bowel Disease (IBD); http://documents.irevues.inist.fr/bitstream [Diakses tanggal 28 Desember 2014]5. Glickman RM. 2000. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn). Dalam: Asdie AH, editor, Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1577 916. Graham L Patrick. 1995. An introduction to Medicinal Chemistry, Vol.no.3. 2367. Ikawati, Z. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. UGM Press. Yogyakarta.8. Judge TA, Lichentenstein. 2003. Inflamatory Bowel Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH (ed). Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2nd Edition. Singapore: McGraw Hill. 108 - 309. Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 2, Edisi 8. Penerbit Salemba Medika : Jakarta.10. Makmun D. 2007. Kolitis radiasi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 37911. Oesman N. 2007. Kolitis Infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 368 - 7212. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ. 2007. Rand And Dales Pharmacology, 6th edition. Elsevier-Churchill Livingstone. 427-43513. Yamada T. 2005. Inflamantorry Bowel Disease. Handbook of Gastroenterology. 2nd ed Philadelphia: Lippincott William & Wiklins. 357 72

1

6

4