Makalah FARMASI FISIKAedit

19
FARMASI FISIKA TUGAS II CARA MENGUKUR TINGKAT KRISTALINITAS SUATU BAHAN BAKU Oleh : Anggota Kelompok : 1. NI NYOMAN ENGLANDARI MURTI (1008505011) 2. NI MADE DWI DIANTHY MARYADHI (1008505044) 3. A.A. FEBY DANUSWARI (1008505054) 4. PUTU LITA ASTRIANI (1008505056) 5. BAGUS NYOMAN SUGIASTANA (1008505057) 6. NI PUTU YULIA PURNAMI (1008505059) 7. GUSTI AYU EKA PERTIWI (1008505060) 8. PUTU IKA INDAH INDRASWARI (1008505061) 9. MADE JELITA SUGOSHA (1008505069) 10. SAGUNG ARI MAHADEWI (1008505094)

Transcript of Makalah FARMASI FISIKAedit

Page 1: Makalah FARMASI FISIKAedit

FARMASI FISIKA

TUGAS II

CARA MENGUKUR TINGKAT KRISTALINITAS

SUATU BAHAN BAKU

Oleh :

Anggota Kelompok :

1. NI NYOMAN ENGLANDARI MURTI (1008505011)

2. NI MADE DWI DIANTHY MARYADHI (1008505044)

3. A.A. FEBY DANUSWARI (1008505054)

4. PUTU LITA ASTRIANI (1008505056)

5. BAGUS NYOMAN SUGIASTANA (1008505057)

6. NI PUTU YULIA PURNAMI (1008505059)

7. GUSTI AYU EKA PERTIWI (1008505060)

8. PUTU IKA INDAH INDRASWARI (1008505061)

9. MADE JELITA SUGOSHA (1008505069)

10. SAGUNG ARI MAHADEWI (1008505094)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2012

Page 2: Makalah FARMASI FISIKAedit

TUGAS II :

1. Bagaimana cara mengukur tingkat kristalinitas suatu bahan baku

2. Menjelaskan metode dan alat yang digunakan untuk mengukur kristalinitas

suatu

3. Menjelaskan prinsip kerja alat dan cara interpretasi hasilnya

PENGERTIAN KRISTALINITAS

Kristalinitas merupakan sifat penting pada polimer yang menunjukkan

ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih

teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan tegangan yang tinggi dan

kaku. Struktur rantai polimer dan sintesis mempunyai kristalinitas yang berbeda.

Kristalinitas polimer dipengaruhi oleh jenis struktur rantai dan jenis ikatan

(Almalaika dan Csot, 1983). Kristalinitas merupakan angka yang menggambarkan

kandungan fasa kristalin dari suatu bahan. Fasa kristalin suatu bahan menentukan

sifat fisis yang dimiliki bahan tersebut, apabila suatu bahan mengalami perlakuan

eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan fasa kristalin maka sifat fisis

bahan tersebut akan mengalami perubahan juga (Sutiani, 2009).

CARA MENGUKUR KRISTALINITAS

Kristalinitas suatu bahan dapat diamati dengan melakukan pengujian

struktur kristal dengan menggunakan Difractometer Sinar X (XRD). Metode XRD

(X-Ray Diffraction) merupakan suatu metode analisis kualitatif yang memberikan

informasi mengenai kekristalan suatu mineral tertentu. Hal ini dikarenakan setiap

mineral mempunyai pola difraktogram yang karakteristik. Kristalinitas sampel

dilihat dari tampilan pola difaraktogramnya. Difraktogram yang memiliki pola

pemisahan puncak-puncak yang jelas dan intensitas ketajaman puncaknya tinggi

memiliki kristalinitas yang baik. Difraktogram yang diperoleh memberikan

informasi tentang daerah-daerah kristalin dan daerah-daerah amorf. Daerah

kristalin ditandai dengan puncak-puncak yang tajam sedangkan daerah amorf

ditandai dengan puncak-puncak yang lebar. Polimer linier pada umumnya bersifat

semikristalin, yang berarti memiliki bagian amorf dan kristalin (Sutiani, 2009)

1

Page 3: Makalah FARMASI FISIKAedit

METODE DAN ALAT YANG DIGUNAKAN

Metode yang digunakan yaitu dengan XRD (X-Ray Diffraction) atau

difractometer sinar X. Mekanisme kerja analisis XRD ini yakni sampel yang akan

dianalisis XRD digerus sampai halus seperti bubuk kemudian dipreparasi lebih

lanjut menjadi lebih padat dalam suatu holder (kuvet aluminium) kemudian holder

tersebut diletakkan pada alat XRD dan diradiasi dengan Sinar X. Data hasil

penyinaran Sinar X berupa spektrum difraksi Sinar X dideteksi oleh detektor dan

kemudian data difraksi tersebut direkam dan dicatat oleh komputer dalam bentuk

grafik peak intensitas, yang lebih lanjut dianalisis jarak antara bidang kisi

kristalnya dan dibandingkan dengan hukum Bragg pada komputer dengan

menggunakan software tertentu sehingga dapat menghasilkan suatu data. Software

yang biasa digunakan biasanya perangkat lunak Rietica, High Score Plus dan

Diffraction Technology Vis XRD (Herdianita dkk., 1999).

Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat X-Ray Difraksi, kuvet

aluminium (holder), komputer dan beberapa alat-alat gelas laboratorium

(Herdianita dkk., 1999)

 

Gambar 1. Alat X-Ray Diffraksi

2

Page 4: Makalah FARMASI FISIKAedit

Gambar 2. Alat X-Ray Diffraksi

PRINSIP KERJA DAN INTERPRETASI HASIL

Analisa morfologi bahan polimer pada umumnya menggunakan metoda

difraksi sinar X, yang bertujuan untuk menentukan derajat kristalinitas sampel.

Sinar X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,5

–2,5 Å. Sinar ini bergerak menurut garis lurus, tidak terdiri dari partikel

bermuatan sehingga tidak dibelokkan oleh medan magnet. Sinar-X ini terjadi bila

suatu sasaran logam ditembaki oleh berkas elektron berenergi tinggi. Sinar X

memiliki dua jenis spektrum yaitu radiasi kontinyu, berupa pita-pita lebar dan

radiasi karakteristik yang dinyatakan dalam puncak-puncak khas yang banyak

digunakan untuk analisa struktur.

Pada metoda difraksi sinar X diperlukan sinar monokromatik. Jika sinar X

monokromatik mengenai sampel, maka ada dua proses yang kemungkinan terjadi

yaitu :

a. Jika sampel memiliki struktur kristalin, maka sinar X akan terhambur

secara koheren. Peristiwa ini dikenal sebagai efek difraksi sinar X.

b. Jika sampel memiliki struktur kristalin dan amorf, maka sinar X akan

terhambur secara tidak koheren. Peristiwa ini dikenal sebagai hamburan

Compton (Sutiani,2009).

3

Page 5: Makalah FARMASI FISIKAedit

Disamping dapat digunakan untuk analisa kualitatif, difraksi sinar-X juga

dapat digunakan untuk melakukan analisa kuantitatif yaitu dalam penentuan

derajat kristalinitas suatu sampel. Difraktogram yang diperoleh memberikan

informasi tentang daerah-daerah kristalin dan daerah-daerah amorf. Daerah

kristalin ditandai dengan puncak-puncak yang tajam sedangkan daerah amorf

ditandai dengan puncak-puncak yang lebar. Polimer linier pada umumnya bersifat

semikristalin, yang berarti memiliki bagian amorf dan kristalin. Baik bagian amorf

maupun kristalin dapat berinteraksi dengan sinar-X dan menunjukkan intensitas

hamburan yang spesifik seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Sutiani,2009).

Hamburan kristalin

Ic Hamburan amorf

Latar belakang

Ia

Hamburan compton

Sudut difraksi (2)

Gambar 3. Pola Umum Difraktogram Polimer Semikristalin

(Sutiani, 2009).

Alat X-Ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui struktur

kristal, perubahan fasa dan derajat kristalinitas. Prinsip kerjanya, difraksi sinar X

oleh atom-atom yang tersusun didalam kristal akan menghasilkan pola yang

berbeda bergantung pada konfigurasi atom-atom pembentuk kristal. Elektron yang

dipancarkan dengan tegangan sangat tinggi menumbuk target (Cu, Cr, Fe, Co, Mo

dan W). Energi kinetik elektron yang menumbuk target diantaranya berubah

4

Page 6: Makalah FARMASI FISIKAedit

menjadi panas dan sinar-x, sinar-x yang dipancarkan dalam peristiwa ini

terdistribusi secara tidak kontinu dengan λ yang berbeda. Tumbukan antara

elektron yang dipercepat dengan atom target bersifat inelastik. Jika energi elektron

yang datang memiliki energi yang cukup maka akan mementalkan elektron pada

kulit K, sehingga atom dalam keadaan tereksitasi dan diisi oleh elektron dari kulit

L atau M. Proses transisi ini diikuti oleh pelepasan energi berupa radiasi sinar-x

dengan panjang gelombang tertentu dan disebut dengan berkas sinar-x

karakterisasi Kα dan Kβ. Sinar-x ditembakan pada material sehingga terjadi

interaksi dengan electron dalam atom. Ketika foton sinar-x bertumbukan elektron,

beberapa foton hasil tumbukan akan mengalami pembelokan dari arah datang

awal. Jika panjang gelombang hamburan sinar-x tidak berubah (foton sinar-x

tidak kehilangan banyak energi) dinamakan hamburan elastik (hamburan

Thompson) dan terjadi transfer momentun dalam proses hamburan. Sinar-x ini

yang digunakan untuk pengukuran sebagai hamburan sinar-x yang membawa

informasi distribusi elektron dalam material. Hamburan sinar X tersebut kemudian

diterima detector dan ditampilkan berupa defrektogram melaui software tertentu.

Gelombang yang terdifraksikan dari atom-atom berbeda dapat saling mengganggu

dan distribusi intensitas resultannya termodulasi kuat oleh interaksi ini. Syarat

terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg :

2d sin θ = n λ.

Jika atom-atom tersusun periodik dalam kristal, gelombang terdifraksi akan terdiri

dari interferensi maksimun tajam (peak) yang simetri, peak yang terjadi

berhubungan dengan jarak antar atom (Purnama, 2006).

5

Page 7: Makalah FARMASI FISIKAedit

Gambar 4 Proses terjadinya difraksi oleh kisi kristal.

Analisis difrraksi sinar-X dengan tujuan melihat ukuran kristal, fase dan

derajat kristalinitas. Perhitungan derajat kristalinitas dapat menggunakan

pendekatan luas segitiga karena sederhana dan mudah dimengerti (Purnama,

2006).

INTERPRETASI HASIL

Interpretasi hasil dilihat pada contoh penelitian Pengaruh Suhu Reaksi

Terhadap Derajat Kristalinitas dan Komposisi Hidroksiapatit (HAp) Dibuat

dengan Media Air dan Cairan Tubuh Buatan (Synthetic Body Fluid) oleh Eko

Firman Purnama (Insitut Pertanian Bogor).

Sintesa Hidroksiapatit

Telah dibuat hidroksiapatit dengan pelarut SBF dan air dengan variasi

suhu pembuatan pada 40, 70, dan 90oC. Saat pembuatan hidroksiapatit kondisi pH

dipertahankan 9. Untuk pembuatan pada suhu 40 dan 70oC tidak terjadi penurunan

pH (stabil). Namun untuk suhu 90oC terjadi penurunan pH secara signifikan

mencapai nilai pH 5-6, kondisi ini akibat penguapan air yang sangat tinggi. Ini

dapat diatasi dengan menambahkan larutan amonium hidroksida (NH4OH) 12%

sampai pH mencapai 9. Endapan yang dihasilkan lalu dikeringkan dengan

menggunakan freeze drier.

6

Page 8: Makalah FARMASI FISIKAedit

Analisa Derajat Kristalinitas dengan XRD

Kristalinitas didefinisikan sebagai fraksi berat kristalinitas dalam suatu

bahan. Semakin teratur susunan atom dalam bahan, semakin tinggi tingkat

kristalinitasnya. Jika dilihat pada pola XRD HAp pelarut air (Gambar 7), terlihat

bahwa dengan semakin naiknya suhu pembuatan, maka semakin naik juga derajat

kristalinitasnya. Ini diperlihatkan pada semakin tingginya intensitas dan semakin

sempitnya lebar setengah puncak (FWHM) pada sudut 2 sebesar 31,7o (40 oC) dan

31,9o (70 oCdan 90 oC).

Pada Gambar 8, untuk HAp pelarut SBF terlihat perbedaan pola difraksi

pada suhu 70 oC. Kondisi demikian diakibatkan adanya preferred orientation yaitu

orientasi bias dari satu atau lebih permukaan kristal partikel sehingga

intensitasnya berubah-ubah. Perubahan intensitas untuk kristal diimbangi dengan

perubahan intensitas amorf, sehingga tidak berpengaruh pada perhitungan derajat

kristalinitas. Untuk nilai FWHM semakin mengecil dengan semakin naiknya suhu

pembuatan pada 2 31,9o (40 oC) dan 2 31,8o (70o dan 90 oC).

7

Page 9: Makalah FARMASI FISIKAedit

Pada pola XRD dapat dilihat terbentuknya kristal pada sudut 2θ antara 31o

sampai 34o, pola ini sesuai dengan data (JCPDS) Joint Committee on Powder

Diffraction Standards (Gambar 9). Data XRD bertujuan untuk mencari derajat

kristalinitas akibat pengaruh variasi suhu saat pembuatan.

Derajat kristalinitas dihitung dengan membandingkan fraksi luas kristalin

dengan penjumlahan fraksi luas kristalin dan fraksi luas amorf. Data yang diambil

dalam perhitungan tidak semuanya, karena pembentukan kristal HAp paling

dominan hanya terjadi pada jangkauan 2θ 31o sampai 34o pada hkl (211), (300),

dan (202). Luas tersebut dihitung dengan pendekatan luas segitiga. Fraksi luas

kristalin/amorf =FWHM x height. Dimana FWHM dianggap setengah luas alas

8

Page 10: Makalah FARMASI FISIKAedit

dan height sebagai tingginya. Penghilangan background (Gambar 10) dikurangi

dengan penghilangan amorf (Gambar 11) dihasilkan fraksi luas kristalin. Data

XRD HAp pelarut air dan SBF serta perhitungan luas kristalin dan luas amorf

dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 5. Luas kristalin dan luas amorf dimasukan

kedalam persamaan sehingga dihasilkan nilai % kristalinitas pada Tabel 4 dan

Tabel 6. Data Tabel 4 dan Tabel 6 diplot pada grafik Gambar 12 (Purnama, 2006).

9

Page 11: Makalah FARMASI FISIKAedit

10

Page 12: Makalah FARMASI FISIKAedit

11

Page 13: Makalah FARMASI FISIKAedit

Fraksi luas kristalin/amorf :

FWHM x height

Dari hasil grafik dapat dilihat bahwa kurva derajat kristalinitas HAp

dengan pelarut SBF berbentuk linear, persentase kristalinitas meningkat

sebanding dengan kenaikan suhu pada saat pembuatan. Untuk kurva derajat

kristalinitas HAp pelarut air tidak linear, terdapat lengkung mulai suhu 70 sampai

90 oC. Kenaikan persentase kristalinitas antara suhu 70 sampai 90oC tidak terlalu

besar, diakibatkan karena setelah suhu 70oC ion-ion yang terkandung dalam

larutan sudah banyak hilang sehingga tidak ada lagi pembentukan kristal. Dapat

disimpulkan pada grafik memperlihatkan dengan semakin tinggi suhu pembuatan

maka semakin banyak kristal yang terbentuk karena susunan atom dalam bahan

semakin teratur (Purnama, 2006).

Secara umum dapat dilihat cara menginterpretasikan data yang diperoleh,

yaitu dengan melihat difraktogram hasil pengujian, dan Derajat kristalinitas

dihitung dengan membandingkan fraksi luas kristalin dengan penjumlahan fraksi

luas kristalin dan fraksi luas amorf.

Fraksi luas kristalin/amorf =FWHM x height. Dimana FWHM dianggap setengah

luas alas dan height sebagai tingginya (Purnama, 2006).

12

Page 14: Makalah FARMASI FISIKAedit

DAFTAR PUSTAKA

Herdianita, N.R., Ong H.L., E.A. Subroto, dan B. Priadi. 1999. Pengukuran

Kristalinitas Silika Berdasarkan Metode Difraktometer Sinar-X. Proc

ITB. Volume 31 No 1.

Available at:

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46346/G06pef.pdf

?sequence=1. Opened on: 20 April 2012

Purnama, Eko Firman. 2006. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Derajat

Kristalinitas dan Komposisi Hidroksiapatit (HAp) Dibuat dengan

Media Air dan Cairan Tubuh Buatan (Synthetic Body Fluid). Journal

Institut Pertanian Bogor.

Available at:

http://jusami.batan.go.id/dokumen/materi/30Jan12_112138_E%20Firman

%20Purnama.pdf. Opened on: 20 April 2012

Sutiani, Ani. 2009. Metode Karakterisasi Bahan Polimer. Kultura. Volume 10

No.1. Available on : http://eprints.undip.ac.id/3102/1/jurnalku.pdf

Opened on: 20 April 2012

13