Makalah Blok 22

20
Tinjauan Pustaka Bell’s Palsy Ezra Elian Yonatan 102012104 / D1 [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510 Telepon : 021-5694 2061; Fax : 021-5631731 Pendahuluan Wajah merupakan kawasan motorik nervus VIII atau nervus facialis yang sangat penting. Suatu kelainan yang terjadi di sepanjang perjalanan nervus facialis menyebabkan gangguan pada otot yang dipersarafi, baik yang bersifat parese ataupun paralisis tergantung tingkat dan beratnya lesi. Pada umumnya masyarakat awam menganggap bahwa sudut mulut yang menurun atau miring dianggap aneh dan penyebab umumnya adalah stroke, padahal kerusakan yang terjadi bisa saja pada N. Facialis yang disebut Bell’s Palsy. Bell’s Palsy merupakan salah satu gangguan yang paling sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini terjadi pada nervus VII (N. Facialis) perifer, yang mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, bersifat akut, dimana penyebabnya tidak diketahui dengan pasti (idiopatik). Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya dapat menyembuh, namun pada beberapa di antara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur dan spasme spontan. Sindroma paralisis fatal idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles Bell, meskipun masih banyak 1

description

makalah pbl

Transcript of Makalah Blok 22

Page 1: Makalah Blok 22

Tinjauan Pustaka

Bell’s Palsy

Ezra Elian Yonatan

102012104 / D1

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510

Telepon : 021-5694 2061; Fax : 021-5631731

Pendahuluan

Wajah merupakan kawasan motorik nervus VIII atau nervus facialis yang sangat penting.

Suatu kelainan yang terjadi di sepanjang perjalanan nervus facialis menyebabkan gangguan pada

otot yang dipersarafi, baik yang bersifat parese ataupun paralisis tergantung tingkat dan beratnya

lesi. Pada umumnya masyarakat awam menganggap bahwa sudut mulut yang menurun atau miring

dianggap aneh dan penyebab umumnya adalah stroke, padahal kerusakan yang terjadi bisa saja pada

N. Facialis yang disebut Bell’s Palsy. Bell’s Palsy merupakan salah satu gangguan yang paling

sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini terjadi pada nervus VII (N. Facialis) perifer,

yang mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, bersifat akut, dimana penyebabnya tidak

diketahui dengan pasti (idiopatik). Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya

dapat menyembuh, namun pada beberapa di antara mereka kelumpuhannya sembuh dengan

meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur dan spasme spontan. Sindroma paralisis

fatal idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles Bell,

meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan penatalaksanaannya, Bell’s Palsy

merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di dunia.

Skenario

Seorang laki-laki usia 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mata kiri tidak dapat

ditutup dan mulutnya mencong ke kanan sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengatakan keluhan timbul

secara tiba-tiba dan membuat dirinya cemas.

1

Page 2: Makalah Blok 22

Anamnesis

Pada anamnesis, hal-hal yang perlu ditanyakan adalah :

- Identitas pasien

- Keluhan utama : pada skenario pasien mengeluh mata kiri tidak dapat ditutup dan mulut

mencong ke kanan sejak 1 hari yang lalu

- Keluhan tambahan : kecemasan

- Riwayat Penyakit Sekarang :

- Waktu dan lamanya keluhan berlangsung

- Rasa nyeri

- Gangguan atau kehilangan pengecapan

- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di

ruangan terbuka atau di luar ruangan

- Sifat dan beratnya serangan (apakah masih dapat tertahan atau tidak)

- Lokasi dan penyebaran keluhan (nyeri, baal, dll)

- Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)

- Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas

apa saja)

- Riwayat Penyakit Dahulu :

- Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali

- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita yang mungkin berhubungan

dengan penyakit yang dialami sekarang seperti infeksi, serangan jantung, dll.

- Riwayat Kesehatan Keluarga

- Riwayat Obat

- Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan tanda-tanda vital

2. Pemeriksaan neurologi

Kelumpuhan nervus fasialis melibatkan seluruh otot wajah atau salah satu sisi saja dan dapat

dibuktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan berikut, yaitu :

a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis

2

Page 3: Makalah Blok 22

- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bagian yang

dipersyarafi nervus fasialis yang cedera atau paresis tidak akan berkerut.

- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat.

- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat menutupi

bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena

Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat

dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal ini dikenal sebagai Lagoftalmus.

- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan.

- Pasien disuruh untuk meringis atau menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat

diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat, selain itu juga sulcus

nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.

b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis

Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah

dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam

sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.

c. Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy adalah pemeriksaan reflek

kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil

berupa pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali.

Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari pada

daerah di antara kedua alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan

pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularisoculi (pemejaman

mata pada sisi sakit).1,2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak terlalu signifikan untuk mendiagnosis Bell’s Palsy. Diagnosis

biasanya ditegakkan cukup dengan diagnosis dan pemeriksaan fisik neurologis. Namun

pemeriksaan penunjang dapat dilakukan, contohnya :

a. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s

palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui

3

Page 4: Makalah Blok 22

apakah pasien tersebt menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa

dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal.2

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell’s Palsy antara lain adalah MRI

(Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran

kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita

mengalami kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya

merupakan gangguan pada nervus fasialis ataupun terdapat tumor (misalnya Schwannoma,

hemangoma, meningioma, dll).2

Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja dari rangkaian pemeriksaan di atas adalah Paresis N. VII. Sinistra atau

Bell’s Palsy.

Bell’s Palsy adalah penyakit idiopatik dan merupakan penyakit saraf tepi yang bersifat akut

dan mengenai nervus fasialis (N.VII) yang menginervasi seluruh otot wajah yang menyebabkan

kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini meyebabkan asimetri wajah serta mengganggu

fungsi normal.

Bell’s palsy merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling sering dijumpai. Wanita

muda usia 10-19 tahun lebih sering terkena dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan wanita hamil

memilki resiko 3,3 kali lebih tinggidibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Penyebab pasti

Bell’s palsy masih belum diketahui, tetapi penyakit ini dianggap memiliki hubungan dengan virus,

bakteri, dan autoimun.

Penyakit ini juga biasa disebut dengan Paresis N.VII (Paresis N. Facialis) dan meliputi

inflamasi syaraf atau blokade sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier yang belum diketahui,

ketidak seimbangan imunitas (stress, HIV/AIDS, trauma) atau apapun yang secara langsung

maupun tidak langsung menekan sistem imun (seperti infeksi baktreri pada Lyme disease dan otitis

media, atau truma, tumor, dan kelainan kongenital), serta apapun yang dapat menyebabkan

inflamasi dan edem nervus fasialis (N.VII) dapat memicu terjadinya Bell’s palsy.3

Diagnosis Banding

1. Kerusakan N. VII tipe sentral

Lesi ini melibatkan serabut corticobulbaris yang direc dan indirect. Dua tipe yang dikenali

yaitu Voluntary dan Mimetic. Voluntary paralysis bermanifestsi pada sisi kontralateral yang

4

Page 5: Makalah Blok 22

melibatkan hanya melibatkan musculus setengah bagian bawah musculus facial terutama perioral,

sedangkan musculus yang bertanggungjawab mengerutkan dahi, memejamkan mata tidak

terpengaruh. Penjelasannya adalah sebagai berikut, type kelumpuhan UMN yang kontra lateral ini

didasari bahwa nucleus yang bertanggung jawab terhadap musculus fasialis bagian atas

mendapatkan serabut ipsilateral dan kontralateral sedangkan nucleus yang bertanggung jawab

terhadap musculus bagian bawah facial hanya mendapatkan serabut dari kontralateral cortico

bulbaris. Lesi yang melibatkan corticobulbaris dan corticospinalis di capsula interna akan berakibat

lesi central N Facialis type voluntary(kontralateral lesi) dan hemiparese pada sisi kontalateral tubuh

dengan tanpa gangguan sensasi maupun fungsi autonom(salivary dan lacrimasi) serta refleks

cornea. Mimetic atau emosional inervation dari musculus inferior fascial bersifat involuntary dan

perjalanannya tidak diketahui. Lesi mimetic bisa tanpa disertai ganguan voluntary atau bersama

sama. Lesi pada lobus frontalis dan gangliabasalis atau thalamus sering bermanifestasi ganguan ini.

2. Stroke iskemik et causa trombus

Stroke iskemik et causa trombus atau dapat pula disebut sebagai stroke trombotik ialah jenis

stroke yang terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya disebabkan oleh karena aterosklerosis berat.

Seringkali, pada individu yang mengalami trombotik stroke, mengalami satu atau lebih serangan

iskemik sementara (transient ischemic attack atau TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya

menyerang.

Stroke trombotik sering dikaitkan dengan rupturnya plak aterosklerotik. Stenosis dari

arterial selanjutnya menyebabkan aliran darah yang turbulen, yang dapat menyebabkan

pembentukan trombus; aterosklerosis (plak yang ulseratif) dan platelet adherence. Semua ini

menyebabkan kemungkinan adanya oklusi di berbagai tempat.

Oklusi dari arteri oftalmika mungkin dapat tidak bergejala, mungkin karena kolateral orbital

yang banyak, namun obstruksi yang kian lama dapat berujung pada amaurosis fugax –  kehilangan

penglihatan yang tiba-tiba dan singkat pada satu mata.

Oklusi dari arteri serebral anterior bagian distal terhadap arteri komunikans anterior dapat

menyebabkan gangguan fungsi dari lobus frontal yaitu kelemahan dan hilangnya respon sensoris

pada kaki kontralateral dan kadang kelemahan ringan di lengan, apraksia gait, status mental yang

berubah, refleks primitif, perseverasi, gangguan penilaian, inkontinensia urin dan disinhibisi.

Oklusi dari arteri serebri media dapat menyebabkan hemiplegia kontralateral, hemiparesis

kontralateral, hemisensory loss, dan homonymous hemianopia (kehilangan secara bilateral dan

simetris dari setengah lapang pandang), dengan mata yang berdeviasi ke arah lesi, agnosia, afasia

reseptif atau ekspresif, kelemahan pada lengan dan tangan biasanya lebih buruk dibanding pada

ekstremitas bawah.

5

Page 6: Makalah Blok 22

Oklusi yang terjadi di arteri serebral posterior menunjukkan gejala yang berhubungan

dengan penglihatan dan pemikiran yaitu kontralateral homonymous hemianopsia, kebutaan kortikal,

agnosia visual, gangguan memori dan status mental yang berubah.

Lain halnya dengan oklusi yang terjadi pada sirkulasi verterobasiler yang biasanya sulit

untuk dilokalisir, oleh karena dapat menyebabkan gejala klinis yang luas yang berkaitan dengan

saraf kranialis, otak kecil dan defisit batang otak, yang meliputi vertigo, nistagmus, diplopia, defisit

lapang padang, disfagia, disartria, hipestesia wajah, sinkop, gangguan sensoris pada seluruh

ekstremitas, mual-muntah dan ataksia.4,5

3. TIA (Transient Ischemic Attack)

TIA merupakan gangguan fungsi otak singkat yang bersifat reversibel akibat hipoksia

serebral. TIA mungkin dapat terjadi ketika pembuluh darah yang aterosklerotik mengalami spasme,

atau saat kebutuhan oksigen otak meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi oleh karena

keberadaan plak aterosklerotik yang berat. Namun TIA berlangsung kurang dari 24 jam sementara

paresis N.VIII atau Bell’s palsy terjadi lebih dari 24 jam. TIA selanjutnya akan berkembang

menjadi stroke trombotik dan dikatakan dalam periode ini disebut stroke in evolution. Pada akhir

periode tersebut, individu dikatakan sudah mengalami stroke lengkap (completed stroke).

Pada TIA, proses pemulihan berlangsung cepat. Apabila terjadi iskemia di area karotis,

maka gejala umum yang sering terjadi ialah kelemahan dan rasa berat dari lengan kontralateral, kaki

atau wajah, dapat tunggal ataupun kombinasi dari ketiganya. Kelumpuhan atau parestesia dapat

menjadi manifestasi satu-satunya atau mungkin ditemani dengan defisit motorik.

Etiologi

Penyebab pasti Bell’s palsy masih belum diketahui. Tetapi penyakit ini dianggap memiliki

hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bell’s palsy meliputi inflamasi saraf atau blokade

sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier yang belum diketahui, ketidakseimbangan imunitas (stress,

HIV/AIDS, trauma) atau apapun yang secara langsung maupun tidak langsung menekan sistem

imun (seperti infeksi bakteri pada Lyme disease dan otitis media, atau trauma,tumor, dan kelainan

kongenital), serta apapun yang dapat menyebabkan inflamasi dan edema nervus Fasialis (N. VII)

dapat memicu terjadinya Bell’s Palsy.

Epidemiologi

Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di

dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di

6

Page 7: Makalah Blok 22

Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per

100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 1530 kasus per

100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes.

Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita

muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang

sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun.

Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya

Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.6

Struktur Anatomis

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator palpebrae (N.

III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.

b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus saliva torius superior.

Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,rongga hidung, sinus

paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.

c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian

depan lidah.

d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba dari sebagian

daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot mimik wajah.

Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang mengantarkan rasa

pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius

eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari

nervus mandibularis lalu masuk ke kordatimpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui

nervus fasialis ke nukleustraktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar

lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar

submaksilar melalui korda tympani.

Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan serabut

nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventro lateral nukleus

abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Posisi yang berdekatan

(jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV mengakibatkan nervus VI dan VII dapat terkena bersama-

sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus

bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas

7

Page 8: Makalah Blok 22

anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut

genikulatum karena sangat dekat dengan genu.

Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum untuk

memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan

di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda

timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus kemudian

melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang melayani otot-otot wajah, m.

stilomastoideus, platisma dan m. digastrikusventer posterior.

Patofisiologi

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus

fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu

terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya

proses inflamasi pada nervus fasialis yang meyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis

sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus

fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong

yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik

tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi.

Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan

supranuklear, nuklear dan infra nuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks

motorik primer atau di jaraskortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan

daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Paparan udara dingin seperti angin kencang,

AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab

terjadinya Bell’s palsy. Nervus fasialis bisa sembab dan terjepit di dalam foramen stilomastoideus

dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum

timpani, diforamen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang

terletak didaerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Oleh sebab itu

paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan

melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli

perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).

Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah

seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha

untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat.

8

Page 9: Makalah Blok 22

Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Lagoftalmos atau tidak bisa

menutup mata dengan sempurna, menyebabkan air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga

tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus

fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda

timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.7

Manifestasi Klinik

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu

sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan

oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu

unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total.

Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasilabialis akan

menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes darisudut ini, kelopak

mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang.

Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang

lumpuh akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang memper syarafi m.orbikularis okuli

dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra tidak dapat menutup dengan sempurna. Kelainan ini

akan mengakibatkan trauma konjungtiva dan kornea karena mata tetap terbuka sehingga

konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk

konjungtivitis atau suatu keratitis serta bola mata pasien berputar ke atas. Keadaan ini dikenal

dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Kedipan mata yang berkurang

mengakibatkan terjadinya iritasi oleh debu dan angin sehingga menimbulkan epifora.

Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Di

samping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain

kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila

paresisnya benar-benar bersifat Bell’s palsy.

  Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan dari 2/3 depan

lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan bila saraf yang menuju ke

m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis. Keadaan ini dapat diperiksa dengan

pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata

berupa pengurangan atau hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion

genikulatum dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schimer.6,7

Komplikasi

a. Komplikasi ke bagian mata antara lain :

9

Page 10: Makalah Blok 22

- Lagoftalmus

- Ektopion paralitik dari kelompak mata bagian bawah

- Alis jatuh

- Retraksi kelopak mata atas

- Erosi Kornea

- Crocodile-tears tearing

b. Komplikasi ke bagian telinga antara lain :

Hampir separuh pasien yang mengalami Bell’s Palsy mengeluhkan nyeri pada

bagian belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala Bell’s Palsy,

namun pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari sebelum timbulnya Bell’s Palsy.

Beberapa pasien juga mengeluhkan terjadinya hyperacusis pada telinga ipsilateral dari Palsy yang

terjadi, yang merupakan akibat sekunder dari kelemahan otot stapedius.

c. Gangguan Pengecapan

Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana 80% dari penderita

Bell’s Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa.

d. Spasme Fasial

Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat kontraksi tonic

pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat stress dan timbul akibat kompreksi

dari akar Nervus VII akibat gangguan pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar

saraf. Spasme ini lebih sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul

Synkinesis yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup mata,

contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum atau ketika mengedipkan

mata.

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Untuk menghilangkan penekanan, menurunkan edema dan kerusakan N. VII dapat diberikan

prednison (kortikosteroid) dan antiviral sesegera mungkin. Window of opportunity untuk memulai

pengobatan adalah 7 hari setelah onset. Prednison dapat diberikan jika muncul tanda-tanda radang.

Selain itu dapat pula diberi obat untuk menghilangkan nyeri seperti gabapentin.

- Kortikosteroid

10

Page 11: Makalah Blok 22

- Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari kemudian diturunkan bertahap 10mg/hari dan

berhenti selama 10-14 hari.

Tabel 1 : Dosis prednison

Dosis Dewasa 1 mg/kg atau 60mg PO qd selama 7 hari diikuti tappering off dengan total pemakaian 10 hari.

Dosis anak 1 mg/kg PO qd selama 6 hari diikuti tappering off dengan total pemakaian 10 hari

Kontraindikasi Hipersensitivitas, diabetes berat yang tak terkontrol, infeksi jamur, ulkus peptikum, TBC, osteoporosis

- Obat - obat antiviral (jika diperlukan)

Acyclovir 400 mg dapat diberikan 5 kali perhari selama 7 hari, atau 1000mg /hari selama 5

hari sampai 2400 mg/hari selama 10 hari. Dapat juga menggunakan Valactclovir 1 gram yang

diberikan 3 kali selama 7 hari.

- Vitamin B

Preparat aktif B12 (Metil kobalamin) berperan sebagai kofaktor dalam proses remielenasi,

dengan dosis 3x500μg/hari.8

Prognosis

Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko

yang memperburuk prognosis Bell’ s palsy adalah :

a. Usia di atas 60 tahun

b. Paralisis komplit

c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh

d. Nyeri pada bagian belakang telinga

e. Berkurangnya air mata

 

Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu

6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih,

mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita

yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh

total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita

11

Page 12: Makalah Blok 22

cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme

hemifasial.

Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik

dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23% kasus Bell’s palsy

yang mengenai kedua sisi wajah. Bell’s palsy kambuh pada 10-15% penderita. Sekitar 30 %

penderita yang kambuh ipsi lateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.7

Pencegahan

1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin

mengenai wajah.

2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah langsung.

Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit- langit, jangan tidur

tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat pengoperasian kipas.

3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain tidak

bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.

4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata. Suhu

rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi menyebabkan

serangan Bell’s Palsy

5. Setelah berolah raga berat, jangan mandi atau mencuci wajah dengan air dingin.

6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin langsung. Tutupi

wajah dengan kain atau penutup.

Kesimpulan

Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan

idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia

akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang

khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.

Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong

tertarik kearah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obat antiviral dan

kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan.

Prognosis pasien dengan Bell’s palsy relatif baik meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa

dan rekurensi dapat terjadi.

Daftar Pustaka

12

Page 13: Makalah Blok 22

1. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010.h.267-83.

2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8.

Jakarta: EGC; 2009.h.166-290.

3. Dewanto, G dkk. Diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009.

4. Mardjono, M. Sidharta. Perjalanan nervus fasialis dan patologinya. Neurologi Klinis Dasar.

Edisi 5. Jakarta: PT Dian Rakyat; 2009.h.159-163.

5. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi

6. Jakarta: EGC; 2005.h.966-71.

6. Lumbantobing. Neurologi Klinik. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.

7. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana

penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2007.h.140.

13