Makalah

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh (Anita Taylor, 1977). Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Seiring terbangunnya

description

komunikasi dokter dan pasien

Transcript of Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh (Anita Taylor, 1977).

Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Seiring terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi pasien (prematuredoctor.com ).

Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang masalah.1.1 Rumusan Masalah

Apakah komunikasi efektif berperan dalam proses anamnesa.1.2 Tujuan

Untuk mengetahui bahwa komunikasi efektif berperan dalam proses anamnesa.1.3 Hipotesis

Komunikasi efektif berperan dalam proses anamnesa.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Komunikasi Efektif

Secara umum, definisi komunikasi adalah Sebuah proses penyampaian pikiran pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988)

Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien di tempat praktik diartikan tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter bersamapasien pada setiap langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk sampai pada tahap tersebut, diperlukan berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, tulisan/verbal, non-verbal), menjadi pendengar yang baik (active listener), adanya penghambat proses komunikasi (noise), pemilihan alat penyampai pikiran atau informasi yang tepat (channel), dan mengenal mengekspresikan perasaan dan emosi. Selanjutnya definisi tersebut menjadi dasar model proses komunikasi yang berfokus pada pengirim pikiran-pikiran atau informasi (sender/source), saluran yang dipakai (channel) untuk menyampaikan pikiran-pikiran atau informasi, dan penerima pikiran-pikiran atau informasi (receiver). Model tersebut juga akan mengilustrasikan adanya penghambat pikiran-pikiran atau informasi sampai ke penerima (noise), dan umpan balik (feedback) yang memfasilitasi kelancaran komunikasi itu sendiri. Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan dokter sesuai pengetahuannya. Sementara dokter sebagai pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak dari dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, dokter bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan. Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah disampaikannya.

2.2.2 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Dokter-Pasien

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya. Komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayananmedis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien (Kurtz,1998).Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz,1998).

Dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan:

a. Disease centered communication style atau doctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.

b. Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya. Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:

(1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a

physician cognitive capacity to understand patients needs),

(2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity to patients feelings),

(3) kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).

2.2.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan

Dari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevan dengan profesi dokter

adalah:

(1) Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).

(2) Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk

kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan finansial.

(3) Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan

pasien.

(4) Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit/masalah yang dihadapinya.

(5) Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau hal-hal yang telah disetujui pasien.

Manfaat

Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien diantaranya:

(1) Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter

atau institusi pelayanan medis.

(2) Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar

hubungan dokter-pasien yang baik.

(3) Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.

(4) Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam

menghadapi penyakitnya.

Whitcomb, M.E.( 2000)

2.2.4 Aplikasi Komunikasi Efektif Dokter pasien

2.2.4.1 Sikap Profesional Dokter

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:

o Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.

o Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.

o Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).

o Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-lain).

o Menilai suasana hati lawan bicara

o Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasien

o Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna

menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.

o Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu.

o Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap

menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

o Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan

keputusan.

o Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.

o Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah

pihak.

o Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

2.1 Devisi Anamnesa

Anamnesa adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesa dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesa yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut (anaksehat.blogdrive.com):1) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis).

2) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding).3) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko).

4) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi).

5) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan).

6) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya

2.1.2 Macam Anamnesa

Anamnesis terdiri dari Autoanamnesa dan Alloanamnesa (wordpress.com ):

1) Autoanamnesa

Merupakan anamnesa yang diambil langsung dari pasien yang memiliki keluhan. Dicatat tanggal pengambilan anamnesa dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan. Biarkan penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan, bagian apa dari anggota tubuhnya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian berbeda, misalnya sakit di kaki, yang dimaksud kaki oleh orang awam adalah anggota gearak bawah dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lututnya.

2) Alloanamnesa

Pada dasarnya sama dengan autoanamnesa, tetapi alloanamnesa didapat dari orang lain selain penderita. Hal ini penting bila berhubungan dengan anak kecil/bayi, orang tua yang sudah mulai demensia (pikun) atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa.

2.3 Teknik Anamnesa

2.3 Proses Anamnesa

Setelah anda menyediakan waktu mempersiapkan wawancara, anda siap untuk mendengarkan pasien, menemukan permasalahannya, dan mempelajari penyakit yang dialaminya. Pada umumnya, anamnesis memiliki beberapa tingkat. Selama proses ini, sebagai dokter, anda haru selalu memahami perasaan pasien, membantu pasien mengungkapkan masalahnya, berespon terhadap isi anamnesis, dan menemukan hal yang bermakna. Berikut ini merupakan rangkaian tahapan dalam anamnesis (pdgionline.com):

1. Menyalami pasien dan menciptakan hubungan yang bersahabat

Momen awal yang anda miliki bersama pasien merupakan fondasi dari hubungan dokter-pasien selanjutnya. Bagaimana anda menyapa pasien dan pengunjung lain di ruangan anda akan memberikan kenyamanan pasien, dan akan membentuk kesan pertama pasien terhadap anda. Anda memulai dengan menyapa pasien anda dengan namanya dan memeperkenalkan nama anda. Jika memungkinkan, berjabat tangan. Jika ini adalah pertemuan pertama, jelaskan peranan anda dan bagaimana anda akan terlibat dalam proses terapeutik.

Ketika ada pengantar pasien di dalam ruangan, pastikan anda menyadarinya dan menyapa mereka menanyakan siapa namanya dan apa hubungannya dengan pasien. Biarkan pasien memutuskan apakah pengantarnya berada dalam ruangan atau diluar ruangan dan minta izin pada pasien untuk menganamnesis didepan pengantar pasien. Penting untuk memperhatikan kenyamanan pasien. Lihat jika anda melihat tanda ketidaknyamanan seperti mengganti posisi duduk berulang kali atau ekspresi wajah yang menunjukkan perasaan kecemasan atau nyeri. Pikirkan mengenai tata ruang dan sejauh mana anda sebaiknya dengan pasien anda. Ingat bahwa latar belakang budaya dapat mempengaruhi jarak antar individu. Pilihlah jarak yang dapat memfasilitasi percakapan dan kontak mata yang baik. Jangan alihkan perhatian anda terhadap hal lain. Coba untuk tidak melihat ke bawah untuk mencatat atau membaca rekam medik, dan luangkan sedikit waktu untuk bercengkrama kepada pasien (pdgionline.com).

2. Mengundang Cerita Pasien

Setelah menciptakan hubungan yang bersahabat dengan pasien anda siap untuk mengejar alasan pasien untuk melakukan kunjungan klink, atau biasa disebut keluhan utama. Mulailah dengan pertanyaan terbuka yang membebaskan pasien untuk berespon. Keluhan apa yang membawa anda kesini hari ini, Pak? atau Ada yang bisa saya bantu, Pak?. Pertanyaan seperti diatas memacu pasien untuk mengungkapkan keluhannya dan tidak membatasi pasien pada jawaban yang terbatas dan tidak informatif seperti jawaban ya atau tidak.

Penting bagi anda untuk berlatih mengikuti kemauan pasien. Teknik wawancara yang baik menggunakan petunjuk verbal dan non-verbal untuk mempersilahkan mereka berkeluh secara spontan. Sebaiknya anda terlihat mendengarkan secara aktif dengan menganggukkan kepala anda atau menggunakan kata seperti oh ya?, terus? dan oh begitu... Beberapa pasien mungkin hanya melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan tidak memiliki keluhan yang spesifik. Adapun pasien yang langsung menginginkan pemeriksaan fisik karena merasa tidak nyaman mengungkapkan keadaannya. Pada keadaan seperti ini, meminta pasien untuk mulai bercerita tetap penting dilakukan (pdgionline.com).

3. Menggunakan Waktu Seefektif Mungkin

Dokter biasanya melakukan anamnesis dengan tujuan tertentu dalam pikiran mereka. Pasien juga memiliki pertanyaan dan permasalahan tertentu. Penting untuk mengidentifikasi seluruh permasalahan ini pada saat permulaan. Melakukan hal tersebut memudahkan anda untuk menggunakan waktu yang tersedia secara efektif. Untuk semua dokter, pengaturan waktu selalu penting dilakukan. Sebagai dokter, anda harus memfokuskan wawancara pada permasalahan yang paling mencolok.

4. Memperluas dan Mengklarifikasi Anamnesis

Anda dapat memandu pasien untuk menjelaskan beberapa informasi yang sepertinya paling penting. Bagi seorang dokter, setiap gejala memiliki atribut yang harus diklarifikasikan, termasuk konteks, keterkaitan, dan kronologis, terutama keluhan nyeri. Untuk seluruh gejala, sangat penting untuk memahami karakteristik utamanya. Tujuh atribut untuk tiap gejala harus senantiasa ditanyakan.

Ketika anda memulai mengeksplorasi atribut tersebut anda harus yakin bahwa anda menggunakan bahwasa yang sesuai dan dapat dimengerti oleh pasien. Bahasa yang teknis membingungkan pasien dan biasanya memperburuk komunikasi. Sedapat mungkin, gunakanlah kata-kata pasien dan pastikan anda mengklarifikasi apa yang diucapkannya Untuk mengisi detail tertentu, fasilitasi pasien dengan mengarahkan pasien dari pertanyaaan terbuka menuju pertanyaan tertutup dan kemudian kembali ke pertanyaan terbuka lainnya. Mendapatkan rangkaian waktu dan perjalanan gejala yang dialami pasien sangat penting. Anda dapat mengembangkan kronologis penyakit dengan memberi pertanyaan kemudian? atau setelah itu, apa yang terjadi? (pdgionline.com).

5. Menciptakan dan Mengecek Hipotesis Diagnostik

Ketika anda mendengarkan permasalahan pasien, anda akan memulai untuk menciptakan dan mengecek hipotesisi diagnostik mengenai proses penyakit apa yang sebenarnya menjadi penyebab. Mengidentifikasi beberapa atribut mengenai gejala pasien dan mengejar detil spesifik merupakan hal fundamental untuk mengetahui pola penyakit dan membedakan satu penyakit dengan penyakit lainnya. Ketika anda lebih mengetahui mengenai pola penyakit, mendengarkan pasien dan mengaitkan informasi dengan pola tersebut akan terasa menjadi lebih otomatis. Sebagai data tamahan yang akan bermanfaat bagi analisa anda gunakan pertanyaan yang relevan pada ulasan tiap sistem tubuh. Dengan cara ini anda akan menyusun bukti klinis dalam menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan diagnosis.

6. Memiliki Pemahaman yang Sama Terhadap Masalah Pasien

Dari beberapa literature terkini telah jelas bahwa memberikan fasilitas kesehatan yang baik membutuhkan pemahaman mendalam mengenai masalah yang ditimbulkan dari gejala yang dialami pasien. Tujuh atribut suatu gejala dapat memberikan detil yang bermanfaat dalam anamnesis pasien, selain itu dibutuhkan pemahaman mengenai perbedaan penyakit dan sakit sehingga dokter dapat memahami sepenuhnya apa yang perlu diketahui.

Penyakit merupakan penjelasan yang dimunculkan seorang klinis dalam menjawab gejala yang dialami pasien. Hal ini berasal dari cara dokter mengolah informasi yang ditemukan dari pasien dan menerjemahkannya menjadi diagnosis klinis dan rencana penatalaksanaan. Sakit dapat didefinisikan sebagai pengalaman yang dialami oleh pasien terhadap suatu gejala. Banyak faktor yang dapat membentuk pengalaman ini, termasuk riwayat kesehatan pribadi atau keluarga, efek dari gejala terhadap keseharian, pandangan individual, dan harapan dari penananganan medis (pdgionline.com).

Keluhan utama seperti nyeri tenggorokan dapat menggambarkan dua hal yang berbeda ini. Pasien kemungkinan paling memikirkan nyeri dan kesulitan menelan, pengalaman kerabatnya yang pernah diopname akibat tonsilitis, atau tidak hadir di kantor. Dokter, kemungkinan hanya berpikir pada poin spesifik pada anamnesis yang membedakan antara faringitis streptococcus dengan etiologi lainnya. Untuk mengerti harapan pasien, dokter sebaiknya lebih memahami dari sekedar atribut suatu gejala. Mempelajari persepsi pasien terhadap sakit membutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang menjawab poin dibawah ini (pdgionline.com):

a) Pemahaman pasien mengenai penyebab permasalahan.

b) Perasaan pasien, terutama ketakutan akan permasalahn.

c) Hatapan pasien dari dokter dan penanganan.

d) Efek masalah terhadap kehidupan pasien.

e) Pengalaman serupa yang pernah dialami keluarga atau kerabat.

f) Respon terapeutik yang pernah pasien lakukan.

Pasien kemungkinan mengkhawatirkan bahwa suatu nyeri merupakan gejala dari penyakit yang serius dan ingin penanganan, di lain pihak, pasien mungkin kurang peduli dengan penyebab nyeri tersebut dan hanya ingin pereda nyeri. Anda harus mengerti apa yang diharapkan pasien dari anda

7. Menentukan Rencana Selanjutnya

Mempelajari penyakit dan mengkonseptualisasikan sakit memberikan anda dan pasien suatu kesempatan untuk menemukan gambaran permasalahan. Gambaran ini akan membentuk dasar dalam merencanakan pemeriksaan selanjutnya (pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium, konsul, dll) dan merancang penatalaksanaan.

8. Menjadwalkan Pertemuan Berikutnya

Anda mungkin merasa mengakhiri suatu wawancara sulit dilakukan. Pasien kemungkinan memiliki banyak pertanyaan dan jika anda telah melakukan pekerjaan anda dengan baik, mereka akan nyaman berbicara terus dengan anda. Yakinkan bahwa pasien mengerti mengenai rencana yang telah anda kembangkan. Pada saat anda menutup pembicaraan, anda perlu menjelaskan kembali rencana ini. Pasien sebaiknya memiliki kesempatan untuk memberikan pertanyaan terakhir, akan tetapi hal tersebut dapat memakan waktu jika pasien membawa topik baru. Jika hal tersebut terjadi, maka yakinkan pasien anda bahwa anda akan menyelesaikan permasalahan tersebut pada waktu yang akan datang (pdgionline.com).

2.1.3.4 Tujuan Anamnesa

Berikut adalah tujuan dari dilakukannya anamnesa (pdgionline.com):

1) Untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien.

2) Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan.

3) Membantu klien memperoleh informasi dan pertisipasi dalam indentifikasi masalah dan tujuan.

4) Membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengkajian.

5) Meningkatkan hubungan antara perawat dengan klien dalam berkomunikasi.

2.2.4.2 Sesi Pengumpulan Informasi

Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua sesi yang penting, yaitu sesi pengumpulan informasi yang di dalamnya terdapat proses anamnesis, dan sesi penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter dapat terjerumus ke dalam sesi penyampaian informasi (termasuk nasihat, sugesti atau motivasi dan konseling) secara prematur. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai anjuran dokter. Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi pada sesi penggalian informasi telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.

1) Kotak 1

Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question by the doctor)2) Kotak 2

Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead through closed question by the doctor).3) Kotak 3

Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both). Sesi penggalian informasi terdiri dari:

a) Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan utama secara medis (Silverman, 1998). Inilah yang disebut dalam kotak pertama model Van Dalen (2005). Pasien menceritakan keluhan atau apa yang dirasakan sesuai sudut pandangnya (illness perspective). Pasien berada pada posisi sebagai orang yang paling tahu tentang dirinya karena mengalaminya sendiri. Sesi ini akan berhasil apabila dokter mampu menjadi pendengar yang aktif (active listerner). Pendengar yang aktif adalah fasilitator yang baik sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.

b) Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000)

Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaan- pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti pertanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban ya atau tidak. Inilah yang dimaksud dalam kotak kedua dalam model Van Dalen (2005). Dokter sebagai seorang yang ahli, akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan medis (disease perspective). Selama proses ini, fasilitasi terus dilakukan agar pasien mengungkapkan keluhannya dengan terbuka, serta proses negosiasi saat dokter hendak melakukan komunikasi satu arah maupun rencana tindakan medis.

BAB III

PEMBAHASAN

Komunikasi adalah ilmu tertua yang dimiliki oleh orang sejak ia dilahirkan. Bayi menagis saja merupakan contoh komunikasi pertama yang keluar begitu ia lahir dari ibunya (Barus, 2009). Tujuan dari sebuah komunikasi adalah terjadinya pertukaran pesan antara komponen-komponen komunikasinya. Permasalahan yang timbul adalah bahwa manusia sebagai subyek dan obyek dalam sebuah proses komunikasi memiliki aspek psikis yang mempengaruhi dalam caranya mengirim atau menerima pesan (Rakhmat, 2005).

Berbicara secara efektif dalam berkomunikasi adalah penyampaian pesan dengan berbagai macam metode komunikasi yang tujuannya adalah pesan yang disampaikan mudah diterima, dikelola dan dicerna dengan mudah. Dan diharapkan akan muncul feedback atau umpan balik, dimana setelah itu akan terjadi suatu percakapan yang lebih akrab sehingga merujuk pada hubungan interpersonal yang baik. Untuk menciptakan hubungan interpersonal kita bukan hanya menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Jadi, kita bukan sekedar menentukan content tetapi juga relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya sehingga makin efektif komunikasi itu berlangsung (Rakhmat, 2005).

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesa dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien (Edi, 2008).

Anamnesis bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Komunikasi dan menjalin hubungan terapeutik dengan pasien merupakan suatu keterampilan yang sangat berharga dalam perawatan primer. Pada mulanya, anda akan berfokus untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dan secara bersamaan, anda menggunakan teknik untuk mengembangkan kepercayaan pasien terhadap anda. Menciptakan interaksi supportif akan mempercepat pengumpulan informasi dan memicu pasien untuk memberikan penjelasan yang menyeluruh. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dari proses terapeutik (Edi, 2008).Dalam hubungan dokter pasien, komunikasi adalah Hal terpenting. Sebab dalam anamnesis (wawancara tentang keluhan pasien datang ke dokter) perlu komunikasi yang benar. Sebab hampir 70% diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis (Barus, 2009).

Pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsungsecara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi permasalahannya (Kurtz, 1998).

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini sangat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya (Kurtz, 1998).

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan studi pustaka, kami dapat menyimpulkan bahwa komunikasi efektif berperan dalam proses anamnesa antara dokter dan pasien, dimana dengan komunikasi yang efektif, dokter akan mendapatkan informasi terkait masalah kesehatan pasien dengan lebih optimal.

4.2 Saran

Kepada mahasiswa yang bermaksud melakukan kajian pustaka tentang materi peran komunikasi dalam proses anamnesa, makalah ini dapat menambahkan pengetahuan yang lebih dalam hal materi dan penulisannya. Setelah membaca karya tulis ini, pembaca diharapkan dapat memahami dan dan mengetahui bagaimana peran komunikasi dalam proses anamnesa, hal apasaja yang mempengaruhi dan hal apasaja yang diperoleh dalam melakukan anamnesa dengan menggunakan komunikasi secara efektif.