Makalah Diabetes Melitus

41
MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN DIABETES MELITUS PADA SISTEM TUBUH KELAS B FOKUS GROUP 5 Oleh: Evalina Romauli (1206249504) Istiqomah (1206218650) Lathifanny R.W (1206218833) Nachita Putri (1206219016) Shintia Silvana (1206240543) Putu Alfio Andhika (1206248174) Thatiana Dwi Arifah (1206244346) FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2013

description

Makalah Diabetes Melitus yang ditinjau dari segala sistem tubuh, pencernaan, pernapasan, endokrin, urinaria, saraf, dll. Tugas IDK Teori FIK

Transcript of Makalah Diabetes Melitus

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN

DIABETES MELITUS PADA SISTEM TUBUH

KELAS B

FOKUS GROUP 5

Oleh:

Evalina Romauli (1206249504)

Istiqomah (1206218650)

Lathifanny R.W (1206218833)

Nachita Putri (1206219016)

Shintia Silvana (1206240543)

Putu Alfio Andhika (1206248174)

Thatiana Dwi Arifah (1206244346)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2013

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami selaku penyusun makalah kepada Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dengan judul “Diabetes Melitus pada Sistem Tubuh”

Tidak lupa shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada

baginda Rasulullah SAW, juga kepada keluarga-Nya, sahabat-Nya, dan mudah-

mudahan sampai kepada kita selaku umat-Nya. Amin.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyususnan makalah ini. Semoga bantuan yang telah diberikan

mendapat balasan dari Allah SWT.Penyusun juga menyadari bahwa laporan atau

makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun

dari semua pihak sangat diharapkan. Dan penyusun mohon maaf apabila terdapat

kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah

ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Depok, 18 November 2013

Tim Penyusun

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 4

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5

1.4 Metode Penulisan ...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1 Definisi Diabetes Melitus .......................................................................... 6

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ...................................................................... 6

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Diabetes Melitus ............................................. 8

2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus ................................................................... 11

2.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus .......................................................... 12

2.6 Diagnosis Diabetes Melitus ....................................................................... 31

BAB III PEMBAHASAN KASUS ................................................................ 35

3.1 Kasus Pemicu............................................................................................ 32

3.2 Pembahasan Kasus .................................................................................... 32

BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 38

4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 39

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya

hiperglikemi di dalam tubuh. Sebagian besar orang-orang menyebutnya

dengan penyakit kencing manis. Biasanya para penderita DM akan disertai

dengan berbagai gejala seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan. Apabila tidak dilakukan perawatan dan pengontrolan pengobatan

yang baik pada penderita DM, maka akan menyebabkan berbagai penyakit

menahun seperti serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit

pembuluh darah tungkai dan lain sebagainya. Penyebab diabetes dapat

disebabkan berbagai hal seperti keturunan, pola hidup yang tidak sehat, dan

lain-lain. Penderita diabetes pun setiap tahunnya semakin bertambah.

World Health Organisation (WHO) pada tahun 2003 memperkirakan

bahwa terdapat 194 orang atau 51% dari 3,8 milyar penduduk dunia menderita

DM, yang mana sebagian besar berasal dari usia 20—79 tahun. Yang mana

pada tahun 2025 diperkirakan akan meningkat kembali menjadi 333 juta

orang. Angka kenaikan penderita DM ini dipicu juga karena tidak adanya

pengawasan nutrisi yang baik dan terpenuhi untuk tubuh, pola hidup yang

tidak sehat, dan kurangnya melakukan aktifitas fisik. Selain itu seseorang telah

terindikasi mengidap DM dapat disebabkoleh merokok, dan obesitas. Untuk

itu diperlukannya pemahaman mengenai DM pada setiap orang, agar

memberikan pemahaman lebih mengenai DM.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang menyebabkan diabetes melitus?

2. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus?

3. Apakah pengaruh diabetes melitus terhadap pencernaan?

4. Apakah pengaruh diabetes miletus terhadap sirkulasi tubuh?

5. Apakah pengaruh diabetes miletus terhadap sistem endokrin dan

pembentukan urin?

5

6. Bagaimanakah pengobatan bagi penderita diabetes?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mampu memahami penyebab diabetes miletus

2. Memahami mekanisme patofisiologi diabetes miletus

3. Memahami pengaruh diabetes miletus terhadap sistem yang terdapat di

tubuh

4. Memahami cara perawatan terbaik untuk penderita diabetes miletus

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan pada penyusunan makalah ini adalah

dengan menggunakan metode penulisan studi pustaka. Yang mana

penulisan makalah ini berdasarkan referensi buku-buku dan penelusuran

internet pada situs-situs yang dapat dipercaya

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang bersifat progresif,

dikarakteristikan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein, yang mengarah kepada hiperglikemia (kadar gula darah yang

tinggi) (Black, 2009). Menurut Sherwood (2012), diabetes secara harfiah artinya

“mengalirkan”, yang menunjukkan pengeluaran urin dalam jumlah besar. Mellitus

artinya “manis”. Urin pasien DM terasa manis kerena banyaknya glukosa dalam

urin. Diabetes mellitus sejauh ini adalah penyakit endokrin yang paling sering

ditemukan. Diabetes miletus merupakan penyakit yang banyak diderita pada

kalangan masyarakat, terutama pada kalangan masyarakat urban. Diabetes miletus

adalah penyakit diakibatkan karena produksi insulin yang sedikit atau

ketidakefektifan insulin walaupun produksinya dalam jumlah yang normal.

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Blac (2009), diabetes melitus diklasifikasikan menjadi empat

derajat klinis berbeda yang terdiri atas tipe 1, tipe 2, gestasional, dan jenis spesifik

lain dari diabetes melitus.

1. Diabetes melitus tipe 1 adalah hasil dari autoimunitas kerusakan sel beta, yang

mengarah kepada defisiensi hormon insulin.

2. Diabetes melitus tipe 2 adalah hasil dari kerusakan pengeluaran insulin secara

pogresif yang disertai dengan resistensi insulin, biasanya berkaitan dengan

obesitas.

3. Diabetes melitus gestasional adalah jenis diabetes melitus yang didiagnosis

selama masa kehamilan.

7

4. Diabetes melitus jenis lain, mungkin terjadi sebagai hasil dari kerusakan

genetik di fungsi sel beta, penyakit kelenjar pankreas (misalnya sistik

fibrosis), atau penyakit yang diinduksi penggunaan obat-obatan.

Menurut WHO, diabetes melitus dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan

perawatan dan simtoma.

1. Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes Mellitus Tipe 1 biasa menyerang anak-anak. Merupakan diabetes

yang terjadi karena berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah akibat

hilangnya sel beta pada pulau langerhans. Hilangnya sel beta dikarenakan

reaksi autoimun yang salah sehingga menghancurkan sel beta di pankreas.

Salah satu gejala DM tipe 1 ini adalah buang air kecil yang terlalu sering.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Merupakan tipe diabetes yang bukan karena berkurangnya rasio insulin dalam

darah, melainkan karena kelainan metabolisme. Terjadi Hiperglisema yaitu

bertambahnya atau melebihnya glukosa darah.

3. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes tipe ini adalah diabetes yang timbul pada saat kehamilan, yang

diakibatkan oleh kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon

insulin yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekstra pada kehamilan.

Resiko terjadinya anomali kongenital berkaitan langsung dengan derajat

hiperglikemia pada saat diagnosis ditegakkan. Pada diabetes melitus jenis ini,

insulin sulit bekerja karena beberapa hormon pada ibu hamil memiliki efek

metabolik yang bertoleransi dengan glukosa.

Sedangkan American Diabetes Association (1997) membagi DM dalam

empat klasifikasi dengan dua tipe utama yaitu tipe I dan tipe II.

1. Diabetes tipe I

Merupakan tipe diabetes yang terjadi karena kerusakan sel-sel beta pada

pancreas untuk memproduksi insulin. Hal ini disebabkan reaksi autoimun pada

tubuh.

2. Diabetes tipe II

8

Merupakan tipe diabetes dimana jumlah insulin dalam tubuh memadai namun

kurangnya jumlah reseptor insulin di permukaan sel menyebabkan insulin

yang dapat masuk ke dalam sel hanya sedikit dan proses metabolism

karbohidrat terganggu sehingga kadar glukosa dan insulin tinggi. DM tipe II

mempunyai tingkat genetic tinggi, 80-90% disebabkan keturunan.

3. Diabetes tipe Gestasional

Tipe diabetes yang hanya terjadi pada masa kehamilan. Namun resiko yang

ditimbulkan terhadap bayi sangan besar seperti kelainan bawaan, gangguan

pernapasan, bahkan kematian janin. Toleransi karbohidrat akan kembali

normal mulai pada trisemester ketiga.

4. Diabetes tipe spesifik lainnya

a. Defek genetik fungsi sel β yang ditandai dengan mutasi pada:

1) Hepatocyte nuclear transcription factor (HNF) 4α.

2) Glukokinase

3) Hepacytocyte nuclear transcription for 1α.

4) Insulin promoter factor

b. Defek genetic pada kerja insulin (misalbya resistensi tipe A).

c. Penyakit pada pankreas eksokrin, diantaranya pancreatitis,

pankreatektomi, neoplasia, fibrosis kistik, hemokromatosis.

d. Endokrinopati, yaitu sindrom Cushing, akromegali, feokromositoma,

hipertiroidisme, glukagonoma.

e. Obat atau bahan kimia : glukortikoid, tiazid, dan lain.

f. Infeksi : rubella kongenital, sitomegalovirus, coxsackievirus, dan lainnya.

g. Bentuk jarang diabetes imnunologik : sindrom “Stiff Man”, antibody anti

reseptor insulin.

h. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan diabetes : sindrom Down,

sindrom Klinefelter, dan lainnya.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Diabetes Melitus

Secara umum, diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

yaitu:

9

1. Genetika

Seseorang yang memiliki penyakit diabetes miletus dapat menurunkan

penyakit tersebut kepada anak-anaknya. Anak penderita diabetes tipe 2

memiliki peluang menderita DM 2 sebanyak 15%-30% risiko

ketidakmampuan metabolisme karbohidrat secara normal.

2. Obesitas (berat badan ≥ 20% dari berat ideal)

Obesitas yang terjadi pada seseorang dapat mengakibatkan berkurangnya

jumlah sisi reseptor insulin yang dapat bekerja dalam sel pada otot skeletal

dan jaringan lemak. Dengan terjadinya obesitas maka akan merusak sel beta

dalam memproduksi dan melepaskan insulin, sehingga terjadi penumpukan

gula darah.

3. Usia

Semakin bertambah umur seseorang maka prevalensi DM semakin meninggi.

Biasanya DM dialami oleh orang-orang yang telah berusia 30 tahun, yang

mana telah mengalami perubahan fisiologis, anatomi, dan biokimia. Salah satu

yang mengalami perubahan adalah sel beta penghasil insulin pada pankreas.

4. Hipertensi

2.3.1 Etiologi dan Faktor Risiko pada Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes melitus tipe 1, yang sebelumnya disebut IDDM atau juvenile-onset

diabetes mellitus, dikarakteristikan oleh kerusakan sel beta pankreas, yang

mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 adalah salah satu

penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak, tiga sampai empat kali lebih

umum dibandingkan dengan penyakit anak-anak lainnya seperti sistik fibrosis,

artritis rheumatoid anak-anak, dan leukemia (Black, 2009). Kejadian diabetes

mellitus tipe 1 pada pria dan wanita hampir sama dengan kondisi lebih umum

terjadi pada orang African Americans, Hispanic Americans, Asian Americans,

dan Native Americans.

Diabetes mellitus tipe 1 diwariskan dalam bentuk alel heterozigot. Kembar

identik memiliki risiko 25%-50% mewariskan penyakit ini, sedangkan saudara

kandung berisiko 6% dan keturunan berisiko 5%. Sebuah gabungan juga terjadi

antara diabetes melitus tipe 1 dan Human Leukocyte Antigens (HLAs). Faktor

10

lingkungan seperti paparan virus yang mencetuskan proses autoimunitas yang

menghancurkan sel beta. Islet Cell Antibodies (ICAs) kemudian muncul,

memingkat dalam hitungan bulan dan tahun seiring dengan hancurnya sel-sel beta.

Hal ini mempercepat hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi

ketika 80%-90% massa sel beta telah dihancurkan.

2.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko pada Diabtetes Melitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2, yang sebelumnya disebut NIDDM atau adult-onset

diabetes mellitus, adalah gangguan yang melibatkan faktor genetik dan

lingkungan. Diabetes mellitus adalah jenis paling umum dari diabetes melitus,

mempengaruhi 90% dari seluruh orang yang menderita diabetes melitus. Diabetes

mellitus tipe 2 biasanya didiagnosis pada umur diatas 40 tahun dan lebih umum

diantara orang dewasa, orang dewasa dengan obesitas, dan pada beberapa

populasi etnis dan ras (Black, 2009). Akan tetapi, diagnosis diabetes melitus tipe 2

pada anak-anak dan remaja sedang mengalami peningkatan, terutama pada orang

African Americans dan Hispanic/Latino Americans. Rata-rata, orang-orang yang

didiagnosis diabetes melitus tipe 2 telah memiliki diagnosis sekitar 6,5 tahun

sebelum identifikasi klinis dan perawatan.

Prevalensi diabetes melitus tipe 2 sangat mencolok pada orang Native

Americans, Africa Americans, Hispanic Americans, tentunya pada orang dewasa

dan obesitas. Diabetes melitus adalah penyebab utama kebutaan baru pada orang

dewasa yang berumur 20 hingga 74 tahun dan penyebab utama gagal ginjal

kronis, terhitung sekitar 40% dari kasus baru yang ada (Black, 2009).

Diabetes melitus tipe 2 tidak tergabung dengan tipe jaringan HLAs, dan

sirkulasi ICAs jarang hadir. Keturunan memainkan peran utama dalam ekspresi

diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini lebih umum terjadi pada kembar identik

(58%-75%) dibandingkan pada populasi secara umum.

Obesitas adalah faktor risiko paling utama, dimana 85% orang dengan

diabetes melitus tipe 2 menjadi obesitas (Black, 2009). Hal ini tidak jelas apakah

kepekaan jaringan (hati dan otot) yang lemah kepada insulin atau sekresi insulin

yang lemah yang menjadi kerusakan utama pada diabetes melitus tipe ini.

11

Prevalensi penyakit arteri koronaria pada orang-orang dengan diabetes melitus

tipe 2 adalah dua kali dibandingkan pada populasi non diabetes, sedangkan

prevalensi penyakit kardiobaskular dan total kematian adalah dua sampai tiga kali

lipat lebih besar dibandingkan pada orang non diabetes (Black, 2009).

2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus

Jenis diabetes miletus yang paling umum dikenal orang adalah diabetes

melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.

2.4.1 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena berkurang atau rusaknya sel beta

sebagai penghasil insulin pada pankreas yang menyebabkan produksi insuline

menjadi berkurang atau tidak terproduksi lagi. Pada saat makanan yang masuk ke

dalam tubuh, maka makanan tersebut akan dirubah menjadi glukosa. Glukosa

kemudian masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas menghasilkan

sedikit insulin atau tidak menghasilkan insulin sama sekali karena kerusakan sel

beta pada pulau langerhans yang terdapat pada pankreas. Insulin yang dihasilkan

tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, selanjutnya dikarena jumlah insulin

yang diproduksi dengan glukosa yang masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit maka

menyebabkan penumpukan glukosa dalam darah.

2.4.2 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena kurangya sensitivitas terhadap

insulin (disebabkan kurangnya jumlah reseptor insulin dipermukaan sel) yang

ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah. Pada awalnya makan

yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi glukosa, kemudian glukosa

akan masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas akan menghasilkan

insulin, dan insulin tersebut akan masuk ke dalam pembuluh darah. Namun

insulin tersebut mengalami penurunan sensitivitas, sehingga glukosa menumpuk

dalam darah dan tidak dapat masuk ke dalam sel.

12

2.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Gejala-gejala akut DM disebabkan oleh kurang adekuatnya kerja insulin.

Karena insulin adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar

glukosa darah, salah satu gambaran yang menonjol pada DM adalh peningkatan

kadar glukosa darah, atau hiperglikemia. Jika telah berkembang penuh secara

klinis, diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,

aterosklerotik, dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi

klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya

kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dangan kelainan toleransi

glukosa ringan (ganggua glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat

tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price & Wilson, 2012).

2.5.1 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem

Pencernaan

Peningkatan kadar gula darah, disebut hiperglikemia, merupakan manifestasi

klinis utama yang berhubungan dengan diabetes melitus. Pada diabetes melitus

tipe 1, serangan dari manifestasi klinis terjadi secara halus dengan kemungkinan

situasi ancaman kehidupan mungkin terjadi (misalnya diabetik ketoasidosis). Pada

diabetes melitus tipe 2, serangan dari manifestasi klinis berkembang secara

berangsur-angsur yang membuat klien menyadari beberapa manifestasi klinis atau

sama sekali tidak menyadari selama bertahun-tahun.

Manifestasi klinis diabetes melitus yaitu meningkatnya frekuensi

pengeluaran urin (poliuria), meningkatnya rasa haus atau asupan cairan

(polidipsi), dan selama penyakit ini berkembang, terjadi kehilangan berat badan

meskipun lapar dan meningkatnya asupan makanan (polifagi).

Pada penderita diabetes tipe II dapat melakukan beberapa perawatan diri

sederhana untuk mengurangi akibat buruk dari diabetes diantaranya yaitu:

1. Mengatur pola makan dan diet yang tepat

13

Penderita DM harus mengatur pola makannya dengan mengurangi asupan

karbohidrat, mengurangi makanan yang mengandung lemak, dan

memperbanyak makanan berserat seperti sayur dan buah.

2. Monitor kadar gula darah secara teratur

Penderita diabetes perlu mengecek kadar gula darahnya secara teratur agar

kadar gula darahnya tetap terkontrol. Pengontrolan gula darah ini dapat

dilakukan sendiri uleh penderita diabetes dengan menggunakan lat pengecek

gula darah yaitu glukotest.

3. Olahraga

Penderita diabetes dianjurkan untuk melakukan olahraga teratur seperti

bersepeda, berenang, lari pagi, dan lain-lain. Olahraga ini dilakukan selama

30-40 menit sebanyak tiga kali seminggu.

2.5.2 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem

Urinaria

Satuan unit dari ginjal adalah nefron yang tersusun atas glomelurus dan

tubulus. Bagian pertama adalah tubulus proksimal yang berfungsi dalam

menyaring air, elektrolit dan molekul kecil lainnya. Beberapa hasil filtrat

kemudian diserap kembali ke dalam darah namun tidak dengan glukosa yang di

reabsorpsi obligat. Ansa Henle adalah lanjutan cairan dari tubulus proksimal yan

merupakan tempat transportasi aktif ureum.

Tubulus distal adalah bagian yang memiliki proses reabsorpsi air oleh anti

duretik hormon. Anti diuretik hormon bekerja jika keadaan air sedikit, namun

jumlah anti diuretik akan berkurang jika air jumlahnya berlebih ehingga tidak

terjadi filtrat dan menyebabkan air banyak yang keluar sebagai urine. Selanjutnya

urine yang normal akan dikeluarkan melalui saluran perkemihan. Urine normal

adalah urine berwarna bening, terdiri atas air, elektrolit dan zat sisa metabolisme,

dan tidak mengandung glukosa.

Glukosa adalah zat yang mudah berikatan dengan air, maka glukosa mampu

menyerap lebih banyak air dalam tubuh. Saat berada di ginjal, air yang berlebih

ini menggangu kerja anti diuretik hormon sehingga filtrasi glukosa tidak dapat

berfungsi dengan baik dan akhirnya glukosa keluar dengan urine. Urine yang

14

dihasilkan juga tidak normal, karena jumlahnya yang banyak dan mengandung

glukosa (kencing manis).

Volume air yang berlebih karena banyaknya kadar glukosa ini menyebabkan

vesika urinaria cepat meregang. Peregangan yag terjadi pada bagian muskulus

detrusor ini mengirim impuls aafferen ke medula spinalis lumbal sehingga terjadi

pembukaan sfingter uretra yang menyebabkan keinginan buang air kecil. Pada

umumnya pada penderita diabetes terjadi gangguan perkemihan yaitu seringnya

buang air kecil akibat volume air yang berlebih, kencing manis karena banyaknya

kandungan glukosa, dan meningkatkan rasa haus.

2.5.3 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem

Endokrin

Kelenjar dari sistem endokrin yang utama berpengaruh pada kasus Diabetes

Mellitus adalah Kelenjar Langerhans (Pankreas), namun terdapat sedikit

kontribusi dari Kelenjar Adrenal. Organ pangkreas melakukan fungsi endokrin

dan eksokrin. Sel-sel endokrin hanya meliputi 1% - 2% dari bobot pangkreas. Sisa

lainnya adalah jaringan eksokrin yang menghasilkan ion bikarbonat dan enzim-

enzim pencernaan. Pulau-pulau Langerhans tersebar diantara jaringan eksokrin,

merupakan suatu kumpulan sel-sel endokrin yang mensekresikan dua hormon

secara langsung ke dalam sistem sirkulasi. Masing-masing pulau mempunyai

populasi sel-sel alfa yang mensekresikan hormon peptide glucagon dan populasi

sel-sel beta yang mensekresikan hormon insulin (Campbell, 2004)

Insulin dan glukagon adalah hormon yang bekerja secara antagonis dalam

mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Keseimbangan metabolisme

bergantung pada pemeliharaan glukosa darah pada konsentrasi yang dekat dengan

titik pasang, yaitu sekitar 90mg/100ml pada manusia. Ketika glukosa darah

melebihi kadar tersebut, insulin dilepaskan dan bekerja menurunkan konsentrasi

glukosa. Ketika glukosa darah turun dibawah titik pasang, glukagon

meningkatkan konsentrasi glukosa. Melalui umpan balik negatif, konsentrasi

glukosa darah menentukan jumlah relatif insulin dan glukagon yang disekresikan

oleh sel-sel pulau Langerhans. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan

cara merangsang hanpir semua sel tubuh kecuali sel otak, untuk mengambil

glukosa dari darah. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka

15

pintu masuknya glukosa ke dalam sel yang kemudian akan dimetabolisme

menjadi tenaga. Insulin juga menurunkan glukosa darah dengan memperlambat

perombakan glikogen dalam hati dan menghambat konversi asam amino dan asam

lemak menjadi gula (Campbell, 2004).

Tidak adanya insulin pada DM tipe 1 disebabkan karena timbul reaksi

autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan

timbulnya antibody terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody).

Reaksi antigen (sel beta) dengan anti bodi (ICA) yang ditimbulkan menyebabkan

hancurnya sel beta. Gangguan ini umumnya terjadi mendadak selama masa kanak-

kanak. Penyebab hal ini bermacam-macam diantaranya virus seperti virus

cocksakie, rubella,CMV dan herpes. Yang diserang pada kasus ini hanya sel beta,

biasanya sel alfa tetap utuh. Pengobatan terdiri dari injeksi insulin atau dengan

menyisipkan gen untuk hormon itu ke dalam bakteri melalui rekayasa genetika

(Sidartawan, 2007).

Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi

jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor

insulin ini diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Jika jumlah

lubang kuncinya kurang meskipun anak kuncinya (insulin) banyak maka glukosa

yang masuk ke sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan

glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Pada DM tipe 2 jumlah sel beta

berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah sel alfa meningkat. Hal lain yang

terjadi adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amyloid pada sel beta yang

disebut Amilin. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin karena kadar glukosa

yang tinggi juga kadar insulin yang tinggi atau normal. Penyebab reistensi insulin

pada DM tipe 2 tidak begitu jelas, namun faktor yang banyak berperan meliputi

obesitas yang bersifat sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah

karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan. Lebih dari 90 % penderita

diabetes menderita tipe 2 dan banyak diantaranya dapat mengelola glukosa

darahnya hanya dengan melakukan olahraga dan kontrol makanan (Sidartawan,

2007).

16

Kedua tipe DM ini mengakibatkan jumlah glukosa di dalam darah tinggi

bahkan sedemikian tingginya sehingga ginjal penderita mengekskresikan glukosa

sehingga gula hadir dalam urin. Semakin banyak gula terkonsentrasi dalam urin,

semakin banyak air yang diekskresikan bersamanya, yang menyebabkan urin

dengan volume berlebihan dan rasa haus yang terus-menerus.

Kelenjar adrenal mensekresikan hormon kortikal adrenal yaitu glukoktikoid

yang memengaruhi metabolisme glukosa, ptorein dan lemak untuk membentuk

cadangan molekul yang siap dimetabolis. Hormon ini meningkatkan sintesis

glukosa dari sumber non-karbohidrat, simpanan glikogen di hati dan peningkatan

kadar gula darah. Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein

serta menghambat pengambilan asam amino dan sintesis protein. Kendali sekresi

glukokortikoid adalah melalui kerja ACTH dalam mekanisme umpan balik

negative. Stimulus utama dari ACTH adalah semua jenis stress fisik dan

emosional. Abnormalitas yang terjadi saat hipersekresi dapat terjadi akibat tumor

adrenal atau peningkatan produksi ACTH, jika terjadi produksi glukokortikoid

berlebihan mengakibatkan kadar gula darah sangat tinggi (diabetes adrenal)

(Sloane, 2004).

2.5.4 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem Imun

Reaksi autoimun pada DM tipe I. Diabetes mellitus tipe I atau Insulint

Dependent DM (IDDM) secara patologis didefinisikan sebagai penyakit autoimun

yang ditentukan secara genetik maupun klinis dengan adanya gejala kerusakan

imunologik pada sel-sel penghasil insulin (Sylvia, 2002). DM tipe I secara

etiologi dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan faktor autoimun dan idiopatik (belum

jelas penyebabnya). Pemicu (lingkungan, genetic, dsb) yang menyebabkan DM

tipe ini awalnya masuk ke dalam tubuh, kemudian sebagai respon imun, sel beta

pankreas memproduksi autoantibodi yang menyebabkan rusaknya sel-sel pulau

Langerhans yang berfungsi memproduksi insulin pada pankreas. Akibatnya terjadi

defisiensi insulin dan kenaikan kadar glukosa dalam darah. Oleh sebab itu,

penderita DM tipe I autoimun sangat bergantung pada insulin untuk kelangsungan

hidupnya. Tanpa insulin, mereka akan mengalami penyulit metabolik yang parah,

mulai dari ketoasidosis akut hingga kematian.

17

Terdapat tiga mekanisme yang saling terkait dan berperan dalam destruksi

sel islet (sel β pankreas) yaitu kerentanan genetik, autoimunitas, dan gangguan

lingkungan (Robbins, 2004).

1. Kerentanan Genetik

Kerentanan genetik berkaitan dengan alel spesifik kompleks

histokompatibilitas mayor (MHC) kelas II dan lokus genetik lain,

mempengaruhi derajat responsivitas imun terhadap autoantigen sel beta

pankreas, atau autoantigen sel beta disajikan melalui cara yang mendorong

reaksi imunologik abnormal. Diketahui tipe gen yang berkaitan dengan DM

tipe I ini adalah DW3 dan DW4, gen ini berperan penting dalam interaksi

monosit-limfosit dengan memberi kode kepada protein-protein pengatur sel

respons sel T pada sistem imun. Jika terjadi suatu kelainan pada pengkodean

protein ini, limfosit T akan terganggu dan berdampak pada pathogenesis

perusakan sel-sel pulau Langerhans yang mengakibatkan seseorang rentan

terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.

2. Autoimunitas

Walaupun manifestasi DM tipe I bersifat mendadak, namun sebenarnya

penyakit ini terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta yang

sudah berlangsung bertahun-tahun. Manifestasi klinis penyakit (hiperglikemia

dan ketosis) timbul di akhir, setelah lebih dari 90% sel beta rusak. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa autoimunitas dan cedera yang diperantarai sel

merupakan penyebab rusak atau hilangnya sel beta pada diabetes tipe I

autoimun.

3. Faktor Lingkungan

Serangan dari lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel

beta. Pengamatan epidemiologis menunjukkan bahwa virus menjadi

pemicunya. Beberapa virus yang berkaitan dengan DM tipe I adalah

coxsackievirus B, parotitis, campak, rubella, dan mononukleis infeksiosa.

Meskipun virus ini telah diketahui mempunyai peranan dalam menghancurkan

sel beta, namun mekanisme pathogenesis virus tersebut masih belum jelas.

Sebuah pandangan mengungkapkan, virus tersebut memicu penyakit DM

melalui “mimikri molecular”. Dalam mekanisme ini, timbul respons imun

18

terahadap suatu protein virus uang memiliki sekuensi asam amino yang sama

dengan suatu protein sel beta. Teori lain berpendapat bahwa virus tidak

memicu autoimunitas, namun memperkuat kumpulan sel T rautoreaktif yang

sudah ada. Mekanisme teori ini, infeksi virus pada sel islet memicu respons

peradangan lokal yang menghasilkan sitokin. Kemudian sitokin mengaktifkan

atau memperbanyak sel T autoreaktif. Namun kebenaran pandangan-

pandangan ini belum dapat dipastikan secara jelas.

2.5.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem

Integumen

Diabetes Melitus dapat menimbulkan beberapa dampak dan komplikasi

salah satunya terhadap sistem integument atau kulit. Adanya efek metabolik di

dalam mikrosirkulasi dab berubahnya susunan kolagen di kulit mengakibatkan

banyak kelainan yang mungkin terjadi pada kulit penderita DM. Hal ini

diperkirakan sebanyak 30% penderita DM akan mengalami berbagai gangguan

kulit tersebut.

1. Kadar Gula Kulit

Pada penderita diabetes, rasio kadar glukosa kulit meningkat hingga 69-71%

dibandingkan non-diabetik pada kisaran 55%. Glukosa kulit berkonsentrasi

tinggi di daerah intertriginosa (lipatan ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat

payudara, antara jari tangan atau kaki) dan interdigitalis. Hal ini

mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bacterial (furunkel) dan infeksi

jamur (kandidiosis). Keadaan seperti ini disebut dengan diabetes kulit.

2. Pruritus

Pruritus pada DM merupakan gejala sebagai dampak hiperglikemi pada DM

dan iritabilitas ujung-ujung saraf dan kelainan-kelinan metabolik kulit.

Pruritus berlokalisasi pada daerah anogenital dan daerah intertriginosa. Kadar

glikofen pada sel epitel kulit dan vagina meningakt, hingga menimbulkan

“diabetes kulit”.

3. Dermopati Diabetikum

Merupakan suatu kondisi kulit yang ditandai gambaran klinis lesi coklat

terang atau kemerahan, oval atau bulat, patch bersisik sedikit menjorok pada

19

tulang kering. Penyebab dermopati diabetic belum diketahui naming

kemungkinan berhubungan dengan diabetes neuropatik dan komplikasi

vascular (pembuluh darah). Studi menunjukkan kondisi kelainan ini paling

sering terjadi pada penderita diabetes retinopati, neuropati dan nefropati.

Selain itu gambaran bercak-bercak tibial pada dermopathy diabetes

diperkirakan muncul karena respon trauma panas, dingin atau trauma tumpul

pada pasien diabetes.

4. Bula Diabetikum

Dikenal juga dengan diabetes bula atau bullosis diabeticorum ditandai dengan

bentuk lepuh blister yang besar, longgar, tanpa rasa nyeri dan non-

inflammatoris, sering terjadi pada daerah ekstriminitas bawah namun

terkadang ditemui pada tangan dan jaru, penyebab kelainan ini belum

diketahui. Diabetes ini sering terjadi pada pasien DM tipe 1 atau dengan

komplikasi diabetes ganda dengan neuropati perifer. Terdapat 2 tipe pada

diabetes bula yaitu intraepidermal dan subepidermal. Bula ntraepidermal

terdiri dari cairan jernih, steril, nonhemoragik, dan umumnya sembuh sendiri

dalam waktu 2 sampai 5 minggu ranpa skar atropi. Sementara pada bula

subepidermal memiliki ciri yang sama dengan intraepdermal hanya saja

terkadang tipe subepidermal berupa bula hemoragik dan penyembuhannya

menimbulkan skar atropi.

5. Gangren Diabetik

Gangrene didefinisikan sebagai keadaan nekrosis pada suatu jaringan tubuh

akibat obstruksi pembuluh darah yang disertai pertumbuhan bakteri saprofit

berlebihan. (Price & Sylvia, 2002). Gangrene diklasifikasikan dalam dua

kelompok yaitu gangrene basah dan gangrene kering. Gangrene kering

cenderung terjadi pada penderita diabetes dan penyakit autoimun. Gangren

yang disebabkan dari diabetes disebut dengan ganren diabetik yaitu suatu

bentuk kematian jaringan (nekrosis) tubuh karena berkurangnya atau

terhentinya aliran daerah ke jaringan tersebut. Gangrene diabetic ini

merupakan dampak jangka panjang dari arterioklerosis dan emboli thrombus

kecil. Gangrene kering yang terjadi pada penderita diabetes atau kelainan

autoimun biasanya menyerang organ tangan dan kaki. Akibat tingginya kadar

20

glukosa dalam darah menyebabkan gangguan pada aliran darah terutama pada

tangan atau kaki (penyakit arteri perifer). Faktor predisposisi pada gangrene

diabetic ini berupa trauma ringan, infeksi lokal, atau tindakan lokal (misal

ekstrasi kuku). Infeksi pyoderma seperti impetigo, carbuncles, furunkulosis,

acthyma, dan erisiplas merupakan contoh komplikasi infeksi pada kasus

diabetes. Infeksi bakteri mendalam folikel rambut (abses) dan selulitis yang

merupakan infeksi kulit mendalam. Selulitis sering muncul sebagai merah

panas dan lembut pembengkakan kaki.

2.5.6 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem

Kardiovaskuler

Pada diabetes melitus tipe 1, ssaat makanan yang masuk ke dalam tubuh,

maka makanan tersebut akan dirubah menjadi glukosa. Glukosa kemudian masuk

ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas menghasilkan sedikit insulin atau

tidak menghasilkan insulin sama sekali karena kerusakan sel beta pada pulau

langerhans yang terdapat pada pankreas. Insulin yang dihasilkan tersebut akan

masuk ke dalam aliran darah, selanjutnya dikarena jumlah insulin yang diproduksi

dengan glukosa yang masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit maka menyebabkan

penumpukan glukosa dalam darah. Selain itu hati melakukan sintesis glukosa

dengan substansi asam amino, asam lemak, dan glikogen. Konsentrasi substansi-

substansi tersebut tinggi, diakibatkan oleh tidak adanya kerja dari insulin.

Sehingga menyebabkan rasa lapar walaupun kadar glukosa dalam darah tinggi.

Selanjutnya sel-sel lain akan menggunakan asam lemak bebas untuk

menghasilkan energi. Pembentukan energi melalui asam lemak menyebabkan

peningkatan produksi keton pada hati, sehingga pH plasma menurun.

Pada diabetes melitus tipe 2, aawalnya makan yang masuk ke dalam tubuh

akan diubah menjadi glukosa, kemudian glukosa akan masuk ke dalam aliran

darah. Selanjutnya pankreas akan menghasilkan insulin, dan insulin tersebut akan

masuk ke dalam pembuluh darah. Namun insulin tersebut mengalami penurunan

sensitivitas, sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan tidak dapat masuk ke

dalam sel. Selain itu, hati menjadi resisten terhadap insulin, yang mana pada

biasanya hati akan berespon menurunkan kadar produksi glukosa apabila terjadi

21

hiperglikemia, pada DM tipe 2 hati tetap saja memproduksi glukosa meskipun

terjadi hiperglikemia.

2.5.7 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem

Pernapasan

Sintesis trigliserida berkurang, sementara lipolisis meningkat yang dapat

menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam-asam lemak dari simpanan

trigliserida. Peningkatan asam lemak darah sebagian besar digunakan oleh sel

sebagai sumber energi alternatif. Penigkatan pemakaian asam lemak oleh hati

menyebabkan pelepasan badan-badan keton secara berlebihan ke dalam darah

yang menyebabkan ketosis. Badan-badan keton mencakup beberapa jenis asam,

misalnya asam asetoaserat, yang terbentuk karena penguraian lemak secara tidak

sempurna sewaktu produksi energi oleh hati. Karena itu, ketosis yang terjadi ini

menyebabkan asidosis metabolik progresif. Asisdosis menekan otak dan jika

cukup parah, dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian.

Tindakan kompensatorik untuk asidosis metabolik adalah meningkatkan

ventilasi untuk mengeluarkan lebih banyak CO2 pembentuk asam. Pengeluaran

salah satu badan keton, aseton, melalui hembusan napas menyebabkan napas

berbau “buah” kombinasi permen Juicy Fruit dan pembersih kuteks. Kadang

karena bau ini, orang yang kebetulan lewat salah menyangka pasien yang kolaps

pada koma diabetes sebagai pemabuk yang pingsan karena minuman keras.

Situasi ini menggambarakan pentingnya pasien memiliki tanda pengenal untuk

kewaspadaan medis. Pengidap DM tipe 1 jauh lebih rentan mengalami ketosis

daripada pengidap DM tipe 2 (Sherwood, 2012).

DKA ditanagani dengan (1) perbaikan kekacauan metabolik akibat

kekurangan insulin, (2) pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan (3)

pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis. Pengobatan

dengan insulin (regular) masa kerja singkat –diberikan melalui infus intravena

kontinyu atau suntikan intramuskular yang sering– dan infus glukosa dalam air

atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi lipolysis dan

pembentukan benda keton, serta memulihkan keseimbangan asam basa. Selain itu,

22

pasien juga memerlukan penggantian kalium. Karena infeksi berulang dapat

meningkatkan kebutuhan insulin pada penberita DM, tidak heran kalau infeksi

dapat mempercepat terjadinya dekompensasi diabetik akut dan DKA. Dengan

demikian, pasien dalam keadaan ini mungkin perlu diberi pengobatan antibiotika.

HHNK adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes mellitus tipe 2.

Hal ni terjadi bukan karena defisiensi insulin, hiperglikemia muncul tanpa ketosis.

Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik, dan dehidrasi

berat. Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin

regular.

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko paling penting

dalam terjadinya perburukan TB. Sejak permulaan abad ke 20, para klinisi telah

mengamati adanya hubungan antara DM dengan TB, meskipun masih sulit untuk

ditentukan apakah DM yang mendahului TB atau TB yang menimbulkan

manifestasi klinis DM (Cahyadi & Venty, 2011). Pasien DM rentan mendapat TB

paru dan gejala TB paru perlangsungannya lebih berat, mengenai lobus bawah,

non segmental dan menyebabkan reaktivasi penyakit sebelumnya. Pada

umumnya pengobatan meliputi pengobatan terhadap DM nya dengan pemberian

diet diabetes dan insulin. Obat anti diabetes oral sebaiknya tidak diberikan pada

DM dengan TB paru karena adanya efek rifampicin dan isoniazid yang

mengurangi efek obat tersebut. Penting sekali monitor glukosa darah sendiri

dengan memakai meter untuk memantau kadar glukosa secara teratur (J Med Nus.

2004; 25:45-49 dalam Sanusi, 2006).

2.5.8 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem Saraf

Neuropati diabetik adalah keluarga gangguan saraf yang disebabkan oleh

diabetes. Orang dengan diabetes dapat, dari waktu ke waktu, mengembangkan

kerusakan saraf di seluruh tubuh. Beberapa orang dengan kerusakan saraf tidak

memiliki gejala. Penyebab mungkin berbeda untuk berbagai jenis neuropati

diabetes, diantaranya yaitu (1) faktor metabolik, seperti glukosa darah tinggi, (2)

durasi panjang diabetes, (3) kadar lemak darah yang abnormal, dan tingkat

kemungkinan rendahnya insulin (4) faktor neurovaskular, menyebabkan

23

kerusakan pada pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke saraf (5)

faktor autoimun yang menyebabkan peradangan pada sarafmekanik cedera pada

saraf, seperti sindrom carpal tunnel (6) faktor genetik yang meningkatkan

kerentanan terhadap penyakit saraf, dan faktor gaya hidup, seperti merokok atau

penggunaan alcohol.

Neuropati perifer adalah kerusakan saraf di lengan dan kaki. Kaki Anda

cenderung akan terpengaruh sebelum tangan danlengan. Gejala : (1) mati rasa atau

ketidakpekaan terhadap nyeri atau temperatur (2) kesemutan, terbakar, atau

menusuk-nusuk sensasi (3) nyeri tajam atau kram (4) kepekaan ekstrim untuk

disentuh, bahkan sentuhan ringan (5) kehilangan keseimbangan dan koordinasi.

Gejala-gejala ini sering lebih buruk pada malam hari.Neuropati perifer juga dapat

menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks, terutama pada pergelangan

kaki, yang menyebabkan perubahan dalam cara seseorang berjalan. Lecet dan luka

mungkin muncul di daerah kaki mati rasa karena tekanan atau cedera terjadi tanpa

disadari. Jika cedera kaki tidak segera diobati, infeksi dapat menyebar ke tulang,

dan kaki kemudian mungkin harus diamputasi.

Neuropati otonom mempengaruhi saraf yang mengendalikan hati, mengatur

tekanan darah, dan kadar glukosa darah kontrol. Neuropati otonom juga

mempengaruhi organ-organ internal lainnya, menyebabkan masalah dengan

pencernaan, fungsi pernafasan, buang air kecil, respon seksual. Selain itu,

Mengakibatkan hilangnya gejala peringatan hipoglikemia.

1. Ketidaksadaran Hipoglikemia

Biasanya, gejala seperti kegoyahan, berkeringat, dan jantung berdebar terjadi

ketika kadar glukosa darah turun di bawah 70 mg / dL. Pada orang dengan

neuropati otonom, gejala mungkin tidak terjadi, sehingga sulit untuk

mengenali hipoglikemia.

2. Jantung dan Pembuluh Darah

Mengganggu kemampuan tubuh untuk menyesuaikan tekanan darah dan

denyut jantung. Akibatnya, tekanan darah bisa turun tajam setelah duduk atau

berdiri, yang menyebabkan seseorang merasa pusing atau bahkan pingsan.

3. Sistem Pencernaan

24

Menyebabkan sembelit, perut kosong terlalu lambat (gastroparesis).

Gastroparesis parah dapat menyebabkan mual dan muntah persisten,

kembung, dan kehilangan nafsu makan. Gastroparesis juga bisa membuat

kadar glukosa darah berfluktuasi. Kerusakan saraf ke kerongkongan dapat

membuat sulit menelan, sementara kerusakan saraf pada perut bisa

menyebabkan konstipasi bergantian dengan sering, diare yang tidak

terkendali, terutama pada malam hari. Keseluruhan masalah pencernaan

menyebabkan penurunan berat badan.

4. Saluran Kemih dan Organ Reproduksi

Mencegah kandung kemih dari pengosongan sepenuhnya, yang

memungkinkan bakteri tumbuh di kandung kemih dan ginjal dan

menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika saraf kandung kemih yang rusak,

inkontinensia urin dapat mengakibatkan karena seseorang mungkin tidak

mampu merasakan ketika kandung kemih penuh atau tidak dapat mengontrol

otot-otot yang melepaskan urin. Secara bertahap juga menurunkan respons

seksual pada pria dan wanita. Seorang pria mungkin tidak dapat memiliki

ereksi atau mungkin mencapai klimaks seksual tanpa ejakulasi normal.

Seorang wanita mungkin memiliki kesulitan dengan gairah, lubrikasi, atau

orgasme.

5. Kelenjar Keringat

Mencegah kelenjar keringat bekerja dengan baik, tubuh tidak dapat mengatur

suhu sebagaimana mestinya. Kerusakan saraf juga dapat menyebabkan

berkeringat banyak pada malam hari atau saat makan.

6. Mata

Dapat mempengaruhi pupil mata menjadi kurang responsif terhadap

perubahan cahaya. Akibatnya, seseorang mungkin tidak dapat melihat dengan

baik ketika cahaya dihidupkan di ruangan gelap atau mungkin mengalami

kesulitan mengemudi di malam hari.

Neuropati fokalmenyakitkan dan tidak dapat diprediksi dan terjadi paling

sering pada orang dewasa yang lebih tua. Namun, cenderung membaik dengan

sendirinya selama beberapa minggu atau bulan dan tidak menyebabkan kerusakan

jangka panjang. Paling sering di kepala, badan, atau kaki. Gejalanya yaitu (1)

25

ketidakmampuan untuk fokus mata, (2) penglihatan ganda, (3) sakit di belakang

mata, (4) kelumpuhan pada salah satu sisi wajah, disebut Bell palsy, (5) sakit

parah di punggung bawah atau panggul, (6) sakit di bagian depan paha, (7) nyeri

di dada, perut, atau samping, (8) nyeri pada bagian luar tulang kering atau dalam

kaki, dan (9) dada atau nyeri perut yang kadang-kadang keliru untuk penyakit

jantung, serangan jantung, atau usus buntu.

Tes dan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi neuropati

adalah:

1. Studi konduksi saraf atau electromyography digunakan untuk membantu

menentukan jenis dan tingkat kerusakan saraf. memeriksa transmisi arus listrik

melalui saraf. Elektromiografi menunjukkan bagaimana otot juga merespon

sinyal listrik ditransmisikan oleh saraf di dekatnya.

2. Cek variabilitas denyut jantung menunjukkan bagaimana jantung merespon

pernapasan dan perubahan tekanan darah dan postur.

3. USG menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar organ

dalam. USG kandung kemih dan bagian lain dari saluran kemih, misalnya,

dapat menunjukkan bagaimana organ-organ ini mempertahankan struktur

normal dan apakah kandung kemih mengosongkan sepenuhnya setelah buang

air kecil.

4. Uji Filament Sensitivitas terhadap sentuhan dapat diuji menggunakan serat

nilon yang lembut disebut monofilamen a. Jika tidak dapat merasakan filamen

pada kaki, itu tanda bahwa telah kehilangan sensasi di saraf-saraf.

5. Pengujian otonom. Jika Anda memiliki gejala neuropati otonom, dokter Anda

mungkin meminta tes khusus untuk melihat tekanan darah Anda dalam posisi

yang berbeda dan menilai kemampuan Anda berkeringat.

Sedangkan pengobatan untuk mengaasi neuropati antara lain:

1. Perawatan Kaki

(1) Bersihkan dan periksa setiap hari, (2) Pakailah sepatu yang nyaman, (3)

Kenakan kaus kaki dengan bantalan pada bola kaki dan tumit, dan (4) Potong

kuku kaki.

26

2. Latihan Berjalan

Dapat meningkatkan aliran darah ke tungkai dan kaki saraf dan menyehatkan

saraf yang rusak. Latihan membantu mengurangi gula darah secara

keseluruhan. Olahraga juga meningkatkan tingkat toleransi masyarakat untuk

nyeri saraf.

3. Air Hangat

Mandi air hangat bisa meringankan nyeri saraf ringan. Mandi air hangat

meningkatkan aliran darah ke kulit dari kaki dan kaki. Pasien dapat bersantai

dan mengurangi stres, sehingga dapat membuat rasa sakit lebih mudah untuk

mentolerir.

4. Vitamin B Kompleks

Vitamin B (B-1, B-12, B-6, dan asam folat ) sangat penting untuk kesehatan

saraf. Namun jika mengkonsumsi suplemen dalam dosis tinggi dan jangka

panjang dapat menyebabkan keracunan, dan menyebabkan rasa sakit dan mati

rasa di tangan dan kaki, dan pada kasus berat bahkan kesulitan berjalan.

5. Obat Anti-Kejang

Gabapentin (Gralise, Neurontin), pregabalin (Lyrica) dan carbamazepine

(Carbatrol, Tegretol, lain-lain) digunakan untuk mengobati gangguan kejang

(epilepsi)

6. Antidepresan

Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline, nortriptyline (Pamelor),

desipramin (Norpramin) dan imipramine (Tofranil), dapat memberikan

bantuan untuk gejala ringan sampai sedang dengan mengganggu proses kimia

dalam otak yang menyebabkan rasa sakit.

7. Lidocaine Patch

Patch ini berisi topikal anestesi lidokain. Anda menerapkannya ke daerah di

mana rasa sakit yang paling parah.

8. Opioid

Opioid analgesik, seperti tramadol (Conzip, Ultram, orang lain) atau

oxycodone (Oxecta, OxyContin, lain-lain), dapat digunakan untuk meredakan

nyeri.

27

9. Masalah saluran kemih obat Antispasmodic (antikolinergik), teknik perilaku

seperti waktunya buang air kecil, dan perangkat seperti pessaries. Cincin

dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah kebocoran urin, dapat

membantu dalam mengobati hilangnya kontrol kandung kemih. Kombinasi

terapi mungkin paling efektif.

10. Masalah pencernaan

Gastroparesis biasanya dapat dibantu dengan makan lebih kecil, lebih-sering

makan, mengurangi serat dan lemak dalam makanan, dan, bagi banyak orang,

makan sup dan makanan bubur. Diare, sembelit dan mual dapat membantu

dengan perubahan diet dan obat-obatan.

11. Tekanan darah rendah pada berdiri (hipotensi ortostatik)

Ini sering membantu dengan langkah-langkah gaya hidup yang sederhana,

seperti menghindari alkohol, minum banyak air dan berdiri perlahan. Dokter

Anda mungkin menyarankan pengikat perut, dukungan kompresi untuk perut

Anda, dan stoking kompresi.Beberapa obat-obatan, baik sendiri atau bersama-

sama, juga dapat digunakan untuk mengobati hipotensi ortostatik.

12. Disfungsi seksual sildenafil (Revatio, Viagra), tadalafil (Adcirca, Cialis) dan

vardenafil (Levitra, Staxyn) dapat meningkatkan fungsi seksual pada beberapa

pria, tetapi obat ini tidak efektif atau aman untuk semua orang. Bila obat tidak

bekerja, banyak pria beralih ke perangkat vakum, atau jika ini gagal, untuk

implan penis. Perempuan dapat membantu dengan pelumas vagina.

2.5.9 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem

Indera (Sensoris)

Penyakit mata diabetes mengacu pada sekelompok gangguan penglihatan

yang penderita diabetes dapatkan sebagai komplikasi dari diabetes, yang meliputi

diabetik retinopati, glaukoma, dan katarak (National Eye Institute, 2012).

a. Diabetik Retinopati

Diabetik retinopati merupakan penyebab utama kebutaan dan terjadi sebagai

akibat dari akumulasi kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah kecil di

retina. Diabetik retinopati dicirikan dengan adanya permeabilitas vaskuler

28

abnormal pada retina, terbentuknya mikroaneurisma, neovaskularisasi,

hemorrhage, terbentuknya jaringan parut, dan lepasnya retina (retinal

detachment). Semua orang dengan diabetes beresiko mengalami retinopati, namun

tampaknya ada korelasi yang kuat antara kejadian dan keparahan retinopati dan

durasi penyakit (diabetes) dan kontrol glukosa darah (Black & Hawks, 2009). 20

tahun setelah terjadinya diabetes, hampir semua orang dengan diabetes tipe 1 dan

lebih dari 60 % orang dengan diabetes tipe 2 memiliki beberapa tingkat retinopati

(Porth, 2006).

Faktor resiko yang berkaitan dengan diabetik retinopati diantaranya kontrol

glukosa darah yang buruk, tekanan darah tinggi, dan hiperlipidemia. Kehamilan,

pubertas, dan operasi katarak dapat mempercepat terjadinya retinopati (Porth,

2006). Predisposisi genetik retinopati ditemukan pada populasi India Asia dengan

diabetes dan individu dengan alel 210bp memiliki resiko lebih tinggi (Black &

Hawks, 2009).

Diabetik retinopati dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu nonproliferatif dan

proliferatif (Porth, 2006)

1) Nonproliferatif Diabetic Retinopati (Background Retinopathy)

Pada nonproliferatif diabetik retinopati, pembuluh darah retina menjadi

hiperpermeabel dan melemah. Kapiler mengembangkan mikroaneurisma, dan

vena berdilatasi dan berliku-liku. Plasma pembuluh darah tersebut cenderung

bocor dan menyebabkan edema lokal, mengakibatkan penampilan kabur pada

retina. Ruptur pada kapiler menyebabkan perdarahan kecil pada intraretinal

dan mikroinfark menyebabkan eksudat kapas. Sensasi silau (karena hamburan

cahaya) adalah keluhan umum. Penyebab paling umum dari penurunan

kemampuan penglihatan pada orang dengan background retinopathy adalah

makula edema, yang merupakan akumulasi cairan di retina yang berasal dari

gangguan dalam penghalang darah-retina.

2) Proliferatif Diabetik Retinopati

Proliferatif diabetik retinopati merupakan perubahan lebih parah dari

background retinopathy. Iskemia progresif pada retina merangsang

neovaskularisasi atau pertumbuhan pembuluh darah baru namun tidak efektif

29

sepanjang permukaan vitrous atau didalam vitreous. Pertumbuhan pembuluh

darah baru tersebut mengancam penglihatan dengan dua cara, yaitu:

a) Pertama, karena pembuluh darah tersebut abnormal, sehingga cenderung

mudah mengalami perdarahan di rongga vitreous dan menyebabkan

penurunan ketajaman penglihatan.

b) Kedua, karena pembuluh darah tersebut menempel kuat di permukaan

retina dan permukaan posterior, mengakibatkan ablasi retina (retina

tertarik) saat terjadi gerakan vitreous normal, sehingga menyebabkan

kebutaan progresif.

Tindakan untuk diabetik retinopati meliputi photocoagulation dan

vitrectomy, yang mana pada banyak kasus bekerja secara efektif dan

memperlambat atau menghentikan keberlanjutan penyakit tersebut (Black &

Hawks, 2009).

1) Photocoagulation

Tujuan dari photocoagulation adalah untuk menghentikan kebocoran darah

dan cairan di dalam retina dan memperlambat keberlanjutan dan diabetik

retinopati. Sinar laser berenergi tinggi di arahkan ke daerah dengan pembuluh

darah yang abnormal sehingga menciptakan luka bakar kecil untuk menutup

kebocoran. Pada diabetik retinopati proliferatif, dapat digunakan untuk

menindak keseluruhan retina kecuali macula. Tindakan tersebut dapat

meneybabkan pembuluh darah baru yang abnormal untuk menyusut dan

lenyap. Sehingga mengurangi kesempatan adanya perdarahan pada vitreous.

Tindakan ini secara signifikan mengurangi resiko hilangnya penglihatan.

2) Virectomy

Vitrectomy merupakan pengangkatan vitreous yang dipenuhi darah. Pemotong

vitreous memotong jaringan dan mengangkatnya, sepotong demi sepotong.

Volume jaringan yang diangkat digantikan oleh saline untuk mempertahankan

bentuk dan tekanan normal mata. Selama vitrectomy, dokter bedah dapat

menggunakan laser untuk melakukan prosedur (panretinal photocoagulation)

untuk mencegah pertumbuhan pembuluh darah yang baru dan perdarahan.

b. Glaukoma

30

Glaukoma merupakan sekelompok gangguan mata yang ditandai dengan

peningkatan tekanan intraokular, atrofi saraf optik, dan hilangnya bidang visual

(Black & Hawks, 2009). Jika tidak diberikan perawatan, peningkatan tekanan

akan menyebabkan iskemia dan degenerasi saraf penglihatan, mengarahkann pada

kebutaan progresif (Porth, 2006). Hubungan antara diabetes dan open-angle

galucoma ( jenis yang paling umum dari glaukoma ), telah menarik peneliti

selama bertahun-tahun. Orang dengan diabetes dua kali lebih mungkin untuk

mengembangkan glaukoma seperti non-diabetes, meskipun beberapa penelitian

saat ini mulai menyebutnya dipertanyakan. Demikian pula, kemungkinan

seseorang dengan open-angle galucoma diabetic lebih tinggi daripada orang tanpa

penyakit mata. Glaukoma neovaskular, jenis langka glaukoma, selalu dikaitkan

dengan kelainan lain, paling umum adalah karena diabetes. Dalam beberapa kasus

retinopati diabetes, pembuluh darah pada retina yang rusak. Retina memproduksi

pembuluh darah baru yang abnormal.

Dikutip dari Alvarado (2011) dalam situs glaucoma.org, neovaskular

glaukoma dapat terjadi jika pembuluh darah baru tumbuh pada iris ( bagian

berwarna dari mata ), menutup aliran cairan di mata dan meningkatkan tekanan

mata. Neovascular glaukoma adalah penyakit yang sulit untuk diobati. Salah satu

pilihan adalah operasi laser untuk mengurangi pembuluh darah abnormal pada iris

dan pada permukaan retina. Penelitian terbaru juga menunjukkan keberhasilan

dengan penggunaan implan drainase. Faktor resiko terjadinya diabetik glaukoma

meningkat secara signifikan tergantung pada faktor-faktor seperti ras (Afrika-

Amerika, penduduk asli Amerika, Latino), usia (di atas 40) atau riwayat keluarga

glaukoma.

c. Katarak

Katarak merupakan keruhnya lensa yang mengganggu transmisi cahaya ke

retina (Porth, 2006). Dikutip dari situs diabetes.co.uk., diabetes merupakan salah

satu faktor kunci yang menyebabkan katarak, meskipun alasannya belum

sepenuhnya dipahami, orang dengan diabetes melitus secara statistik memiliki

resiko 60% lebih besar untuk menderita katarak. Tindakan untuk mengatasi

31

katarak umumnya dengan operasi, dengan mengangkat lensa mata dan

menggantinya dengan lensa buatan.

2.6 Diagnosis Diabetes Melitus

Pemeriksaan fisik, riwayat medis, dan tes laboratorium dilakukan untuk

mengevaluasi klien dengan penyakit diabetes melitus. Manifestasi klinis

memberikan indikasi kehadiran diabetes melitus, tetapi tes laboratorium

dibutuhkan untuk membuat diagnosis yang pasti.

Menurut Black & Hawks (2009), terdapat tiga macam tes diagnosis yang

dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula darah seseorang, diantaranya yaitu:

1. Fasting Blood Glucose Level

Pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan pada orang yang sedang

berpuasa, minimal orang itu tidak mengonsumsi makanan selama 8 jam.

2. Casual Blood Glucose Level

Pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan pada orang dalam kondisi

bebas, baik ketika orang itu sedang berpuasa ataupun tidak.

3. Postload Blood Glucose Level

Pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan pada orang yang telah

mengonsumsi makanan, biasanya dilakukan saat 3 jam setelah orang tersebut

makan.

32

BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

3.1. Kasus pemicu

Ny W, berumur 55 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan Ibu Rumah Tangga,

agama Islam, suku Betawi, TB : 155 cm, BB : 55 kg. Masuk ke rumah sakit

dengan keluhan sering buang air kecil, sering haus dan lapar, serta terjadi

penurunan berat badan sebanyak 15 Kg dalam 2 bulan terakhir. Selain itu,

pasien merasa sering kesemutan pada ekstremitas bawah. Pasien dirawat

dengan diagnosa medis DM tipe II. Diskusikan patologi dan farmakologi

penyakit DM pada klien di atas

3.2. Pembahasan Kasus

3.2.1 Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes Melitus tipe II merupakan diabetes non-insulin

dependent. DM tipe II mempunyai onset pada usia pertengahan

(40-an tahun), atau lebih tua, dan cenderung tidak berkembang

kearah ketosis. Kebanyakan penderita memiliki berat badan yang

lebih. Gangguan metabolisme yang terjadi pada orang dengan

diabetes tipe II diantaranya :

a. Gangguan sekresi insulin

b. Resisten insulin perifer

c. Meningkatnya produksi glukosa hati

Gejala pada DM tipe II muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan

(kadang-kadang bahkan belum menampakkan gejala selama

bertahun-tahun) serta progresivitas gejala berjalan lambat.

3.2.2 Gejala Sering Buang Air Kecil (Poliuria)

Tiap ginjal mengandung sekitar satu juta unit fungsional

yang disebut nefron. Pembentukan urin diawali dengan proses

filtrasi. Dalam filtrasi, sebagian besar air dan molekul kecil dari

plasma mengalir ke dalam kapsul Bowman. Karena sifat

33

nonspesifik filtrasi, molekul kecil yang berguna seperti glukosa,

asam amino, dan ion tertentu berakhir di pembentuk urin, yang

mengalir ke dalam tubulus ginjal. Untuk mencegah hilangnya zat-

zat berguna dari tubuh, sel-sel yang melapisi tubulus ginjal

mentransfer zat ini keluar dari pembentukan urin dan kembali ke

dalam cairan ekstraselular. Proses ini dikenal sebagai reabsorpsi.

Dalam keadaan normal, 100 % dari glukosa yang disaring

akan diserap kembali. Glukosa reabsorpsi melibatkan protein

transpor yang memerlukan pengikatan spesifik. Dalam diabetes

yang memiliki hiperglikemia, beban menyaring glukosa (jumlah

glukosa disaring) dapat melebihi kapasitas tubulus ginjal untuk

menyerap kembali glukosa, karena protein transportasi menjadi

jenuh. Hasilnya adalah adanya glukosa dalam urin. Glukosa adalah

zat terlarut yang menarik air ke dalam urin melalui osmosis.

Dengan demikian, hiperglikemia menyebabkan diabetes untuk

menghasilkan volume urin yang lebih tinggi dan mengandung

glukosa.

3.2.3 Gejala Sering Haus (Polidipsia)

Polidipsia merupakan istilah yang diberikan untuk kondisi

dengan rasa haus yang berlebihan dan merupakan salah satu gejala

awal diabetes. Kondisi tersebut biasanya disertai dengan

kekeringan mulut sementara atau berkepanjangan. Gejala haus

berlebihan merupakan akibat dari gula darah yang meningkat

(hiperglikemi) pada penderita diabetes. Hiperglikemia

menyebabkan osmolaritas plasma pada sel tubuh termasuk pada

pusat haus meningkat yang menyebabkan air di dalam sel akan

keluar dari sel dan akhirnya menyebabkan dehidrasi intraseluler.

Dehidrasi intraseluler akan memicu polidipsia sera kekeringan

pada mulut.

3.2.4 Gejala Sering Lapar (Polifagia)

34

Polifagia adalah istilah medis yang digunakan untuk

menggambarkan rasa lapar atau nafsu makan yang meningkat

berlebihan dan merupakan salah satu dari 3 tanda-tanda utama

diabetes. Pada diabetes yang tidak terkontrol, kadar glukosa

melebihi normal (hiperglikemi), menyebabkan glukosa dari darah

tidak dapat masuk ke dalam sel - baik karena kurangnya insulin

atau resistensi insulin - sehingga tubuh tidak dapat mengubah

makanan yang dimakan menjadi energi. Kekurangan energi

menyebabkan peningkatan rasa lapar. Rasa lapar yang berlebihan

pada orang dengan diabetes akan meningkatkan kadar gula darah

lebih lanjut dan memperpanjang rasa lapar.

3.2.5 Gejala Penurunan Berat Badan

Meskipun orang dengan diabetes makan lebih dari biasanya

untuk meringankan rasa lapar, namun masih dapat mengalami

penurunan berat badan. Hal tersebut disebabkan karena

menurunnya kemampuan untuk memetabolisme glukosa, sehingga

tubuh menggunakan bahan bakar alternatif yang tersimpan dalam

otot dan lemak. Kehilangan kalori juga terjadi seiring dengan

dikeluarkannya glukosa bersama urin.

3.2.6 Gejala Kesemutan Pada Ekstremitas Bawah

Kesemuatan merupakan kondisi saat sensasi normal pada

area tubuh hilang. Hal tersebut terjadi karena terhalangnya suplai

darah ke saraf yang bertugas mengantarkan pesan (sensasi) ke otak

karena tekanan. Diabetes dapat menjadi salah satu penyebab

seseorang mengalami kesemutan. Diabetes dapat merusak

pembuluh darah kecil yang mengalirkan darah ke saraf pada tangan

dan kaki, kondisi itu disebut (neuropati periferal). Neuropati perifer

juga dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks,

terutama pada pergelangan kaki. Hal tersebut dapat menyebabkan

perubahan cara berjalan seseorang. Deformitas kaki, seperti

hammertoe dan runtuhnya midfoot, mungkin terjadi. Lecet dan luka

mungkin muncul di daerah kaki mati rasa akibat tekanan atau

35

cedera yang terjadi tanpa disadari. Jika cedera tidak diobati dengan

tepat akan terjadi infeksi yang dapat menyebar ke tulang, dan kaki

mungkin harus diamputasi.

3.2.7 Pengobatan DM Tipe II

Pada penderita diabetes tipe II dapat melakukan beberapa

perawatan diri sederhana untuk mengurangi akibat buruk dari

diabetes diantaranya yaitu:

4. Mengatur pola makan dan diet yang tepat

Penderita DM harus mengatur pola makannya dengan mengurangi

asupan karbohidrat, mengurangi makanan yang mengandung

lemak, dan memperbanyak makanan berserat seperti sayur dan

buah.

5. Monitor kadar gula darah secara teratur

Penderita diabetes perlu mengecek kadar gula darahnya secara

teratur agar kadar gula darahnya tetap terkontrol. Pengontrolan gula

darah ini dapat dilakukan sendiri uleh penderita diabetes dengan

menggunakan lat pengecek gula darah yaitu glukotest.

6. Olahraga

Penderita diabetes dianjurkan untuk melakukan olahraga teratur

seperti bersepeda, berenang, lari pagi, dan lain-lain. Olahraga ini

dilakukan selama 30-40 menit sebanyak tiga kali seminggu.

7. Rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular.

Sedangkan pengobatan untuk mengaasi neuropati (sistem

saraf) antara lain:

13. Perawatan Kaki

(1) Bersihkan dan periksa setiap hari, (2) Pakailah sepatu yang

nyaman, (3) Kenakan kaus kaki dengan bantalan pada bola kaki

dan tumit, dan (4) Potong kuku kaki.

14. Latihan Berjalan

36

Dapat meningkatkan aliran darah ke tungkai dan kaki saraf dan

menyehatkan saraf yang rusak. Latihan membantu mengurangi gula

darah secara keseluruhan. Olahraga juga meningkatkan tingkat

toleransi masyarakat untuk nyeri saraf.

15. Air Hangat

Mandi air hangat bisa meringankan nyeri saraf ringan. Mandi air

hangat meningkatkan aliran darah ke kulit dari kaki dan kaki.

Pasien dapat bersantai dan mengurangi stres, sehingga dapat

membuat rasa sakit lebih mudah untuk mentolerir.

16. Vitamin B Kompleks

Vitamin B (B-1, B-12, B-6, dan asam folat ) sangat penting untuk

kesehatan saraf. Namun jika mengkonsumsi suplemen dalam dosis

tinggi dan jangka panjang dapat menyebabkan keracunan, dan

menyebabkan rasa sakit dan mati rasa di tangan dan kaki, dan pada

kasus berat bahkan kesulitan berjalan.

17. Obat Anti-Kejang

Gabapentin (Gralise, Neurontin), pregabalin (Lyrica) dan

carbamazepine (Carbatrol, Tegretol, lain-lain) digunakan untuk

mengobati gangguan kejang (epilepsi)

18. Antidepresan

Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline, nortriptyline

(Pamelor), desipramin (Norpramin) dan imipramine (Tofranil),

dapat memberikan bantuan untuk gejala ringan sampai sedang

dengan mengganggu proses kimia dalam otak yang menyebabkan

rasa sakit.

19. Lidocaine Patch

Patch ini berisi topikal anestesi lidokain. Anda menerapkannya ke

daerah di mana rasa sakit yang paling parah.

20. Opioid

Opioid analgesik, seperti tramadol (Conzip, Ultram, orang lain)

atau oxycodone (Oxecta, OxyContin, lain-lain), dapat digunakan

untuk meredakan nyeri.

37

21. Masalah saluran kemih obat Antispasmodic (antikolinergik), teknik

perilaku seperti waktunya buang air kecil, dan perangkat seperti

pessaries. Cincin dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah

kebocoran urin, dapat membantu dalam mengobati hilangnya

kontrol kandung kemih. Kombinasi terapi mungkin paling efektif.

22. Masalah pencernaan

Gastroparesis biasanya dapat dibantu dengan makan lebih kecil,

lebih-sering makan, mengurangi serat dan lemak dalam makanan,

dan, bagi banyak orang, makan sup dan makanan bubur. Diare,

sembelit dan mual dapat membantu dengan perubahan diet dan

obat-obatan.

23. Tekanan darah rendah pada berdiri (hipotensi ortostatik)

Ini sering membantu dengan langkah-langkah gaya hidup yang

sederhana, seperti menghindari alkohol, minum banyak air dan

berdiri perlahan. Dokter Anda mungkin menyarankan pengikat

perut, dukungan kompresi untuk perut Anda, dan stoking

kompresi.Beberapa obat-obatan, baik sendiri atau bersama-sama,

juga dapat digunakan untuk mengobati hipotensi ortostatik.

24. Disfungsi seksual sildenafil (Revatio, Viagra), tadalafil (Adcirca,

Cialis) dan vardenafil (Levitra, Staxyn) dapat meningkatkan fungsi

seksual pada beberapa pria, tetapi obat ini tidak efektif atau aman

untuk semua orang. Bila obat tidak bekerja, banyak pria beralih ke

perangkat vakum, atau jika ini gagal, untuk implan penis.

Perempuan dapat membantu dengan pelumas vagina.

38

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan tingginya

kadar gula darah di dalam tubuh, Penyakit ini berhubungan erat dengan

keberadaan hormon Insulin yang di produksi oleh kelenjar Pankreas serta

berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen. Terdapat beberapa tipe DM

yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM Gestasional dan DM jenis lain. Penyebab

umum dari DM adalah genetika, usia, obesitas, hipertensi, gaya hidup yang

salah. Dan fakto lingkungan.

DM memengaruhi berbagai sistem tubuh yang meliputi sistem pencernaan,

sistem urinaria, sistem imun, sistem integument, sistem kardiovaskuler,

sistem pernapasan, system saraf dan sistem indra sehingga menimbulkan

beberapa gejala kesehatan pada penderitanya. Sebagai contoh adalah hal yang

dirasakan pasien dalam kasus pemicu yaitu sering buang air kecil, sering haus

dan lapar, serta terjadi penurunan berat badan sebanyak 15 Kg dalam 2 bulan

terakhir dan merasa sering kesemutan pada ekstremitas bawah. Gejala yang

umumnya ada pada penderita DM yaitu hipoglukemia, polyuria,

polydipsia,polifagia, rasa lelah dan kelemahan otot , penurunan berat badan

secara drastis dan beberapa kasus mengalami gangguan pandangan.

Usaha untuk menangani penyakit DM ada bermacam-macam dan umumnya

adalah mengenai pola hidup. Aktivitas yang dapat mendukung kesehatan

penderita DM meliputi perbaikan pola makan, olahraga, pemberian injeksi

Insulin ( DM tipe 1) dan meminum obat oral untuk diabetes (biasanya DM

tipe 2). Dengan begitu diperlukan usaha yang aktif dari penderita DM untuk

memulihkan kesehatannya sendiri.

39

DAFTAR PUSTAKA

Alvarado. (2011). Diabetes and Your Eyesight. Diambil dari

http://www.glaucoma.org/glaucoma/diabetes-and-your-eyesight.php.

Baradero, Mary, et. al. (2009). Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Black, Joyce M. & Hawks, Jane Hokanson. (2009). Medical-Surgical Nursing:

Clinical Management for Positive Outcomes. 8th ed. St. Louis, Missouri:

Saunders Elsevier.

Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan

Manejemen. Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cahyadi, A., & Venty. (2011, April 4). Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes

Melitus. Dipetik November 9, 2013, dari Digital Journals:

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/348/

346.

Campbell, Neil A, et. al. (2004). Biologi. Ed 5. Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Carton, James, et. al. (2007). Clinical Pathology. New York: Oxford University

Press, Inc.

Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patologi. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Cataracts and Diabetes. Diambil dari http://www.diabetes.co.uk/diabetes-

complications/cataracts.html.

40

Ignatavicius, Donna D. & Workman, M. Linda. (2006). Medical-Surgical

Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care. 5th ed. St. Louis,

Missouri: Saunders Elsevier.

Kee, Joyce L. & Hayes, Evelyn R. (1994). Farmakologi: Pendekatan Proses

Keperawatan (Terj. Pharmacology: A Nursing Process Approach, 1993).

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mahendra, B., Krisnatuti, Diah., Tobing, Ade, & Alting Boy. Care Your Self: Diabetes

Mellitus. Jakrta: Penebar Plus.

National Eye Institute. (2012). Facts About Diabetic Retinopathy. Diambil dari

http://www.nei.nih.gov/health/diabetic/retinopathy.asp.

Porth, C. Mattson. (2006). Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered

Health States. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit (6 ed., Vol. 2). (Terj. B. U. Pendit). Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2003). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Ed 6. Vol. 2. (Terj. Brahm U. Pandit, dkk). Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia Anderson. (2002). Pathopysiology: Clinical Concepts of Disease

Processes. 6th ed. St. Louis: Mosby.

Robbin, Stanley L, Kumar, Vinay. (2007). Buku Ajar Patologi. Ed 7. (Terj. Awal

Prasetyo dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sanusi, H. (2006, Mei 29). Diabetes Melitus dan Tuberkulosis Paru. Dipetik

November 9, 2013, dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:

http://med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=15

4&Itemid=48.

Sherwood, Lauralee. (2007). Human Physiology: From Cell to Systems. 6th ed.

Singapore: Cengage Learning Asia Pte Ltd.

41

Sherwood, Lauralee. (2009). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed 6. (Terj.

Braham. U. Pendit) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem (6 ed.). (Terj. B. U.

Pendit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Soegondo, Sidartawan, dkk. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Tambayong, Jan. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

WHO. (2013). Diabetes. Diambil dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/.

http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/.

http://diabetes.webmd.com/features/peripheral-neuropathy-and-diabetes?page=2.