Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

39
makalah dan askep cairan dan elektrolit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cairan dan elektrolit sangat penting untuk memoertahankan keseimbangan atau homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen- komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negative (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuscular dan keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuscular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf. Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.

description

cairan dan elektrolit

Transcript of Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

Page 1: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

makalah dan askep cairan dan elektrolit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Cairan dan elektrolit sangat penting  untuk memoertahankan keseimbangan atau

homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi

fungsi fisiologis  tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-

partikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung

komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan

bermuatan negative (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk

fungsi neuromuscular dan keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuscular, elektrolit

memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf.

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap

sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu

bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi

dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air

( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan

partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan

elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan

didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya

distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.

Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah

satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

BAB II

PEMBAHASAN

Page 2: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

2.1  Pengertian

Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan

ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,

sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga

kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.

Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah

cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus

seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.

2.2  Cairan dan Elektolit Tubuh

Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia membutuhkan

cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di berbagai jaringan tubuh. Hal

tersebut dapat dicapai dengan serangkaian manuver fisika-kimia yang kompleks. Air

menempati proporsi yang besar dalam tubuh. Seseorang dengan berat 70 kg bisa memiliki

sekitar 50 liter air dalam tubuhnya. Air menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan

pria dewasa, dan 55% tubuh pria lanjut usia. Karena wanita memiliki simpanan lemak yang

relative banyak (relative bebas-air), kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit

dibandingkan pria. Air tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh, yaitu :

         Cairan intraselular (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan menyusun

sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water[TBW]). CIS merupakan media tempat

terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989). Pada individu dewasa, CIS menyusun sekitar

40% berat tubuh atau 2/3 dari TBW. Sisanya, yaitu 1/3 TBW atau 20% berat tubuh, berada di

luar sel yang disebut sebagai cairan ekstra seluler (CES) (Price & Wilson, 1986).

         Cairan ekstraselular (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun

sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravascular, cairan interstisial, dan

cairan transeluler. Cairan  interstisial terdapat dalam ruang antar-sel, plasma darah, cairan

serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan sendi. Akan tetapi,  jumlahnya terlalu

sedikit untuk berperan dalam keseimbangan cairan. Guna mempertahankan keseimbangan

kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan

mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah : 

kation dan anion.

Elektrolit yang berperan dalam mekanisme pertukaran CIS dan CES

Page 3: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

(John Gibson, 2003)

Anion Kation

Klorida                            Cl-

Sulfat                              SO42-

Fosfat                             PO43-

Bikarbonat                     HCO3-

Natrium                            Na+

Kalium                              K+

Kalsium                            Ca2+

Magnesium                       Mg2+

2.2.1        Pergerakan cairan dan elektrolit tubuh

Regulasi cairan dalam tubuh meliputi hubungan timbal balik antara sejumlah

komponen, termasuk air dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan, ruang cairan,

membran, sistem transpor, enzim, dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan elektolit terjadi dalam

tiga tahap. Pertama, plasma darah begerak di seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua,

cairan interstisial dan komponennya bergerak di antara kapiler darah dan sel. Terakhir, cairan

dan substansi bergerak dari cairan interstisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme

pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam tiga proses, yaitu :

1)      Difusi. Difusi adalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area

berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermiabel. Pada proses ini, cairan

dan elektrolit masuk melintasi membrane yang memisahkan dua kompartemen sehingga

konsentrasi di kedua kompartemen itu seimbang. Kecepatan difusi dipenngaruhi oleh tiga hal,

yakni ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperature larutan.

2)      Osmosis. Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membrane semipermiabel dari area

berkonsentrasi rendah menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Pada proses ini, cairan

melintasi membrane untuk mengencerkan kedua sisi membrane. Perbedaan osmotic ini salah

satunya dipengaruhi oleh distribusi protein yang tidak merata. Karena ukuran molekulnya

yang besar, ketidakseimbangan tekanan osmotic koloid (tekanan onkotik) sehingga cairan

tertarik ke dalam ruang intravaskular.

3)      Transport Aktif. Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul

untuk berpindah melintasi membrane selmelawan gradient konsentrasinya. Dengan kata lain,

transport aktif adalah gerakan partikel dari konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya.

Proses ini membutuhkan energy dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP). ATP berguna untuk

mempertahankan konsentrasi ion natrium dan kalium dalam ruang ekstrasel dan intrasel

melalui suatu proses yang disebut pompa “natrium-kalium”.

Page 4: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

2.2.2        Pengaturan keseimbangan cairan

Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus, hormone anti-

diuretik (ADH), hormone aldosteron, prostaglandin, dan glukortikoid.

1)      Rasa haus. Rasa haus adalah keinginan yang disadari tehadap kebutuhan akan cairan. Rasa

haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai 295 mOsm/kg. Osmoreseptor

yang terletak di pusat rasa haus hipotalamus sensitive terhadap perubahan osmolalitas pada

cairan ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus akan

muncul akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai berikut :

a)      Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang akhirnya menghasilkan

angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neuron

yang bertanggungjawab meneruskan sensasi haus.

b)      Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotic dan mengaktivasi

jaringan saraf sehingga menghasilkan sensasi haus.

c)      Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan local pada mulut akibat status hiperosmolar.

Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk menghilangkan sensasi kering yang tidak

nyaman akibat penurunan saliva.

2)      Hormon ADH. Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan di  dalam neurohipofisis

pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas

dan penurunan cairan ekstrasel. Selain itu, sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stres,

trauma, pembedahan, nyeri, dan pada penggunaan beberapa jenis anestetik dan obat-obatan.

Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus pengumpul sehingga dapat menahan air

dan mempertahankan volume cairan ekstrasel. ADH juga disebut sebagai vasopresin karena

mempunyai efek vasokonstriksi minor pada arteriol yang dapat meningkatkan tekanan darah.

3)      Hormon aldosteron. Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus

ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium mengakibatkan retensi air.

Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium serum,

dan sistem rennin-angiotensin.

4)      Prostaglandin. Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyak

jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus,

dan motilitas gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal,

reabsorpsi natrium.

Page 5: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

5)      Glukortikoid. Glukortikoid meningkatkan reabsorpsi natrium dan air sehingga memperbesar

volume darah dan mengakibatkan retensi natrium. Oleh karena itu, perubahan kadar

glukortikoid mengakibatkan perubahan pada keseimbangan volume darah (Tambayong,

2000).

Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari. Sedangkan haluaran

cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ,

yakni kulit, paru-paru, pencernaan, dan ginjal.

  Kulit. Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis yang merangsang

aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada kelenjar keringat ini disebabkan oleh aktivitas

otot, temperature lingkungan yang tinggi dan kondisi demam. Pengeluaran cairan melalui

kulit dikenal dengan istilah insensible water loss (IWL). Hal yang sama juga berlaku pada

paru-paru. Sedangkan pengeluaran cairan melalui kulit berkisar 15-20ml/24 jam atau 350-400

ml/hari.

  Paru-paru. Meningkatnya jumlah cairan yang keluaran melalui paru merupakan suatu bentuk

respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas karena pergerakan atau kondisi

demam. IWL untuk paru adalah 350-400 ml/hari.

  Pencernaan. Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem pencernaan

setiap harinya berkisar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 ml/kg

BB/24 jam, dengan penambahan 10% dari IWL normal setiap kenaikan suhu 10C.

  Ginjal. Ginjal merupakan organ pengeksresikan cairan yang utama pada tubuh. Pada individu

dewasa, ginjal mengeksresikan sekitar 1500 ml per hari.

2.2.3        Regulasi elektrolit.

Elektrolit yang terbanyak di dalam tubuh adalah kation dan anion.

a)      Kation. Kation yang terdapat dalam tubuh meliputi :

a)      Natrium. Natrium merupakan kation utama dalam CES. Konsentrasi normal natrium diatur

oleh ADH dan aldosteron (di ekstrasel). Natrium tidak hanya bergerak ke dalam dan keluar

sel, tetapi juga bergerak di antara dua kompartemen cairan utama. Natrium berperan dalam

pengaturan keseimbangan cairan, hantaran impuls dan kontraksi otot. Fungsi utama natrium

adalah untuk membantu mempertahankan keseimbangan cairan, terutama intrasel dan

Page 6: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

ekstrasel, dengan menggunakan sistem “pompa natrium-kalium”. Regulasi ion natrium

dilakukan dengan asupan natrium, hormone aldosteron dan haluaran urin.

b)      Kalium. Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam CIS. Sumber kalium

diperoleh dari pisang, brokoli, jeruk dan kentang. Kalium penting untuk mempertahankan

keseimbangan asam-basa, serta mengatur trasmisi impuls jantung dan kontraksi otot.

Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan perubahan dan penggantian dengan ion

kalium di tubulus ginjal.

b)     Anion. Anion yang terdapat dalam tubuh meliputi :

a)      Klorida klorida temasuk salah satu anion terbesar di cairan ekstrasel. Klorida berfungsi

mempertahankan tekanan osmotic darah. Nilai normal klorida adalah 95-105 mEq/l.

b)     Bikarbonat. Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam tubuh yang terdapat di cairan

ekstrasel dan intrasel. Regulasi bikarbonat dilakukan oleh ginjal. Nilai normal bikarbonat

adalah 22-26 mEq/l.

c)      Fosfat. Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat berfungsi

membantu pertumbuhan tulang dan gigi serta menjaga keutuhannya. Selain itu, fosfat juga

membantu kerja neuromuscular, metabolisme karbohidrat, dan pengaturan asam-basa. Kerja

fosfat ini diatur oleh hormon paratiroid dan diaktifkan oleh vitamin D.

2.2./

2.3  Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektolit

2.3.1   Ketidakseimbangan cairan

Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu mempertahankan

homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa defisit volume cairan atau

sebaliknya.

1.      Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD]). Defisit volume cairan adalah suatu

kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang

ekstrasel, namun proporsi antara keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondisi

ini dikenal juga dengan istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik

mengalami perubahan sehingga cairan interstisial menjadi kosong dan cairan intrasel masuk

ke ruang interstisial sehingga mengganggu kehidupan sel. Secara umum, kondisi defisit

volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu :

a)      Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding dengan jumlah

elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-145 mEq/l.

Page 7: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

b)      Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang sebanding dengan jumlah

elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-150 mEq/l.

c)      Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit daripada

jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma darah adalah 130 mEq/l.

       Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa perubahan. Di

antaranya adalah penurunan volume ekstrasel (hipovolemia) dan perubahan hematokrit. Pada

dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan,

tingginya asupan pelarut (mis., protein dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan

eksresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain yang

menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat digolongkan

menurut derajat keparahan menjadi :

a.        Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5% dari berat tubuh atau

sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang lebih besar dan individu

dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang berlebih dapat

berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, perkemihan, paru-paru, atau pembuluh darah.

b.        Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangn cairan mencapai 5-10% dari berat

tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kaddar natrium serum berkisar 152-158 mEq/l. Salah satu

gejalanya adalah mata cekung.

c.         Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar

natrium serum berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini penderita dapat mengalami

hipotensi.

2.      Volume cairan berlebih (fluid volume eccess[FVE]). Volume cairan berlebih (overhidrasi)

adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan

natrium di ruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah hipervolemia. Overhidrasi

umumnya disebabkan oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul

terkait kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat

peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotic. Edema sering muncul di

daerah mata, jari, dan pergelangan kaki. Edema pitting adalah edema yang muncul di daerah

perifer. Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang

setelah tekanan dilepaskan. Ini karena perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan

edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan yang menyeluruh. Sebaliknya pada edema

Page 8: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

non-pitting, cairan di dalam jaringan tidak dapat dialihkan ke area dengan penekanan jari. Ini

karena edema non-pitting tida menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel, melainkan kondisi

infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan di permukaan

jaringan. Kelebihan cairan vascular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan

pada permukaan interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh.

Manifestasi edema paru antara lain penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan bunyi nafas

ronkhi basah.

2.3.2   Ketidakseimbangan elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :

Hiponatremia dan hipernatremia. Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan

ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Perubahan ini mengakibatkan

pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia

umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit Addison, kehilangan natrium melalui

pencernaan, pengeluaran keringat berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic. Penyebab lain

yang berkaitan dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormon antidiuretik

(syndrome of inappropriate antidiuretic hormon [SIADH]), peningkatan asupan cairan,

hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, dan polidipsia psikogenik. Tanda dan

gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi postural, postural dizziness, mual, muntah,

diare, takikardi, kejang dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah kadar

natrium serum <136 mEq/l dan berat jenis urine <1,010. Hipernatremia  adalah kelabihan

kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic ekstrasel.

Kondisi ini mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel. Penyebab hipernatremia

meliputi asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, disfagia, diare, kehilangan

cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena diabetes insipidus. Tanda dan gejalanya

meliputi kulit kering, mukosa bibir kering, pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria.

Temuan laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum >144 Meq/l, berat jenis urine

>11,30.

Hipokalemia dan hiperkalemia. Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan

ekstrasel yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hydrogen dan

kalium tertahan di dalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan pH plasma. Gejala

Page 9: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot, distensi usus, penurunan bising usus, serta

denyut nadi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum

<3,0 mEq/l.  hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini jarang

sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat membahayakan kehidupan sebab akan

menghambat trasmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung. Saat terjadi

hiperkalemia, salah  satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan insulin sebab

insulin dapat membantu mendorong kalium masuk ke dalam sel. Tanda dan gejala

hiperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas, irama jantung ireguler, hipotensi, parastesia,

dan kelemahan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/l,

sedangkan pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR

memanjang.

Hipokalsemia dan hiperkalsemia. Hipokalsemia adalah  kekurangan kadar kalsium di cairan

ekstrasel. Bila berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh

akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang. Tanda dan

gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal,

gangguan kardiovaskuler, dan osteoporosis. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi

kadar kalsium serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T. Selain

itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda Trosseau dan Chvostek positif. Hiperkalsemia

adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan penurunan

eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala

hiperkalsemia meliputi penurunan kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan

letargi, nyeri punggung, dan serangan jantung.  Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium

serum >5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil

rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta pembentukan kavitas tulang yang

menyebar.

Hipomagnesemia  dan hipermagnesemia. Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium

serum urang dari 1,5 mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alohol yang

berlebih, malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk. Tanda dan

gejalanya meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi, disorientasi,

halusinasi, kejang, takikardi, dan hipertensi. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi

kadar magnesium serum <1,4 mEq/l. Hipermagnesemia adalah kondisi meningkatnya kadar

magnesium di dalam serum. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini dapat menimpa

penderita gagal ginjal., terutama yang mengkonsumsi antasida yang mengandung

magnesium. Tanda dan gejala hipermagnesemia meliputi aritmia jantung, depresi refleks

Page 10: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

tendon profunda, depresi pernapasan. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar

magnesium serum >3,4 mEq/l.

Hipokloremia dan hiperkloremia. Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam

serum. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang

berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta pengisapan nasogastrik. Tanda dan gejala

yang muncul menyerupai alkalosis metabolic, yaitu apatis, kelemahan, kekacauan mental,

kram, dan pusing. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion klorida  >95

mEq/l. Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida serum. Kondisi ini kerap

dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal.

Kondisi hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan

ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan,

letargi, dan pernapasan Kussmaul. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion klorida >105

mEq/l.

Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia. Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di dalam

serum. Kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus, peningkatan

ekskresi fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hipofosfatemia dapat terjadi

akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan hipertiroidisme. Tanda dan

gejalanya meliputi anoreksia, pusing, parestesia, kelemahan otot, serta gejala neurologis yang

tersamar. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8 mEq/dl.

Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat muncul

pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun. Selain itu,

hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat berlebih atau penyalahgunaan laksatif

yang mengandung fosfat. Karena kadar kalsium berbanding terbalik dengan fosfat, maka

tanda dan gejala hiperfosfatemia hampir sama dengan hipokalsemia yaitu peningkatan

eksibilitas sistem saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus,

masalah kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, dan

osteoporosis.  Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau 3,0 mEq/l.

2.4  Asam-basa

Kadar atau derajat keasaman cairan digambarkan dengan konsentrasi ion hydrogen

(H+) dan ion hidroksil (OH-). Asam adalah substansi yang berisi ion hydrogen yang dapat

Page 11: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

dibebaskan. Sedangkan basa adalah substansi yang dapat menerima ion hydrogen. Satuan

pengukur yang digunakan untuk menggambarkan keseimbangan asam-basa adalah “pH”.

Rentang pH berkisar 1-14. pH netral adalah 7, contohnya air murni. Jika ion hydrogen

bertambah, larutan akan bersifat asam (pH<7). Sebaliknya, jika ion hidroksil bertambah,

larutan tersebut akan bersifat basa (pH>7). Plasma darah normalnya bersifat basa-ringan

dengan pH 7,35-7,45. Asidosis adalah kondisi yang ditandai dengan berlebihnya proporsi ion

hydrogen di dalam cairan ekstrasel dengan pH <7,35. Alkalosis adalah kondisi ketika plasma

kekurangan ion H+ dan pH>7,45. Untuk mempertahankan pH yang normal, ion hydrogen

diatur melalui sistem buffer, mekanisme pernafasan, serta mekanisme ginjal. Bila upaya

tersebut gagal dan pH darah <6,8 atau >8,0, dapat terjadi kematian.

2.5  Gangguan Keseimbangan Asam-basa

Pada dasarnya, keseimbangan asam-basa mengacu pada pengaturan ketat konsentrasi

ion hydrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh. Secara umum, keseimbangan asam-basa

digambarkan dalam reaksi kesetimbangan berikut ini.

CO2 + H2O H2CO3 H+  + HCO3-

Reaksi diatas bersifat reversible karena dapat berlangsung dalam dua arah, bergantung

pada konsentrasi zat-zat yang terlibat. Saat kadar CO2 dalam darah meningkat, reaksi akan

berpindah ke sisi asam dan menghasilkan H+ serta HCO3-. Sebaliknya, jika kadar CO2 dalam

darah menurun, reaksi tersebut akan berpindah ke sisi CO2. Dalam proses ini, ion H+ dan

HCO3- bereaksi membentuk H2CO3- yang dengan cepat berubah kembali menjadi CO2 dan

H2O. ketidakseimbangan asam-basa terjadi apabila perbandingan antara [HCO3-] dan [CO2]

tidak proporsional. Normalnya, perbandingan antara keduanya adalah 20/1. Jika

perbandingan tersebut berubah, akan terjadi ketidakseimbangan yang menimbulkan gangguan

yang disebut asidosis dan alkalosis. Baik asidosis maupun alkalosis, keduanya dipengaruhi

oleh fungsi pernapasan dan metabolisme. Karenanya, dikenal istilah asidosis respiratorik dan

asidosis metabolic serta alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolic.

Saat terjadi gangguan keseimbangan asam-basa, tubuh akan berupaya

memperbaikinya melalui suatu sistem regulasi sehat yang disebut kompensasi. Selain melalui

sistem buffer, upaya kompensasi ini dilakukan melalui mekanisme pernapasan dan

mekanisme ginjal.

Page 12: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

       Asidosis respiratorik

Asidosis respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh retensi

CO2 akibat kondisi hiperkapnia. Karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang,

terjadi peningkatan H2CO3 yang kemudian menyebabkan peningkatan [H+]. Kondisi ini

disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah penyakit paru, depresi pusat pernapasan,

kerusakan saraf atau otot yang menghambat kemampuan bernapas, atau oleh tindakan

sederahana seperti menahan napas. Sebagai upaya kompensasi, ginjal akan berupaya

menahan bikarbonat untuk mengembalikan rasio asam karbonat dan bikarbonat yang normal.

Akan tetapi, karena ginjal berespon relative lambat terhadap keseimbangan asam-basa,

respons kompensasi tersebut mungkin akan membutuhkan waktu beberapa jam hingga

beberapa hari sampai pH kembali normal .

Tanda-tanda klinis asidosis respiratorik meliputi :

  Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi

  Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran, dan disorientasi.

  pH plasma <7,35 ; pH urine <6

  PCO2 tinggi (>45 mmHg)

       Asidosis metabolic

Asidosis metabolic,dikenal juga dengan istilah asidosis nonrespiratorik, mencakup semua

jenis asidosis yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Pada keadaan

tidak terkompensasi, kondisi ini ditandai dengan penurunan HCO3- plasma, sedangkan kadar

CO2 normal. Asidosis metabolic biasanya disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO3-

secara berlebihan atau oleh penimbunan asam nonkarbonat. Kondisi tersebut merangsang

pusat pernafasan untuk meningkatkan frekuensi dan kedalaman napas. Akibatnya, karbon

dioksida semakin banyak terbuang dan kadar asam karbonat menurun. Upaya ini

meminimalkan perubahan pH.

Tanda dan gejala asidosis metabolic meliputi :

  Pernafasan Kussmaul, yaitu pernapasan cepat dan dalam

  Kelelahan (malaise)

  Disorientasi

Page 13: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

  Koma

  pH plasma <3,5

  PCO2 normal tau rendah jika sudah terjadi kompensasi

  Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20 mEq/l, dewasa <21mEq/l)

       Alkalosis respiratorik

Alkalosis respiratorik merupakan dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat

hiperventilasi. Jika ventilasi paru menigkat, jumlah CO2 yang dikeluarkan akan lebih besar

daripada yang dihasilkan. Akibatnya, H2CO3 yang terbentuk berkurang dan H+ menurun.

Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik adalah demam, kecemasan, dan keracunan

aspirin yang kesemuanya merangsang ventilasi yang berlebihan. Sebagai upaya kompensasi

ginjal akan mengekskresikan bikarbonat untuk mengembalikan pH ke dalam rentang normal.

Tanda dan gejala klinis alkalosis respiratorik adalah

  Penglihatan kabur

  Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki

  Kemampuan konsentrasi terganggu

  Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus gawat)

  pH >7,45

       Alkalosis metabolic

Alkalosis metabolic adalah penurunan (reduksi) H+ plasma yang disebabkan oleh defisiensi

relatif asam-asam nonkarbonat. Pada kondisi ini, peningkatan HCO3- tidak diimbangi dengan

peningkatan CO2. Dalam keadaan tidak terkompensasi, kadar  HCO3- bisa berlipat ganda dan

menyebabkan rasio alkalotik 40/1. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh muntah yang terus

menerus dan ingesti obat-obat alkali. Sebagai upaya kompensasi, pusat pernapasan ditekan

agar pernapasan menjadi pendek dan dangkal. Akibatnya, CO2 menjadi tertahan dan kadar

asam karbonat meningkat guna mengimbangi kelebihan bikarbonat.

Tanda dan gejala klinis alkalosis metabolic adalah

  Apatis

  Lemah

  Gangguan mental (mis, gelisah, bingung, letargi)

  Kram

  Pusing

Page 14: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

.

BAB III

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pemenuhan kebutuhan Cairan dan Elektrolit

1.      Pengkajian

Pengkajian keperawatan difokuskan pada hal-hal seperti riwayat keperawatan, pengukuran

klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

a.       Riwayat keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang beresiko mengalami

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi :

         Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan

         Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

         Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan elektrolit.

         Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat menggangu status cairan.

         Status perkembangan (usia atau kondisi social)

         Factor psikologis.

            Sedangkan menurut Metheny (1991), ada enam hal yang perlu ditanyakan untuk

menilai status cairan dan elektrolit pasien, yaitu :

         Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan

elektrolit?

         Apakah pasien mendapat terapi cairan parenteral atau pengobatan lain yang dapat

mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit? Jika ya, bagaimana pengobatan itu bisa

mengacaukan keseimbangan cairan?

         Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari mana? Apa tipe

ketidakseimbangan yang biasanya menyertai pengeluaran cairan itu?

         Apakah ada pembatasan diet (mis., diet rendah garam)? Jika ya, bagaimana hal itu bisa

mempengaruhi keseimbangan cairan?

         Apakah klien menerima air atau zat gizi lain melalui oral atau rute lain dalam jumlah yang

cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien menerima asupan yang tidak adekuat tersebut?

         Bagaimana perbandingan antara asupan cairan total dengan haluaran cairan totalnya? 

Page 15: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

b.      Pengukuran klinis

Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruksi dari dokter adalah

pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat badan, serta pengukuran asupan dan

haluaran cairan.

         Berat badan. Pengukuran BB dilakukan disaat yang sama dengan menggunakan pakaian

dengan berat yang sama. Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan setara dengan

penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan.

         Tanda – tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah

serta tingkat kesadaran) bisa menandakan gangguan keseimbanga cairan dan elektrolit.

         Asupan cairan. Meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan parenteral (obat-obat intravena),

makanan yang mengandung air, irigasi kateter.

         Haluaran cairan. Haluaran cairan meliputi urine (volume, kepekatan), feses (jumlah,

konsistensi) drainase, dan IWL.

         Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang berlebihan, kekeringan

pada membran mukosa.

         Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan

elektrolit (mis., DM, CA, luka bakar, hematemesis, dll).

         Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu keseimbangan cairan

dan elektrolit (mis., steroid, diuretic, dialysis).

c.       Pemeriksaan fisik

         Integument. Turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.

         Kardiovaskular. Distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.

         Mata. Cekung, air mata kering.

         Neurologi. Reflex, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.

         Gastrointestinal. Mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.

d.      Pemeriksaan laboratorium

         Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), dan

hematokrit (Ht).

  Ht naik                        : dehidrasi berat dan gejala syok

  Ht turun          : perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.

  Hb naik           : hemokonsentrasi.

Page 16: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

  Hb turun          : perdarahan hebat, reaksi hemolitik.

         Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida,

ion bikarbonat.

         pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur

konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.

         Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2, dan Sa. O2. Nilai

PCO2 normal : 35-40 mmHg; PO2 normal : 80-100 mmHg; HCO3- normal : 25-29 mEq/l.

sedangkan saturasi O2  adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen

yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan vena (60%-85%).

Interpretasi

Asidosis

  CO2 naik         : CO2 + H2O        H2CO3

  HCO3- turun    : HCO3

- bersifat basa.

Alkalosis

  CO2 turun        : tidak terbentuk asam bikarbonat

  HCO3-              : kadar basa naik.

Pada ketidakseimbangan asam-basa karena proses respiratorik, nilai pH dan PCO2 tidak

normal. Sebaliknya, bila kondisi tersebut disebabkan oleh proses metabolic, nilai pH dan

HCO3- keduanya meningkat atau rendah.

2.      Penetapan diagnosis

Menurut NANDA (2003), masalah keperawatan utama untuk masalah gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi :

Kekurangan volume cairan

Kelebihan volume cairan

Resiko kekurangan volume cairan

Resiko ketidakseimbangan volume cairan

Gangguan pertukaran gas.

3.      Perencanaan dan implementasi

Page 17: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

Secara umum, tujuan intervensi keperawatan untuk masalah cairan dan elektrolit meliputi

mempertahankan keseimbangan asupan dan haluaran cairan, mengoreksi deficit volume

cairan dan elektrolit, mengurangi overload, mempertahankan berat jenis urine dalam batas

normal, menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan keseimbangan cairan elektrolit dan

asam-basa, serta mencegah komplikasi akibat pemberian terapi.

3.1  Kekurangan volume cairan.

Yang berhubungan dengan :

  Haluaran urine yang berlebihan (mis., diabetes insipidus)

  Pengeluaran cairan sekunder akibat demam, drainase yang abnormal, peritonitis, atau diare.

  Mual/muntah

  Kesulitan menelan atau minum sendiri, sekunder akibat sakit tenggorakan , kelelahan

  Asupan cairan yang kurang saat berolahraga atau karena kondisi cuaca.

  Penggunaan laktasif dan diuretic yang berlebihan

Kriteria hasil

Klien akan mempertahankan berat jenis urine dalam rentang normal.

Indicator

  Meningkatkan jumlah asupan cairan hingga jumlah tertentu, sesuai dengan usia dan kebutuhan

metabolic.

  Mengidentifikasi factor risiko deficit cairan dan menjelaskan perlunya meningkatkan asupan

cairan sesuai indikasi.

  Tidak memperlihatkan tanda dan gejala dehidrasi.

Intervensi umum

Mandiri

  Kaji factor penyebab (mis., ketidakmampuan untuk minum sendiri, gangguan menelan, sakit

tenggorakan, asupan cairan yang kurang sebelum berolahraga, kurang pengetahuan, atau

tidak suka dengan minuman yang tersedia).

Page 18: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

  Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang adekuat serta metode

untuk memenuhi asupan nutrisi.

  Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai dan rencanakan pemberian asupan sacara

bertahap (mis., 1000 ml di siang hari, 800 ml di sore hari, dan 300 ml di malam hari)

  Bila klien mengalami sakit tenggorakan, tawarkan minuman yang hangat atau dingin ;

pertimbangkan pemberian es.

  Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk istirahat sebelum makan dan berikan

cairan dalam jumlah sedikit tetapi sering.

  Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan cairan , haluaran urine, dan berat

badan harian.

  Pantau asupan cairan klien (minimal 2000 ml asupan cairan oral per hari)

  Pantau haluaran klien (minimal 1000-1500 ml per hari)

  Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi lain yang bisa menyebabkan kehilangan cairan

berlebih (mis., pemberian diuretic, muntah, diare, demam)

  Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.

  Bagi para olahragawan, tekankan pentingnya hidrasi yang adekuat sebelum dan selama

berolahraga.

Kolaborasi

Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi intarvena.

Rasional

  Kondisi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Akibatnya, haluaran urine tidak

dapat membersihkan limbah secara adekuat sehingga kadar BUN dan elektrolit meningkat.

  Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan cairan

  Untuk memantau berat badan secara efektif, penimbangan harus dilakukan di saat yang sama

dengan pakaian yang beratnya hampir sama.

  Konsumsi gula, alcohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat meningkatkan produksi urine

dan menyebabkan dehidrasi

3.2  Kelebihan volume cairan

Page 19: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

BAB III

PROSES KEPERAWATAN

3.1  PENGKAJIAN

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat

dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,

mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.

(Budi Anna Keliat, 1994).

3.1.1   Riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik

Riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik dapat mengungkap berbagai data tentang

praktik keamanan klien dan resiko klien dalam mengalami cedera. Data tersebut meliputi usia

dan tingkat perkembangan; status kesehatan umum; status mobilitas; ada tidaknya defisit

fisiologis atau persepsi atau kerusakan sensorik lain; perubahan proses pikir atau gangguan

kognitif atau emosional; adanya tindak penganiayaan atau pengabaian; dan riwayat

kecelakaan atau cedera. Selain itu perlu juga dikaji tentang riwayat keselamatan yang

meliputi kesadaraan klien akan adanya bahaya, pengetahuan tentang tindakan pengamanan

baik di rumah ataupun di tempat kerja, dan setiap ancaman yang ia rasakan terhadap

kesehatannya.

3.1.2   Perangkat pengkajian resiko

Perangkat ini ditujukan untuk mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami cedera

tertendu, seperti jatuh, atau untuk mengkaji kondisi klien secara umum agar klien tetap aman

di lingkungan rumahnya maupun di tatanan perawatan kesehatan. Perangkat tersebut

merangkum data-data spesifik yang terdapat dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan

fisik klien.

3.1.3   Penilaian tingkat kebahayaan lingkungan rumah

Bahaya di lingkungan rumah, seperti jatuh, kebakaran, keracunan, asfiksia, dan bahaya-

bahaya lainnya dapat disebabkan oleh penggunaan perabotan rumah tangga, perkakas, dan

peralatan masak yang tidak tepat.

3.2  PENETAPAN DIAGNOSIS

Page 20: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association

(NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas

terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa

keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai

tujuan diamana perawat bertanggung gugat“(Wong,D.L,2004:33).

NANDA (2003) mengajukan label diagnosis luas yang terkait dengan masalah

keamanan,yaitu :

Tabel Pegkajian Lingkungan Rumah

Lingkungan Rumah Hal yang Dikaji

Eksterior rumah

Interior rumah

Dapur

Kamar mandi

Ruang tidur

Listrik

Tangga di dalam rumah : kondisi tangga, ada tidaknya handrails.

Penerangan lampu, keset dan pengaman karet, tata ruang atau

barang,kondisi kamar atau WC.

Kondisi lantai, penerangan lampu, sumber air, kompor, kulkas.

Kondisi lantai, penerangan lampu, adanya matras karet pada bath

up atau shower, balok pegangan, kotak obat, jarak toilet-bath up.

Letak keset atau karpet, tata letak perabot, tombol lampu,

penerangan malam hari, akseske toilet.

Pengaturan listrik yang membahayakan (mis., colokan tidak

terlindungi, ada lebih dari satu aliran kabel, letak kabel dekat

dengan barang-barang basah,dll)

3.3  PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

Page 21: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

Tujuan utama asuhan keperawatan pada klien dengan resiko keamanan adalah

mencegah kecelakaan dan cedera. Untuk tujuan tersebut, klien seringkali dituntut untuk

mengubah perilaku sehat mereka dan memodifikasi lingkungan.

~ Risiko cedera

Yang berhubungan dengan:

  Perubahan fungsi serebri, sekunder akibat hipoksia jaringan, sinkope, vertigo.

  Perubahan mobilitas, sekunder akibat amputasi, arthritis, Parkinsonisme, dll.

  Gangguan fungsi sensorik (penglihatan, pendengaran, suhu/sentuhan, penciuman).

  Rendahnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan, sekunder akibat konfusi, hipoglikemia,

depresi, ketidakseimbangan elektrolit.

  Efek obat (sedative, vasodilator, antihi, wpertensi, diuretik, psikotropika, fenotiazin terhadap

mobilitas dan sensorium).

  Bahaya di lingkungan rumah (mis., lorong yang tidak aman, pencahayaan yang kurang, tangga,

kamar mandi, lantai yang licin, racun yang disimpan bukan pada tempatnya.

  Lingkungan yang asing, rumah sakit, panti wreda.

  Penggunaan alat bantu berjalan (kruk, walker, tongkat, kursi roda).

  Defek penilaian, sekunder akibat defisit sensorik, medikasi, defisit kognitif.

Kriteria hasil

Individu akan menyatakan berkurangnya episode jatuh dan rasa takut terhadap bahaya jatuh.

Indikator

  Mengidentifikasi faktor yang dapat meningkatkan resiko cedera.

  Menjelaskan tujuan penggunaan tindakan keamanan untuk mencegah cedera (mis.,

menyingkirkan karpet atau memasangnya dengan kuat).

  Menjelaskan tujuan dilakukannya tindak pencegahan tertentu (mis., menggunakan kacamata

hitam untuk mengurangi silau).

  Menambah kegiatan sehari-hari ,jika memungkinkan.

Intervensi umum

  Kaji adanya faktor penyebab atau faktor pendukung (mis., lingkungan sekitar yang asing;

gangguan penglihatan, gangguan pendengara; penurunan sensitivitas sentuhan; hipotensi

ortostatik; penurunan kekuatan/fleksibilitas; nyeri; penggunaan kruk; tongkat, walker yang

tidak tepat; imobilitas sendi; efek samping medikasi; dan faktor lingkungan yang

membahayakan).

  Kurangi atau hilangkan faktor penyebab, jika memungkinkan.

Page 22: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

Lingkungan sekitar yang asing

  Orientasikan setiap individuysng baru masuk dengan lingkungan sekitarnya.

  Awasi dengan ketat individu pada malam-malam pertama untuk mengkaji.

  Gunakan peneranganpada malam hari.

  Anjurkan individu untuk meminta bantuan pada malam hari.

  Jelaskan tentang efek samping obat-obatan tertentu (mis., pusing,kelelahan). 

Gangguan penglihatan

  Beri penerangan yang aman dan memadai untuk  klien.

  Beri tahu cara mengurangi silau (mis., menghindari semua permukaan yang mengkilap,

menggunakan lampu yang sinarnya menyebar dan bukan yang menyorot, memalingkan

wajah ketika menyalakan lampu yang terang, dll).

  Minta klien atau keluarga untuk meletakkan warna-warna yang cukup kontras guna

membedakan pandangan dan ingatkan mereka untuk menghindari warna hijau dan biru.

  Tandai pinggiran anak tangga dengan warna-warna yang berbeda (mis., dengan plester

berwarna).

  Hindari warna-warna senada (mis., saklar berwarna coklat keabu-abuan di atas dinding yang

warnanya sama).

Penurunan sensitivitas taktil

Ajarkan berbagai tindakan preventif.

  Kaji suhu air mandi dan bantalan panas sebelum digunakan.

  Kaji kondisi ekstremitas setiap hari untuk melihat adanya cedera yang tak-terdeteksi.

  Jaga agar kaki tetap hangat dan kering dan oleskan lotion (lanolin, minyak mineral) agar kaki

tetap lembut.

Penurunan ketajaman pendengaran

Ingatkan klien untuk membuka setengah kaca jendelanya saat berkendara agar tanda-tanda

peringatan (mis., sirine) dapat terdengar. Selain itu, ingatkan klien untuk mengecilkan AC,

pemanas, dan suara radio agar suara-suara dari luar mobil bisa terdengar.

Penurunan kekuatan/fleksibilitas

  Lakukan latihan yang dapat memperkuat pergelangan kaki setiap hari (Schoenfelder, 2000).

  Lakukan latihanjalan sedikitnya 2 atau 3 kali seminggu.

Penggunaan alat bantu berjalan

Page 23: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

  Ajarkan klien cara berjalan dengan menggunakan alat bantu (mis., kruk, walker, tongkat)

secara benar.

  Konsultasikan dengan ahli fisioterapi tentang bentuk latihan berjalan yang benar.

Efek samping medikasi

Kaji  adanya efek samping obat yang dapat menyebabkan vertigo(mis., hipotensi, sedasi,

hipokalemia, vasodilatasi, vasokonstriksi).

Faktor lingkungan yang membahayakan

  Menyingkirkan karpet dan benda-benda yang tergeletak serta memperbaiki lantai yang sangat

mengkilap.

  Memasang traction tape untuk mencegah licin pada permukaan bak mandi atau shower.

  Memasang palang untuk pegangan di kamar mandi.

  Memasang jeruji pengaman di lorong dan tangga.

  Memindahkan barang-barang yang mengganggu dari dinding di sepanjang tangga (mis.,

cantelan jas, rak).

  Memasang siderail dan mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah apabila klien

ditinggalkan tanpa pengawasan.

  Mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah apabila klien ditinggalkan tanpa pengawasan.

  Mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah dan mengunci roda-rodanya jika tidak sedang

digerakkan.

  Mengajarkan cara mengunci dan melepaskan kunci roda pada klien yang memakai kursi roda.

  Pastikan bahwa sepatu atau alas kaki klien tidak slip.

  Uraikan dan dokumentasikan peristiwa jatuh (cedera yang terjadi, peristiwa jatuh sebelumnya,

medikasi, dan tindakan yang diambil).

Rasional

  Lingkungan yang asing serta gangguan yang terjadi pada penglihatan, orientasi, mobilitas, dan

kelelahan dapat meningkatkan risiko jatuh.

  Klien dengan gangguan mobilitas memerlukan alat bantu pengaman dan upaya menghilangkan

bahaya yang ada guna membantunya melakukan kegiatan sehari-hari.

  Tujuan pencegahan dan manajemen jatuh berfokus pada upaya menurunkan kemungkinan

jatuh dengan mengurangi bahaya lingkungan,  meningkatkan kemampuan individu untuk

mencegah jatuh dan cedera akibat jatuh, serta member perawatan cedera setelah jatuh.

  Kondisi sulit melihat karena silau seringkali menjadi penyebab jatuh pada lansia; ini

dikarenakan lansia semakin rentan terhadap cahaya silau. Bola lampu pijar (nonfluoresens)

Page 24: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

dapat menghasilkan cahaya silau yang lebih sedikit dan karenanya dapat dijadikan

penerangan yang baik bagi lansia.

  Kondisi lingkungan yang asing ditambah gangguan penglihatan dan mobilitas yang dialami

klien menyebabkan klienberisiko tinggi mengalami cedera (mis., jatuh, terbakar).

  Latihan penguatan pergelangan kaki dan program berjalan dapat meningkatkan keseimbangan

tubuh, menambah kekuatan pergelangan kaki, meningkatkan kecepatan berjalan, mengurangi

insiden jatuh dan ketakutan akan jatuh, serta meningkatkan kepercayaan diri dalam

melakukan aktivitas sehari-hari (Schoenfelder,2000)

BAB IV

PENUTUP

1.1  Kesimpulan

Kesehatan sangatlah penting untuk diketahui oleh para perempuan bakal calon ibu

ataupun laki-laki calon bapak. Oleh karena itu bverdasarkan uraian di atas dapat penulis

simpulkan bahwa:

   Leukimia adalah sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan system

limfatik yang ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih abnormal dan imatur

(Wong, 2009). Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan

pembentukan darah.

  Leukimia, kanker pada jaringan pembentuk darah adalah bentuk kanker pada masa kanak-

kanak yang paling sering ditemukan. Insidensi pertahunnya adalah 3 hingga 4 kasus per

100.000 anak-anak kulit putih yang berusia dibawah 15 tahun ( Margolin  & Poplack, 1997

dalam Wong, 2009). Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan yang masih berusia di atas 1 tahun, dan awitan puncaknya terjadi antara 2 dan 6

tahun.

  Leukemia merupakan salah satu bentuk kanker yang memperlihatkan peningkatan angka

keberhasilan hidup secara dramatis. Keberhasilan hidup tanpa penyakit untuk jangka waktu

lama yang dijumpai akhir-akhir ini pada anak-anak yang menderita leukemia limfoid akut

mendekati angka 75% ( Fiebert & Shurin, 1998 dalam Wong, 2009),

1.2  Saran

Page 25: Makalah Dan Askep Cairan Dan Elektrolit

Untuk itu wawasan dan pengetahuan tentang leukimia sangatlah penting untuk bisa

dikuasai dan dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga dan

masyarakat pada umumnya, supaya kesejahtaraan dan kesehatan bisa tercapai dengan

sempurna. Oleh karena itu penulis memberi saran kepada para pihak yang terkait khususnya

pemerintah, Dinas Kesehatan untuk bisa memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut

kepada khalayak masyarakat dengan cara sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan

kesehatan masyarakat bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas Kedokteran

UI, Jakarta.

Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.

Marilynn E. Doengoes, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan

Keperawatan, EGC.

Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta.

Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta.