majegau kartul

8
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar belakang Majegau yang dalam bahasa latin disebut Dysoxylum densiflorum merupakan flora (tumbuhan) identitas provinsi Bali mendampingi jalak bali sebagai fauna identitas . Pohon majegau yang sering disebut juga sebagai cempaga merupakan anggota famili Maleaceae (suku mahoni-mahonian). Tanaman ini memiliki kualitas kayunya yang baik sehingga di Bali banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (terutama bangunan-bangunan suci) dan sebagai bahan kerajinan ukiran. Majegau dikenal dengan beberapa nama yang berbeda di berberapa daerah di Indonesia seperti kapinango, maranginan, pingku (Sunda), cempaga, cepaga, kraminan (jawa), majegau (Bali), ampeuluh, kheuruh (Madura), Tumbawa rendai, tumbawa rintek (Minahasa). Dalam bahasa ilmiah (latin) tanaman ini disebut sebagai Dysoxylum densiflorum yang bersinonim dengan Dysoxylum elmeri dan Dysoxylum trichostylum. Majegau mempunyai batang yang keras dan awet. Lantaran itu, di Bali, batang tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan pura, tiang rumah dan sebagai bahan kerajinan ukir-ukiran. Batang majegau dipercaya sebagai simbolisasi Bhatara Sadasiwa, sehingga sering digunakan dalam upacara manusa yadnya, yaitu suatu upacara suci atau pengorbanan suci yang bertujuan untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir bathin manusia. Kayu majegau juga sering digunakan sebagai kayu bakar upacara karena memiliki bau yang harum. Selain itu, majegau juga berpotensi sebagai obat, khususnya untuk mengobati penyakit sulit buang air, meskipun untuk itu masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Oleh karena itu, semakin hari populasi majegau semakin berkurang dan hampir mengalami kepunahan. Harga jual majegau pun semakin mahal di pasaran lokal. Oleh karena itu, kami mengambil tema majegau sebagai tema untuk

description

kti

Transcript of majegau kartul

Page 1: majegau kartul

BAB 1

Pendahuluan

1.1. Latar belakang

Majegau yang dalam bahasa latin disebut Dysoxylum densiflorum merupakan flora (tumbuhan) identitas provinsi Bali mendampingi jalak bali sebagai fauna identitas. Pohon majegau yang sering disebut juga sebagai cempaga merupakan anggota famili Maleaceae (suku mahoni-mahonian). Tanaman ini memiliki kualitas kayunya yang baik sehingga di Bali banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (terutama bangunan-bangunan suci) dan sebagai bahan kerajinan ukiran. Majegau dikenal dengan beberapa nama yang berbeda di berberapa daerah di Indonesia seperti kapinango, maranginan, pingku (Sunda), cempaga, cepaga, kraminan (jawa), majegau (Bali), ampeuluh, kheuruh (Madura), Tumbawa rendai, tumbawa rintek (Minahasa). Dalam bahasa ilmiah (latin) tanaman ini disebut sebagai Dysoxylum densiflorum yang bersinonim dengan Dysoxylum elmeri dan Dysoxylum trichostylum. Majegau mempunyai batang yang keras dan awet. Lantaran itu, di Bali, batang tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan pura, tiang rumah dan sebagai bahan kerajinan ukir-ukiran. Batang majegau dipercaya sebagai simbolisasi Bhatara Sadasiwa, sehingga sering digunakan dalam upacara manusa yadnya, yaitu suatu upacara suci atau pengorbanan suci yang bertujuan untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir bathin manusia. Kayu majegau juga sering digunakan sebagai kayu bakar upacara karena memiliki bau yang harum. Selain itu, majegau juga berpotensi sebagai obat, khususnya untuk mengobati penyakit sulit buang air, meskipun untuk itu masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Oleh karena itu, semakin hari populasi majegau semakin berkurang dan hampir mengalami kepunahan. Harga jual majegau pun semakin mahal di pasaran lokal. Oleh karena itu, kami mengambil tema majegau sebagai tema untuk karya tulis ini dikarenakan jumlah majegau yang semakin hari semakin sedikit dan hampir jarang ditemukan di Indonesia, khususnya di provinsi Bali.

1.2. Rumusan masalaha. Bagaimana klasifikasi tanaman majegau?b. Bagaimana ciri fisik, ekologi, dan musim berbunga tanaman majegau?c. Apa saja pemanfaatan tanaman majegau bagi masyrakat?d. Bagaimana cara pelestarian yang tepat guna untuk melestarikan tanaman

majegau?

1.3. Tujuan penelitiana. Untuk mengetahui klasifikasi tanaman majegau.b. Untuk mengetahui ciri fisik, ekologi, dan musim berbunga tanaman

majegau.c. Untuk mengetahui pemanfaatan tanaman majegau bagi kehidupan

bermasyarakat.

Page 2: majegau kartul

d. Untuk mengetahui cara pelestarian yang tepat guna melestarikan tanaman majegau.

1.4. Manfaat penelitiana. Dapat menjelaskan kepada masyarakat mengenai klasifikasi tanaman

majegau.b. Dapat mengetahui cirri fisik, ekologi, dan musim berbunga tanaman

majegau.c. Dapat mengetahui pemanfaatan tanaman majegau dan menjelaskan kepada

masyarakat pemanfaatan tanaman majegau bagi kehidupan bermasyarakat.d. Dapat mengetahui pelestarian tanaman majegau secara tepat guna dan

menjelaskannya kepada masyarakat.

1.5. Ruang lingkupKarya tulis ini dibatasi pada penjelasan tanaman majegau sebagai aset

flora yang langka di Provinsi bali. Data-data pada karya tulis ini, kami ambil dari internet dan buku-buku panduan tentang flora majegau.

Page 3: majegau kartul

BAB 2

Landasan Teori

Tanaman Dysoxylum caulostachyum Miq. yang dikenal dengan nama lokal

majegau adalah flora maskot Provinsi Bali. Selain di Bali, dapat pula ditemukan di

Sumatera dan Sulawesi. Tumbuhan ini bisa mencapai tinggi 30-40 m, dengan diameter

batang sekitar 120 cm. Batangnya termasuk jenis kayu yang keras dan awet, dengan

warna coklat kuning muda sampai merah muda atau coklat merah muda. Di Bali, kayu

majegau sering digunakan sebagai bahan pembangun pura, bahan kerajinan atau

tiang rumah (Widyastuti dalam Hardini, 2004). Batang tanaman ini merupakan

simbolisasi Bhatara Sadasiwa (Nala, 2004), sehingga digunakan dalam

upacara manusa yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk manusia. Kayunya

digunakan sebagai kayu bakar upacara karena baunya yang harum (Sumantera, 2004).

Selain itu, tanaman ini juga berpotensi obat, khususnya untuk penyakit sulit buang air

(Lugrayasa, 2007).

Dulu, majegau dapat dijumpai di sekitar desa, namun kini keberadaannya

mulai langka. Demikian pula dengan populasinya di hutan. Permudaan alami tidak

seimbang dengan penebangan yang dilakukan (Sumantera dan Roemantyo, 1992).

Sarna (2004) menggolongkan status konservasi D. caulostachyum ke dalam golongan

genting dan E. grandiflorus ke dalam golongan rawan. Yang dimaksud genting di sini

adalah tanaman yang ada dalam bahaya kepunahan dan tidak akan bisa bertahan bila

faktor yang membahayakannya terus berlangsung. Sedangkan yang dimaksud rawan

adalah tanaman akan segera masuk status genting jika faktor pengancamnya terus

berlangsung.

Frekuensi penggunaan jenis tanaman yang tergolong tinggi ini mendorong

perlu dilakukannya konservasi terhadap jenis tanaman ini. Sesuai fungsinya sebagai

lembaga konservasi, maka tanaman tersebut juga menjadi koleksi Kebun Raya Eka

Karya Bali, yaitu di taman tematik Panca Yadnya. Taman ini mempunyai luas 5 ha dan

terletak di samping pura Batu Meringgit. Tak hanya jenis tanaman tersebut, taman ini

juga mengkoleksi tumbuhan lain yang digunakan oleh masyarakat Hindu Bali dalam

menjalankan setiap upacara keagamaan, baik yang digunakan sebagai sesaji,

perlengkapan pendukung upacara hingga keperluan membuat pura.

Saat ini, upaya konservasi oleh masyarakat memang belum secara khusus

dilakukan, baru dilakukan pada tahap membudidayakan tanaman tersebut di areal

pribadi untuk memenuhi kebutuhan sendiri (Windia, 2004). Secara tidak langsung,

upaya ini dapat pula dikatakan sebagai kegiatan konservasi. Masyarakat tidak perlu

mengeksploitasinya langsung di hutan karena sekitar perkampungan telah tersedia.

Page 4: majegau kartul

Selain itu, komunitas adat Bali juga membudidayakan tanaman ini di dalam

lingkungan pura, mensakralkannya dan melarang pengeksploitasiannya untuk tujuan

ekonomis.

Sejauh ini, upaya pembudidayaan jenis tanaman tersebut dilakukan melalui

biji. Produksi biji yang hanya terjadi di waktu tertentu, tentu menghambat

dilakukannya budidaya sepanjang tahun. Agar produktifitas budidaya meningkat,

informasi mengenai daya hidup biji sangat diperlukan.

Page 5: majegau kartul

\BAB 3

Metode Penulisan

3.1. Metode pengumpulan data

Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode study pustaka atau pengumpulan data baik dari internet dan buku-buku panduan tentang tanaman majegau.

3.2. Waktu pengumpulan data

Page 6: majegau kartul

BAB 4

Pembahasan

Majegau merupakan jenis tumbuhan, lebih tepatnya pohon, yang telah ditetapkan sebagai tumbuhan identitas Provinsi Bali. Tapi apakah semua orang Bali mengenal pohon majegau ini seperti apa rupanya? Tumbuhan ini dahulu memang banyak terdapat di kawasan hutan di Pulau Bali. Tapi sekarang, populasi pohon majegau di Bali mugkin sudah kalah dengan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali dalam sehari. Karena itu, tidak mengherankan bila menemukan pohon ini bukanlah mudah, di kawasan hutan habitat aslinya sekalipun. Jangan menemukan tumbuhannya, menemukan informasi mengenai tumbuhan ini juga ternyata tidak semudah menemukan informasi mengenai berbagai tumbuhan lainnya. Meskipun telah ditetapkan sebagai tumbuhan identitas Provinsi Bali, website resmi Pemerintah Provinsi Bali juga tidak menyediakan informasi mengenai tumbuhan majegau ini.

Majegau merupakan tumbuhan dari famili Meliaceae yang tersebar dari bagian selatan Cina, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatra, Java, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Sulawesi, dan Filipina. Nama ilmiah majegau adalah Dysoxylum densiflorum (Blume) Miq. (sinonim: Alliaria densiflora(Blume) Kuntze, Alliaria trichostyla (Miq.) Kuntze, Dysoxylum densiflorum var.minus Koord. & Valet., Dysoxylum elmeri Merr., Dysoxylum griffithii Hiern,Dysoxylum trichostylum Miq., Dysoxylum trichostylum var. glabrum Miq.,Dysoxylum trichostylum var. pubescens Miq., Epicharis altissima Blume,Epicharis densiflora Blume, Epicharis glabra Blume ex Miq., Guarea densiflora(Blume) Spreng., Hartighsea ramiflora Griff.). Nama lain: cempaga, kapinango. Di Kalimantan dinamakan: humbi, jolurut, langsat-langsat, mengkuang, segera.

Pohon selalu hijau, kulit batang berlapis, kayu berwarna kekuning-kuningan. Pucuk muda berambut pendek, daun berselang-seling, panjang 35-46 cm, menyirip ganjil, pelepah daun berambut pendek rapat kekuning-kuningan, anak daun berjumlah 7-15, berhadap-hadapan atau agak berhadap-hadapan, tangkai daun 4-6 mm berambut pendek rapat, helai anak daun berbentuk lanset, tetapi anak daun pada bagian ujung lebih besar dan memanjang, berukuran 9-16 cm x 3-6 cm, seperti kertas, permukaan bawah berambut pendek pada bagian tulang daun, permukaan atas berambut pendek hanya pada tulang daun utama, 10-14 tulang daun sekunder pada kanan dan kiri tulang daun utama, pangkal helai daun mempulat, ujung helai daun lancip. Rangkai bunga terdapat pada cabang tua, kadang-kadang pada ketiak daun, tunggal atau mengelompok 2 sampai 3-10, panjang 5-9 cm, poros rangkai berambut pendek rapat. Bunga kekuningan, 8-10 mm, tangka berambut pendek rapat. Kelopak bunga berbentuk mangkuk, 3-4 mm, berlekuk 4, lekuk segitiga, bagian luar berambut jarang, bagian dalam tidak berambut. Mahkota bunga 4 helai atau kelipatannya. Benang sari 6-8 c 2 mm,

Page 7: majegau kartul

permukaan berambut pendek, sisi berlekuk 8, kepala sari 8, terletak agak di dalam tabung, ovarium di dalam mangkuk bunga, ditutupi trikoma rapat, beruang 4, kepala putik ca. 8 mm, ditutupi rambut halus jarang, berbentuk cakram dengan tangkai di tengah. Buah berupa kapsul, berwarna hijau kekuningan, bulat sampai agak bulat telur, 4-6 x 2,5-4 cm, kulit buah ditutupi rapat oleh trikoma dan tepung kuning. Biji merah cerah, dengan aril berwarna merah salmon. Berbunga Januari-Juli, buah masak Oktober-November. Tumbuh di kawasan hutan hujan musiman, pada umumnya sampai pada ketinggian 500-800 m dpl., tetapi juga bisa sampai pada ketinggian 1.700 m dpl.

Bila diklasifikasikan secara ilmiah, tumbuhan majegau merupakan Kerajaan: Plantae

(Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh); Super Divisi:

Spermatophyta (Menghasilkan biji); Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga); Kelas:

Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil); Sub Kelas: Rosidae; Ordo: Sapindales; Famili:

Meliaceae; Genus: Dysoxylum; Spesies:Dysoxylum densiflorum Miq.

Selain memp