makalah biotek
Click here to load reader
-
Upload
as-shodiqi -
Category
Documents
-
view
81 -
download
4
Transcript of makalah biotek
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L) telah dikenal sejak 4000 SM (Heywood et
al. 2007). Bijinya sangat beracun dan telah dimanfaatkan dalam dunia herbal (Challoner
1990; Foster & Duke 1990) seperti tercatat dalam papyrus pada 1500 SM di Mesir
(Chevallier 2001). Tanaman ini menjadi tanaman penghasil minyak yang penting (Atsmon
1989; Heywood et al. 2007) karena dapat memenuhi keperluan dunia akan asam lemak
hidroksi (Atsmon 1989), yaitu untuk produksi lubrikan, cat, sabun, dan industri farmasi
(Heyne 1987; Foster & Duke 1990; Heywood et al. 2007).
Saat ini, banyak industri besar yang memproduksi produk turunan dari minyak jarak
kepyar sehingga permintaan terhadap produk ini tinggi. Jenis-jenis industri tersebut yaitu
industri pelumas dan lemak, coating, bahan perawatan personal dan detergen, surfaktan, dan
oleokimia. Kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Thailand selama periode
2006-2007 tercatat oleh Oilworld
(2010) memiliki permintaan terhadap minyak jarak kepyar terbesar di dunia, yaitu masing-
masing berturut-turut sebesar 125, 38, 15, dan 14 (dalam 1000 ton), serta 9.5 ton oleh negara
lainnya.
Di Indonesia, biji dan minyak jarak kepyar hanya diekspor tanpa pengolahan lebih
lanjut. Berdasarkan data dari BPS (2007) dalam laporan Statistik Perkebunan Indonesia,
kegiatan ekspor dan impor dilakukan pada minyak jarak kepyar dan minyak olahan jarak
kepyar. Jepang, Malaysia, dan Belanda adalah negara tujuan ekspor minyak jarak kepyar,
sedangkan Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat adalah tujuan ekspor jenis minyak olahan
jarak kepyar. Menurut data yang sama Indonesia mengimpor minyak jarak kepyar dan jenis
minyak olahan jarak kepyar dari Inggris, Thailand, Jepang, Singapura, dan India. Didasari
aspek-aspek tersebut, industri minyak jarak kepyar merupakan industri yang berprospek dan
perlu dikembangkan di Indonesia.
Berkaitan dengan hal ini, agro-industri tanaman jarak kepyar di Indonesia sudah
mulai dikembangkan. Tetapi, hingga saat ini tanaman jarak kepyar yang berpotensi tinggi
sebagai penghasil minyak jarak kepyar belum banyak 2 dibudidayakan secara komersial
karena keterbatasan varietas yang dilepas oleh pemerintah. Kegiatan pemuliaan tanaman
diperlukan untuk mendapatkan varietas unggul baru. Arah pemuliaan komoditas jarak
kepyar di Indonesia adalah untuk meningkatkan produksi biji, kadar minyak, ketahanan
terhadap hama, dan ketahanan terhadap kekeringan dan curah hujan tinggi (Mardjono 2000).
Produksi jarak kepyar di Indonesia saat ini masih rendah. Pada tahun 2008 produksi biji
komoditas ini adalah 1000 ton, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil produksi
India sebagai negara pengekspor hasil jarak kepyar tertinggi di dunia yaitu 1.123.000 ton
(FAO 2010). Menurut Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan (2009), produksi biji jarak
kepyar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 1.442 ton dari luasan lahan tanam 6938 ha.
Kandungan minyak jarak kepyar standar ekspor adalah lebih dari 47% sementara kandungan
minyak kultivar yang telah dibudidayakan antara 42 – 58% (Tamin 1986). Kerugian hasil
jarak kepyar disebabkan oleh hama utama jenis ulat Achaea janata L yang mencapai 40 –
50%. Pada tanaman yang masih kecil, hama ini menyebabkan kematian. Tanaman ini
memerlukan 3 bulan basah, sementara pengembangan penanaman ditujukan ke daerah iklim
kering dengan hujan terbatas (erratic). Selain itu pengembangan varietas ini akan dilakukan
di daerah-daerah basah (Mardjono 2000). Selain varietas unggul yang telah dilepas
pemerintah, selama ini jarak
kepyar masih berupa landrace-landrace yang belum jelas karakteristik dan mutunya.
Jarak kepyar banyak dijumpai dengan fenotipe yang berbeda. Hal ini menandakan
pentingnya informasi tentang keanekaragaman genetik jarak kepyar yang sebenarnya.
Karakterisasi kultivar jarak kepyar yang dilakukan berdasarkan deskripsi morfologi
memungkinkan terjadi kesalahan karena deskripsi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan
kesalahan manusia. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk estimasi variabilitas
genetik adalah dengan menggunakan metode baru berdasarkan analisis molekuler (marka
molekuler). Penggunaan marka DNA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
merupakan teknik yang cepat dan mudah dilakukan. Hasil reaksi PCR berupa potongan
DNA yang dengan mudah 3 dapat dipisahkan melalui teknik elektroforesis dan dapat dilihat
dalam bentuk berbagai ukuran pita DNA (Henry 1997).
Dalam kegiatan ini selain karakterisasi kemiripan fenotipe dan molekuler, juga
dikumpulkan informasi dasar tentang fenologi pembungaan jarak kepyar. Informasi dasar ini
diharapkan akan dimanfaatkan untuk merencanakan program pemuliaan dan perbaikan
potensi genetik tanaman jarak kepyar.
1.2. Tujuan
Secara umum kegiatan penelitian ini bertujuan menyediakan informasi dasar yang
diperlukan bagi pengembangan varietas jarak kepyar Indonesia melalui tujuan khusus
sebagai berikut:
a. Mempelajari fenologi pembungaan jarak kepyar di Bogor,
b. Mengetahui keragaman genetik dan hubungan kemiripan antar genotipe jarak kepyar
yang diamati berdasarkan marka morfologi,
c. Mengetahui hubungan kemiripan antar genotipe jarak kepyar yang diamati berdasarkan
marka molekuler.
PEMBAHASAN
2.1. Jenis serangga yang menghampiri malai ataupun individu bunga yaitu
Beberapa jenis tabu-tabuan, lebah, semut, dan kupu-kupu. Jenis tabutabuan dan lebah
banyak ditemukan pada bunga betina dan bunga jantan yang sedang mekar, terutama pada
pagi hari, sekitar pukul 8.00-10.00 pagi, sementara kupu-kupu tidak menunjukkan pola
kunjungan yang tertentu. Semut ditemukan sepanjang waktu di sekitar benjolan pada
tangkai daun atau pada batang (gland=kelenjar). Seperti pada tanaman mangrove Aegialitis
ataupun pisang, bagian gland dapat mengeluarkan sekresi yang mengandung gula ataupun
metabolit sekunder (Luttge 1971). Tabu-tabuan dan lebah diduga merupakan serangga yang
membantu penyerbukan.
2.2. Perkembangan Malai
Jarak kepyar merupakan tanaman monoecious, dengan bunga jantan dan betina
terdapat dalam satu malai. Pucuk generatif dapat dibedakan dari pucuk vegetative secara
visual. Pucuk generatif lebih membulat dan padat, sedangkan pucuk vegetatif lebih lonjong
berujung runcing dan kurang padat. Tipe malai tanaman jarak kepyar genotipe Pro sesuai
dengan tipe pertama (gradient monoecism) menurut Shifriss dalam William et al. (1967),
yaitu bunga betina terdapat pada bagian distal dan bunga jantan terdapat pada bagian
proksimal. Genotipe yang sama yang ditanam di kebun Citeureup menunjukan pola malai
yang sama. Tipe malai tersebut memberi indikasi bahwa penyerbukan (menempelnya serbuk
sari ke kepala putik, yang letaknya lebih tinggi daripada antera pada satu malai)
memerlukan vektor serbuk sari. Serangga diduga merupakan vektor serbuk sari yang
potensial. Jika penyerbukan dibantu oleh angin, diduga kepala putik (bunga betina) akan
mendapatkan serbuk sari dari bunga jantan malai yang lain.
Malai bunga jarak kepyar dikategorikan telah mekar setelah kuncup individu bunga
mulai muncul. Pertumbuhan malai ditandai dengan pertambahan panjang malai. Saat malai
bunga muncul, pertumbuhan vegetatif tetap berjalan sehingga pola pembungaan tanaman ini
termasuk indeterminate. Namun demikian, saat masa pembungaan, pucuk vegetatif tetap
tumbuh dan tidak muncul pucuk yang baru. Pucuk vegetatif akan muncul kembali setelah
masa pembungaan dari bagian samping (aksilar).
Pola mekar bunga dalam satu malai tidak beraturan, tidak selalu bunga paling ujung mekar
lebih dulu daripada bunga pada pangkal. Bunga mulai mekar rata-rata sekitar empat hari
setelah malai mekar. Lama mekar malai yang dimulai sejak bunga pertama mekar (bunga
betina) sampai bunga terakhir (bunga jantan)rata-rata berlangsung sekitar 16 hari. Bunga
betina dalam satu malai mekar selama 4 hari, sedangkan bunga jantan mekar selama 15 hari.
Akan tetapi overlapping antar mekar bunga betina dan jantan dalam satu malai hanya
berlangsung selama dua hari, yang berpeluang terjadinya penyerbukan sendiri.
Pada fase 1 pucuk generatif (malai) masih terbungkus kuncup daun. Kuncup malai
baru mekar satu hari kemudian pada saat kuncup individu bunga betina bagian distal
muncul. Saat ini disebut saat malai mekar (Gambar 7a). Kuncupkuncup individu bunga, baik
bunga betina ataupun bunga jantan mulai muncul pada lima sampai tujuh hari setelah malai
mekar. Bunga betina dan jantan mulai mekar sekitar sembilan sampai 11 hari setelah malai
mekar. Stigma (kepala putik) bunga betina yang berwarna kuning kemerahan tampak
menjulur dan kelopak bunga jantan terbuka memperlihatkan benang sarinya.
Bunga betina dalam satu malai mekar dalam 3-6 hari yang disusul dengan fase
perkembangan buah. Semua ovarium bunga betina terlihat semakin besar. Buah pertama
matang pada umur 44-48 hari setelah malai mekar. Buah yang sudah masak umumnya
merekah sehingga bji dapat terlempar ke luar.
Jumlah bunga betina dalam satu malai rata-rata 20, sedangkan jumlah bunga jantan
rata-rata 52, sehingga rasio seks betina dan jantan adalah sekitar 1:2.5. Penelitian Shifriss
(1956) terhadap beberapa varietas jarak kepyar juga menunjukkan hal yang sama, yaitu rasio
seks betina dan jantan adalah 1:2.
2.3. Morfologi dan Perkembangan Bunga
Bunga jarak kepyar adalah bunga tidak lengkap. Satu individu bunga hanya organ
generatif betina atau jantan saja. Dalam satu malai bunga, bunga hermaprodit ataupun
rudimenter tidak ditemukan. Sejak awal pucuk malai mekar, kuncup bunga betina dapat
dibedakan dari kuncup bunga jantan. Kuncup bunga betina lonjong dan meruncing
ujungnya, sedangkan bunga jantan lebih membulat dan juga meruncing ujungnya (Gambar
8.1 dan Gambar 8.2). Selain itu, individu bunga jarak kepyar baik bunga jantan ataupun
bunga betina adalah bunga tidak sempurna karena tidak memiliki organ perhiasan bunga
yang lengkap seperti mahkota bunga.
Bunga betina jarak kepyar hanya terdiri atas pistil, dengan ovarium yang berduri
dan kelopak bunga, tidak memiliki mahkota dan stamen (organ jantan). Pistil terdiri dari
stigma (kepala putik) yang berwarna kuning kemerahan. Kepala putik berjumlah tiga dan
masing-masing kepala putik terbelah dua hingga mencapai kepala putik, sehingga seolah-
olah kepala putik bercabang lima atau enam dan cukup besar untuk menangkap serbuk sari.
Pada saat bunga betina mekar kelopak bunga terbuka (mekar) dan kepala putik yang
berwarna kuning kemerahan mulai menjulur. Ovarium memiliki tiga ruang yang masing-
masing mengandung satu ovul .
Bunga jantan terdiri atas kelopak bunga, filamen (tangkai sari) dan kotak sari yang
berwarna kuning, tanpa mahkota bunga dan pistil (organ betina). Benang sari terdiri dari tiga
tipe, yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Tipe 1 memiliki dua cabang, tiap cabang memiliki dua
ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari. Tipe 2 memiliki dua cabang dan salah
satu cabangnya memiliki dua ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari.
Tipe 3 memiliki dua cabang dan tiap cabang memiliki delapan kotak sari. Tipe 1 dan
tipe 2 terletak di bagian tengah (aksilar) dalam bunga jantan, sedangkan tipe 3 terletak di
bagian samping (peripheral). Tipe 3 mendominasi benang sari dalam satu bunga. Satu bunga
jantan rata-rata memiliki 17 benang sari. Jika dalam satu bunga jantan, semua benang sari
bertipe 1 maka jumlah kotak sari yang terdapat dalam satu bunga jantan berkisar 272,
sedangkan jika semua benang sari bertipe 3 maka jumlah kotak sari mencapai 544 dalam
satu bunga jantan.
2.4. Perkembangan Buah
Perkembangan buah dimulai sejak bunga betina mekar dan mengalami penyerbukan
(1 hari setelah anthesis/HSA). Pasca penyerbukan, ujung kepala putik layu dan
menghitam, sedangkan bunga jantan mengering, menghitam dan rontok. Perkembangan
buah yang ditandai dengan mulai membesarnya bakal buah hingga buah matang dan biji
mencapai masak fisiologis berlangsung sekitar 43 hari. Panjang dan diameter buah
digunakan sebagai parameter yang menggambarkan perkembangan buah.
Perkembangan buah paling pesat terjadi pada 7 HSA hingga 17 HSA , pada saat
panjang dan diameter bertambah. Pada fase ini diduga pembentukan dan perkembangan
embrio terjadi, kadar air dan berat basah biji meningkat pesat, sebagai akibatnya ukuran
buah bertambah. Hal ini berlangsung sampai biji mencapai matang morfologi. Matang
morfologi diduga terjadi pada 17 HSA karena ukuran buah mencapai maksimum. Pada 18
HSA sampai 32 HSA pertumbuhan sangat lamban, yang merupakan indikasi fase
penumpukancadangan makanan. Pada fase ini umumnya berat kering buah meningkat. Pada
32 30 HSA sampai 43 HSA ukuran buah sedikit menurun, yang menunjukkan terjadinya
penurunan kadar air buah, sebagai indikasi akhir perkembangan buah yaitu benih mencapai
masak fisiologi. Berat kering mencapai maksimum karena kadar air menurun saat
pemasakan embrio (Kermode 1990; Utomo 2008). Buah masak ratarata pada umur 40 HSA
yang ditandai dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman dan telah mengering.
2.5. Identifikasi Hubungan Kemiripan Genetik Berdasarkan Marka Morfologi
Karakterisasi morfologi dilaksanakan di kebun penelitian Citeureup dengan
ketinggian lahan ± 168 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata per bulan, suhu
udara rata-rata, suhu tanah, radiasi matahari rata-rata dan kadar air tanah selama penelitian
berlangsung berturut turut adalah 349 mm, 24.19ºC, 26.48 ºC, 169.58 (W/m2), dan 0.22
(m3/m3). Pada bulan pertama setelah dipindahtanam, banyak tanaman yang
pertumbuhannya terganggu sehingga menjadi kerdil karena curah hujan yang tinggi. Curah
hujan tinggi menyebabkan sungai di samping pertanaman jarak kepyar meluap. Luapan air
sungai menyebabkan sebagian pertanaman terendam sehingga ada beberapa tanaman yang
mati. Meskipun demikian, terdapat sekitar 80-90% tanaman mampu hidup dan terlihat
tumbuh Gangguan hama terjadi ketika memasuki musim panas dan saat tanaman mulai
berbunga. Hama yang menyerang terdiri atas ulat dan keong. Teknik pengendalian mekanis
(manual) dilakukan untuk mengatasi serangan hama-hama tersebut.
2.6. Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Morfologi
Keragaman morfologi 14 genotipe jarak kepyar yang diamati terdiri atas karakter
kuantitatif dan kualitatif. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak
kepyar dan hasil analisis ANOVA karakter kuantitatif pada 14 genotipe jarak
kepyar masing-masing.
Batang
Tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas batang muda, panjang ruas batang
tua, warna batang muda, dan warna batang tua termasuk karakter pada batang yang diamati.
Diantara keempat karakter kuantitatif (tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas batang
muda, dan panjang ruas batang tua), hanya karakter tinggi tanaman yang memperlihatkan
perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati. Semua genotipe jarak kepyar yang diamati
memiliki lapisan lilin yang tebal.
Daun
Panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, jumlah jari daun, warna daun tua,
bulu daun, tekstur daun, ujung daun, warna daun muda, warna tangkai daun tua, dan warna
tangkai daun muda termasuk karakter pada karakter daun yang diamati. Semua karakter
kuantitatif yang diamati (panjang tangkai daun, 41 panjang daun, lebar daun, dan jumlah
jari daun) memperlihatkan perbedaan nyata pada 14 genotipe yang diamati. Ukuran daun
tiap genotipe yang diamati hampir semua tidak berbeda nyata. Hal ini berarti diduga
kemampuan fotosintesis pun tidak berbeda nyata. Fotosintesis dilakukan tumbuhan untuk
menyediakan bahan makanan untuk ia tumbuh dan berkembang. Kemampuan daun untuk
menghasilkan produk fotosintat ditentukan oleh produktivitas per satuan luas daun dan total
luas daun (Fahn l995). Selain ukuran panjang dan lebar daunnya tidak berbeda nyata, ke-9
genotipe tersebut memiliki panjang tangkai daun dan jumlah jari daun yang tidak berbeda
nyata pula. Daun jarak kepyar pada semua genotipe yang diamati tidak memiliki bulu daun,
bertekstur licin, dan berujung runcing. Warna daun tua dan daun muda berbeda-beda pada
genotipe yang diamati. Warna daun tua terdiri atas warna hijau dan hijau tua. Warna daun
muda terdiri atas warna hijau, hijau kemerahan, merah kehijauan, dan hijau kekuningan.
2.7. Karakter Morfologi pada Fase Generatif
Bunga, buah dan biji adalah organ yang muncul pada fase generatif. Jumlah buah per
pohon, bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, tebal biji, warna bunga betina (pistil),
warna bunga jantan, warna bakal buah, tipe malai, warna rambut buah, bentuk biji, dan
motif biji termasuk karakter pada fase generatif yang diamati. Biji jarak kepyar berbentuk
lonjong dan diameternya bukan merupakan lingkaran sempurna, sehingga pengukuran
dilakukan pada panjang, lebar, dan tebal biji.Hampir semua karakter kuantitatif yang
diamati (bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, tebal biji) memperlihatkan perbedaan
nyata pada 14 genotipe yang diamati, kecuali jumlah buah per pohon.
Pada tanaman jarak pagar, biji kopong disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan
dan interaksi diantara genetik dan lingkungan dapat pula sebagai penyebab terjadinya biji
kopong pada jarak pagar. Eliminasi alami pada biji hasil persilangan sendiri pada tanaman
jarak pagar adalah faktor genetik (Heliyano 2007). Pengaruh lingkungan dapat dikarenakan
musim kemarau, yaitu bila pada fase pengisian karbohidrat pada polong terjadi kekurangan
nutrisi esensial air (Heliyano 2007; Purlani 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Shifriss (1966 dalam William et al. 1967), malai jarak kepyar
yang diamati memiliki empat tipe pola diferensiasi seks yang berbeda, yaitu distribusi apical
dari bunga betina (gradient monoecism), seluruhnya betina, terselingi bunga jantan di
wilayah bunga betina apical, dan jantan betina selang-seling.
2.8. Korelasi antar Karakter Morfologi yang Diamati
Hubungan antara dua karakter yang dapat diamati secara langsung adalah korelasi
fenotipe (Falconer 1981). Tanda negatif atau positif pada r menunjukkan arah perubahan
pada satu peubah secara nisbi terhadap perubahan yang lainnya. Nilai r negatif apabila
perubahan positif pada satu peubah berhubungan dengan perubahan negatif pada peubah
lainnya. dan positif apabila kedua peubah berubah ke arah yang sama (Gomez & Gomez
1995).
2.9. Hubungan Kemiripan Diantara Genotipe yang Diamati
Asal daerah tidak menggambarkan keragaman genetik dari jarak kepyar yang
diamati. Hal ini diduga dikarenakan genotipe-genotipe yang diamati berasal dari wilayah
yang sama, yaitu merupakan tanaman introduksi dari suatu daerahAfrika (Weiss 1971;
Heyne 1987; Chevallier 2001). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Hartati et al. (2007)
pada tanaman pulai diketahui bahwa pengelompokan tidak berhubungan dengan letak
geografis disebabkan karena 54 dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Indonesia,
Thailand, dan Filipina masih dalam berada kondisi iklim yang sama.
Berdasarkan hasil analisis komponen utama (AKU) dapat diketahui karakter-karakter yang
dominan mempengaruhi pengelompokkan. Analisis Komponen Utama (AKU/Principal
Component Analysis) digunakan untuk (1) identifikasi peubah baru yang mendasari data
peubah ganda, (2) mengurangi banyaknya dimensi peubah yang banyak dan berkorelasi
menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan keragaman pada
himpunan data dan (3) menghilangkan peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi
yang relatif kecil. Banyaknya komponen utama yang dipilih yaitu apabila persentase
keragaman kumulatif minimum 70% (Supranto 2004).
Keragaman Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi
Genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter tinggi tanaman, panjang tangkai
daun, panjang daun, lebar daun, bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji.
Karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun memiliki nilai
heritabilitas dalam arti luas yang sedang (20%<h2<50%), sedangkan bobot 100 butir biji,
panjang biji, lebar biji, dan tebal biji memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi
(h2>50%) (Stansfield 1983). Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) pada hampir semua
karakter berkriteria luas (>20%), kecuali pada karakter panjang biji dan tebal biji dengan
nilai KKG dengan kriteria sedang (10%-20%) (Alnopri 2004).
PEMBAHASAN
3.1. Sistem Reproduksi Jarak Kepyar
Individu bunga jarak kepyar adalah bunga tidak lengkap dan tidak sempurna. Dalam
satu malai, kumpulan bunga betina jarak kepyar terletak di atas kumpulan bunga jantan (tipe
malai 1). Morfologi bunga betina memiliki kepala putik yang panjang dan muncul dari
kelopaknya hingga mencapai reseptif. Saat reseptif warna kepala putik yang dekat dengan
putik kuning kemerahan. Morfologi bunga jantan saat anthesis berwarna kuning. Polen yang
keluar dari anther banyak dan ringan. Agar terjadinya polinasi (penyerbukan), diperlukan
bantuan baik dari angin atau serangga yang dapat mempertemukan serbuk sari
(polen)dengan kepala bakal buah (kepala putik). Pada saat reseptif bunga betina dan
anthesis bunga jantan, serangga terlihat aktif membantu penyerbukan.
Bunga betina mekar lebih dulu daripada bunga jantan dalam satu malai. Lama
keseluruhan bunga betina mekar lebih pendek dibanding lama keseluruhan bunga jantan
mekar dalam satu malai. Saat mencapai anthesis diduga bunga betina dalam satu malai atau
satu pohon yang mekar sebelum bunga jantan mekar dapat diserbuki oleh bunga jantan
dalam satu malai atau pohon yang sama. Karena bunga jantan memiliki lama waktu mekar
yang lebih panjang maka dimungkinkan pula dapat menyerbuki bunga di malai atau di
pohon lain. Dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar sistem reproduksi jarak kepyar
adalah menyerbuk silang.
KESIMPULAN
Studi Fenologi PembungaanJarak kepyar adalah tanaman monocieous dan
menyerbuk silang. Malai bunga termasuk tipe 1, yaitu bunga betina terletak di bagian distal
sedangkan bunga jantan terletak di bagian proksimal. Individu bunganya tidak sempurna dan
tidak lengkap. Lama malai mekar sekitar 16 hari. Bunga betina (rata-rata berjumlah 20
bunga /malai) rata-rata mekar selama 3-6 hari diikuti dengan bunga jantan (rata-rata
berjumlah 52 bunga/malai) yang mekar selama selama 1-2 hari. Keberhasilan pembuahan
mencapai100%. Pembentukan buah berlangsung selama 40 hari.
Keragaman Genetik Berdasarkan Marka Morfologi dan Marka Molekuler
Keragaman genetik berdasarkan marka morfologi kualitatif bernilai rendah, yaitu
sebesar sekitar 25%. Nilai keragaman genetik berdasarkan marka molekuler juga rendah,
yaitu sekitar 24%. Genotipe PHIL-13 dengan karakter ukuran biji yang unggul berpotensi
untuk dijadikan bahan dalam kegiatan pemuliaan tanaman selanjutnya (calon tetua
persilangan).
DAFTAR PUSTAKA
Allard RW. 1960. Principle of Plant Breeding. John Willey and Sons, Inc. New
York.
Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhana bibit
tujuh genotipe kopi Robusta-Arabika. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian
Indonesia. 6: 91-96.
Alvarez JB, Moral A, Martin LM. 2006. Polymorphism and genetic diversity for
the seed storage proteins in Spanis cultivated einkorn wheat (Triticum
monococcum L. ssp. monococcum). Genetic Resources and Crop Evolution
53: 1061-1067.
Arif M. 2003. Genetic Diversity Analysis on Pineapple (Ananas comosus (L.)
Merr by Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Arisanti Y. 2010. Analisis karakter agronomi dan pola pita isozim jarak pagar
(Jatropha curcas L.) di daerah beriklim basah [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana. IPB.
Atsmon D. 1989. Castor. P 438-447. In G. Robbelen et al. (ed.) Oil Crops of The
World. McGraw Hill Pub. Co., New York.
Balittas. 1994. Laporan Hasil Penelitian Minyak Nabati Tahun 1993/1994.
Balittas, Malang.
Bell AD and Bryan A. 2008. Plant Form: An Illustrated Guide to Flowering Plant
Morphology. Portland, London. Timber Press
Blakeley SD, Dekroon C, Cole KP, Kraml M, Dennis DT. 1994. Isolation of fulllength
cDNA encoding citosolic enolase from Ricinus communis. Plant
Physiol, 105: 455-456
Challoner KR, McCarron MM. 1990. Castor bean intoxication. Annals of
Emergency Medicine (19): 83-1177.
Chen GQ, He Xiaohua, Liao LP, and McKeon TA. 2004. 2S albumin gene in
castor plant (Ricinus communis L.). JAOCS 81 (9): 867-872.
Chevallier A. 2001. Encyclopedia of Medical Plants: The Definitive Australian
Reference Guide to 550 Key Herbs with All Their Uses as Remedies for
Common Ailments. Dorling Kindersley Pty Limited. Australia.
Coughlan SJ, Hastings C, Winfrey R Jr. 1997. Cloning and characterization of the
calreticulin gene from Ricinus communis L. Plant Molecular Biology 34: 897-
911.70
Dwiatmini K, Mattjik NA, Aswinnoor H, Toruan-Matius NI. 2003. Analisis
pengelompokkan dan hubungan kekerabatan spesies anggrek phalaenopsis
berdasarkan kunci determinasi fenotipik dan marka molekuler RAPD. 2003.
J. Hort. 13 (1): 16-27.
Fahn A. l992. Anatomi Tumbuhan. Jakarta. Gramedia.
Falconer DS. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. 2nd Edition. Longman.
London and New York.
FAO. 2010. http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.aspx?PageID=567#
ancor. Diakses pada tanggal 6 Juni 2010.
Foster S, Duke JA. 1990. A Field Guide to Medicinal Plants: Eastern/Center
Medical Plants. Houghton Mifflin Company. Boston.
Foster JT et al. 2010. Single nucleotide polymorphism for assessing genetic
diversity in castor bean (Ricinus communis). BMC Plant Biology 10:13.
Ghozali I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Goldbatt P. 1981. Index to Plant Chromosome Numbers 1975-1978. USA.
Missouri Botanical Garden.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian
(Statistikal Prosedur For Agricultural Research, alih bahasa E. Sjamsudin
dan J.S. Baharsjah). UI Press. Jakarta. 698p.
Gupta S et al. 2008. Analogy of ISSR and RAPD markers for comparative
analysis of genetic diversity amng different Jatropha curcas genotipes.
African Journal of Biotechnology 7(23):4230-4243.
Hardiyanto, Devy NF, Martasari C. 2008. Identifikasi kekerabatan genetik klonklon bawang
putih Indonesia menggunakan isozim dan RAPD. J. Hort. 18
(4): 385-394.
Harjadi SS. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Institut Pertanian Bogor.
Hartati D, Rimbawanto A, Taryono, Sulistyaningsih E, Widyatmoko. 2007.
Pendugaan keragaman genetik di dalam dan antar provena pulai (Alstonia
scholaris (L.) R. Br.) menggunakan penanda RAPD. J. Pemul. Tan. Hutan
1(2):1-9.
Heliyanto B. 2007. Benih kopong dan beberapa kemungkinan faktor
penyebabnya. Infotek Jarak Pagar. Puslitbang Perkebunan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2:5.
STUDI FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN KERAGAMAN GENETIK
MENGGUNAKAN MARKA MORFOLOGI DAN MARKA MOLEKULER
PADA TANAMAN JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.)