Makalah Baf Daun Sirih

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tumbuhan obat merupakan sumber bahan obat tradisional yang banyak digunakan secara turun-temurun. Salah satu di antaranya adalah sirih, dikenal dengan sirih hijau, sirih merah, sirih hitam, sirih kuning dan sirih perak (Depkes 1980). Pada percobaan digunakan tumbuhan sirih merah (Piper betle Var. Rubrum), termasuk familia Piperaceae. Tumbuhan sirih merah memiliki kemampuan sebagai antiseptik, antioksidan dan fungisida, juga memiliki sifat menahan pendarahan, penyembuh luka pada kulit, obat saluran cerna dan dapat menguatkan gigi. Sirih merah tumbuh subur di daerah Sumatera Utara, dahulu digunakan untuk upacara adat suku Karo (Depkes 1980). Secara umum daun sirih mengandung minyak atsiri sampai 4,2% (Kartasapoetra,1992), senyawa fenil propanoid dan tanin (Depkes 1989, Mahendra 2005). Derivate fenol (eugenol dan kavikol) yang terkandung dalam daun sirih berkhasiat antiseptik dan khususnya kavikol diketahui mempunyai daya pembunuh bakteri lima kali dari fenol (Heyne, 1987; Hardjono Sastrohamidjojo, 2004; Dharmananda, 2004). 1

Transcript of Makalah Baf Daun Sirih

Page 1: Makalah Baf Daun Sirih

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tumbuhan obat merupakan sumber bahan obat tradisional yang banyak

digunakan secara turun-temurun. Salah satu di antaranya adalah sirih, dikenal

dengan sirih hijau, sirih merah, sirih hitam, sirih kuning dan sirih perak (Depkes

1980).

Pada percobaan digunakan tumbuhan sirih merah (Piper betle Var.

Rubrum), termasuk familia Piperaceae. Tumbuhan sirih merah memiliki

kemampuan sebagai antiseptik, antioksidan dan fungisida, juga memiliki sifat

menahan pendarahan, penyembuh luka pada kulit, obat saluran cerna dan dapat

menguatkan gigi. Sirih merah tumbuh subur di daerah Sumatera Utara, dahulu

digunakan untuk upacara adat suku Karo (Depkes 1980). Secara umum daun sirih

mengandung minyak atsiri sampai 4,2% (Kartasapoetra,1992), senyawa fenil

propanoid dan tanin (Depkes 1989, Mahendra 2005).

Derivate fenol (eugenol dan kavikol) yang terkandung dalam daun sirih

berkhasiat antiseptik dan khususnya kavikol diketahui mempunyai daya

pembunuh bakteri lima kali dari fenol (Heyne, 1987; Hardjono Sastrohamidjojo,

2004; Dharmananda, 2004).

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau

organ tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Kozier, 1995 dalam

Ismail, 2009). Luka merupakan gangguan kontinuitas suatu jaringan pada kulit,

sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal menjadi tidak normal.

Luka terbuka sering mengalami infeksi dan menyebabkan keterlambatan

kesembuhan luka (Bachsinar, 1995).

Staphylococcus aureus merupakan penyebab terjadinya infeksi yang

bersifat piogenik. Bakteri Staphylococcus aureus ini dapat masuk ke dalam kulit

melalui folikel rambut, muara kelenjar keringat, luka besar dan kecil.

Staphylococcus aureus merupakan salah satu kuman yang mempunyai

1

Page 2: Makalah Baf Daun Sirih

kemampuan besar untuk menimbulkan penyakit infeksi pada luka yang berefek

pada terjadinya radang bernanah (Jawetz dkk., 1996).

Pengobatan terhadap luka terutama yang mengalami infeksi dengan obat-

obat sintetis telah berkembang dan penemuan berbagai zat kimia sebagai

antibakteri telah banyak. Tetapi akhir-akhir ini karena pertimbangan terhadap zat

kimia sintetik yang mahal dan terlebih mempunyai efek samping yang

membahayakan bagi organ vital, serta penggunaan antibiotik yang kurang efisien

karena Stapilococcos mudah resisten terhadap antibiotik yang telah ada,

menyebabkan obat yang berasal dari herbal alami menjadi menarik perhatian para

ahli di bidang medis sebagai alternatif pengganti yang lebih poten, murah,

memiliki efek samping yang lebih kecil, dan tersedia terus dalam jumlah besar.

Sirih merah (Piper betle Var. Rubrum) merupakan salah satu tanaman obat

potensial yang diketahui secara empiris memiliki khasiat untuk menyembuhkan

berbagai jenis penyakit seperti stroke, batu ginjal, radang prostat, hepatitis,

diabetes, asam urat, kolesterol, batuk, keputihan, maag, letih, lesu dan memiliki

sifat antioksidan, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi (Hanum dan Tim

Redaksi Cemerlang, 2011).

Berdasarkan penelitian Juliantina dkk (2009) secara in-vitro ekstrak daun

sirih merah memiliki kemampuan antibakteri terhadap bakteri gram positif

(konsentrasi 25%) dan gram negatif (konsentrasi 6,25%) khususnya terhadap

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218.

Kandungan sirih merah yang telah diketahui adalah flavonoid, alkaloid

polifenol, tanin, saponin, dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid bersifat

antioksidan, antidiabetik, antikanker, dan, antibakteri. Saponin dapat memacu

pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses

penyembuhan luka, dan senyawa alkaloid mempunyai sifat antineoplastik yang

juga ampuh menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Sadewo, 2005).

Pembuatan larutan antiseptik dari ekstrak daun sirih merah dilakukan

dengan menyusun formula menggunakan berbagai bahan disamping daun sirih

merah itu sendiri. Formula yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan sebagai

alternatif lain sediaan obat penyembuh luka yang berasal dari alam.

2

Page 3: Makalah Baf Daun Sirih

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

masalahnya yaitu pada konsentrasi berapa ekstrak daun sirih merah mampu

memberikan efek antiseptik dan penambahan variasi bahan tambahan yang dapat

menghasilkan larutan antiseptik ekstrak daun sirih merah yang aman dan bermutu.

1.3 Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik produk larutan

antiseptik dan untuk mendapatkan formula larutan antiseptik ekstrak daun sirih

merah terbaik dilihat dari karakteristik fisik dan sifat organoleptik yang dapat

diterima oleh konsumen.

1.4 Manfaat Percobaan

Dari hasil percobaan ini diharapkan dapat menghasilkan larutan antiseptik

yang dapat digunakan masyarakat dalam upaya pemanfaatan tanaman obat

tradisional menjadi produk obat herbal yang dapat memberikan alternatif sediaan

obat penyembuh luka yang berasal dari bahan alam yang aman dan bermutu,

sehingga dapat bermanfaat bagi bidang farmasi serta menambah daya guna daun

sirih merah.

3

Page 4: Makalah Baf Daun Sirih

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirih Merah (Piper betle Var. Rubrum)

Sirih merah (Piper betle Var. Rubrum) merupakan salah satu tanaman obat

potensial yang diketahui secara empiris memiliki khasiat untuk menyembuhkan

berbagai jenis penyakit. Tanaman ini termasuk di dalam famili Piperaceae dengan

penampakan daun yang berwarna merah keperakkan dan mengkilap saat kena

cahaya. Sirih merah (Gambar 2.1 dan 2.2) secara empiris memiliki khasiat

menyembuhkan asam urat, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung,

penyembuhan luka, peradangan organ seperti paru, hati, ginjal, tenggerokan,

hepatitis serta maag (Sudewo, 2005).

2.1.1 Taksonomi Sirih Merah

Secara taksonomi tanaman daun sirih merah diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Sub-kelas : Aracidae

Ordo : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle Var. Rubrum

Kerabat dekat : Kiseureuh, Sirih, Sirih hutan, Kemekes, Kemukus, Mricot lolot,

Lada, Cabe jawa, Cabean, Daun wati.

4

Page 5: Makalah Baf Daun Sirih

Gambar 2.1. Sirih merah tampak depan

Gambar 2.2. Daun sirih merah tampak bagian belakang

Tanaman sirih merah menyukai tempat teduh, berhawa sejuk dengan sinar

matahari 60-75%, dapat tumbuh subur dan bagus di daerah pegunungan. Bila

tumbuh pada daerah panas, sinar matahari langsung, batangnya cepat mengering.

Selain itu, warna merah daunnya akan pudar (Juliantina dkk, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Subarnas dkk (2007) secara

kromatografi sirih merah mengandung flavonoid, saponin, alkaloid senyawa

polifenolat, tanin, kuinon, steroid, dan minyak atsiri.

5

Page 6: Makalah Baf Daun Sirih

2.1.2 Morfologi Tanaman

a. Daun

Daunnya berwarna hijau dengan semburat pink. Daun membentuk jantung

hati dan bagian ujung meruncing, mengkilat dan tidak merata, tepinya rata,

permukaan megilap, tidak berbulu dan bila daunnya dirobek maka akan

mengeluarkan lendir, terasa pahit dan aromanya lebih wangi. Panjang daunya

kurang lebih 15-20 cm. Warna daun pada bagian atas hijau bercorak warna putih

keabu-abuan, sedangkan bagian bawah daun berwarna merah hati cerah.

b. Batang

Batang berwarna hijau agak kemerahan dan permukaan kulitnya berkerut.

Batang bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm.

c. Akar

Bakal akar tumbuh di setiap buku batang.

2.1.3 Habitat

Sirih merah tidak dapat tumbuh dengan subur pada daerah yang panas,

tetapi dapat tumbuh subur pada daerah yang dingin, teduh, dan tidak terlalu

banyak terkena sinar matahari dengan ketinggian 300-1000 m. Tanaman sirih

merah sangat baik pertumbuhannya apabila mendapatkan sekitar 60-75% cahaya

matahari.

2.1.4 Distribusi

Belum dapat dipastikan asal tanaman sirih merah ini, namun di Indonesia

sendiri tanaman ini tersebar di daerahi Sulawesi, Yogyakarta, Papua, Jawa,

Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.

2.1.5 Kandungan Kimia dan Khasiat sebagai Antiseptik

Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman sirih merah mengandung

metabolit sekunder yang menyimpan senyawa aktif seperti alkali, flavonoid,

polivenol, tanin, minyak atsiri, saponin, hidroksikafikol, kavikol, kavibetol,

karbavakrol, cyanogenic, eugenol, cineole, kadimen, glukosida, isoprenoid,

nonprotein amino acid, ter-penena, dan fenil propada. Oleh karena sirih merah

banyak mengandung senyawa kimia bermanfaat, maka sirih merah memiliki

6

Page 7: Makalah Baf Daun Sirih

manfaat yang sangat luas sebagai bahan obat. Kandungan zat kimia pada daun

sirih merah yang memiliki efek antiseptik:

1. Kavikol

Menunjukkan efek jamur dan desinfektan, sehingga dapat digunakan sebagai

obat antiseptik.

2. Flavonoid

Memiliki sifat antioksidan, senyawa fenol yang bersifat sebagi koagulator

protein, antidiabetik, antifungi, antikanker, imunostimulan, antioksidan,

antiseptik, antihepatotoksik, antihiperglikemik, vasodilatator dan

antiinflamasi.

3. Alkaloid

Memiliki sifat antimikrobal, penghambat pertumbuhan sel kanker dan

merupakan bagian dari sistem heterosiklik.

4. Eugenol

Memiliki kandungan analgetik dan antifungal dengan menghambat

pertumbuhan yeast (sel tunas) dari Pytirosporum ovale dengan cara mengubah

struktur dan menghambat dinding sel, sehingga meningkatkan permeabilitas

membran terhadap benda asing dan menyebabkan kematian sel.

5. Saponin

Menunjukkan efek antijamur, antibakteri, dan imunomodulator.

Kandungan eugenol dalam daun sirih mempunyai sifat antifungal. Daun

sirih yang sudah dikenal sejak tahun 600 SM ini mengandung zat antiseptik yang

dapat membunuh bakteri sehingga banyak digunakan sebagai antibakteri dan

antijamur. Hal ini disebabkan oleh turunan fenol yaitu kavikol dalam sifat

antiseptiknya lima kali lebih efektif dibandingkan fenol biasa. Dengan sifat

antiseptiknya, sirih sering digunakan untuk menyembuhkan kaki yang luka dan

mengobati pendarahan hidung/mimisan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Subarnas dkk (2007) sirih

merah mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, polifenol, tanin, kuinon, steroid,

dan mono- dan seskuiterpen. Menurut Robinson (1995) dalam Simanjuntak

7

Page 8: Makalah Baf Daun Sirih

(2008) flavonoid berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri dengan cara

membentuk senyawa kompleks dengan protein extraseluler, protein terlarut, serta

mengganggu integritas membran sel bakteri.

Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan cara

mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga

lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel

tersebut (Robinson, 1991 dalam Juliantina dkk, 2009).

Saponin adalah senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu

protein struktur yang berperan dalam proses kesembuhan luka (Suratman dkk,

1996). Kemampuan saponin dalam mempercepat penyembuhan luka dibuktikan

oleh Shukla dkk (1999) melalui penggunaan larutan asiaticoside (ekstrak saponin)

0,2% secara topikal dan didapatkan mampu mempercepat penyembuhan luka pada

tikus Spraque dawley. Saponin juga memiliki kemampuan sebagai antibakteri.

(Robinson,1995 dalam Simanjuntak, 2008).

Tanin memiliki aktivitas antibakteri. Toksisitas tanin dapat merusak

membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan

kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan

suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya

toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama, 2001 dalam Juliantina dkk, 2009).

Menurut Parwata (2008) minyak atsiri sebagai antibakteri pada umumnya

mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol

berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan

hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang

lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan

menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol

menyebabkan koagulasi protein dan membran sel mengalami lisis.

2.1.6 Penggunaan Tanaman Sirih Merah

Kegunaan sirih merah di lingkungan masyarakat dalam menyembuhkan

beberapa penyakit seperti, diabetes mellitus, jantung koroner, TBC (tuberkulosis),

asam urat, kanker payudara, kanker darah (leukemia), ambeien, penyakit ginjal,

8

Page 9: Makalah Baf Daun Sirih

impotensi, eksim atau eksema atau dermatitis, gatal-gatal, luka bernanah yang

sulit sembuh, karies gigi, batuk, radang pada mata, radang pada gusi dan telinga,

radang prostat, hepatitis, hipertensi, keputihan kronis, demam berdarah dengue

(DBD), penambah nafsu makan, penyakit kelamin ( gonorrhea, sifilis, herpes,

hingga HIV/AIDS), sebagai obat kumur dan luar, dan manfaat bagi kecantikan

( lulur, masker, penuaan dini, penghalus kulit, dan lain-lain).

2.2 Larutan antiseptik

Larutan antiseptik adalah larutan yang dibuat untuk membunuh bakteri

yangn dapat membuat infeksi. Larutan antiseptik banyak dijumpai dikalangan

masyarakat. Biasanya larutan antiseptik digunakan untuk mengobati luka dan

membersihkan kulit akibat bakteri dan jamur. Larutan antiseptik pada umumnya

berbahan dasar dari senyawa kimia, seperti iod dan golongan alkohol. Senyawa

tersebut dapat menekan pertumbuhan bakteri sehingga bakteri tidak dapat tumbuh.

Senyawa golongan alkohol banyak terdapat pada tanaman, seperti daun

sirih merah. Oleh sebab itu, larutan antiseptik dapat dibuat dari bahan alami.

Bahan alami digunakan sebagai bahan dasar pembuatan larutan antiseptik karena

lebih ekonomis dan mengandung efek samping yang relative kecil.

Beberapa bahan-bahan tambahan beserta fungsinya secara umum yang

dapat dijumpai dalam larutan antiseptik :

a) Astringents (zat penciut), menyebabkan pembuluh darah lokal berkontraksi

dengan demikian dapat mengurangi bengkak pada jaringan, contoh: alkohol,

seng klorida, seng asetat, aluminium, dan asam-asam organik, seperti tannic,

asetic, dan asam sitrat.

b) Deterjen, mengurangi tegangan permukaan dengan demikian menyebabkan

bahan-bahan yang terkandung menjadi lebih larut, dan juga dapat

menghancurkan dinding sel bakteri yang menyebabkan bakteri lisis. contoh:

sodium laurel sulfate.

c) Anodynes, meredakan nyeri dan rasa sakit, contoh: turunan fenol, minyak

eukaliptol, minyak watergreen.

d) Aquadest, penyusun persentasi terbesar dari volume larutan.

9

Page 10: Makalah Baf Daun Sirih

Larutan antiseptik bekerja berdasarkan berbagai proses kimiawi atau fisika

dengan tujuan guna meniadakan risiko transmisi dari jasad renik. Prosesnya yaitu

denaturasi protein mikroorganisme, pengendapan protein dalam protoplasma.

Oksidasi protein. Mengganggu sistem dan proses enzim. Modifikasi dinding sel

atau membran sitoplasma (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.3 Kulit dan fungsinya

Kulit normal memiliki tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan jaringan

subkutan. Epidermis mempunyai sel basal yang terus membelah untuk

mempertahankan lapisan epitel berlapis. Lapisan ini adalah pelindung primer

antara lingkungan luar dan dalam tubuh yaitu mencegah masuknya bakteri atau

senyawa racun, dan bersama dengan dermis, melindungi struktur bagian dalam

dari trauma (Cruse and McPherdran, 1992 dalam Simanjuntak, 2008).

Dermis atau korium tebalnya 3-5 mm merupakan anyaman serabut

kolagen dan elastin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit.

Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung rambut,

kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut saraf. Daerah atas

dari dermis terdapat papillae membentuk lapisan papila yang berhubungan

kedalam epidermis. Lapisan sub kutan (hypodermis) merupakan kelanjutan dari

dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak (Ackerman, 1987;

Ansel, 1989 dalam Simanjuntak, 2009). Kulit mempunyai beberapa fungsi yaitu,

mengatur suhu tubuh, pertahanan, sensasi, ekskresi, imunitas, sintesis vitamin D.

2.4 Absorbsi Obat Melalui Kulit

Tujuan umum penggunaan obat topikal pada terapi adalah untuk

menghasilkan efek terapeutik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis.

Daerah yang terkena umumnya epidermis dan dermis, sedangkan obat-obat

topikal tertentu seperti emoliens (pelembab), antimikroba dan deodorant terutama

bekerja di permukaan kulit saja. Hal ini memerlukan penetrasi difusi dari kulit

atau absorbsi perkutan (Lachman, dkk., 1994 dalam Simanjuntak, 2008).

10

Page 11: Makalah Baf Daun Sirih

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari

sifat fisika kimia obat dan juga tergantung pada zat pembawa, pH, dan

konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit dalam keadaan baik

atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies, dan kelembaban yang dikandung oleh

kulit (Lachman. dkk, 1994 dalam Simanjuntak, 2008).

2.4.1 Fisiologi Kulit dan Pengaruhnya Terhadap Absorbsi Bahan Obat

Lapisan kulit terluar, stratum korneum yang mati (lapisan tanduk)

merupakan perintang sejati untuk absorbsi obat. Lapisan ini terdiri dari sel-sel

datar, mati, dan berisi zat tanduk, yang kira-kira mengandung 50% keratin dan

sedikit air (10-15%). Sel-sel ini dapat membengkak dan mampu menarik air

sampai 50% sehingga ketebalannya dapat meningkat dari 5-10 menjadi 80 mm.

Keseluruhan stratum korneum diperbaharui setiap 14 hari. Lapisan ini menjadi

muara bagi kelenjar keringat dan folikel rambut, sehingga secara skematik

terdapat empat kemungkinan yang memungkinkan stratum korneum dilintasi yaitu

interseluler, transeluler, transgandular dan transfolikel (Lachman. dkk, 1994

dalam Simanjuntak, 2008).

2.5 Pengertian luka

Luka adalah suatu keadaan kerusakan jaringan dan dapat mengenai

struktur yang lebih dalam dari kulit seperti saraf, otot, atau membran. Menurut

Karakata dan Bachsinar (1996) yang dikutip oleh Simanjuntak (2008)

menyebutkan luka, cacat atau kerusakan kulit dan jaringan dibawahnya

disebabkan oleh: (1) trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong,

terpukul, tertusuk, terbentur dan terjepit, (2) trauma elektris yang disebabkan

cedera karena listrik dan petir, (3) trauma termis yang disebabkan oleh panas dan

dingin, (4) trauma kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan

basa serta zat iritatif lainnya.

2.5.1 Klasifikasi Luka

Menurut Karakata dan Bachsinar (1996) yang dikutip oleh Simanjuntak

(2008) berdasarkan kedalaman jaringan yang dikenai, luka dapat dibagi dua yaitu:

(1) simpleks, bila hanya melibatkan kulit, (2) komplikatum, bila melibatkan kulit

11

Page 12: Makalah Baf Daun Sirih

dan jaringan dibawahnya. Menurut Karakata dan Bachsinar (1996) yang dikutip

oleh Simanjuntak (2008) berdasarkan keadaannya luka dibagi atas dua bagian,

yaitu:

1. Luka tertutup

Dalam hal ini kulit masih utuh, ontohnya (a) vulnus contussum atau luka

memar. Di sini kulit tidak rusak, tetapi pada pembuluh darah sub kutan, sehingga

dapat terjadi hematom, (b) vulnus traumaticum. Terjadi di dalam tubuh, tetapi

tidak tampak dari luar.

2. Luka terbuka.

Dalam keadaan ini kulit sudah robek, contohnya: (a) ekskoriasi atau luka

lecet adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda

berpermukaan kasar atau rata, (b) vulnus scissum adalah luka sayat atau luka iris

yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan, (c) vulnus

laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi tidak beraturan atau compang-

camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul, (d) vulnus punctum

atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya

kedalaman luka lebih dari lebarnya, (e) vulnus caesum atau luka potong adalah

luka yang disebabkan oleh benda tajam yang besar, dengan tepi tajam dan rata, (f)

vulnus sclopetorum atau luka tembak yang terjadi karena tembakan, granat, dan

sebagainya, dengan tepi luka yang tidak teratur, (g) vulnus morsum atau luka gigit

yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia, bentuk luka tergantung

bentuk gigi penggigit.

2.5.2 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan proses terus menerus dari peradangan dan

perbaikan, dimana sel-sel inflamasi, epitel, endotel, trombosit dan fibroblast

keluar secara bersamaan dari tempatnya semula dan berinteraksi untuk

memperbaiki kerusakan. Menurut Potter (2006), sifat penyembuhan pada semua

luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan, dan luasnya

cedera. Kemampuan sel dan jaringan melakukan regenerasi atau kembali ke

struktur normal melalui pertumbuhan sel juga mempengaruhi penyembuhan luka.

12

Page 13: Makalah Baf Daun Sirih

Ada dua jenis luka, yaitu luka jaringan yang hilang dan luka jaringan tanpa yang

hilang. Insisi bedah yang bersih merupakan contoh luka dengan sedikit jaringan

yang hilang. Luka bedah akan menyalami penyembuhan primer. Tepi-tepi luka

akan merapat atau saling berdekatan sehingga mempunyai resiko infeksi yang

rendah. Sebaliknya luka dengan kehilangan sel atau jaringan lebih luas, seperi:

infark, ulcerasi radang, pembentukan abses, atau bahkan luka besar akan

mengalami penyembuhan sekunder. Tepi luka akan tetap terbuka sehingga terisi

oleh jaringan parut. Penyembuhan sekunder memerlukan waktu yang lebih lama

(Potter, 2006). Perawatan luka yang efektif diperlukan untuk membantu proses

penyembuhan luka. Perawatan luka terdiri dari pembersihan luka, debridement

dan pembalutan. Tidak ada standar yang ditetapkan untuk frekuensi dilakukannya

pembersihan luka maupun pembalutan. Hal ini tergantung pada kondisi luka dan

banyaknya sekret (pus) yang dihasilkan.

Pembersihan luka bukan pembedahan biasanya dilakukan sehari sekali.

Pembersihan luka yang terlalu sering mengurangi kemungkinan luka istirahat

sehingga memperlambat kesembuhan (Bachsinar, 1995 dalam Simanjuntak,2008).

Luka yang bertahan lama pada kulit akan menimbulkan trauma dan gangguan

bagi penderitanya sehingga sangatlah penting untuk memperhatikan kecepatan

proses kesembuhan luka itu sendiri. Penyembuhan luka merupakan serangkaian

proses yang kompleks karena merupakan suatu kegiatan bioseluler yang terjadi

secara berurutan dan dipengaruhi oleh banyak faktor baik itu intrinsik maupun

ekstrinsik (Price dan Wilson, 2006 dalam Simanjuntak, 2008).

Menurut Kumar, dkk (2007) penyembuhan luka merupakan fenomena

kompleks dan melibatkan berbagai proses dengan urutan sebagai berikut: (1)

induksi respon peradangan akut oleh jejas awal, (2) regenerasi sel parenkimal, (3)

migrasi dan proliferasi, baik sel parenkim maupun sel jaringan ikat, (4) sintesis

protein extra cellular matrix (ECM), (5) remodeling unsur parenkim untuk

mengembalikan fungsi jaringan, (6) remodeling jaringan ikat untuk memperoleh

kekuatan luka.

Terdapat sejumlah faktor sistemik dan faktor lokal yang dapat

mengganggu penyembuhan luka. Faktor sistemik yang mempengaruhi

13

Page 14: Makalah Baf Daun Sirih

penyembuhan luka antara lain (1) nutrisi, pengaruhnya sangat menonjol terutama

pada defisiensi protein dan vitamin C akan mengganggu sintesis kolagen dan

memperlama penyembuhan luka, (2) status metabolik, misalnya diabetes melitus,

(3) status sirkulasi darah, misalnya arteriosklerosis, tersedianya darah pada tempat

luka tidak cukup, begitu juga pada kelainan vena dimana sirkulasi darah tidak

lancar, (4) hormon glukokortikoid mempunyai pengaruh anti inflamasi

menghambat pembentukan fibroblas, mengganggu sintesis kolagen.

Faktor lokal yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka antara lain :

(1) infeksi, merupakan penyebab tunggal keterlambatan penyembuhan luka, (2)

faktor mekanik misalnya mobilisasi dini, memperlambat penyembuhan luka, (3)

benda asing seperti benang jahitan yang tidak teresorbsi, fragmen baja, kaca,

pecahan tulang merupakan halangan untuk penyembuhan luka, (4) macam, lokasi

dan ukuran besarnya luka mempengaruhi penyembuhan.

2.5.3 Fisiologi Kesembuhan Luka

Menurut Morrison (2004) proses fisiologis kesembuhan luka dapat dibagi

kedalam 4 fase utama, yaitu :

1. Respon inflamasi akut terhadap cidera (durasi fase 0-3 hari) Hemostasis :

vasokonstriksi sementara dari pembuluh darah yang rusak, terjadi pada saat

sumbatan trombosit dibentuk dan diperkuat juga oleh serabut fibrin untuk

membentuk sebuah bekuan. Respon jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan

histamine dan mediator lain, sehingga menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh

darah sekeliling yang masih utuh serta meningkatnya penyediaan darah ke daerah

tersebut sehingga menjadi merah dan hangat. Permeabilitas kapiler darah

meningkat dan cairan yang kaya protein mengalir ke interstisial menyebabkan

oedema local. Peradangan akut merupakan respon langsung tubuh terhadap cidera

atau kematian sel, yang secara makroskopik digambarkan dalam karakteristik atau

tanda-tanda pokok dari peradangan akut yaitu adanya kemerahan, panas, nyeri dan

pembengkakan.

2. Fase destruktif (durasi fase 1-6 hari) Pembersihan terhadap jaringan mati atau

yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf

menelan dan menghancurkan bakteri.

14

Page 15: Makalah Baf Daun Sirih

3. Fase proliferasi (durasi fase 3-24 hari) Fibroblas meletakan subtansi dasar dan

serabut-serabut kolagen serta pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka.

Tanda-tanda inflamasi mulai berkurang, jaringan yang dibentuk dari gelung

kapiler baru, yang menopang kolagen dan subtansi dasar, disebut jaringan

granulasi. Menurut Cotran, (1999) yang dikutip oleh Triyono, (2005) apabila tidak

ada kontaminasi atau infeksi yang bermakna, fase inflamasi berlangsung pendek.

Setelah luka berhasil dibersihkan dari jaringan mati dan sisa material yang tidak

berguna, dimulailah fase proliferasi. Fase proliferasi ditandai dengan

pembentukan jaringan granulasi pada luka. Jaringan granulasi merupakan

kombinasi dari elemen seluler termasuk fibroblast dan sel inflamasi, yang

bersamaan dengan timbulnya kapiler baru tertanam dalam jaringan longgar ekstra

seluler dari matriks kolagen, fibronektin dan asam hialuronik. Fibroblast muncul

pertama kali secara bermakna pada hari ke 3 dan mencapai puncak pada hari ke

7.Fibroblast ini berasal dari sel-sel mesenkimal lokal, terutama yang berhubungan

dengan lapisan adventisia, pertumbuhannya disebabkan oleh sitokin yang

diproduksi oleh makrofag dan limfosit. Fibroblast merupakan elemen utama pada

proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam

pembentukan jaringan. Fibroblast juga memproduksi kolagen dalam jumlah besar,

kolagen ini berupa glikoprotein berantai tripel, unsur utama matriks luka

ekstraseluler yang berguna membentuk kekuatan pada jaringan parut. Kolagen

pertama kali dideteksi pada hari ke 3 setelah luka, meningkat sampai minggu ke-

3. Kolagen terus menumpuk sampai tiga bulan

4. Fase maturasi (durasi fase 24-365 hari) Epitelisasi, kontraksi dan reorganisasi

jaringan ikat. Dalam setiap cidera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel

pada pinggir luka dan dari sisa-sisa folikel rambut membelah dan mulai

bermigrasi di atas jaringan granula baru.

2.6 Gangguan Kesembuhan Luka

Kesembuhan luka dapat terganggu disebabkan oleh dua faktor : faktor

endogen dan eksogen (Syamsuhidayat dan Jong, 1997 dalam Simanjuntak, 2008).

Penyebab endogen terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut

15

Page 16: Makalah Baf Daun Sirih

koagulopati dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan

menghambat kesembuhan luka sebab hemeostasis merupakan titik tolak dan dasar

fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi

tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi (Syamsuhidayat dan

Jong, 1997 dalam Simanjuntak, 2008).

Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan

mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.

Pemberian sitostatik, obat penekan imun, misalnya setelah transplantasi organ,

dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi kesembuhan luka. Pengaruh setempat

seperti hematom, benda asing, jaringan mati seperti sekuester dan nekrosis serta

adanya infeksi sangat menghambat kesembuhan luka (Syamsuhidayat dan Jong,

1997 dalam Simanjuntak, 2008). Infeksi merupakan penyebab tunggal terpenting

melambatnya penyembuhan, dengan memperpanjang fase peradangan dan

berpotensi meningkatkan jejas jaringan lokal (Kumar dkk, 2007).

2.7 Staphylococcus aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Salle (1961) dalam Dianasari

(2009) adalah :

Kingdom : Bacteria

Divisio : Protophyta

Subdivisio : Schizomycetea

Classis : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Familia : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat

dengan diameter 0,8-1 mm, dapat berdiri sendiri, berpasangan membentuk rantai

atau berkelompok tidak teratur. Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada

kebanyakan pembenihan bakteriologik, dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik.

16

Page 17: Makalah Baf Daun Sirih

Staphylococcus aureus tumbuh paling cepat pada suhu kamar 37ºC, paling baik

membentuk pigmen pada suhu kamar (20-25ºC) dan pada media dengan pH 7,2-

7,4. Koloni pada perbenihan padat berbentuk bulat, halus menonjol, dan berwarna

abu-abu sampai kuning emas tua (Jawetz dkk., 1996).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri koagulase positif, hal ini

membedakannya dengan spesies lain. Staphylococcus aureus merupakan patogen

utama bagi manusia dan hewan, sering menghemolisa darah, mengkoagulasi

plasma, serta menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan toksin.

Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antimikroba sehingga

menimbulkan masalah pengobatan yang sulit (Jawetz dkk., 1996).

2.8 Antimikroba

Zat antimikroba dapat bersifat bakteriostatik yaitu bersifat menghambat

perkembangbiakan bakteri atau bakteriosidal yang memiliki sifat mematikan

bakteri (Jawetz dkk, 1996). Kerja bakterisidal berbeda dari bakteriostatis dalam

hal tidak dapat dipulihkan lagi, yaitu bakteri yang dimatikan tidak dapat lagi

berkembang biak, meskipun sudah tidak terkena zat itu lagi (Jawetz dkk, 1996).

2.9 Bahan Tambahan Larutan Antiseptik

Dalam pembuatan larutan antiseptik ekstrak daun sirih merah ini

menggunakan zat-zat tambahan sebagai berikut :

2.9.1 Disodium Hidrogen Posfat

Disodium Hidrogen Posfat tidak kompatibel dengan alkaloid, antipyrine,

chloral hydrate, timbal asetat, pirogalol, resorsinol dan kalsium glukonat, dan

ciprofloxacin. Interaksi antara kalsium dan fosfat, yang mengarah pada

pembentukan larut kalsium-fosfat mengendap, mungkin dalam parenteral

admixtures.

Bentuk anhidrat dari Disodium Hidrogen Posfat bersifat higroskopis. Ketika

dipanaskan sampai 40oC, sekering dodekahidrat, pada 100oC kehilangan air

kristalisasi, dan pada panas (sekitar 240oC) itu diubah menjadi pirofosfat tersebut,

Na4P2O7. Larutan berair dari Disodium Hidrogen Posfat stabil dan dapat

17

Page 18: Makalah Baf Daun Sirih

disterilkan dengan autoklaf. Bahan massal harus disimpan dalam wadah kedap

udara. di tempat yang sejuk dan kering.

Kelarutan sangat mudah larut dalam air. Memiliki fungsi sebagai larutan

penyangga (HOPE ed 5, 694).

2.9.2 Asam Sitrat

Asam sitrat (C6H8O7) merupakan hablur bening, tidak berwarna atau serbuk

hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa

sangat asam. Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam

etanol, agak sukar larut dalam eter (FI IV, 48). Asam sitrat memiliki kelarutan

yang tinggi dalam air dan mudah diperoleh dalam bentuk granular (Rohdiana,

2002).

2.9.3 Sodium Lauril Sulfat

Sodium lauril sulfat adalah campuran dari natrium alkil sulfat, sebagian

besar mengandung natrium lauril sulfat, CH3(CH2)10CH2OSO3Na. Kandungan

campuran natrium klorida dan natrium sulfat tidak lebih dari 8,0 %. Merupakan

hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda, agak berbau khas. Memiliki

kelarutan yang mudah larut dalam air (FI IV, 595).

2.9.4 Aquadest

Akuades adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air

murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik

atau dengan cara yang sesuai. Air murni lebih bebas kotoran maupun mikroba. Air

murni digunakan dalam sediaan-sediaan yang membutuhkan air terkecuali untuk

parenteral, akuades tidak dapat digunakan (Budiman, Muhammad Haqqi. 2008).

18

Page 19: Makalah Baf Daun Sirih

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan adalah alat pengaduk, corong, kertas saring,

evaporator, Erlenmeyer, timbangan analitik, gelas piala, gelas ukur, alat

maserator, rotary evaporator, pH meter atau pH universal.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi bahan utama dan

bahan tambahan serta bahan analisis. Bahan utama yang digunakan adalah

simplisia daun sirih. Bahan tambahan yang digunakan adalah disodium hidrogen

posfat, asam sitrat, sodium lauryl sulfat, dan aquadest. Bahan analisis yang

digunakan adalah etanol 70%, N-heksan, dan reagen untuk keperluan skrining

fitokimia.

3.2 Metode Percobaan

3.2.1 Determinasi Bahan

Bahan adalah daun sirih merah yang berasal dari Kp.Angkrek-Cibatu,

Kabupaten Garut yang dideterminasi di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati,

Institut Teknologi Bandung.

3.2.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

Daun yang akan diolah menjadi serbuk daun sirih merah dipilih yang

segar, sehat dan berkualitas. Daun yang demikian ialah daun yang tidak busuk,

caat, atau pecah, juga bebas hama penyakit. Daun dikumpulkan, dilakukan sortasi

basah, kemudian dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan, dan dikeringkan dibawah

sinar matahari. Simplisia yang telah kering, dilakukan sortasi kering dan diserbuk

dengan menggunakan blender kemudian diayak.

19

Page 20: Makalah Baf Daun Sirih

3.2.3 Pemeriksaan Mutu Serbuk

Pemeriksaan mutu serbuk meliputi: identifikasi serbuk yaitu pemeriksaan

organoleptis meliputi bau, bentuk dan warna, pemeriksaan kadar air serbuk

(dengan menggunakan metode destilasi toluene), dan skrining fitokimia.

3.2.4 Skrining fitokimia

3.2.4.1 Pemeriksaan senyawa alkaloid

Simplisia ditambah amonia encer lalu digerus dalam mortar. Tambahkan

beberapa mililiter kloroform sambil terus digerus. Filtrat disaring dan dikocok

dengan asam klorida 2N. Lapisan asam dipisahkan kemudian dibagi menjadi 3

bagian. Bagian pertama digunakan sebagai blangko. Bagian kedua ditetesi dengan

larutan pereaksi Mayer dan bagian ketiga ditetesi pereaksi Bouchardat.

Terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer dan endapan jingga coklat pada

penambahan pereaksi Bouchardat menunjukkan reaksi positif adanya alkaloid

(Farnsworth, 1966).

3.2.4.2 Pemeriksaan senyawa saponin

Simplisia ditambahkan air dan digerus dalam mortar hingga lumat. Hasil

penggerusan dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan lagi sedikit air

dan dipanaskan. Setelah dingin tabung dikocok kuat selama beberapa menit.

Pembentukan busa sekurang-kurangnya setinggi 1 cm yang persisten selama

beberapa menit dan tidak hilang dengan penambahan asam menunjukkan adanya

saponin (Farnsworth, 1966).

3.2.4.3 Pemeriksaan senyawa tanin dan polifenol

Simplisia digerus dalam mortir dan dipanaskan di atas penangas kemudian

disaring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama ditetesi dengan pereaksi

besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru hitam menunjukkan adanya tanin dan

polifenolat. Bagian kedua ditambahkan larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih

menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat tanin (Farnsworth, 1966).

3.2.4.4 Pemeriksaan senyawa flavonoid

Simplisia digerus dalam mortir dan dipanaskan dengan air di atas

penangas kemudian disaring. Filtrat yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke

dalam tabung reaksi. Setelah itu tambahkan serbuk Zn, larutan alkohol:asam

20

Page 21: Makalah Baf Daun Sirih

klorida (1:1) dan amil alkohol ke dalam filtrat. Campuran kemudian dikocok kuat-

kuat. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah, kuning atau

jingga yang dapat ditarik oleh amil alkohol (Soetarno, 1997; Farnsworth, 1966).

3.2.4.5 Pemeriksaan senyawa kuinon

Simplisia digerus dalam mortir dan dipanaskan dengan air di atas

penangas kemudian disaring. Filtrat ditetesi dengan larutan NaOH. Terbentuknya

warna kuning hingga merah menunjukkan adanya senyawa kelompok kuinon

(Farnsworth, 1966).

3.2.4.6 Pemeriksaan senyawa triterpenoid dan steroid

Simplisia disari dengan eter. Sari eter kemudian diuapkan hingga kering.

Pada residu diteteskan pereaksi Lieberman-Burchard. Penambahan pereaksi

dilakuakan dalam keadaan dingin. Terbentuknya warna ungu menunjukkan bahwa

dalam simplisia terkandung senyawa triterpenoid, sedangkan bila terbentuk warna

hijau biru menunjukkan adanya kelompok steroid

3.2.4.7 Pemeriksaan senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid

Simplisia disari dengan eter, sari eter kemudian diuapkan hingga kering.

Pada residu diteteskan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau vanilin-asam sulfat.

Penambahan reaksi dilakukan dalam keadaan dingin. Terbentuknya warna ungu

menunjukkan adanya senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

3.2.5 Pembuatan Ekstrak secara Maserasi

Serbuk daun sirih merah 500 gram dimaserasi dengan pelarut N-heksan

sebanyak 8 kali dengan penggantian pelarut. Pelarut N-heksan diperlukan untuk

menghilangkan lemak daun dan klorofil yang tidak diperlukan. Selanjutnya

simplisia di keringkan selama satu hari, dan dilanjutkan maserasi dengan pelarut

etanol 70% selama 3 x 24 jam dengan penggantian pelarut. Maserat yang

diperoleh dengan pelarut etanol 70% kemudian dievaporasi dengan menggunakan

rotary evaporator pada suhu 40OC sehingga diperoleh ekstrak kental.

21

Page 22: Makalah Baf Daun Sirih

3.2.6 Pemeriksaan Kualitas Ekstrak Kental

3.2.6.1 Pemeriksaan Organoleptis

Dilakukan pemeriksaan menggunakan panca indera untuk

mendeskripsikan bentuk, warna, dan bau ekstrak (Depkes, 2000).

3.2.6.2 Uji Kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluene).

Pada metode destilasi harus menggunakan pelarut yang mempunyai massa jenis

lebih ringan daripada air dan mempunyai titik didih lebih besar daripada air,

contohnya toluene. Air yang masuk ke dalam kondensor harus mengalir. Pada

metode ini, sampel dan pelarut dimasukkan dalam labu sampai sampel terendam

kemudian dipanaskan sehingga terjadi penguapan. Uap yang terbentuk akan naik

dan masuk ke kondensor yang mengkondensasi uap sehingga akan mencair

kembali dan ditampung untuk mengukur kadar airnya.

3.2.6.3 Penetapan Bobot Jenis

Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong. Kemudian piknometer diisi

penuh dengan air dan ditimbang, sehingga kerapatan air dapat ditetapkan.

Kemudian piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu

ditimbang sehingga kerapatan ekstrak ditetapkan.

3.2.6.4 Kadar Abu

Sebanyak 2 gram ekstrak ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus

platina atau silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar

perlahan-lahan sampai arang habis. Kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot

tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.2.6.5 Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang telah diperoleh ddaam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,

dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu

yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara.

22

Page 23: Makalah Baf Daun Sirih

3.2.6.6 Kadar Sari Larut Air

Sebanyak 5 gram ekstrak, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air

kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 100 ml) dalam labu bersumbat

sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam,

kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan sampai kering dalam cawan

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan

pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.2.6.7 Kadar Sari Larut Etanol

Sebanyak 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol

(95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sebanyak 20 ml filtrat di uapkan

sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan

dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 oC sampai bobot tetap. Kadar dalam

persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara.

3.2.7 Preformulasi

Pada tahap ini dilakukan studi literatur tentang sifat fisika kimia zat aktif

dan zat tambahan serta ketercampuran dari bahan-bahan yang dugunakan.

3.2.8 Pengumpulan Bahan

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan bahan untuk pembuatan larutan

antiseptik yang terdiri dari ekstrak daun sirih merah, disodium hydrogen posfat,

asam sitrat, sodium lauryl sulfat, dan aquadest.

23

Page 24: Makalah Baf Daun Sirih

3.2.9 Formulasi

Penentuan formulasi larutan antiseptik yang digunakan dalam percobaan

ini berdasar pada Drug Formulation Manual, yaitu :

Bahan F1 F2 F3 F4

Ekstrak daun sirih 0% 5% 10% 15%

Disodium Hidrogen Posfat 3,83 % 3,83 % 3,83 % 3,83 %

Asam Sitrat 1,1 % 1,1 % 1,1 % 1,1 %

Sodium Lauril Sulfat 0,5 % 0,5 % 0,5 % 0,5 %

Aquadest add 100 mL add 100 mL add 100 mL add 100 mL

Prosedur pembuatan :

1. Ambil 30 mL dari 100 mL aquadest. Tambahkan Na2HPO4 sedikit demi

sedikit diaduk sampai melarut. Kemudian tambahkan asam sitrat sedikit demi

sedikit diaduk-aduk sampai hancur dan terlarut. Cek pH dan harus berada

dalam rentang 4-6.

2. Ambil lagi 30 mL aquadest tambahkan ekstrak daun sirih dengan perlahan dan

sedikit demi sedikit dengan konstan pengadukan. Pastikan ekstrak telah

terlarut sempurna.

3. Pindahkan larutan ekstrak ke wadah larutan peyangga. Aduk larutan selama

30 menit.

4. Buat larutan menjadi 70 mL dengan aquadest.

5. Ambil 10 mL aqua destilata ke bejana/wadah yang lain dan tambahkan

Sodium Lauryl Sulfat, aduk sampai larut sempurna. Pindahkan larutan ini ke

wadah utama.

6. Jadikan larutan menjadi 100 mL dan aduk dengan sempurna selama 20 menit.

7. Saring menggunakna mesh 100 bahan stainless

8. Pastikan pH 4-6.

9. Kirim ke tempat quality control. Untuk evaluasi.

24

Page 25: Makalah Baf Daun Sirih

3.2.10 Evaluasi Sediaan Larutan

3.2.10.1 Organoleptis    

Meliputi warna, bau, bentuk atau kekeruhan pada penyimpanan masing-

masing 12 jam.

3.2.10.2 Volume Terpindahkan (FI IV, <1089>)

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah,

dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.  Kocok isi

dari 10 wadah satu persatu.

Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap  wadah ke dalam gelas ukur kering

terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume

yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan

pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak

lebih dari 30 menit. 

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap

campuran:  volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang

dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume

yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 %

dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya

kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu

wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90  % dari volume yang

tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-

rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume

yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang

dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. (Voigt,

R. 1995).

3.2.10.3 Pemeriksaan pH

Sediaan larutan diukur pH-nya menggunakan pH meter.

25