Makalah Artritis Septic Fix (Astri)

53
BAB I PENDAHULUAN A. Penulisan Kasus Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ sistem muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan yang berasal dari bagian lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskeletal. Tanda utama gangguan sistem muskuloskeletal adalah nyeri dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari tingkat yang paling ringan sampai yang sangat berat (Price, Wilson, 2005). Artritis Septik sebagai suatu penyakit sistemik yang dapat menyerang berbagai organ termasuk tulang dan se n di. Lesi pada tulang dan sendi penyebaran hematogen dari kompleks primer pada bagian tubuh lain. Biasanya tejadi 6 – 36 bulan setelah infeksi primer, tetapi dapat saja timbul bertahun – tahun kemudian. Artritis Septik merupakan salah satu jenis penyakit baru dari tuberkulosis , yang tidak menyerang paru, tetapi menyerang susunan tulang. Kuman mycobacterium tuberculosis , yang biasa menyerang paru-paru, ternyata bisa mengalami mutasi dan menyerang tulang , terutama 1

description

semoga bermanfaat guys.....

Transcript of Makalah Artritis Septic Fix (Astri)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penulisan Kasus

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan

bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem

muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot

rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang

menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ sistem

muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa

gangguan tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan

yang berasal dari bagian lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem

muskuloskeletal. Tanda utama gangguan sistem muskuloskeletal adalah nyeri

dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari tingkat yang paling ringan

sampai yang sangat berat (Price, Wilson, 2005). 

Artritis Septik sebagai suatu penyakit sistemik yang dapat menyerang

berbagai organ termasuk tulang dan sendi. Lesi pada tulang dan sendi

penyebaran hematogen dari kompleks primer pada bagian tubuh lain. Biasanya

tejadi 6 – 36 bulan setelah infeksi primer, tetapi dapat saja timbul bertahun –

tahun kemudian.

Artritis Septik merupakan salah satu jenis penyakit baru dari

tuberkulosis, yang tidak menyerang paru, tetapi menyerang susunan tulang.

Kuman mycobacterium tuberculosis, yang biasa menyerang paru-paru, ternyata

bisa mengalami mutasi dan menyerang tulang, terutama susunan tulang

belakang, yang bisa menyebabkan kerapuhan atau kerusakan struktur tulang.Di

Indonesia pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

menunjukan bahwa penyakit Artritis Septik merupakan penyebab kematian

nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada

semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.

Timbulnya Artritis Septik terjadi pada tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini

belum tuntas diberantas. Kondisi ini masih lebih sering terjadi dibandingkan

tumor tulang primer, lesi kemerahan dan kelainan bentuk yang mengakibatkan

kelumpuhan, yang dahulu sering ditemukan dan kini jarang terlihat.

1

Penyebaran secara hematogen dari infeksi tulang dianggap berasal dari paru-

paru dan mungkin terjadi ketika infeksi primer atau dari post primary foci.

B. Daftar Kata Sulit

1. Apa itu Kartilago?

2. Apa itu Ligament ?

3. Apa itu Tendon ?

4. Apa itu Fasia ?

5. Apa itu Bursae ?

6. Apa itu Stapylococcus aureus ?

7. Apa itu Fragmen tulang ?

8. Apa itu Atropi otot ?

9. Apa itu Fibrosis ankylosis ?

10. Apa itu Sinovium ?

C. Daftar Pertanyaan

1. Bagaimana Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal ?

2. Apa definisi dari arthritis septic atau TB tulang ?

3. Apa saja etiologi dari arthritis septic ?

4. Bagaimana manifestasi klinis dari arthritis septic?

5. Bagaimana patofisiologi dari arthritis septic?

6. Apa saja komplikasi dari Artritis Septic ?

7. Bagaimana Stasium Artritis Septic ?

8. Bagaimana Faktor Resiko dari Artritis Septic ?

9. Bagaimana penatalaksanaan dari arthritis septic?

10. Bagaimana pemeriksaan diagnostic untuk arthritis septic?

11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada arthritis septic?

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Jawaban Kata Sulit

1. Kartilago adalah tulang rawan terdiri dari serat-serat yang dilakukan

pada gelatin yang kuat. Kartilago sangat kuat tapi fleksibel dan tidak

bervascular. Nutrisi mencapai kesel-sel kartilago dengan  proses difusi

melalui gelatin dari kapiler-kapiler yang berada di perichondrium (fibros

yang menutupi kartilago) atau sejumlah serat-serat kolagen didapatkan

pada kartilago.

2. Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibros yang tebal dimana

merupakan ahir dari suatu otot dan dan berfungsi mengikat suatu tulang.

3. Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrous yang

membungkus setiap otot dan berkaitan dengan periosteum  jaringan

penyambung yang mengelilingi tendon  tertentu, khususnya pada

pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh membrane

synofial yang memberikan lumbrikasi untuk memudahkan pergerakan

tendon.

4. Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang

didapatkan langsung dibawah kulit sebagai fasia supervisial atau sebagai

pembungkus tebal, jaringan penyambung yang membungkus fibrous yang

membungkus otot, saraf dan pembuluh darah.bagian ahair diketahui

sebagai fasia dalam.

5. Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung dari suatu

tempat, dimana digunakan diatas bagian yang bergerak, misalnya terjadi

pada kulit dan tulang, antara tendon dan tulang antara otot. Bursae

bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak sepaerti pada

olecranon bursae, terletak antara presesus dan kulit.

6. Stapylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang menghasilkan

pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan

tidak motif, umumnya tumbuh berpasangan maupin kelompok.

7. Fragmen tulang adalah retakan pada tulang yang disebabkan karena

terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan letaknya.

3

8. Artropi otot adalah pengecilan atau penyusutan jaringan otot atau

jaringan saraf.

9. Fibrosis ankylosis adalah imobilitas abnormal sendi dapat terjadi

diantara kondilus dan fossa.

10. Sinovium adalah bagian penting dari sendi diartrosis dan secara fisiologi

berfungsi untuk transpor nutrien kedalam rongga sendi serta

mengeluarkan sisa metabolisme.

B. Jawaban Pertanyaan

1. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh mengurus

pergerakan. Komponen utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat.

Sistem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, bursa, dan

jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

a. Embriologi Tulang

Pengetahuan tentang pembentukan, pertumbuhan, dan maturasi tulang

merupakan dasar asuhan keperawan sistem muskuloskeletal. Pembentukan dan

perkembangan merupakan suatu proses morfologik yang unik serta melibatkan

perubahan biokimia. Tulang rawan (kartilago) lempeng epifisis tidak sama

dengan tulang rawan hialin dan tulang rawan artikular karena tulang rawan

lempeng epifisis mempunyai struktur pembuluh darah, zona-zona, dan

susunan biokimia sehingga memberi gambaran matriks yang unik.

Pada fase awal perkembangan tulang embrio (pada minggu ke-3 dan

ke-4), terbentuk tiga lapisan germinal, yaitu ektoderm, mesoderm, dan

endoderm. Lapisan ini merupakan jaringan yang bersifat multipotensial serta

akan membentuk mesenkim yang kemudian berdiferensiasi membentuk

jaringan tulang rawan. Pada minggu ke-5 perkembangan embrio, terbentuk

tonjolan anggota gerak (limb bud) yang didalamnya juga terdapat mesoderm

yang kemudian akan berubah menjadi mesenkim yang merupakan bakal

terbentuknya tulan dan tulang rawan.

4

Perkembangan tulang terjadi melalui dua tahap, yaitu:

a. Pada minggu ke-5 perkembangan embrio, tulang rawan terbentuk dari

prakartilago. Ada 3 jenis tulang rawan, yaitu tulang rawan hialin, tulang

rawan fibrin, dan tulang rawan elastis.

b. Selain minggu ke-7 perkembangan embrio, tulang akan terbentuk melalui

dua cara, yaitu:

1) Secara langsung. Pada proses ini tulang akan terbentuk secara langsung

dari membran tulang dalam bentuk lembaran, misalnya pada tulang muka,

pelvis, skapula, dan tulang tengkorak. Pada penulangan jenis ini dapat

ditemukan satu atau lebih pusat penulangan membran. Proses penulangan

ini ditandai dengan terbentuknya osteoblas yang merupakan rangka dari

trabekula tulang yang penyebaranya secara radial.

2) Secara tidak langsung. Pada proses ini tulang terbentuk dari yulang rawan.

Proses penu8langan tulang rawan terjadi melalui 2 cara, yaitu:

a) Osifikasi sentral. Pada keadaan ini osifikasi tulang terjadi melalui osifikasi

endokondral.

b) Osifikasi perifer. Pada keadaan ini osifikasi terjadi dibawah perikondrium

atauosifikasi periosteum. Mesenkim pada daerah perifer berdiferensiasi

dalam bentuk lembaran yang membentuk periosteum tempat osteoblas

terbentuk didalamnya.

5

b. Tulang Sebagai Struktur Organ

Membentuk rangka penujnang dan pelindung bagi tubuh dan menjadi

tempat melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang

adalah jaringan yang berstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama.

1. Fungsi Utama Tulang

1) Membentuk kerangka badan

2) Sebagai pengumpul dan tempat melekat otot

3) Sebagai bagian dan tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat dalam

seprti otak, sumsum tulangbelakang, jantung, dan paru-paru

4) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium, dan garam

Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik

(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam

(hidroksiapati), yang tyertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks

organik tulang disebut juga osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I

yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organik lain yang uga

menyusun tulang berupa proteoglikan.

Hampir semua tulang berrongga dibagian tengah. Struktur demikian

memaksimalkan kekuatan struktur tulang denngan bahan yang relatif kecil atau

ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam

jaringan. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang

berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat seperti sewaktu

perkembanngan janin atausesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini

akan diganti oleh tulang yang lebih matur yang berbentuk lamelar. Pada orang

dewasa, tulang anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon.

Tulang lamelar terdapat diseluruh tubuh orang dewasa. Tulang lamelar

tersusun dari lempengan lempengan mineral yang sangat padat, dan bukan

merupakan suatu masa kristal yang padat. Pola susunan semacam ini melengkapi

tulang dengan kekuatan yang besar.

c. Pertumbuhan Tulang

Pertumbuhan interstisial tidak dapat terjadi didalam tulang. Oleh

karena itu, pertumbuhan interstisial terjadi melalui proses oksivikasi indro

6

kondal pada tulang rawan. Pada dua lokasi pertumbuhan tulang rawan pada

tulang panjang yaitu:

a. Tulang rawan artikuler. Pertumbuhna tulang panjang terjadi pada daerah

tulang rawan artikuler dan merupakan tempat satu satunya bagi tulang

untuk bertumbuh pada daerah epifisis. Pada tulang pendek, pertumbuhan

tulang dapat terjadi pada seluruh daerah tulang.

b. Tulang rawan lempeng epifisis. Tulang rawan lempeng epifisis merupakan

kemungkinan metafisis dan diafisis untuk bertumbuh memanjang. Pada

daerah pertumbuhan ini terjadi keseimbangan antara dua proses, yaitu:

1) Proses prtumbuhan. Adanya pertumbuhan intertsisial tulang rawan dari

lemoeng epifisis memungkingkan terjadinya penebalan tulang .

2) Proses klasifikasi. Kematian dan penggatian tulang rawan pada daerah

permukaan metafisis terjadi melalui proses osifikasi.

d. Anatomi Tulang

Secara garis besar tulang dibagi menjadi enam,

a. Tulang panjang (long bone), misalnya tibia, fibula, ulna, dan humerus. Daerah batas

disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis.

Di daerah ini sangat sering di temukan adanya kelainan atau penyakit karena daerah

ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh

darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan

menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.

7

8

b. Tulang pendek ( short bone), misalnya tulang-tulang karpal.

9

c. Tulang pipih (flat bone), misalnya tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.

10

d. Tulang tak beraturan (iregular bone), misalnya tulang vertebra.

e. Tulang sesamoid misalnya tulang patela.

11

f. Tulang sutura (sutural bone), ada di atap tengkorak.

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar disebut korteks dan

bagian dalam (endosteum) yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya

dilapisi oleh periosteum. Periosteum pada anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang

memungkinkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingakan pada orang

dewasa.

e. Histologi Tulang

Berdasarkan histologinya, pertumbuhan tulang terbagi dalam 2 jenis:

a. Tulang imatur (non-lamelar bone, woven bone, fiber bone), terbentuk pada

perkembangan embroinal dan tidak terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur

mengandung jaringan kolagen.

12

b. Tulanng matur (mature bone, lamelar bone), ada dua jenis, yaitu tulang kortikal

(cortical bone, dense bone, compact bone) dan tulang trabikular (cancellous bone,

trabecular bone, spongiosa)

Secara histologis, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,

jaringan kolagen, dan mukopolisakarida.

Diafisis atau batang merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.

Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis

adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang. Darerah ini terutama

disusun oleh tulang trabelukar atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah.

Sumsum merah terdapat juga dibagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak,

sum-sum merah mengisi sebagian besar bagian dalam dari tulang panjang, tetapi

kemudian, diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya anak

tersebut. Pada orang dewasa, aktivitas hematopoietik menjadi terbatas hanya pada

sternum dan krista iliaka walaupun tulang yang lain masih berpotensi aktif lagi bila

diperlukan. Sumsum kuning yang terdapat pada diafisis tulang orang dewasa terutama

terdiri atas sel-sel lemak.

Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk

pelekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah

pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang

dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan

metafisis sehingga pertubuhan tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan

fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi

dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebnayakan tulang

panjang mempunyai arteri nutrisi. Lokasi dan keutuhan pembuluh-pembuluh inilah

yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

Histologi yang spesifik dari lempeng epifisi atau kempeng pertumbuhan ini

merupakan faktor yang penting untuk memahami cedera pada anak-anak(gambar1.7).

Lapisan sel paling atas letaknya dekat epifisis disebut daerah sel istirahat. Lapisan

berikutnya adalah zona poliferasi. Pada zona ini terjadi pembelahan aktif sel dan

disinilah mulainya pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong kearah

batang tulang,kedalam daerah hipertrofi, tempat sel-sel membengkak , menjadi lema,

dan secara metabolik menjadi tidak aktif. Patah tulang epifisis pada anak-anak sering

13

terjadi ditempat ini dan cedera dapat meluas kedaerah klasifikasi provisional. Didalam

daerah klasifikasi provisional inilah sel-sel mulai menjadi keras menyerupai tulang

normal. Bila daerah poliferasi mengalami kerusakan, pertumbuhan dapat terhenti

karena retardasi pertumbuhan lngitudinal anggota gerak tersebut atau terjadi deformitas

progresif bila hanya seagian lempeng tulang yang mengalami kerusakan berat.

f. Fisiologi Sel Tulang

Tulang adalahsuatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : osteoblas,

osteosit, dan osteoklas (lihat gambar 1.5)

a. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan

sebagai matris tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut

osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas

menyekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranan penting

dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari

fosfatase alkali akan memasuki aliran darah sehingga kadar fosfatase alkali didalam

daerah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang

setelah jadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah

mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.

b. Osteosit adalah sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk

pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

c. Osteoklas adalah sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks

tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis

tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan

beberapa asam yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas

kedalam aliran darah.

Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu

tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak yang lebih banyak

terjadi pembentukan daripada absorpsi tulang. Proses ini penting penting untuk fungsi

normal tulang. Keadaan ini membuat tulang dapat berespons terhadaptekanan yang

meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.

Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis yang

semakin meningkat. Perubahan tersebut juga membantu mempertahankan kekuatan

tulang pada proses penuaan,. Matriks organik yang sudah berdegenerasi sehingga

14

membuat tulang relatif mejadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru

memerlukan matriks organik baru sehingaa memberi tambahan kekuatan pada tulang.

g. Biokimia Tulang

Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan

tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk

perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia

utama tulang.

Komposisi tulang terdiri atas substansi organik 33 % dan substansi inorganik 67% .

a. Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau

matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matris (90%), sedangkan

sisanya adalah asam hialuronat dan kondroitin asam sulfat.

b. Substansi inorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat dan sisanya adalah

bagian magnesium, natrium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah

fosfatase alkali yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai

peranan yang penting dalam produksi organik matriks sebelum klasifikasi.

h. Metabolisme Tulang

Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan kadar hormon

paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang, yang

menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Disamping

itu, peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan menyebabkan peningkatan

jumlah dan aktivitas osteoklas sehingga terjadi demineralisai. Peningkatan kadar

kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu

ginjal.

Metabolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat. Tulang mengandung 99%

dan seluruh kalsium tubuh dan 90% dari selurugh fosfat tubuh. Kalsium memiliki

beberapa fungsi penting dalam tubuh

Fungsi Penting Kalsium dalam tubuh

a. Dalam mekanisme pembekuan darah

b. Transmisi implus neuromuskular

c. Iritabilitas dan Ekaitibilitas otot

d. Keseimbangan asam basa.

15

e. Permeabilitas membran sel.

f. Sebagai pelekat (adhesiveness) di antara sel-sel

g. Memberi rigiditas dan kekuatan meksnik tulang.

Pengaturan konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstrasel sangat penting dalam

proses homeostasis asam-basa. Beberapa organ yang terlibat dalam proses homeostasis

pengaturan ion kalsium tersebut meliputi ginjal, intestinal, dan tulang.

Pada keadaan konsentrasi ion kalsium melebihi kisaran (kadar) normal dalam

cairan ekstrasel (> 11 mg/dl), organ intestinal dengan kalsitriol akan berupaya

menurunkan absorpsi ion kalsium dari ekstrasel. Ginjal kemudian membiarkan

pelepasan ion kalsium keluar bersama urine sehingga kadar ion kalsium keluar bersama

urine sehingga kadar ekstrasel dapat menurun. Tulang membantu proses penurunan

konsentrasi ion kalsium ini dengan mekanisme penghambatan pengeluaran ion kalsium

oleh osteoklas dan penguncian pengeluaran ion kalsium dari matriks tulang oleh

osteoblas.

Pada keadaan konsentrasi ion kalsium di bawah kisaran (kadar) normal dalam

cairan eksternal (<8,5 mg/dl), organ intestinal dengan kalsitriol akan berupaya

meningkatkan absorpsi ion kalsium dari ekstrasel. Ginjal kemudian mempertahankan

ion kalsium dalam ekstrasel dapat tetap stabil. Tulang membantu proses peningkatan

konsentrasi ion kalsium ini dengan mekanisme peningkatan stimulasi pelepasan dan

penyimpanan ion kalsium oleh osteoklas tulang.

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah

besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormone

paratiroid yang tingggi. Bila tidak ada vitamin D, hormone paratiroid tidak akan

menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu

flaksikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh

usus halus.

Estrogen menstimulasi osteoblas. Penurunan estrogen setelah menopause

mengurangi aktivitas aktivitas osteoblastik, yang menyebabkan penurunan matriks

organic tulang. Umumnya, klasifikasi tulang tidak terpengaruh oleh osteoporosis yang

terjadi pada yang terjadi pada wanita sebelum usia 65 tahun. Akan tetapi, berkurangnya

matriks organiklah yang merupakan penyebab osteoporosis.

16

i. Faktor yang Mempengaruhi Massa Pembentukan Tulang

a. Vitamin D

Berfungsi meningkatkan jumlah kalsium dalam darah dengan meningkatkan

penyerapan kalsium dari saluran pencernaan. Kekurangan vitamin D dapat

menyebabkan deficit mineralisas, deformitas dan patah tulang.

b. Horman parathyroid dan kalsitonin

Merupakan hormone utama pengatur homeostasis kalsium. Hormon

parathyroid mengatur konsentrasi kalsium dalam darah, sebagian dengan cara

merangsang perpindahankalsium dari tulang. Sebagian respon kadar kalsiumdarah

yang rendah, peningkatan hormone parathyroid akan mempercepat mobilisasi

kalsium, demineralisasi tulang, dan pembentukan kista tulang. Kalsitonin dari

kelenjar tiroid meningkatkan penimbunan kalsium dalam tulang.

c. Peredaran darah

Pasokan darah juga mempengaruhi pembentukan tulang. Dengan menurunnya

pasokan darah / hyperemia (kongesti) akan tejadi penurunan osteogenesis dan tulang

mengalami osteoporosis (berkurang kepadatannya). Nekrosis tulang akan terjadi bila

tulang kehilangan aliran darah.

Pada keadaaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada

suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak diman

lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang.

Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang

dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat dan untuk mencegah terjadi patah

tulang. Perubahan tesebut membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses

penuaan. Matrik organic yang sudah tua berdegenerasi, sehingga membuat tulang

relative menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang baru memerlukan matrik

organic baru, sehingga memberi tambahan kekuatan tulang. (Price,S.A,1995 : 1179).

j. Anatomi sendi

Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang inin

dipadukan dengan berbagai cara, misalnya kapsul sendi, pita fibrosa, ligament,

tendon, fasia, atau otot. Ada tiga tipe sendi sebagai berikut.

a. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi

fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan yang lainnya

dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Salah satu contohnya adalah

sutura pada tulang-tulang tengkorak. Contoh yang kedua disebut sindesmosis yang

17

terdiri dari suatu membrane interoseus atau suatu ligament di antara tulang. Serat-

serat ini memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan gerakan sejati. Perlekatan

tulang tibia dan fibula bagian distal adalah contoh tipe sendi fibrosa ini

b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak.

Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh

tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak. Tipe

sendi kartilaginosa.

Dua tipe sendi kartilago :

1. Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang diliputi oleh tulang rawan

hialin, sendi-sendi kostokondral adalah contoh sinkondrosisi.

2. Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki hubungan

fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin yang

menyelimuti permukaan sendi simfisis pubis dan sendi-sendi pada

tulang punggung adalah contoh-contohnya.

c. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakan dengan bebas.

Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi ini dilapisi tulang rawan

hialin.

Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam

yang terbentuk dari jaringan penyambung berembuluh darah banyak, serta

sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan

membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas

melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi

secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian membentuk sinovium.

Periosteum tidak melewati kapsul sendi.

Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi

permukaan sendi.cairan synovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak

berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3 ml). hitung

sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama

adalah sel-sel mononuclear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung

jawab atas viskositas cairan siovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi

tulang rawan sendi. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung

beban tubuh pada sendi sinovial. Tulang rawan ini memegang peran penting dalam

18

membagi beban tubuh. Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar

subtansi dasar. Subtansi dasar ini terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang

di hasil kan oleh sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang di te,uka pada tulang

rawan sendi sangat hidrofilit sehingga memungkinkan tulang rawan tersebut

mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban yang berat.

Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,

atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain di bawa oleh cairan

sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan

pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.

Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe 1 yang lebih

fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagai kemampuan hidrofiliknya.

Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya untuk

menahan kerusakan bila di berikan beban berat.

Sendi di lumasi oleh cairan sinovial dan oleh cairan sinovial dan oleh

perubahan hidrostatik yang terjadi pada cairan interstisial tulang rawan. Tekanan

yang terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan ke bagian

yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendii ke depan, cairan

yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian

akan bergerak ke belakang kembali ke bagian tulang rawan sendi dan tulang-tulang

yang membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama

terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun terlalu

banyak digerakkan.

Aliran darah ke sendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah mulai

masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat

tebal di bagian sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini

memungkinkan bahan-bahan di dalam plasma berdifusi dengan mudah ke dalam

ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di sinovium karena di

daerah tersebut untak mendapat aliran darah dan juga terdapat banyak sel mast dan

sel lain serta zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan

memperkuat respons peradangan.

Saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul send, dan

sinovium. Saraf-saraf ini berfungsi untuk memberi sensitivitas pada struktur-

struktur ini terhadap posisi dan pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul, kapsul,

ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat sensitif terhadap peregangan dan

19

perputaran. Nyeri yanmg timbul dari kapsul sendi atau sinovium cenderung difus

dan tidak terlokalisasi. Sendi dipersyarafi oleh saraf-saraf perifer yang

menyeberangi sendi. Ini berarti nyeri dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada

sendi lainnya,m misalkan nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri

lutut.

k. Jaringan Penyambung

Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan terutama adalah

jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan subtansi dasar. Dua macam sel

yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap

berada pada jaringan penyambung. Sel-sel ini memegang peran penting pada reaksi

imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit reumatik. Jenis sel yanmg kedua

dalam jaringan penyambung ini adalah serl-sel yang tetap berada di dalam jaringan

(seperti fibroblas, kontrosit, dan esteblas). Sel-sel ini mensintesis berbagai macam

serat dan proteoblikan dari subtansi dasar dan membuat tiap jaringan penyambung

memiliki susunan sel yang tersendiri.

Serat-serat yang terdapat di dalam subtansi dasar adalah kolagen dan elastin.

Setidaknya terdapat sebelas kolagen yang dapat di klasifisikan menurut rantai

molekul, lokasi, dan fungsinya. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase.

Enzim proteoletik ini membuat molekul stabil berubah menjadi molekul tisdak stabil

pada suhu fisiologis dan selanjutnya di hidrolisasi oleh proses lain. Pewrubahan

sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada orang-orang yang usianya semakin lanjut.

Penikatan aktivitas kolagernase terlihat pada bentuk penyakit reumatik yang

diperantai oleh imunitas, seperti artritis rematoid.

Satu dengan lainnya dan berinteraksi dengan kolagen. Perubahan fungsional dan

struktural utama yang menjadi dari proses penuaan normal menyebabkan perubahan

biokimia jaringan penyambung dan terjadi terutama pada serat dan proteoglikan.

20

REAKSI JARINGAN TERHADAP KELAINAN DAN TRAUMA

MUSKULOSKELETAL

Tulang merupakan suatu jaringan ikat dengan spesifikasi yang khusus dan bereaksi

secara terbatas terhadap suatu keadaan abnormal. Secara umum, tulang bereaksi terhadap

keadaan abnormal melalui tiga cara, yaitu kematian lokal, gangguan deposisi tulang, dan

gangguan resorpsi tulang.

1. Reaksi tulang

a. Reaksi umum pada tulang. Reaksi umum tulang terhadap suatu trauma ada dua,

yaitu:

1) Depoksisi tulang yang lebih besar dari pada resorsi

a) Osteopetrosis (marble bones). Pada kelainan ini, deposisi tulang mungkin

normal, tetapi resorpsinya terganggu sehingga secara keseluruhan deposisi

tulang meningkat

b) Akromegali. Adanya peningkatan deposisi tulang pada akromegali terjadi

akibat osifikasi intramembran pada periosteum.

2) Tulang yang lebih besar dari pada deposisi

a) Osteoporosis (osteopenia). Pada osteoporosis, deposisi tulang berkuarang

akibat berkurangnya pembentukan osteoblas matriks (osteoid) disertai dengan

resorpsi yang meningkat.

b) Rakitis dan osteomalasia. Pada rakitis dan osteomalasia, pembentukan matriks

normal, tetapi kalsifikasi matriks berkurang (hipokalsifikasi).

b. Reaksi lokal tulang, reaksi lokal tulang terhadap suatu trauma ada dua yaitu:

1) Deposisi tulang yang lebih besar daripada resorpsi.

a) Hipertrofi akibat kerja. Akibat tekanan dan tegangan yang berlebihan pada

suatu tempat tertentu, terjadi deposisi lokal pada tulang.

b) Osteortritis degeneratif. Tulang di bawah daerah subkondral yang seccara

intermiten menanggung beban berlebihan, deposisinya akan meningkat dan

terlihat gambaran sklerosis pada foto rontgen.

c) Fraktur. Periosteum dan endosteum tulang bereaksi terhadap trauma melalui

peningkatan deposisi tulang pada daerah fraktur serta membentuk jaringan

parut yang merupakan suatu proses penyembuhan.

21

d) Infeksi. Terjadinya pus di bawah periosteum menyebabkan periosteum

terangkat dan terjaid deposisi tyulang yang beru sebagai akibat reaksi tulang

terhadap infeksi.

e) Neoplasma osteosklerosis. Meningkatnya deposisi tulang juga dapat terjadi

akibat suatu neoplasma (mis., pada osteoid osteoma) dan disebut bone

reactive.

2) Resorpsi tulang yang lebih besar daripada deposisi.

a) Disuse osteoporosis. Resorpsi tulang terjadi karena anggota gerak kurang

digunakan/digerakkan , misalnya pada imobbilisasi yang lama atau akibat

adanya paralisis otot.

b) Artitis reumatoid. Resorpsi pada tulang dapat menyebabkan peningkatan

resorpsi lokal tulang yang disebut osteolisis.

c) Tumor osteolitik. Adanya tumor pada tulang (terutama tumor ganas) akan

menyebabkan terjadinya peningkatan resorpsi tulang (osteolisis).

c. Reaksi pada otot,. Reaksi otot terhadap suatu trauma meliputi:

1) Disuse atrofi. Pada keadaan ini, atrofi terjadi apabila otot tidak diergunakan

secara normal dalam jangka waktu tertentu.

2) Hipertrofi kerja. Bila otot dilatih untuk suatu ketahanan tertentu atau

dipergunakan secara berlebihan , dapat terjadi hipertrofi otot.

3) Nekrosis iskemia. Penyumbatan srteri otot, baik karena spasme yang terus

menerus , trombosis, atau emboli dalam jangka waktu 6 jam dapat menyebabkan

nekrosis otot.

4) Kontraktur. Apabila terjadi pemendekan otot dalam jangka waktu tertentu, dapat

terjadi kontraktru otot. Kontraktur juga dapat terjadi akibat penyakit tertentu (mis,

pada polimielitis atau distrofi muskular).

5) Regenerasi. Bila terjadi kelainan otot, akan terjadi regenerasi serabut otot dalam

batas-batas tertentu.

2. Deformitas Muskuloskeletal

a. Deformitas yang dapat terjadi pad atulang

1) Ketidak sejajaran tulang (loss of aligment)

Tulang panjang dapat mengalami gangguan dalam kesejajaran, karena terjadi

deformitas torsional atau deformitas angulasi

2) Abnormalitas panjang ttulang (abnormal length)

22

Kelainan panjang pada tulang dapat berupa tulang memendek/menghilang sama

sekali atau panjangnya melebihi normal.

3) Pertumbuhan deformitas tulang

Abnormalitas pertumbuhan tulang dapat terjadi akibat adanya kelainan pada

tulang, misalnya osteoma atau osteokondroma.

b. Penyebab deformitas tulang.

1) Pertumbuhan abnormal bawaan pad atulang

Kelainan bawaan pada tulang dapat berupa aplasia, displasia, duplikasi, atau

pseudoartrosis.

2) Fraktur

Deformitas juga dapat terjadi karenan kelainan penyembuhan fraktur berupa mal-

union atau non-union. Kelainan lain, yaitu fraktur patologis yang terjadi karena

sebelumnya sudah ada kelainan patologis pada tulang.

3) Gangguan pertumbuhan llempeng epifisis

Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis, baik karena trauma maupun kelainan

bawaan, dapat menyebabkan deformitas tulang

4) Pembengkokan abnormal tulang

Pada keadaan tertentu, dapat terjadi pembengkokan tulang, misalnya pada

penyakit metabolik tulang yang bersifat umum, rakitis, dan osteomalasia.

5) Pertumbuhan berlebihan pada tulang matur

Pada kelainan yang disebut penyakit. Paget, terjadi penebalan tulang. Kalainan ini

dapat pula terjadi pada osteokondroma karena terjadi pertumbuhan lokal.

c. Deformitas pada sendi

1) Bergesernya sendi

Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila hanya

sebagian yang bergeser disebut sublukasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.

2) Mobilitas sendi yang berlebihan

Kapsul dan ligamen sendi merupakan jaringan fibrosa yanjg berfungsi

mengamankan sendi dari gerakan yang abnormal. Apabila terdapat kelemahan

(laxity) kapsul/ligamen karena suatu sebab, akan terjadi kecenderungan

hipermobilitas sendi.

3) Mobilitas sendi yang berkurang

Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi karena salah satu sebab

sehingga kemampuan pergerakan sendi kurang dari normal

23

d. Penyebab deformitas sendi

1) Pertumbuhan abnormal bawaan pada sendi

Gangguan stabilitas sendi dapat terjadi sejak lahir, misalnya pada dislokasi

panggul bawaan atau fibrosis pada jaringan sekitar sendi mis., pada srtrogriposis

multipel kongenital).

2) Dislokasi akuisita

Dislokasi sendi dapat pula terjadi secara akuisita (didapat) baik karena trauma

(yang mengakibatkan robekan pada ligamen), infeksi tulang, atau karena

instabilitas sendi.

3) Hambatan mekanis

Pada osteoartritis atau fraktur intra-artikuler, permukaan sendi menjadi ireguler

sehingga terjadi ketidaksesuaian (incongruous) permukaan sendi dan dapat

menimbulkan gangguan gerakan sendi akibat adanya blok yang bersifat mekanis.

4) Adhesi sendi

Pada suatu infeksi , misalnya penyakit artritis septik atau artritis reumatoid, dapat

terjadi adhesi pada sendi yang bersangkutan.

5) Kontraktur otot

Deformitas sendi dapat pula disebabkan oleh kontraktur otot, misalnya akibat

spasme otot yang berkepanjangan atau pada iskemia Volkmann.

6) Ketidakseimbangan otot

Ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan deformitas sendi, misalnya pada

penyakit polimielitis, paralisis yang bersifat flaksid/spastik, dan paralisis serebral.

7) Kontraktur fibrosa pada fasia dan kulit (fibrous contractures of fascia and skin)

Deformitas sendi dapat pula terjadi akibat kontraktur fasia dan kulit, baik

kontraktur akibat adanya jaringan perut pada kulit /fasia karena suatu sebab

( misalnya luka bakar ) ataupun kontraktur dupuytren .

8) Tekanan eksternal

Tekanan yang terus-menerus pada sendi di satu sisi tertentu akan menyebabkan

trauma pada sisi tersebut dan akan mengakibatkan gangguan sendi.

9) Deformitas sendi yang tidak jelas kausanya

Dalam kelompok ini di masukkan deformitas sendi yang kausanya tidak di

ketahui ( misalnya skoliosis.

24

3. Penyembuhan Tulang

Seorang Ners dalam memberi asuhan keperawatan sistem muskuloskeletal perlu

mengetahui fase-fase penyembuhan tukang yang telah mengalami kerusakan akibat

suatu trauma / patah tulang. Ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak

hanya di tambal dengan jaringan parut, namun tulang sendiri akan mengalami

regenerasi secara bertahap. Tahapan penyembuhan tulang ( Gamabar 1.13 ) meliputi

fase inflamasi, fase proliferasi sel, fase pembentukan dan penulangan kalus ( osifikasi ),

dan fase remodeling menjadi tulang matur.

a. Inflamasi, dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respons yang sama dengan

bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang

cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen

tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera

kemudian akan diinvasi oleh makrofag ( sel darah putih besar ), yang akan

membersihkan daerah tersebut, terjadi inflamasi, membengkakan, dan nyeri . tahap

inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya

pembengkakan nyeri.

b. Proliferasi sel. Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi.

Terbentuk benang-benang fibris dalam jendelan darah, membentuk jaringan untuk

revaskularisasi, dan terjadi invasi fibroblas dan osteoblas.

25

c. Pembentukan kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan

tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang

digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan, dan tulang serat imatur. Bentuk

kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung

berhubungan dengan jumlah kerusakan dan persgeseran tulang. Perlu waktu 3

sampai 4 minggu agar fragma tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan

fibrosa.secara klinis, fragma tulang tidak bisa lagi digerakkan.

Osifikasi. Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3

minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus-menerus

ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus

tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,

penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.

d. Remodeling. Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan

mati dan reorganisasi tulang baru kesusunan struktural sebelumnya. Redeling

memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada beratnya

modifikasi tulang yang di butuhkan, fungsi tulang, kasus yang melibatkan tulang

kompak dan kanselus serta stres fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami

penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak,

khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan

permukaan patah tulang tidak lagi negatif.

Proses penyebuhan tulang dapat di pantau dengan pemeriksaan sinar-X

Imobilisasi harus memadai sampai tampak tanda-tanda adanya kalus pada gambaran

sinar -X. Kemajuan program terapi ( dalam hal ini pemasangan gips pada pasien

yang mengalami patah tulang femur telah ditinggalkan dan pasien diimobilisasi

dengan traksi skelet ) ditentukan dalam adanya bukti penyebuhan patah tulang.

26

2. Definisi dari Artritis Septic

Arthritis septic adalah sendi yang mengalami infeksi

akibat penyebaran dari infeksi ditempat tubuh lain

(penyebaran hematogenesus) atau secara langsung akibat

trauma atau intervensi bedah (Putra, diakses pada 25 Maret

2013).

Arthritis atau radang sendi merupakan istilah dari reumatik artikuler

(mengenai sendi), dikenal dalam berbagai bentuk, diantaranya yang

paling umum yaitu Arthritis Reumatiod, Osteoarthritis, dan Gout (arthritis

pirai). Semua bentuk Arthritis bermula dengan teradangnya jaringan-

jaringan halus seperti jaringan ikat, ligamen, dan tendon dekat tulang

sendi. Dapat dikatakan pula bahwa Arthritis merupakan keluhan penyakit

27

rematik yang umum pada segala usia, gejala yang sering dirasakan

seseorang selama kehidupannya. Arthritis mengakibatkan rasa sakit dan

membatasi gerakan penderita.

3. Etiologi

Stapylococcus aureus merupakan bakteri yang sering menyebabkan

arthritis bacterialis dan osteomelitis pada manusia. Diduga, kemampuan

sthapylococcus aureus untuk menginfeksi sendi berhubungan dengan

interaksi antara bakteri tersebut dengan komponen matriks

ekstrasululer.

Produk-produk bakteri seperti endotoksin (lipopolisakarida) bakteri

gram negative, fragmen dinding sel bakteri gram positif dan kompleks

imun akan merangsang sel-sel synovial untuk melepaskan TNF- (α tumor

necrosis factor alfa) dan IL – 1 (β Interleukin-1 beta) yang akan

mencetuskan infiltrasi dan aktivasi sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear).

Bakteri akan difagositosis oleh vacuolated synovial linning ells dan sel –

sel PMN. Sel-sel fagositik tersebut, memiliki sistem bakterisidal,

kemampuannya mematkan bakteri tergantung pada virulensi bakteri

yang menginfeksi. Komponen bakteri yang membentuk kompleks

antigen-antibodi,  akan  mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik,

sedangkan toksin bakteri akan mengaktifkan komplemen melalui jalur

alternative. Fagositosis bakteri yang mati oleh sel-sel PMN, juga dapat

menyebabkan autolysis sel, PMN akan melepaskan enzim lisozomal

kedalam sendi yang menyebabkan kerusakan synovial, ligament dan

rawan sendi. Selain itu, sel PMN dapat merangsang metabolisme asam

arakidonat dan melepaskan kolagenase, enzim-enzim proteolitik dan IL-1

sehingga reaksi inflamasi bertambah hebat.

4. Manifestasi Klinis

Pasien dengan arthritis septic biasanya datang dengan sendi yang hangat,

nyeri, bengkak dengan penurunan rentang gerak. Menggigil sistemik,

demam, dan leukositosis. Pengkajian adanya focus primer infeksi

(misalnya adanya karbunkel) harus dicari. Pasien lansia dan orang yang

memakai kortikosteroid atau obat imunosupresif mungkin tidak

memperlihatkan manifestasi klinis yang khas untuk adanya infeksi. 

28

Gejala klinis yang tampak pada bayi berbeda dengan pada anak-anak dan

dewasa, yaitu :

Bayi

1. Dapat ditemukan kekakuan pada sendi yang terkena

2. Nyeri pada pergerakan sendi

3. Dapat terjadi demam, namun gejala ini bukan patokan utama

4. Dapat terjadi dislokasi patologik pada sendi pada minggu kedua.

Gejala klinis pada: Anak-anak dan dewasa

1. Anak-anak dan orang dewasa dapat memberitahu lokasi terjadinya

sakit dan nyeri yang timbul saat pergerakkan

2. Karena  sendi  sakit,  maka  tubuh  secara  otomatis  berusaha 

untuk  melindunginya  dengan mengontraksikan otot-otot disekitar

sendi

3. Kekakuan sendi jelas terlihat

4. Adanya demam

Pasien dengan Artrits Septic Akut di tandai dengan

(Sudoyo,dkk.2009):

1.      Nyeri sendi hebat.

2.      Bengkak sendi.

3.      Kaku dan gangguan fungsi sendi.

4.      Demam.

5.      Kelemahan umum.

5. Patofisiologi

Pada sendi synovial yang normal, kartilago artikuler membungkus

ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta

ulet untuk gerakan. Membrane synovial melapisi dinding dalam kapsula

fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar tulang. Cairan

synovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan

pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam

arah yang tepat. Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering

terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik.

Semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam

29

derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada

persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori,

inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi

merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukkan pannus

(proliferasi jaringan synovial).

Inflamasi merupakan akibat dari respons imun. Sebaliknya pada

penyakit rematik degenerative dapat terjadi proses inflamasi yang

sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu

proses reaktif dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada

penyakit yang lebih lanjut.

6. Komplikasi

Komplikasi Dini

1.    Kematian

2.    Kerusakan sendi

3.    Dislokasi patologik dari sendi

4.    Kematian tulang

Komplikasi Lanjut

1.    Penyakit degeneratif pada sendi

2.    Dislokasi permanen

3.    Fibrous ankylosis

4.    Bone ankylosis

7. Stadium Arthritis Septic

Apley membagi 3 stadium, yaitu (Muttaqin, 2008):

1. Stadium akut.

Ditemukannya peradangan local berupa kemerahan, pembengkakan

sendi, atropi otot. Dengan pemeriksaan radiologi, terlihat adanya

refraksi tulang. Pada stadium dini terjadi peradangan sinovium

(sinovitis), pembengkakan sinovium, dan belum terdapat kerusakan

tulang rawan.

2.      Stadium Penyembuhan

Pada stadium ini terjadi penyembuhan secara berangsur-angsur.

Gejala klinis seperti panas dan nyeri menghilang serta terjadi klasifikasi

pada tulang.

30

3.      Stadium Residual

Bila penyembuhan penyakit terjadi sebelum ada kerusakan pada

sendi, akan terjadi penyembuhan sempurna, tetapi bila telah terjadi

kerusakan pada tulang rawan sendi, akan terdapat gejala sisa/sekuela

yang bersifat permanen berupa fibrosis dan deformitas sendi.

8. Faktor Resiko Terjadinya Artritis Septic

Sendi lutut sering dikenai dan biasanya bersifat indolent monoartritis.

Beberapa faktor resiko antara lain (Sudoyo,dkk.2009) :

1.      Protesis pada sendi lutut dan sendi panggul disertai infeksi kulit.

2.      Infeksi kulit tanpa protesis.

3.      Protesis panggul dan lutut tanpa infeksi lutut tanpa infeksi kulit.

4.      Umur lebih dari 80 tahun.

5.      Diabetes Melitus.

6.      Artritis Rheumatoid yang mendapat pengobatan imunosupresif.

7.      Tidakan bedah persendian.

Tuberkulosis sendi dan tulang terutama mengenai daerah tulang belakang

(50 – 70 %) dan sisanya pada sendi – sendi besar seperti panggul, lutut,

pergelangan tangan, sendi bahu dan daerah persendian kecil.

9. Pemeriksaan Diagnostik

1. Artrosentesis : pemeriksaan cairan synovial dengan jarum. Normalnya

cairan berwarna jernih, viskus, berwarna kuning seperti jerami dengan

volume yang sedikit dan mengandung beberapa sel. Pada inflamasi

sendi cairan keruh, warna kuning gelap, bisa seperti susu, mengandung

sel inflamasi seperti leukosit, dan komplemen (protein plasma).

2.  Foto rontgen

Misalnya pada tuberculosis tulang belakang akan dijumpai hilangnya

sudut anterior superior atau inferior dari badan vertebra dan

hilangnya rongga antar vertebra.

3. Tes darah

Tes darah terhadap titer anti- stafilococus dan anti – streptolisisn

hemolisin, tifoid, paratifoid, dan bruselosis dapat membantu

penegakan diagnosis pada kasus sulit dan pada pusat-pusat dengan

31

pusat yang memadai. Leukosit kadang meningkat sampai

50.000/mm3 (nilai normal : 4.000-10.000/mm3).

4. Biopsi jarum

Juga dapat bermanfaat pada kasus sulit, namun membutuhkan

pengalaman serta pemeriksaan histology yang baik.

5. Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan ini terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu diskus

intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam sum-sum

tulang belakang.

6. Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi. Pemeriksaan mielografi

dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sum-sum tulang

belakang.

10.Pencegahan dan Penatalaksanaan Medik

Arthritis ini tidak bisa dicegah, ataupun diobati secara tuntas, tetapi

anda apabila terkena penyakit ini jangan putus asa, ada beberapa cara yg

dapat anda lakukan untuk mengurangi gejala dan memperlambat

progresivitas penyakit  ini, antara lain:

1. Olahraga: Untuk menjaga kelenturan sendi dan membantu agar otot

menjadi lebih kuat.  khususnya daerah lutut, disarankan untuk

mnghindari Olahraga yg mnyebabkan adanya penumpuan di daerah

lutut (olahraga yg mngandung unsur “lompat melompat”) karena hal

ini hanya akan membuat lutut semakin nyeri.

2. Menurunkan berat badan.: Untuk membantu mengurangi tekanan

pada sendi.

3. Pemberian obat / suplemen (baik yg diminum, dioles dan disuntik):

Biasanya diberikan untuk mengurangi nyeri dan radang pada sendi

dan untuk memperbaiki struktur tulang rawan.

4. Operasi: Biasanya dilakukan pada arthritis yg Berat.

5. Fisioterapi.

32

11.Asuhan keperawatan artitis septik

A. Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan

organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan

misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk

arthritis lainnya.

1. Aktivitas/ istirahat

Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres

pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan

simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu

senggang, pekerjaan, keletihan.

Tanda : Malaise

Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada

sendi.

2. Kardiovaskuler

Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten,

sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

3. Integritas ego

Gejala : Faktor-faktor stres akut/kronis: mis; finansial, pekerjaan,

ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan

ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan). Ancaman pada konsep diri,

citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).

4. Makanan/ cairan.

Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi

makanan/cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.

Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.

5. Hygiene

Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan

pribadi (Ketergantungan).

6. Neurosensori

Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari

tangan, pembengkakan sendi simetris

33

7. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan

jaringan lunak pada sendi).

8. Keamanan

Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus, Lesi kulit, ulkus kaki.

Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah

tangga.

Demam ringan menetap, Kekeringan pada meta dan membran mukosa.

9. Interaksi social

Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;

perubahan peran; isolasi.

10. Penyuluhan/ pembelajaran

Gajala : Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja)

Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “penyembuhan“ arthritis tanpa

pengujian.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks

spasme otot sekunder terhadap artritis

C. Intervensi dan Rasional

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks

spasme otot sekunder terhadap artritis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

diharapkan nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

a. Tindakan rileks

b. Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan

c. Pasien mampu melakukan teknik distraksi dan relaksasi

d. Pasien mampu beristirahat/tidur.

Intervensi Rasional

34

1. Kaji tingkat nyeri, derajat dan

lokasi nyeri

2. Ajarkan teknik distraksi dan

relaksasi

3. Observasi TTV

4. Kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian terapi obat

1. Untuk menentukan karakteristik

nyeri dan untuk melanjutkan

tindakan selanjutnya

2. untuk mengurangi nyeri

3. Untuk mengetahui

perkembangan TTV

4. untuk menghilangkan nyeri

BAB III

35

BAGAN SKEMA

DAFTAR PUSTAKA

36

Trauma sendi sebelumnya

Bacteri gonococci dan stapylococcus aureus

Infeksi sistemik Masuk dalam sendi

Reaksi Anti body

Peradangan sendi

Artritis Septik

Reflek spasme otot sekunder

Kurang informasi

Trauma Jaringan

Kelemahan otot sekunder

Kurang pengetahuan tentang penyakit

Bengkak sendi

Kekuatan dan rentang gerak sekunder ↓

MK : Nyeri Akut

Kerusakan fungsi pergerakan sendi

MK : Ansietas

MK : Kerusakan mobilitas fisik

Tanda tanda

Infeksi

MK : Hipertermi

MK : Defisit perawatan diri

Merangsang hipotalamus

Fitranedi, Elvi. 2011. Artritis Septic. Diakses pada tanggal 25 maret 2013 di

http://drelvifitraneti.blogspot.com/2011/01/artritis-septik.html

Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

Jakarta : EGC.

Putra, Juniartha Semara. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Artritis Septic. Diakses

pada tanggal 25 Maret 2013

dihttp://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/09/04/asuhan-

keperawatan-pasien dengan-artritis-septik/.

Robbins and Cotran.1944. Pathologic Basis of Desease. Philadelphia: Saunders.

Sudoyo,aru W.,dkk.2009.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Internal Publishing

37