Makalah berduka

31
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada penulis. Dalam hal ini penulis menyadari bahwa dalam pembuatannya tidak lepas dari petunjuk, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak serta penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik serta saran dari pembimbing serta pembaca yang bersifat membangun dalam pembuatan makalah ini. Dan penulis harap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pihak yang membacanya. Banjarmasin, 28 Mei 2014

description

bbb

Transcript of Makalah berduka

Page 1: Makalah berduka

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat makalah ini

tepat pada waktunya.

Makalah ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas

yang telah diberikan kepada penulis. Dalam hal ini penulis menyadari bahwa

dalam pembuatannya tidak lepas dari petunjuk, bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak serta penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan dan

penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis

sangat mengharapkan kritik serta saran dari pembimbing serta pembaca yang

bersifat membangun dalam pembuatan makalah ini. Dan penulis harap semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pihak yang membacanya.

Banjarmasin, 28 Mei 2014

PENYUSUN

Page 2: Makalah berduka

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….....…i

DAFTAR ISI…………………………………………………………….........…..ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.............................................................................B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................C. TUJUAN MAKALAH...............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Definisi Berduka

Page 3: Makalah berduka

Dukacita adalah respon normal terhadap setiap kehilangan. Perilaku dan

perasaan yang berkaitan dengan proses berduka terjadi pada individu yang

menderita kehilangan seperti kehilangan fisisk atau kematian teman dekat

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan

yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah

tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA

merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka

disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman

individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan

seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum

terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman

individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual

maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini

kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B.     Jenis Berduka

1. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal

terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,

dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.

2. Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yang muncul sebelum

kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika

menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan

dan menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba.

3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke

tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-

olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang

bersangkutan dengan orang lain.

Page 4: Makalah berduka

4. Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat

diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak

mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di

kandungan atau ketika bersalin.

C.    Teori dari Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses

berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan

untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga

rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan

mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang

perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan

dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels

Menurut Engels (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat

diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

a. Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk

malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,

mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

b. Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin

mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan

kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

c. Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,

karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari

seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

Page 5: Makalah berduka

d. Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa

merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu

terhadap almarhum.

e. Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga

pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran

baru telah berkembang.

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross pada tahun 1969 adalah

berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a.       Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk

mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak

mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan

klien.

b.      Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap

orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini

orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini

merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan

menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

c.       Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas

untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat

orang lain.

d.      Depresi (Depression)

Page 6: Makalah berduka

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna

kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya

melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

e.       Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross

mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi

kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup

yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan

bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi

yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka

yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

a.       Penghindaran

b.      Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

c.       Konfrontasi

d.      Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien

secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling

dalam dan dirasakan paling akut.

e.       Akomodasi

f.       Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan

mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana

klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

D.    Respons Berduka

Page 7: Makalah berduka

Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap

berikut (Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997)

1. Tahap Pengingkaran. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan

adalah syok, tidak percaya, atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-

benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah

letih,lemah,pucat,mual,diare,gangguan pernafasan,detak jantung

cepat,menangis,gelisah,dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat

apa.Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.

2.Tahap Marah. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang

timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang

mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara

kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau

perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka

merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.

3.Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas

kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan

secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat

dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan

memohon kemurahan Tuhan.

4.Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri,

kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan

keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala

fisik ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.

5.Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan

kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai

berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek yg

baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan

perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan secara

tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi kemampuannya

dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

E.     Tugas Berduka :

Page 8: Makalah berduka

Tugas 1 : menerima kenyataan akan merasa kehilangan ,tugas 1 mluibatkan proses

penerimaan bahwa individu atau objek tersebut telah pergi dan tidak akan

kembali.

Tugas 2 : melewati rasa nyeri akan berduka , individu memberikan reaksi berupa

kesedihan ,kesendiriaan ,keputusasaan, atau penyesalan dan akan bekerja melalui

perasaan nyeri dengan mengguna kan mekanisme adaptasi  paling di kenal dan

nyaman bagi mereka.

Tugas 3: beradaptasi dengan lingkungan , dimana orang tersebut meninggal .

seorang individu tidak menyadari sepenuhnya dampak dari rasa kehilangan

selama minimal 3 bulan . anggota keluarga atau teman memberikan sedikit

perhatian kepada individu yang  merasa kehilangngan dalam jangka waktu  yang

sama., sebagaimana akhir dari rasa kehilangan menjadi kenyataan.

F.     Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Rasa Berduka .

1.      Perkembangan manusia , usia klien dan tahap perkembangan mempengaruhi

respon terhadap berduka .sebagai contoh : anak –anak  tidak dapat memahami rasa

kehilangan atau kematian, tapi sering merasakan kecemasan akibat kehilangan

objek dan terpisah dari orang tua.

2.      Hubungan personal : ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, 

berkualitas dan arti hubungan yang hilang akan mempengaruhi respon terhadap

berduka. Dukungan sosial  dalam pemulihan dar rasa kehilangan dan berduka.

3.      membantu perawat memahami secara lebih baik damapak dirasa kehilangan

pada prilaku kesehatan dan kesejahteraan klien.  Tekanan  akbibat kematian yang

tidak diharapkan dan tiba-tiba memberikan tantangan yang berbeda  dibanding

dengan kematian karena penyakit kronis.

4.      Stress koping : pengalaman hidup memberikan strategi koping yang

digunakan sesorang untuk mengatasi tekanan rasa kehilangan. Ketika strategi

koping yang biasanya tidak berhasil individu memerlukan strategi yang baru.

5.      Status sosial ekonomi : status , sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan

sesorang untuk memasukkan dukungan dan sunber daya untuk beradaptasi dengan

rasa kehilangan dan respon fisik terhadap tekanan. Ketika individu kekurangan

Page 9: Makalah berduka

sumber daya financial beban kehilangan menjadi berlipat. Sebagai contoh seorang

klien dengan keterbatasan keuangan tidak dapat mengganti mobil yang rusak

akibat kecelakaaan dan membayar tagihan pengobatanakinat kecelakaan tersebut.

6.      Budaya dan etnik : budaya seseorang dan struktur sosial lainnya (misalnya

keluarga atau keanggotaan keagamaan) mempengaruhi interpretasi terhadp rasa

kehilangan, membangun pengungkapan berduka yang dapat diterima , serta

menyelengarakan stabilitas dan struktur di tengah kekacauan dan rasa kehilangan.

G.    Konsep Tentang Persiapan Selama Berduka

1.Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga dalam Suasana Duka

Berkomunikasi dengan pasien tidaklah mudah. Pengaruh gangguan fisik

beserta penatalaksanaannya maupun kondisi emosi yang menyertai serta terlalu

banyaknya beban fikiran, kemungkinan besar menyebabkan kurangnya fokus

perhatian dalam proses mendengarkan (sensory overload), gangguan dalam

mengolah isi dan makna pesan ( inti pembicaraan) sehingga tidak jarang

menimbulkan salah persepsi dan salah interpretasi sehingga terjadi kesalahan

dalam mengambil keputusan, dan sering kali tidak tersimpan dengan baik dalam

daya ingat (memory) sehingga acapkali menjadi pencetus keretakan hubungan

interpersonal di kemudian hari.

Karena itu berkomunikasi dengan si sakit maupun keluarga harus berhati-hati.

Pertama yang harus diingat, jadilah pendengar yang baik. Untuk menghindari

salah persepsi dan salah mengambil keputusan seringlah mengulangi isi pesan

yang akan dikomunikasikan dengan kalimat pen dek tapi jelas, dengan contoh

yang konkrit dan diulangulang. Bantuan tulisan , denah/flow chart bahkan gambar

dikertas sangat membantu. Kertas tersebut juga dapat dipakai sebagai arsip,

minimal untuk mengingat kan kembali pembahasan yang terdahulu.

Komunikasi juga dapat dilakukan secara non-verbal, bahkan lebih dipercaya

daripada komunikasi verbal. Bahasa tubuh penderita, misalnya perilaku sakit

( pain behavior ) akan lebih mudah dipercaya, sebaliknya penampilan anggota tim

medis yang merawat juga dapat menimbulkan salah persepsi. Komunikasi  dengan

si sakit agak berbeda dengan komunikasi antar teman sejawat ditempat

Page 10: Makalah berduka

kerjamisalnya, karena menc akup riwayat sosial atau profil pasien dan riwayat

spiritual. Riwayat sosial atau profil pasien menurut Puchalski adalah sebagai

berikut :

a.       Gaya hidup, situasi rumah dan ikatan keluarga (inti)

b.      Ikatan dengan orang/keluarga besar/organisasi yang penting

c.       Hal yang terkait dengan keagamaan, kepercayaan dan nilai hidup  (religious

& belief system)

d.      Kedudukan, fungsi dan  situasi pekerjaan

e.       Fungsi sosial  (social interest/avocation )

f.       Stres kehidupan

g.      Gaya hidup yang berisiko : merokok, konsumsi alkohol/zat terlarang

Kebutuhan si sakit akan mudah dapat ditangkap , dianalisis dan dibahas melalui

komunikasi efektif, dimana terdapat persyaratan jujur dan terbuka (genuiness ),

tidak posesif (non possessive love) dan empati.Ada persyaratan lain yang harus

dipenuhi, yaitu menjaga kerahasiaan. Banyak pasien yang menginginkan kondisi

terminalnya tidak disampaikan kepada keluarganya. Susah memang, tetapi

keinginan ini harusnya dipenuhi sebagai bagian dari etik keperawatan . Aspek

medikolegal juga harus diperhitungkan dalam menjaga kerahasiaan ini. Sebagai

contoh, bilamana kematian tetap tidak dapat dicegah dan jenis maupun kwalitas

perawatannya tidak sesuai dengan harapan keluarga ada kemungkinan ketidak

puasan ini dapat menjadi masalah dikemudian hari.

Komunikasi dua arah antara pasien dan keluarga disatu pihak dan tim medis dip

ihak lain harus dapat menyimpulkan kondisi fisik dan emosi penderita sehingga

perencanaan akhir hayat dapat dilaksanakan dengan tepat. Agar isi pesan dapat

diterima maka jangan dilupakam kalau manus ia yang adalah mahluk

biopsikososiospir itual, memiliki 4 u nsur sehingga demensi penderita dengan

keadaan terminal adalah :

a.      Demensi fisik : penyakit utama, nyeri dan gejala lain berikut penanganannya

b.      Demensi psikologis : gangguan suasana mood (cemas , depresi dan marah)

c.       Demensi sosial : kwalitas hubungan interpersonal terutama dengan keluarga

inti ,isolasi sosial dan  kondisi ekonomi

Page 11: Makalah berduka

d.      Demensi  spiritual : nilai/ tujuan hidup, ikatan dengan leluhur dan kehidupan

beragama.

2.      Pendampingan Saat Menyampaikan Berita Duka

Tidak semua penderita terminal mengerti tentang keadaan penyakit yang

dideritanya dengan sebenarnya. Ada dua kemungkinan, yaitu karena adanya

ketidak-tahuan atau adanya penyangkalan (denial) dari penderita. Pada umumnya

dokter utama yang merawat akan membuka/memberitahukan keadaan sebenarnya.

Reaksi seseorang tergantung apa yang dipersepsikannya. Reaksi  pertama dapat

berupa shock mental yang  dapat berupa bingung lemas dan tak dapat merasakan

apa apa (numbness), ada pula yang langsung menangis dan menunjukkan ekspresi

keputus -asaan atausebaliknya ada yang langsung marah bahkan mengamuk.

Penderita harus diberi kesemptan untuk mengekspresikan emosinya dan karena itu

diperlukan waktu untuk dapat menenangkan diri dan berfikir jernih kembali.

Dibutuhkan kesabaran dalam pendampingan dan diberikan tanpa pemaksaan. Apa

yang harus dilakukan adalah membantu penderita melalui tahap -tahap terhadap

ancaman kematian yang di lukiskan oleh Elizabeth Kubler -Ross dengan urutan

tahap penolakan (denial),tahap amarah (anger), tahap tawar menawar

(bargaining), tahap depresi dan tahap pasrah (acceptance).

Diharapkan kemunduran kekuatan fisik maupun gangguan psikologis masih

belum begitu parah sehingga penderita masih dapat mengerjakan tugas-tugas akhir

misalnya menulis wasiat, memberikan wejangan, ilmu dan ke trampilan bahkan

harta pada mereka yang diingin kannya dengan fikiran yang jernih.Diantara

penderita ada yang menginginkan kes endirian , menyepi untuk mengembalikan

semua energi agar dapat bangkit kembali. Sementara itu ada yang terus men erus

memerlukan pendampingan dengan pelbagai alasan walaupun yang terbanyak

adalah rasa takut berlebihan, cemas dan putus asa. Dalam kondisi shock ini

acapkali tim medis perlu menimbulkan rasa percaya pada penderita dan keluarga

sehingga dapat melakukan krisis intervensi.

3. Merencanakan Tugas Akhir Pasien dan keluarga Dalam suasana Duka

Page 12: Makalah berduka

Tujuan perawatan akhir hayat adalah memberi kualitas hidup yang baik,

sehingga penderita masih dapat memiliki hidup  penuh arti (a meaningful life).  

Kualitas hidup seseorang ditentukan oleh orang itu sendiri. Dengan modalitas

fisik yang tersisa, kekuatan psikologis yang maksimal dan adanya pengertian dan

suport keluarga, penderita menyusun kembali nilai hidup atau tujuan hidupnya 

se-realistis mungkin agar dapat dilaksanakan.Hidup penuh arti yang sangat

spesifik dan unik tidak boleh dipengaruhi dan diintervensi oleh si pendamping

kecuali bila yang diinginkan itu tidak lazim dan tidak semestinya dilakukan

berdasarkan kepribadian dasar , tingkat pendidikan, kedudukan sosial, budaya

setempat, kondisi ekonomi dan kehidupan spiritual penderita.

Gangguan/penyakit yang menimpa penderita menimbulkan krisis

kehidupan dan perubahan besar ditempat kerja. Bagi mereka yang menggunakan

fungsi kognitif yang tinggi dan terpaterinya hubungan interpersonal yang

luas,inilah y ang merupakan merupakan hidup pen uh arti dan sekaligus

merupakan kekuatan hidup (Drench et al.2007). Karena itu tugas pendamping

bukan saja menghibur tetapi merubah pola fikir dengan cara melihat apek

kehidupan dari sudut pandang yang lain sehingga masih m erasa berdaya guna.

Proses inilah yang disebut cognitive reframing dan merupakan inti dari

pendampingan merencanakan sekaligus menyelesaikan tugas akhir didunia ini.

Pendampingan diakhir hayat hendaknya selalu mempertimbangkan kebutuhan si

sakit, terutamadi saat-saat penderita secara fisik sudah melemah. Sebagai manusia

yang holistik, maka perlu pendekatan secara holistik pula dengan memperhatikan

kebutuhan-kebutuhannya yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

a.       Kebutuhan fisik yaitu terbebasnya penderita dari berbagai macam keluhan

atau penderitaan/gejala fisik yang mengganggu. Perhatian dan pengamatan yang

cermat dan terinci terhadap setiap keluhan yang disampaikan penderita merupakan

hal yang penting untuk dapat membuat diagnosa yang tepat dan selanju tnya untuk

menentukan tindakan yang tepat untuk mengatasi keluhan tersebut.

b.      Kebutuhan psikologik berupa:

Page 13: Makalah berduka

ü  Rasa aman dan nyaman karena keyakinan bahwa dirinya berada

dalamperawatan oleh para ahli yang kompeten dan keluarga/care giversyang

peduli dengan kea daannya

ü  Kebutuhan untuk mengetahui tentang penyakit yang dideritanya sertagejala-

gejala yang sedang/akan dialaminya sehingga penderita tidak berada dalam

keadaan ketidak-pastian yang berkepanjangan

ü  Penderita juga ingin untuk tetap dihargai dan dianggap ma mpu, dengan cara

melibatkannya dalam mengambil keputusan -keputusanyang terkait dengan

dirinya terutama bila secara fisik ia menjadi sangat tergantung pada orang lain.

c.       Kebutuhan sosial :

ü  Perasaan tetap diterima oleh keluarga/care-givers-nya walaupun penampilan

/perilakunya sering kali tidak menyenangkan.

ü  Perasaan tetap dibutuhkan, dilibatkan dan diperhitungkan dalam keluarganya

sehingga penderita tidak merasa menjadi beban bagikeluarganya.

ü  Kesempatan bagi penderita untuk membebaskan diri dari keterikatannya

dengan orang lain dan dibebaskan dari berbagaitanggung jawab dalam

pekerjaan/keluarga yang sebelumnya dipikul penderita dengan menyerahkannya

kepada orang lain.

d.      Kebutuhan spiritual :

ü  Kasih sayang yang diexpresikan secara nyata seperti jabat tangan, sentuhan,

strokes atau belaian.

ü  Kesempatan untuk memperbaiki hubungan -hubungan interpersonalyang

terganggu diwaktu yang lalu, serta mendapatkan pengampunan atas kesalahan-

kesalahannya dimasa lalu.

ü  Keyakinan bahwa dirinya tetap dicintai dan dihargai.

ü  Perasaan bahwa hidupnya tetap mempunyai arah/tujuan yang jelas dan berarti

bagi sesamanya.

4.      Pendampingan Dalam Masa Berduka

Page 14: Makalah berduka

Baik penderita maupun keluarga pasti mengalami fase dukacita pasca

breaking bad news . Menjelang kematian ada fase mengantisipasi dukacita

(anticipatory grief ) dan setelah kematian penderita ada fase dukacita keluarga

(conventional grief ) yang fase-fasenya seperti apa yang digambarkan Elizaberh

Kubler -Ross. Lamanya bisa berlangsung sampai 2 -3 tahun

pascakematian.Sanders (1989) yang mencetuskan Integrative theory of

bereavement , mengatakan bahwa ada 5 tahapan yang akan dilalui orang dalam

berdukacita yaitu :

a.       Tahap Shock: ada rasa tidak percaya musibah terjadi pada dirinya, fase ini

dilalui dengan rasa tidak berdaya walaupun melakukan tugas sekecil  apapun.

b.      Tahap mencapai kesadaran diri (awareness of loss ) : orang mulai menyadari

bahwa iakehilangan salah satu/beberapa aspek kehidupannya. Sering pemikiran

yang faktuil ini justru ditolak mereka yang terkena musibah.

c.       Tahap menarik diri (conversation an d withdrawal ) : fase ini dilalui dengan

rasa letih berlebihan, bertanya pada diri sendiri seputar rasa kehilangan t ersebut,

sering mengisolir diri dan menolak melakuk an pekerjaan bahkan yang dulu

sangat diminatinya.

d.      Tahap penyembuhan  (healing) : fase ini memperlihatkan orang yang mulai

bangkit kembali dari keterpurukannya. Pada awal fase ini orang acapkali merasa

heran dengan dirinya yang mulai dapat tertawa, bercanda bahkan kondisi ini

acapkali menimbulkan rasa bersalah pada dirinya d an acapkali membuatny a

mundur kembali.

e.       Tahap lembaran baru  (renewal ) : pada akhirnya orang yang berduka cita

mulai   melibatkan diri dalam semua aspek kehidupannya dengan kondisi barunya.

Dari teori yang diajukan Sanders ini perlu diperhatikan penderita yang

mengantisipasi kematiannya dengan melalui tahap-tahap ini sebelum dapat

merencanakan tugas dan kewajiban akhirnya. Dalam hal pendampingan ini ,

penderita maupun keluarga butuh pengertian dan bukan pemaksaan kehendak

pendamping atau kehendak keluarga walaupun mungki n hal itu baikbaginya. Bila

pendampingan tidak baik maka ada kemungkinan tahap penyembuhan apalagi

Page 15: Makalah berduka

tahap lembaran baru tidak tercapai sehingga tugas akhir penderita tidak

terselesaikan.

Meninggal dunia dengan kondisi dimana penderita sadar benar bahwa

tugas dunianya tak terselesaikan akan melibatkan emosi yang pasti akan

mengganggu tahap kematiannya. Kondisi ini sering disebut sebagai the unfinished

bussiness suatu kondisi berlawanan dengan kematian dalam iman yang sering

disebut  good-death.Mendampingi penderita bukanlah hal yang mudah.

Pengasuh (caregiver ) sering mengeluhkan kondisi perubahan negatif perilaku

penderita pada tim dokter. Kegelisahan penderita menyebabkan perlunya

penambahan energi fisik dan pemusatan perhatian di pihak pengasuh .

Kegelisahan mungki n karena distress penderita mengenai keadaannya yang

buruk. Tetapiperilaku “manis” yang ditunjukkan dengan berdiam diri, pasif ,

kecend erungan mengisolir diri, serta menolak makan dan minum juga bukan hal

yang baik.

Sering kali kondisi delierium dan depresi berat ditunjukkan dengan

penelantaran diri seperti perilaku manis tadi. Hati-hatilah dengan penelantaran dan

penyiksaan diri, karena hal ini kemungkinan juga merupakan upayabunuh diri

yang terselubung. Reaksi keluarga pada saat ditinggalkan penderita bermacam

macam, reaksi psikologis seperti sedih, marah , kecewa dan reaksi fisik sep erti

rasa lelah, sesak napas, sukar menelan dsb.

Bagi keluarga yang ditinggalkan bila pendampingan duka cita tidak

terlaksana dengan baik juga akan menimbulkan kondisi dukacit a yang tidak baik

bahkan potensial menimbulkan gangguan jiwa. Sebagai contoh bila tahap dukacita

berhenti pada keadaan penarikan diri maka akan terjadi gangguan neurosis atau

psikosomatis. Keadaan dimana anggauta keluarga selalu dalam kondisi cemas dan

depresi atau mengidap gangguan fisik akibat tekanan jiwanya (misalnya

dikalangan awam “sakit maag”) dan hal ini pasti mengganggu fungsi

kehidupan.Worden (2002), memberi 4 gambaran tugas dalam berduka cita (Task

of Mourning ) yaitu :

a.       Menerima rasa kehilangan  (accept the reality of loss )

Page 16: Makalah berduka

b.      Menjalani rasa nyeri yang berhubungan dengan dukacita ini ( experience the

pain associated with grief )

c.       Menyesuaikan diri dengan kehidupan/lingkun gan baru setelah ditinggalkan

(adjust to circumstances created by loss )

d.      Melanjutkan jalannya roda kehidupan tanpa yang telah meninggal

( emotionallyrelocate the person who has died and progress with life )Bilamana

terjadi hambatan dalam masa dukacita ini maka dapat terjadi griefing yang

abnormal atau complicated mourning dalam bentuk sebagai berikut :

ü  Chronic grief reactions

ü  Delayed grief reactions

ü  Exaggerated grief reactions

ü  Masked grief reactions

5.      Pendampingan Saat Kematian

Skala status penampilan Karnofski adalah salah satu alat ukur untuk

menilai kualitas hidup seseorang dengan menilai status penampilan

fungsionalnya. Skala ini mengukur kemampuan penderita dalam melakukan

aktifitas hidup sehari -hari dan nilainya berkisar antara 0 -100. Skala ini juga

dapat dipakai untuk menilai manfaat suatu tindakan terapi/pengobatan dengan

membandingkan nilai sebelum dan sesudah suatu tindakan, tetapi tidak

memberikan gambaran tentang tingkat keparahan suatu penyakit. Bersama dengan

penilaian lain seperti stadium penyakit maka skala ini dapat dipakai untuk

menunjukkan adanya kondisi terminal yang  perlu mendapatkan perhatian kita.

Skala status penampilan Karnofsky dap at dilihat pada tabel terlampir Silvya Post

(dalam Mahajudin 2007) mengatakan lebih 70% penderita sangat

ketakutanmenjelang ajal sehingga mereka pasti perlu pendampingan.

Acap kali dalam kesadaran menurun indra pendengaran tetap berfungsi

sehingga tidak salah membisikkan hal -hal positif maupun ayat suci (yang

pendek) agar dapat diresapi sampai akhir hayat. Tugas tim medis pada saat

kematian adalah meniadakan atau mengurangi rasa nyeri a tau gejala lain agar

penderita masih mendapatkan kwalitas hidup yang maksimal. Tetapi acapkali

Page 17: Makalah berduka

penderita justru mengalami kebingungan menjelang terminal ( terminal

confusion ), depresi atau kecemasan.

Terminal confusion ialah keadaan kebingungan pada pende rita stadium

terminal yang disebabkan karena perubahan akut yang menyeluruh/global pada

fungsi kognitif dan hal ini sering kalimerupakan pertanda awal kematian yang

makin mendekat. Kondisi ini sering kali juga disebut delirium, acute confusional

state, ac ute organic brain syndrome atau toxic confusional state.Tidak ada gejala

yang khas/patognomonik pada kondisi ini tetapi J.C.Cutting mengemukakan

adanya beberapa gejala yang sering dijumpai seperti :

a.       gangguan recall 5 menit untuk nama dan alamat ( 80% )

b.      gangguan kesadaran ( 60% )

c.       disorientasi waktu ( 40% )

d.      disorientasi tempat ( 30% ).

Z.J.Lipowski mengemukakan 2 tipe delirium yaitu yang hipoaktif dan

hiperaktif. Tipe hipoaktif ditandai dengan penurunan aktifitas psikomotorik,

penurunan respons terhadaprangsangan dari luar ( penurunan atensi dan kesadaran

) dan jarang didapatkan gejala -gejalapsikotik. Pada tipe hiperaktif sering kali

terlihat peningkatan aktifitas psikomotorik, peningkatan respons ( hyperalert dan

agitasi ) dan sering dijumpai gejala psikotik. Gejala hiperaktif biasanya didahului

oleh gejala hipoaktif karena secara klinis gejala ini cenderung berfluktuasi. Dalam

hal ini catatan harian yang cermat oleh perawat atau keluarga/care-giversangat

penting untuk penegakan diagnosis, terlebih dahulu harus disingkirkan berbagai

faktor etiologi yang sering menjadi penyebab delirium yang biasanya

multifaktorial antara lain obat -obatan yang dipakai penderita, infeksi, kelainan

metabolik ( hiperkalsemia, hipoglikemia ), tumor serebri, nyeri, kandung

kemih/rektum yang penuh, dan juga gangguan fungsi hati dan ginjal,

gagaljantung, hipoksia karena gagal pernafasan, CVA, epilepsi dan sebagainya.

Terapi spesifik untuk penyebab yang reversibel merupakan hal yang utama.

Selanjutnya terminal confusionperlu diatasi secara simptomatis dan

adekuat hanya bila gejala tersebut menimbulkan gangguan dan penderitaan bagi

penderita. Perlu juga dilakukan tindakan non -farmakologik sepertimenciptakan

Page 18: Makalah berduka

lingkungan yang tenang dan terang, komunikasi yang efektif dan lain-

lain.Kebanyakan penderita dengan penyakit khronis yang serius menunjukkan

tanda-tanda kesedihan, cemas dan gejala -gejala depresi. Tanda dan gejala ini

biasanya berlangsung singkatsebagai reaksi terhadap situasi yang dihadapinya dan

bila persisten harus d inilai sebagai halyang abnormal dan perlu mendapatkan

perhatian secara khusus.

Depresi yang berkepanjangan dapat menjadi sumber penderitaan dan

karenanya perlu dinilai dan dideteksi secara dini. Lagi pula semakin dini diagnosis

ditegakkan semakin baik pul a responsnya terhadap terapi yangdiberikan. Faktor

risiko untuk terjadinya depresi antara lain rasa nyeri yang tidak terkontrol dengan

baik, hendaya fisik yang progresif dan tingkat keparahan penyakit yang

dideritanya, riwayat depresi diwaktu yang lalu, obat-obatan yang dipakai (steroid,

benzodiazepine) serta depresi yang secara langsung disebabkan oleh penyakitnya (

kanker pankreas, stroke pada hemisfer kiri ). Juga faktor sosial dan spiritual dapat

menimbulkan depresi pada penderita.

Penilaian adanya depresi pada penderita dengan penyakit yang sudah

lanjut tidak hanyaberdasarkan gejala somatiknya (nafsu makan/berat badan/libido

yang menurun, cepat lelah serta gangguan tidur) tetapi juga gejala psikologik dan

kognitifnya. Gejala depresi mayor yangmenonjol antara lain disforia yang

persisten, anhedonia, rasa tidak berdaya dan putus asa, rasa tidak berharga dan

hilangnya self-esteem, rasa bersalah yang berlebihan, kekecewaan yang

mendalam, pikiran yang berulang tentang kematian serta fikiran bunuh diri. T

anda lain seperti rasa nyeri yang tidak responsif terhadap pengobatan, perasaan

sedih dengan afek yang datar serta kecemasan, iritabilitas dan mood yang tidak

nyaman juga merupakan tanda yang signifikan.

Penatalaksanaan depresi pada penderita terminal meliputi pendekatan non

farmakologik seperti psikoterapi suportif, pendekatan kognitif, intervensi perilaku

(terapi relaksasi, terapi distraksi) dan pendekatan komplementer/alternatif serta

pemberian antidepresan dan psikostimulan. Mulailah dengan dosis rendah dan

perlahan-lahan dosisdititrasi sesuai dengan kebutuhan.

Page 19: Makalah berduka

Penderita dengan penyakit yang mengancam hidupnya sering mengalami

kecemasan tentang hari depannya yang tidak pasti. Kondisi ini dapat dipicu oleh

berbagai masalah fisik, psikologik, sosial, spi ritual dan masalah praktis lain atau

merupakan bagian dari sindroma lain yang menyertai penyakitnya, dan ditandai

dengan gejala -gejala agitasi, gelisah, berkeringat, tachikardia, hiperventilasi,

insomnia, khawatir yang berlebihan dan ketegangan. Perlu dibedakan antara

kecemasan yang primer dan depresi, delirium, gangguan bipolar atau efek

samping obat.

Penatalaksanaan kecemasan meliputi pendekatan non -farmakologik

(termasuk pendekatan komplementer/alternatif) dan farmakologik. Dalam

pendekatan farmakologik , golongan benzodiazepin merupakan obat pilihan,

namun perlu diperhatikan waktu paruhnya yang harusdisesuaikan dengan

kebutuhannya. Benzodiazepin dengan waktu paruh panjang akan memberikan

efek yang berkepanjangan dan risiko akumulasi sedangkan yang waktu paruhnya

pendek ada risiko terjadinya withdrawal dan efek rebound. Pada lanjut usia,

benzodiazepine dapat memperburuk fungsi kognitif atau menyebabkan

kebingungan pada penderita yang sebelumnya sudah mengalami hendaya kognitif.

Obat yang manapun yang dipi lih harus diberikan dengan prinsip start low – go

slow, dan penghentiannya harus melalui periodetapering off secara perlahan-

lahan. Antidepresan atipikal juga bermanfaat terutama padapenderita dengan

gejala campuran cemas dan depresi, kecemasan khronik dan gangguan panik

Page 20: Makalah berduka

DAFTAR PUSTAKA