Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

26

description

Majalah ini merupakan media komunikasi diantara pemangku kepentingan dan dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian. Diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) bekerjasama dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian PU. Terdapat dua versi yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Transcript of Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Page 1: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003
Page 2: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Percik, Media Informasi AirMinum dan Penyehatan Lingkungan

Penasihat/Pelindung:Direktur Jenderal Tata Perkotaandan Perdesaan, DEPKIMPRASWIL

Penanggung jawab:1. Direktur Pemukiman danPerumahan, BAPPENAS

2. Direktur Penyehatan Air danSanitasi, DEPKES

3. Direktur Perkotaan danPerdesaan Wilayah Timur,

DEPKIMPRASWIL4. Direktur Bina Sumber DayaAlam dan Teknologi Tepat Guna,

DEPDAGRI5. Direktur Penataan Ruang dan

Lingkungan Hidup DEPDAGRI

Dewan Redaksi:Oswar Mungkasa, Sucipto, JohanSusmono, Supriyanto Budi Susilo

Redaktur Pelaksana:Hartoyo, Rheida Pambudhy,Maraita Listyasari, RewangBudiyana, Handi Legowo.

Sekretaris Redaksi:Essy Aisiyah

Sirkulasi:Helda Nusi, Mahruddin, Prapto

Alamat Redaksi:Jl. Cianjur No. 4, Menteng,

Jakarta PusatTelp. (021) 3142046

e-mail: [email protected] menerima tulisan/naskah.

Kirim ke alamat di atas.

Daftar IsiDari Redaksi 1

Laporan Utama:WASPOLA: Lahirkan Kebijakan NasionalPembangunan Air MInum dan PenyehatanLingkungan Berbasis Masyarakat.

2

Wawancara:“Kita Perlu National Policy”

7

Opini:Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan NasionalPembangunan AMPL Berbasis Masyarakat

1 2Ragam:Kebijakan Nasional Pembangunan AMPLBerbasis Masyarakat

9

Lenggang 1 4

Info 1 6

Cermin:Punya Jamban, Awalnya Berat KiniBangga.

1 8

Ringan 2 1

Glosari 2 2

Agenda 2 3

UNITED NATION, Dubai Municipality (United Arab Emirates) dan UN-HABITATmenyelenggarakan Dubai International Award for Best Practices to Improve the LivingEnvironment (DIABP). DIABP memegang peran penting dalam mengidentifikasi danmendokumentasikan ‘Best Practices’ dari seluruh dunia. Sejak tahun 1996, telah berhasildikompilasi sebayak 1.600 ‘best practices’ dari 140 negara. DIABP berfungsi untuk mengenalidan mempublikasikan inisiatif perbaikan lingkungan baik perkotaan maupun perdesaan yangberkesinambungan di seluruh dunia. Tujuan dari kegitan ini adalah untuk mengenali danmemperkuat kesadaran akan pentingnya usaha memperbaiki lingkungan.

Penghargaan ini terbuka bagi organisasi pemerintah, pemerintah kota dan asosiasinya,LSM, organisasi berbasis masyarakat, sektor swasta, lembaga riset dan perguruan tinggi, mediamassa, yayasan, bahkan individu.

Best Practices diartikan sebagai kontribusi yang dianggap berhasil dalam memperbaikilingkungan. Kriteria yang dipergunakan dalam menilai Best Practices adalah berupa (i)menunjukkan dampak nyata terhadap perbaikan kuaitas hidup masyarakat khususnya masyarakatmiskin dan kurang beruntung. Salah satu kegiatan yang termasuk kategori ini adalahpengembangan penyediaan air minum dan sanitasi; (ii) merupakan hasil efektif kerjasama antarapublik, swasta dan masyarakat. Best Practises paling tidak merupakan kerjasama antara duaaktor (publik, swasta dan masyarakat); (iii) berkelanjutan dari aspek sosial, budaya, ekonomi danlingkungan.

Batas waktu penyerahan materi yang akan dilombakan adalah paling lambat 31 Maret2004. Namun jika materi diserahkan sebelum 31 Januari 2004, maka pihak penyelenggara akanmemberikan masukan terhadap materi yang diserahkan.

Dari 10 pemenang yang terpilih, maka setiap pemenang akan menerima sebesar USD30.000 berikut sertifikat dan trophy. Selain itu, wakil dari pemenang akan diundang pada acarapemberian penghargaan yang akan diserahkan pada Hari Habitat Dunia pada bulan Oktober2004.

Contoh best practices dapat diakses pada http://www.bestpractices.org. Informasiselengkapnya tentang format dan persyaratan materi dapat diakses pada http://dubai-award.dm.gov.ae atau menghubungi [email protected] atau [email protected].

DUBAI INTERNATIONALAWARD

AGENDA KELOMPOK KERJA AMPL

2 SEPTEMBER 2003 : Workshop Tingkat Pusat CWSHP ADB di Jakarta24-25 SEPTEMBER 2003 : Pertemuan Perencanaan dan Evaluasi Pro Air di Denpasar

23Agenda Agenda

AgendaAgenda

Page 3: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan telah berlangsung lama.Tentunya banyak hasil yang telah dicapai di samping masih ditemuinya beberapa kendala danhasil-hasil pembangunan yang belum optimal. Terlepas dari itu semua, perhatian terhadap sektorair minum dan penyehatan lingkungan dalam beberapa tahun terakhir terasa mulai meningkat.

Beberapa kejadian penting yang menjadi tonggak perubahan tersebut. Pertama, padaSeptember 2000 dalam Pertemuan Millenium PBB, para pemimpin dunia telah menyepakati untukmenetapkan tujuan dan target yang terukur untuk menangani kemiskinan, penyakit, buta huruf,degradasi lingkungan dan diskriminasi terhadap wanita. Pernyataan ini kemudian dikenal sebagaiMillenium Development Goals (MDGs). Terkait dengan sektor air minum dan sanitasi maka telahdisepakati bahwa pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mendapat pelayananair minum telah dapat tertangani. Sementara menyangkut sanitasi, maka pada tahun 2020 harustelah tercapai perbaikan yang berarti terhadap kehidupan paling tidak 100 juta penghuni kawasankumuh. Kedua, dalam Johannesburg Summit 2002, target air minum dipertegas sementara targetsanitasi dipertajam menjadi pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mempunyaisanitasi telah dapat terpenuhi. Ketiga, air minum yang aman dan sehat merupakan hak asasi manusia.Demikian pernyataan Komite Hak-hak Ekonomi, Budaya, dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menyadari semakin pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan, maka salah satu isuyang mengemuka adalah rendahnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dan pihakberkepentingan (stakeholder ). Memperhatikan kendala ini, maka dipandang perlu untukmeningkatkan keterlibatan seluruh pihak berkepentingan (stakeholder) dalam pembangunan airminum dan penyehatan lingkungan. Keterlibatan pihak berkepentingan akan sangat membantumempercepat pencapaian tujuan dan sasaran program air minum dan penyehatan lingkungan.

Salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah melakukan kampanye publik. Kampanyepublik akan merupakan suatu cara yang dapat menciptakan suatu kondisi yang menjadikan programair minum dan penyehatan lingkungan sebagai salah satu prioritas baik bagi pemerintah maupunmasyarakat sendiri. Salah satu bentuk dari kampanye publik tersebut adalah berupa penerbitanmedia informasi yang diharapkan merupakan salah satu media untuk mempercepat prosespenyebaran informasi program air minum dan penyehatan lingkungan. Media informasi ini akanmenjadi wahana interaksi paling tidak antara instansi pemerintah, perguruan tinggi, swasta, negara/lembaga donor, dan masyarakat sendiri. Diharapkan media ini akan membantu menciptakan jaringankerja (networking) air minum dan penyehatan lingkungan di antara pihak berkepentingan(stakeholders).

Apalah arti sebuah nama, demikian Shakespeare. Namun sebuah media informasi tanpanama, bagaikan kepala tak berwajah. Proses penamaan pun ternyata tidak semudah yangdibayangkan. Banyak pilihan yang terbersit tapi terasa sulit untuk memilih. PERCIK akhirnyamerupakan pilihan akhir. Pertanyaannya adalah apa makna di balik nama tersebut. Dari katanyapercik secara harfiah berarti air yang terlontar keluar. Lontaran air akan menggapai sekitarnyamenunjukkan keberadaannya. Dari sudut ini, kami mengartikan lontaran air tersebut sebagaimetamorfosa dari kampanye publik. Sebuah tugas yang diemban oleh media informasi ini.

Sebagaimana layaknya sebuah media informasi yang masih baru, maka tentunya masihdiperlukan banyak penyempurnaan sebelum media ini dapat tampil sebagai media informasi yangmumpuni. Untuk itu, saran dan kritik dari berbagai pihak akan sangat kami hargai.

Sebagaimana kata orang bijak, langkah besar itu selalu didahului oleh langkah pertama.Langkah pertama telah terayun, harapan kami ini merupakan awal dari perjalanan menuju pemenuhanobsesi kita semua.

Dari RedaksiDari RedaksiDari RedaksiDari Redaksi22

GlosariAir Bersih (clean water) : air yang digunakan untukkeperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhisyarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak.

Air Minum (drinking water) : air yang melalui prosespengolahan atau tanpa proses pengolahan yangmemenuhi syarat kesehatan dan dapat langsungdiminum (keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907Tahun 2002).

Penyehatan Lingkungan (environmental sanitation):upaya pencegahan terjangkitnya dan penularanpenyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar(jamban) , pengelolaan limbah rumah tangga (termasuksistem jaringan perpipaan air limbah), drainase, dansampah.

Pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis masyarakat: pembangunanyang menempatkan masyarakat sebagai pengambilkeputusan dan penanggung jawab , pengelola adalahmasyarakat dan atau lembaga yang ditunjuk olehmasyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formalserta penerima manfaat diutamakan pada masyarakatsetempat dengam sumber investasi berasal dari manasaja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta,ataupun donor).

Pengelolaan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis lembaga: bentukpengelolaan yang bercirikan pengelolanya memilikibadan hukum dengan bentuk dinas, perusahaan atauswasta , yang dapat bersifat profit atau non profit, danpengambilan keputusan berada pada pengelolanya.

Pengelolaan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis gabungan lembaga danmasyarakat: bentuk pengelolaan bersama antaralembaga dan masyarakat yang beraspek legalitasformal maupun non formal, di mana pengambilankeputusan dilakukan bersama dengan tanggungjawab sesuai kesepakatan dan aturan main yang jelas.

Kebutuhan (demand) vs Keinginan (wish)

Kebutuhan (demand) : kesediaan masyarakatpengguna untuk mendapatkan pelayanan prasaranadan sarana air minum dan penyehatan yangdikehendaki berdasarkan pilihan yang tersedia sesuaidengan kondisi setempat yang disertai sikap relaberkorban (willingness to pay).

Keinginan (wish) : adalah kemauanmasyarakat pengguna untukmendapatkan pelayanan prasaranadan sarana air minum dan penyehatan lingkungan,yang keputusannya masih dapat dipengaruhi olehpihak lain.

Pendekatan tanggap kebutuhan (DemandResponsive Approach/DRA) : suatu pendekatan yangmenempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktoryang menentukan dalam pengambilan keputusantermasuk di dalamnya pendanaan.

Masyarakat pengguna (users) : masyarakat yangmemanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana airminum dan penyehatan lingkungan.

Keberlanjutan (sustainability) : sifat atau ciri terus-menerus kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakatpengguna secara mandiri dengan mempertimbangkanaspek teknis, keuangan, sosial, kelembagaan, danlingkungan.

Kesetaraan (equity) : persamaan/kesamaan aksesuntuk memanfaatkan prasarana dan sarana bagiseluruh masyarakat.

Penggunaan efektif (effective use) : kemudahanpemanfaatan pelayanan AMPL yang dapat dinikmatioleh masyarakat pengguna secara adil, tepat guna,dan dengan cara yang sehat.

Pendekatan partisipatif (participatory approach) :suatu pendekatan yang menggunakan satu ataubeberapa metode yang melibatkan pihak terkaitsecara aktif dalam proses pemberdayaan, untuk:a. mengekspresikan pengetahuan, gagasan, danmenentukan pilihan pelayanan; danb. mengambil insiatif dalam mengindentifikasi danmemecahkan masalah, pengambilan keputusan sertapelaksanaan pekerjaan secara bersama-sama.

Pemberdayaan (empowerment) : upaya yangdilakukan seseorang atau sekelompok orang untukmemandirikan masyarakat lewat perwujudan potensikemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsadan kreativitas.

Sumber:Dokumen Kebijakan Nasional Pembangunan AirMinum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisMasyarakat.

GlosariGlosariGlosari

1

Page 4: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

usim kemarau berkepanjangan menimbulkandampak kekeringan yang parah di wilayahPulau Jawa dan Madura. Masyarakat kesulitan

memperoleh air bersih. Kemarau yang diperkirakan baruakan berakhir Oktober 2003 ini bakal makinm e m p e r b u r u kketersediaan air untukdikonsumsi dan keperluansanitasi. Bila kelangkaanair tak teratasi maka dapatdipastikan ancaman pe-nyebaran wabah diare,infeksi saluran pernafasanatas (ISPA), dan penyakitkulit bakal sulit dihindarkan.

Kini instansi-instan-si terkait sibuk berupaya menanggulangi masalah krisisair minum dan penyehatan lingkungan di daerah yangkekeringan itu. Ini memang masalah insidental karenafaktor gangguan alam. Namun sekaligus juga menunjuk-kan bahwa lingkungan telah rusak yang menga-kibatkan menipisnya air baku dan ketiadaan sumberair yang dapat dimanfaatkan.

Ironisnya, pengulangan selalu terjadi dan selalumenimpa kalangan masyarakat miskin. Dengan katalain, dari segi kuantitas, lingkup pembangunan air minumdan penyehatan lingkungan masih terbatas. Cakupanpelayanan juga masih terbatas dan tak mampumengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahanjumlah penduduk.

Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100juta penduduk Indonesia yang belum memilikikemudahan terhadap pelayanan air minum danpenyehatan lingkungan yang memadai. Sebagianmasyarakat yang tidak memiliki kemudahan itu adalahmasyarakat miskin dan masyarakat kawasanpedesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiaptahun.

Pengalaman masa lalu menunjukkanprasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan yang dibangun tidak dapat berfungsi denganoptimal. Penyebab masalah ini, antara lain, masyarakatsasaran tidak dilibatkan sejak perencanaan, konstruksi,

hingga kegiatan operasi dan pemeliharaan. Pilihanteknologi yang terbatas juga mempersulit masyarakatuntuk menentukan prasarana dan sarana yang hendakdibangun dan digunakan sesuai dengan kebutuhan,budaya, dan kemampuan masyarakat setempat untuk

mengelola prasarana dankondisi daerah tersebut.

Keterlibatan masya-rakat yang rendah jugamengakibatkan pelayananprasarana dan sarana airminum dan penyehatanlingkungan itu tidak berke-lanjutan. Efektivitasnya punrendah pula lantaran in-vestasi pembangunan pra-

sarana dan sarana itu berorientasi supply driven. Hasilinvestasi itu banyak yang tidak dimanfaatkan olehmasyarakat karena mereka tidak membutuhkan,sebaliknya banyak pula masyarakat yang membu-tuhkan pelayanan prasarana dan sarana itu tapi tidakmendapatkan pelayanan.

Dari berbagai pelaksanaan program danproyek air minum dan penyehatan lingkungan dengandana luar negeri dan APBN diperoleh kesimpulanantara lain bahwa efektivitas dan keberlanjutanpelayanan lebih baik bila pembangunannya melibatkanmasyakat. Selain itu pengelolaan prasarana dansarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakatpengguna dalam pengambilan keputusan dankelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakatyang lebih besar pada pelaksanaan operasi danpemeliharaan.

Keterlibatan perempuan, masyarakat yangkurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya)secara seimbang dalam pengambilan keputusan untukkegiatan operasional dan pemeliharaan, menghasilkanefektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayananyang tinggi. Efektivitas dan keberlanjutan itu tercapaikarena pilihan pelayanan dan konsekuensi biayanyaditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumahtangga. Kontribusi pembangunan ditentukan

WASPOLA: Lahirkan KebijakanNasional Pembangunan Air Minum

dan Penyehatan MasyarakatBerbasis Masyarakat

M

Pada hakikatnyapembangunan sarana AMPL

adalah untuk masyarakat, tanpa upayamelibatkan mereka dalam tingkat yangcukup signifikan, maka akseptabilitas dan

keberlanjutan hasil pembangunanakan sangat sulit dicapai.

Laporan UtamaLaporan Utama

Laporan UtamaTergantung Permintaan

Warga Desa Aikmel di KabupatenLombok Timur dulu sebelum ada saluran air yangmencapai desa itu termasuk desa yang sulit air.Betapa tidak, desa ini letaknya di lereng GunungRinjani sedangkan sumber air berada jauh di lembahgunung berapi tersebut. Untuk mencapai sumber airpaling tidak dibutuhkan waktu selama tiga jamdengan jalan kaki. Jalan tidak bisa ditempuh dengankendaraan.

Tak heran bila sebagian besar warga jarangmandi. Anak-anak mereka menggunakan ‘’topengmonyet’’ alias hanya membersihkan mata ketikabangun tidur. Ibadahpun tak nikmat karena hanyabisa tayamum. Padahal masjid dan mushollanyatergolong bagus.

Direktur Pemukiman dan PerumahanBappenas Ir Basah Hernowo MA, sempat bertanyakepada mereka, ‘’Bagaimana kalau mereka habisberhubungan suami istri?’’ Mereka menjawab, ‘’Yatayamum saja.’’Tapi seorang warga membisiki,‘’Wah itu tergantung permintaan.’’‘’Permintaan yang gimana?’’ Tanya Pak Basah lagi.

Dengan pelan-pelan pria ini mengatakan,‘’Siapa yang ngajak terlebih dahulu, dialah yangwajib mengambil air.’’Wow bisa ketahuan nih siapayang agresif

Buat Nangkring

BEST, sebuah LSM yang bergerak di bidangpenyehatan lingkungan membangun MCK di wilayahTangerang, Banten. Pipa-pipa air di salurkan keMCK. Kran-kran dipasang di dalam MCK dan adajuga yang berada di luar.

Anehnya, hampir semua kran yang dipasangdi luar MCK patah tiap bulannya. Para aktivis LSM initak habis pikir mengapa itu terjadi. Apakah tangan-tangan warga begitu kuat sehingga begitu membukakran, kran langsung patah ataukah ada yang sengajamerusak kran-kran tersebut? Sementara waktujawaban itu tak terjawab. Soalnya begitu kran itudiganti lagi, maka kran-kran itu patah lagi pada bulanberikutnya.

Selidik punya selidik, kran-kran itu bukanpatah karena tangan tapi karena kaki. Kok bisa?Ternyata, kran-kran itu dijadikan tempat berpijakpara lelaki iseng yang ingin mengintip ke dalam MCKalias buat nangkring. Soalnya disain bangunanmemang terbuka. Ohhh..pantas...

Biar Nenek Asal Aman

Berdasarkan pengalaman LSM, fasilitasumum yang dikelola nenek-nenek ternyata lebihaman, terjaga, dan menguntungkan dibandingkanyang dikelola para pria apalagi anak muda.Mengapa bisa begitu?

Umumnya nenek-nenek itu cerewet dan taktakut kepada siapapun termasuk anak mudasekalipun. Siapa yang mau macam-macam di tempatumum seperti MCK, bisa disemprot oleh nenek-nenek.Misalnya, ‘’He jangan ngintip!’’ Dan dapat dipastikantidak akan ada yang berani dengan nenek-nenek.Kalau nekat melawan orang pasti menertawakan danakan bilang, ‘’Beraninya sama nenek-nenek.’’

Selain itu, nenek-nenek tergolong sulit untukdipalak karena bisa jadi akan marah-marah. Nahlho’’. Preman aja nggak berani’’

Sumber Angin, Keluar Air

Bukan sulap, bukan sihir. Ini adalah faktayang terjadi di sebuah desa di Muara Enim, SumateraSelatan. Sistem air bersih di desa itu bersumber darimata angin ‘’bukan mata air.

Ketika tim kerja AMPL mengunjungi desatersebut, tim disuguhi pemandangan yang cukupmenggembirakan. Sebagian warga telahmemperoleh air bersih dari sistem perpipaan yangcukup bagus. Air ngocor cukup lancar.

Tapi ketika tim ingin mengetahui dari manasumber air itu berasal, warga terkesan menutup-nutupi. Akhirnya, tim mencoba menelusuri sendiri dimana letak sumber air itu dengan menyusuri sistemperpipaan yang ada.

Benar saja, sesampai di suatu tempatkejanggalan mulai muncul. Pipa diletakkan asal saja.Naik ke atas lagi, tim menemukan bak yangseharusnya untuk menampung air tak terurus danawut-awutan. ‘’Pipa intake mengawang,’’ kata salahsatu anggota tim.

Tapi mengapa air di bawah mengocor?Pertanyaan itulah yang tak terjawab. Darimana air ituberasal? Mungkinkan angin bisa berubah menjadiair?

Untuk mengetahui lebih jauh, tim sempatbertanya kepada aparat desa. Dan jawabannya punsama bahwa air memang bersumber dari mata air itu.Bahkan untuk meyakinkan, aparat desa itu punsampai bersumpah segala? Dari dunia lain kaliiii........

RagamRagamRagam

21

Ringan2

Page 5: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Air merupakan kebutuhan mutlak manusia. Kita sadar benar

betapa air merupakan sumber kehidupan. Manifestasi menyangkut peran

air itu sayangnya justru menyuburkan pandangan bahwa air semata-mata

merupakan benda sosial atau public good: air dapat diperoleh secara gratis.

Akibat pandangan ini masyarakat tidak menghargai air sebagai

benda langka yang memiliki nilai ekonomi. Mereka mengeksploitasi air

secara bebas dan berlebihan. Masyarakat pun cenderung tidak berkeinginan

untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air, baik dari segi kualitas

maupun kuantitas. Dampak lain yang timbul adalah terjadinya stagnasi

dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk penggunaan kembali

(reuse) dan pendaur-ulangan (recycle) air.

Pandangan itu tak ada salahnya, tentu saja sepanjang

ketersediaan air tercukupi. Kenyataannya ketersediaan air tak pernah

mampu memenuhi tingkat kebutuhan manusia. Bagi masyarakat yang kini

dilanda kekeringan akibat kemarau panjang, misalnya, air bersih yang

langka bukan lagi benda sosial. Pengorbanan besar dibutuhkan untuk

memperoleh air. Mereka harus memperdalam sumurnya, mesti antre dan

menunggu berjam-jam sampai volume air meninggi agar bisa ditimba, atau

bahkan terpaksa harus membelinya.

Air Sebagai Benda Ekonomi

efektivitas tinggi ini ditangani sebuah LSM denganmelibatkan masyarakat pengguna pada setiap tahappembangunan.

Strategi pembangunannya ditempuh denganmembentuk lembaga yang melibatkan seluruhkomponen masyarakat; menggunakan pendekatanpartisipatori dalam memecahkan masalah; memberipelatihan dalam aspek pengelolaan, disain, konstruksi,operasi dan pemeliharaan, serta pelatihan perilakuhidup bersih dan sehat (PHBS). Indikator keberhasilankedua proyek itu adalah:- Desain sarana tepat guna yang dapat diterima seluruhlapisan masyarakat termasuk perempuan, sistemsederhana namun cukup handal.- Proyek dapat diterima oleh masyarakat dan mampumemotivasi mereka berpartisipasi secara aktif,termasuk dalam aspek keuangan.- Masyarakat termotivasi dan mampu melaksanakanoperasi dan pemeliharaan sarana.- Masyarakat membayar pelayanan air bersih sesuaidengan tarif yang disepakati.- Perempuan terlibat dalam setiap tahapan proyek,

berdasarkan jenis pelayanan danpembentukan unit pengelolaan

dilakukan secara demokratis.Pada akhirnya pengguna prasarana

dan sarana air minum dan penyehatan lingkunganmempunyai kemampuan untuk membayar setiap jenispelayanan air minum dan penyehatan lingkungansejauh hal itu sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangatpeduli akan kualitas dan bersedia membayar lebihasalkan pelayanan memenuhi kebutuhan.

Hasil studi Bank Dunia terhadap 121 proyek airminum di seluruh dunia yang dilaksanakan olehberbagai lembaga dan organisasi menyimpulkanbahwa peran aktif masyarakat dalam membuatkeputusan dan menangani proyek secara langsungmenghasilkan pelayanan air bersih dan penyehatanlingkungan permukiman yang efektif dan berkelanjutan.

Analisis terhadap hasil pelaksanaan ke-121proyek air minum itu menghasilkan kesimpulan bahwa20 di antaranya merupakan proyek yang sangat efektif.Dua dari 20 proyek dengan tingkat efektivitas tinggitersebut berada di Indonesia. Kedua proyek yangmenurut Bank Dunia dinyatakan berhasil dengan tingkat

Kampanye publik (public campaign) diperlukan untuk mengubah

pandangan masyarakat tersebut. Seluruh lapisan masyarakat ditingkatkan

pemahamannya bahwa air merupakan benda langka yang bernilai ekonomi

dan memerlukan pengorbanan - berupa uang atau waktu - untuk

mendapatkannya. Kesadaran baru masyarakat tentang melekatnya nilai

ekonomi pada air diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat

dalam memanfaatkan air: menjadi lebih bijak dalam mengeksploitasi air,

lebih efisien dalam memanfaatkan air, dan mempunyai keinginan berkorban

untuk mendapatkan air.

Air jelas bernilai, dan siapapun harus berkorban kalau hendak

mengambil manfaatnya. Apalagi pelayanan air minum dan penyehatan

lingkungan memang butuh biaya operasional dan pemeliharaan demi

kelanjutannya. Pelayanan yang berkelanjutan akan terwujud hanya bila

tercapai kesetaraan atas harga yang harus dibayar, nilai air di mata pengguna,

dan besarnya biaya pelayanan.

Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi, maka

prinsip utama dalam pelayanan AMPL adalah ”pengguna harus

membayar atas pelayanan yang diperolehnya”.

Kunci pendekatan Yayasan SEHAT Indonesiauntuk program Pendidikan Hidup Bersih dan Sehat:

1. Menumbuhkan kesadaran pentingnya saranadan prasarana penyehatan lingkungan permu--kiman.

2. Menumbuhkan minat keluarga untuk memiliki sa-rana dan prasana sanitasi keluarga dan menjadi-kannya sebagai prioritas utama.

3. Menjadikan masyarakat untuk dapat mengeva-luasi sendiri manfaat dari sarana penyehatan ling-kungan keluarganya dan membandingkannyaketika belum memiliki atau membandingkan de-ngan keluarga lain yang tidak memliki saranapenyehatan lingkungan.

4. Menjadikan masyarakat bangga punya sarana,menggunakan dan memeliharanya.

5. Mendorong keluarga lain mengadopsi denganatau tanpa bantuan lembaga atas dasar pema-haman dan kesadaran atas manfaat pentingnyasarana penyehatan lingkungan.

Cita-citaApa yang dilakukan oleh Yayasan SEHAT

adalah contoh kegiatan dalam skala kecil, namunpendekatan yang dilakukan bermakna strategis. Yangdiharapkan yayasan adalah:

Diadopsi dan dikembangkannya pendekatan pra-karsa masyarakat dalam kegiatan penyehatanlingkungan oleh berbagai pihak.

Dimasukkannya pendekatan penyertaan masya-rakat melalui peran LSM yang memiliki komitmenterhadap penyehatan lingkungan menjadi strategipembangunan Pemerintah Daerah.

Masih banyaknya desa/kelurahan yang memilikipermasalahan penyehatan lingkungan termasukpada lokasi umum kemitraan dengan LSM, sepertiYayasan SEHAT Indonesia, akan menjadi modelyang berkelanjutan.

· Yayasan SEHAT Indonesia akan menjadimitra berbagai pihak dalam fasilitasi pengembanganrencana strategi desa, kelurahan dan daerah di bidangpenyehatan lingkungan.

Upaya yang dilakukan oleh Yayasan SEHATIndonesia

Berbagi pengalaman dengan Pemda Sidoarjokhususnya dengan Dinas Kesehatan, DinasLingkungan dan Kimpraswil.

Menjadi mitra Pemda dalammemfasilitasi partisipasi masyarakatdan dalam pembangunan prasaranalingkungan di 4 desa/kelurahan.

TantanganSebagai lembaga yang peduli terhadap penyehatanlingkungan tantangan selama ini antara lain:

Bagaimana mengubah kesadaran kritis masya-rakat dari berfikir individual menjadi sistemik dalammenangani penyehatan lingkungan.

Bagaimana mengubah cara pandang pihak yangdiajak bermitra khususnya sebagian staf peme-rintah melihat sebagai pencari proyek sebagai-mana umumnya kontraktor.

Bagaimana menggali sumber daya pendanaankegiatan yang selama masih terbatas pada ber-basis komitmen dan tenaga sukarela tanpa imbalkarya.

Bagaimana meyakinkan dan mendorong peme-rintah dan pihak lain untuk mengembangkan ske-ma kemitraan secara utuh dengan Yayasan SE-HAT Indonesia untuk program penyehatan l i n g -kungan tidak terbatas pada ide-ide saja melain-kan termasuk skema pembiayaannya sebagaikonsekuensi keberlanjutan prgram.

Model Kemitraan yang memungkinkan denganyayasan SEHAT Indonesia

Pemberian dana hibah untuk peningkatan ca-kupan sarana penyehatan lingkungan dan akandikembangkan dalam bentuk dana bergulir dandikelola oleh masyarakat sendiri dan keberlanjut-annya dibawah kontrol dan fasilitasi yayasan.

Pemberian pinjaman tanpa bunga oleh pemerin-tah atau pihak lain untuk pengembangan pro-gram penyehatan lingkungan. Pengelolaan keu-angan sepenuhnya oleh Yayasan SEHAT Indo-nesia dan dikembalikan dalam jangka setidak-ti-daknya 3 tahun.

Pemberian pinjaman dengan bunga ringan de-ngan masa pengembalian setidak-tidaknya 5 ta-hun dengan masa tenggat angsur minimal 1 tahun.

Pemberian technical assistance (bantuan teknis)pada proyek-proyek terkait penyehatan lingkung-an.

203

Page 6: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Belum Sehat: Kebanyakan masyarakat belum memperhartikan pola hidupsehat.

namun masih sedikit dalam tahapan pengambilankeputusan.- Penghematan waktu bagi perempuan sehingga dapatmelakukan kegiatan lain.- Perempuan aktif menjadi anggota kelompokpengguna air.- Masyarakat membiayai pembangunan jamban secaramandiri, dan tingkat penggunaan jamban tinggi.- Perempuan aktif menjadi anggota kelompok kese-hatan.

Pada hakikatnya pembangunan prasaranadansarana AMPL adalah untuk masyarakat, tanpau p a y am e l i b a t k a nmereka dalamtingkat yangcukup signi-fikan, maka ak-s e p t a b i l i t a sdan keber-lanjutan hasilpembangunanakan sangatsulit dicapai. Inimembuktikanbahwa pende-katan pem-bangunan airminum dan pe-n y e h a t a nl i n g k u n g a nyang dijalan-kan pemerin-tah selama iniperlu diubah.

Belajar daripenga lamanmasa lalu ‘’baik daridalam maupun luar negeri ‘’ maka lahirlah kemudianProyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana KegiatanAir Minum dan Penyehatan Lingkungan atau Water Sup-ply and Sanitation Policy Formulation and Action Plan-ning (WASPOLA). Program berjangka waktu lima tahunini terdiri atas tiga komponen, yakni: prosespembelajaran, penyusunan kebijakan, danpelaksanaan kegiatan. Fokus program diarahkan padafasilitas penyediaan air minum dan penyehatanlingkungan yang dikelola masyarakat pengguna. Dalampengembangan kebijakan, WASPOLA yang berada dibawah pimpinan pemerintah Indonesia memperolehdukungan kemitraan dan pendanaan dari pemerintahAustralia AusAID dan Bank Dunia, melalui Water andSanitation Program for East Asia and the Pacific (WSP-

19

--

Untuk meyakinkan Sutrisno mengajakberhitung bersama masyarakat;

berapa anggota keluarga yang akan menggunakanjamban tersebut, direncanakan untuk berapa tahunakan dikuras, material apa yang akan dipakai. Denganperhitungan yang sederhana ditemukan ukuran septictank yang pas dan tidak mahal. Untuk meyakinkanlebih lanjut, dari material yang diperlukan apa yangsudah tersedia dan tidak perlu dibeli juga diyakinkan.

Pinjaman dari Yayasan SEHAT IndonesiaSebagaimana disampaikan di atas

sebenarnya masyarakat mampu,tetapi sayang mengeluarkan biayauntuk jamban, masyarakat baruterdorong apabila ada bantuanwalaupun dengan cara pinjamandan mengangsur. Dari danasebesar Rp. 3.250.000 hasil iuran/sumbangan pengurus yayasanpada September 2001. Per Juli 2003dana tersebut bergulir danberkembang menjadi Rp. 8.530.000dan telah melayani lebih dari 80keluarga termasuk layananpinjaman untuk perbaikan SPAL,dengan besaran pinjaman antaraRp.300.000-Rp 600.000 denganmasa angsuran antara 4 bulansampai dengan 8 bulan.

Dalam pelaksanaanpinjamannya yayasan danpeminjam menyepakati perjanjianyang dituangkan dalam kontrakpinjaman. Setiap peminjamandikenakan biaya pertambahan nilaiuntuk menjamin mendapatkanbarang yang senilai untuk peminjamberikutnya dan daftar tunggu lainnyasebesar 1.5% setiap bulan. Per-tambahan nilai bukan berarti bunga layaknya bank, tapisemata-mata untuk menjamin keberanjutan kegiatanini.

Walaupun demikian, ada sebagian orang didesa ini beranggapan yayasan telah melakukankegiatan riba atau untuk rentenir. Setelah diberikanpenjelasan dan ditunjukkan bagaimana catatan keu-angan pada akhirnya mereka memahami. Pelajaranyang dipetik dalam hal ini adalah pentingnya sosialisasiterus menerus dan mencari format yang tepat padalokasi yang masih mempertentangkan bunga bank.

Tidak hanya jambanJurus jamban ternyata dapat menumbuhkan

kesadaran masyarakat untuk butuh meningkatkankualitas prasana dan sarana PHBS (Perilaku HidupBersih dan Sehat). Pada awalnya masyarakat datanguntuk urusan jamban akhirnya berkembangmengajukan pinjaman untuk perbaikan saluran air

limbah dari dapurnya, bahkan untuk membuat jendelasupaya rumahnya dapat sinar yang cukup demikianpula ada yang pinjam untuk memperbaiki lantaidapurnya. Pesan sehat terus digulirkan oleh YayasanSEHAT di samping jamban termasuk pesan buangsampah pada tempatnya dengan menempatkan tongsampah Yayasan SEHAT di masjid dan mushola.

Sejak dimulainya akad kredit pertama tanggal10 September 2000 sampai 31 Juli 2003 perkembangancakupan pelayanan Yayasan SEHAT Indonesia untukjamban dan sarana sanitasi lainnya adalah sebagaiberikut:

Perkembangan cakupan pelayananuntuk jamban dan SPAL (Saluran Pembuangan Air

Limbah) Yayasan SEHAT Indonesiatahun 2000/2003

Februari 2001 18 10 18 10

Agustus 2001 18 2 36 12

Februari 2002 9 3 47 15

Agustus 2002 5 7 52 23

Februari 2003 4 6 56 29

Juli 2003 4 10 60 39

58 38 269 128

Bulan Jumlah akad kredit Perkembangancakupan pelayanan

Jamban/WC SPAL Jamban/WC SPAL

30 September 2000 31 Juli 2003

Rp. 3.350.000 Rp. 8.530.000

Menumbuhkan rasa bangga saya punya jambanObsesi Yayasan SEHAT Indonesia adalah

bagaimana jamban merupakan kebanggaan,demikian pula SPAL yang sehat juga menjadikebanggaan. Pesan: ‘’Saya Bangga Punya Jamban’’tampaknya pas. Hal ini dibuktikan oleh beberapapeminjam pada saat membangun tetangga melihatakhirnya tumbuh keinginannya untuk juga membangundan bertanya bagaimana caranya agar bisa mendapatpinjaman dari Yayasan SEHAT Indonesia. ‘’Wahuenak-e rek ndak perlu maneh neng kali (wah enaksekali sekarang tidak perlu lagi ke sungai),’’ demikianyang disampaikan oleh beberapa orang yangsekarang telah memiliki jamban. Mereka telah banggapunya jamban.

4EAP).

Kegiatan WASPOLA ditanganisebuah komite, Central Project Committe, yangterdiri atas instansi-instansi lintas sektoral; BAPPENAS,Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan,Departemen Keuangan, dan Departemen Pemukimandan Prasarana Wilayah. Dalam kesehariannya,kegiatan WASPOLA dilakukan oleh Kelompok Kerjadari instansi-instansi yang sama. Kedua lembaga inidikoordinasikan oleh BAPPENAS. Pendekatankemitraan tak hanya sebatas instans-instansi danlembaga tingkat pusat saja, tetapi meluas sampai ke

p e m e r i n t a h a ndaerah; lemba-g a - l e m b a g apendanaan multi-lateral dan bila-teral; LSM lokal,nasional, mau-pun internasio-nal; dan masya-rakat pada u-mumnya.

Lima tahunmasa kerjaWASPOLA telahberakhir Juli 2003lalu. Sebuahdokumen berta-juk KebijakanNasional Pem-bangunan Air Mi-num dan Penye-hatan Ling-kungan. Berba-sis Masyarakattelah tersusun.Kebijakan inimerupakan satuparadigma baru,

negara-negara donor bahkan telah mengadopsinya.Kini sejumlah tantangan berada di depan mata.Masalahnya bila kelak kebijakan itu telah memperolehlegalitas, bakal masih memerlukan kerja panjang dalampelaksanaannya secara nasional. Adakah kebijakannasional ini bakal mampu menjawab tantanganMillenium Development Goal (MDG)? Bagaimana puladengan tantangan PBB yang menetapkan air minumsebagai hak asasi? Agaknya tugas Kelompok Kerjabelum berakhir benar. Pemikiran dan karya merekamasih terus dibutuhkan.

Page 7: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

endekatan tanggap kebutuhan (DemandResponsive Approach) adalah suatupendekatan yang menempatkan kebutuhan

masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalampengambilan keputusan termasuk di dalamnyapendanaan. Hal ini menjadikan keterlibatanmasyarakat berlangsung dalam keseluruhan tahapanmulai dari melakukan perencanaan, pembiayaan,pelaksanaan dan pengelolaan sistem yang sesuaidengan kebutuhan dan kesediaan membayar darimasyarakat. Pendekatan ini memerlukan perubahandalam penanganan kegiatan dari seluruh pihak yangberkepentingan (stakeholders) baik masyarakat.LSM, sektor swasta, maupun pemerintah.

Karakteristik utama dari pendekatan ini adalah: Masyarakat menyusun pilihan-pilihannya tentang:

Apakah ingin berpartisipasi atau tidak dalamkegiatan?

Pilihan-pilihan terhadap teknologi dan cakupanpelayanan berdasar kesediaan membayar

Kapan dan bagaimana bentuk pelayananBagaimana dana akan dikelola dandipertanggungjawabkan

Bagaimana bentuk pengoperasian danpengelolaan pelayanan

Pemerintah memegang peran sebagai fasilitator,dengan menetapkan kebijakan dan strateginasional yang jelas, mendorong konsultasi yangmelibatkan keseluruhan pihak yang berkepen-tingan dan memfasilitasi peningkatan kapasitassumber daya manusia dan pembelajaran.Kondisi yang kondusif bagi terjadinya partisipasidari beragam pihak yang berkepentingan terhadapkegiatan yang dilakukan masyarakatInformasi yang memadai diberikan kepadamasyarakat dan prosedur baku disiapkan untukmembantu proses pengambilan keputusanbersama oleh masyarakat.

PendekatanTanggapKebutuhan

PPembentukan kelompok kerja ini didasari padapemikiran bahwa pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan tidak hanya terkait pada satubidang tertentu tetapi harus merupakan kesatuan daribeberapa aspek, yaitu aspek teknis, kelembagaan,pembiayaan, sosial dan lingkungan hidup.Berdasarkan pemahaman itulah maka dibentukKelompok Kerja Air Minum dan PenyehatanLingkungan, yang terdiri dari departemen-departementerkait, yaitu Departemen Dalam Negeri, DepartemenKesehatan, Departemen Permukiman dan PrasaranaWilayah, dan Departemen Kesehatan, sertadikoordinasikan oleh Bappenas.

Selain terkait dengan kegiatan Proyek Penyediaan AirMinum dan Penyehatan Lingkungan (ProyekWASPOLA, WSLIC-2, Pro-Air, CWSH, SANIMAS) ,Kelompok Kerja juga terlibat pada penyusunanKebijakan Nasional Pembangunan Air Minum danPenyehatan Lingkungan. Saat ini baru diselesaikanKebijakan Nasional Pembangunan Air Minum danPenyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat dansedang dalam tahap penyusunan Kebijakan NasionalAir Minum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisLembaga-, ataupun kegiatan uji coba penerapankebijakan di daerah dan kegiatan kampanye publikmengenai air minum dan penyehatan lingkungan, yangditempuh melalui kegiatan penyusunan jurnal airminum dan penyehatan lingkungan, pembuatan posterataupun komik.

Diharapkan keanggotaan Kelompok Kerja ini semakinmeluas sehingga kegiatan yang dilakukan punsemakin beragam dalam rangka peningkatanaksesibilitas masyarakat akan air minum danpenyehatan lingkungan. Selain itu, diharapkan pola-pola kerja sama ini dapat direplikasi di daerah (baikpropinsi dan kabupaten/kota) sehingga kegiatanpembangunan air minum dan penyehatan lingkungandalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakatdapat dilaksanakan dengan baik.

Sekilas tentangKELOMPOK KERJAAIR MINUM DAN

PENYEHATAN LINGKUNGAN‘’ Lak opo dadak duwe WC? (Kenapa harus punyaWC/jamban?)’’ Itulah yang selalu dikatakan wargaDesa Ental Sewu dulu ketika kepada merekaditanyakan tentang jamban. Pernyataan serupa jugadikemukakan warga sekitar desatersebut. Di benak mereka terpatripemahaman bahwa memba-ngun jamban itu mahalkarena jamban selalu identikdengan septic tank yangbesar. Karenanya, merekalebih senang buang airbesar (BAB) di parit atausungai. Padahal daerahmereka berada di ketiakkota Sidoarjo, JawaTimur.

Kondisi ini meng-gugah Sutrisno Hadi, (56tahun) pensiunan pegawainegeri, yang sekaligusmotivator di Yayasan Sehatyang bermarkas di Ental Sewuuntuk mengubah budaya ma-syarakat setempat.

Berdasarkan survei yang dilakukan olehyayasan di dusun Mlaten Desa Sidokepung tahun2001, dari lebih kurang 90 rumah sebanyak 7 rumahyang memiliki jamban, di desa Ental Sewu dari sekitar700 KK sebanyak lebih kurang 340 KK yang memilikijamban.

Yayasan Sehat berpikir kondisi ini akanberdampak buruk terhadap kesehatan masyarakatdan lingkungan pemukiman pada umumnya di masamendatang bila tidak ditangani sejak dini. Hanya sajauntuk mengubah budaya masyarakat ini memangbukanlah mudah.

Sutrisno berpendapat kesadaran perludibangun mulai dari tingkat keluarga dan harusmenjadi kesadaran bersama seluruh masyarakat, daripenanganan bersifat domestik (dari rumah ke rumah)harus berproses menjadi sistemik. Penanamankesadaran ini dilaksanakan melalui program JambanKeluarga dan Pembuangan Limbah Keluarga.

Dengan sabarnya ia meyakinkan masyarakatagar memiliki jamban, dengan melalui kunjunganrumah, berbicara dalam forum pertemuan RT, dan

dalam setiap pertemuan. Dengan kelakar namunpenuh meyakinkan pada keluarga-keluarga yangmempunyai beberapa anak gadis, namun tidakmemiliki jamban Sutrisno mengatakan, ‘’Yen ono

wong arep nglamaranak sampeanyen dek-e permi-si buang hajatarep mbok go-wo nok ngen-di? Neng kalita?‘’ (Kalau adaorang maumelamar anakgadismu, kalaudia permisimau buang ha-

jat mau dibawake mana? Ke su-

ngai?). Di sampingcara di atas pesan

demi pesan disam-paikan secara tertulis untuk

mengimbau dan meyakinkan‘’jangan buang hajat di sembarang

tempat’’. Cara-cara tersebut ternyata cukup mampumenumbuhkan kesadaran mereka.

Dalam pikiran Sutrisno, kalau tidak darisekarang kapan lagi promosi perilaku hidup sehat?Apakah harus menunggu bantuan dari pemerintah?Bukankah sebenarnya masyarakat mampu?Nyatanya mereka mampu membeli barang-barangyang berharga. Bukankah dengan memliki jambanitu juga merupakan cara menghargai dirinya?Persoalannya adalah kesadaran. Dan kesadaranitulah yang harus ditumbuhkan.

Selama ini, menurut Sutrisno, banyak upayayang dilakukan oleh pemerintah untuk jambankeluarga karena pendekatannya pendekatan proyektidak berawal dari prakarsa masyarakat sendiri,banyak prasarana dan sarana tersebut yang tidakberfungsi. Dengan kata lain untuk urusan jamban danpenyehatan lingkungan, bangunan kesadaran danpemberdayaan masyarakat minimal harusdisejajarkan dengan bangunan fisik itu sendiri. Janganhanya fisiknya saja karena akan menuai masalah.

Dan pikiran itu benar. Membangun jambantak harus mahal dan masyarakat mampu untuk itu.

Punya Jamban,Awalnya Berat Kini Bangga

Pengalaman Yayasan SEHAT Indonesia di Sidoarjo, Jawa Timur

Cermin

Septic tank, dulu menjadi ‘’hantu ‘’

18

CerminCermin

Cermin5

Page 8: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

embangun lebih mudah daripada memelihara.Bukti atas ungkapan itu mudah ditemukanpada banyak proyek fisik milik pemerintah.

Tanpa kecuali, sejumlah prasarana dan saranapelayanan air minum dan penyehatan lingkungan(AMPL) pun mengalami nasib memprihatinkan.Efektivitas proyek-proyek itu rendah, danpemanfaatannya tidak optimal. Keberlanjutannya punterputus karena masyarakat tidak mampumengoperasikan dan memeliharanya.

Adalah Methodology Participatory Assess-ments (MPA) yang mampu menjamin efektivitas dankeberlanjutan sarana. MPA merupakan alat yangdikembangkan untuk melakukan penilaian agarpembuat kebijakan, manajer program, dan masyarakatsetempat dapat memonitor kesinambungan saranamereka dan mengambil tindakan perbaikan.

Metodologi ini mengungkapkan cara-carakaum perempuan dan keluarga yang kurang mampuberpartisipasi dan mengambil manfaat atas suatu sa-rana bersama-sama kaum lelaki dan keluarga yangberada. Juga diperlihatkan faktor-faktor kunci menujukeberhasilan dalam proyek AMPL yang dikelola ma-syarakat. Pada saat bersamaan juga memungkinkankita melakukan agregasi kuantitatif atas data moni-toring tingkat masyarakat agar dapat digunakan padatingkat program dan tingkat pembuatan kebijakan.

MPA menggunakan pendekatan ParticipatoryRural Appraisal (PRA) dan Self esteem, Associatestrength, Resourcefulness, Action Planning,Responsibility (SARAR) yang dikenal efektifmendorong partisipasi masyarakat. Namun MPAmenambahkan ciri-ciri berikut:- MPA ditujukan kepada dinas pelaksana maupun ma-syarakat untuk mencapai sarana yang dikelola seca-ra berkesinambungan dan digunakan secara efektif.MPA dirancang untuk melibatkan semua stakeholderutama dan menganalisis keberadaan empat kompo-nen penting masyarakat: lelaki miskin, perempuanmiskin, lelaki kaya, perempuan kaya. Jadi MPA meng-operasionalkan kerangka analisis gender dan kemis-kinan untuk menaksir kesinambungan sarana AMPL.- MPA menggunakan satu set indikator yang sectorspecific untuk mengukur kesinambungan, kebutuhan,gender, dan kepekaan akan kemiskinan. Masing-ma-sing diukur dengan menggunakan urutan alat parti-sipatori pada masyarakat, dinas pelaksana, dan pem-buat kebijakan. Hasil penilaian pada tingkat masya-rakat dibawa oleh wakil-wakil masyarakat penggunadan dinas pelaksana ke dalam rapat stakeholder,dengan maksud untuk bersama-sama mengevaluasi

PendekatanPartisipatif

M

6faktor-faktor kelembagaan yangberpengaruh pada dampak proyek dankesinambungan pada tingkat lapangan.Hasil dari penilaian kelembagaan digunakan untukmelakukan tinjau ulang atas kebijakan pada tingkatprogram atau tingkat nasional.- MPA menghasilkan sejumlah data kualitatif tingkatdesa, sebagian darinya dapat dikuantitatifkan ke da-lam sistem ordinal oleh para warga desa itu sendiri.Data kuantitatif ini dapat dianalisis secara statistik.

Dengan cara ini kita dapat melakukan analisisantarmasyarakat, antarproyek, dan antarwaktu, sertapada tingkat program. Dengan demikian MPA dapatmenghasilkan informasi manajemen untuk proyek ska-la besar dan data yang sesuai untuk analisis program.

Siapa yang dapat memanfaatkan MPA?MPA membuka kemungkinan penggunaannya untukbermacam-macam keperluan. Informasi kualitatif yangdihasilkan secara visual dapat dengan mudah dikon-versikan ke dalam proses numerik atau presentasi gra-fis. Hasil yang berupa grafik tingkat masyarakat akandiperoleh segera setelah diterapkannya perangkatpartisipatori terhadap kelompok-kelompok dalam ma-syarakat, lelaki-perempuan, kaya dan miskin, yang laludapat dipresentasikan di depan dan diverifikasikankepada warga masyarakat secara keseluruhan. Datasejenis dari waktu atau masyarakat yang berlainansetelah dikonsolidasikan dapat digunakan untukmembantu para manajer atau personil proyek melihatkecenderungan yang terjadi dan menganalisis pe-nyebabnya. Hasil penilaian atas beberapa proyek se-telah dikonsolidasikan pada tingkat program atau ting-kat nasional dapat dipakai untuk analisis kebijakan,

Apa persyaratan dalam menggunakan MPA?MPA dirancang sebagai bagian integral suatu proyek,bukan sekadar tambahan atau berdiri sendiri. Karenaitu MPA memerlukan lembaga penyandang dana yangmerasa terpanggil untuk merancang sebuah proyekbaru atau sebuah proyek partisipatori yang sedangberjalan yang ingin menerapkan penilaian partisipatori.

Walaupun di banyak negara terdapat se-jumlah fasilitator yang berpengalaman dalam meng-gunakan metode partisipatori, namun masih diperlukanpelatihan khusus dalam menggunakan MPA. Pertama,MPA menambahkan kerangka analitis yang mendo-rong ke arah kesinambungan dan memberi kemung-kinan mengubah data partisipatori menjadi kode kuan-titatif untuk digunakan ke dalam analisis kesinam-bungan. Kedua, karena watak keseluruhannya adalahpartisipatori, MPA mendorong proses pembelajaranpara peserta. Fasilitator yang telah terampil dan pekaakan masalah gender dan kemiskinan merupakan kun-ci untuk mendorong daur pembelajaran dan tindakanpada semua tingkat.

Sumber: Dokumen Kebijakan Nasional Pem-bangunan Air Minum dan Penyehatan LingkunganBerbasis Masyarakat.

1990-1990 Pencanangan Dekade Internasional Air Minum dan Sanitasi (International Drinking Water andSanitation Decade)

1992 Konferensi Internasional Air dan Lingkungan di Dublin.Pada konferensi ini dihasilkan suatu pernyataan yang dikenal dengan Dublin Statement on Waterand Sustainable Development yang memberi perhatian terhadap nilai ekonomi dari air, keterli-batan perempuan, dan kemiskinan.

Konferensi Lingkungan dan Pembangunan (UNCED Earth Summit) di Rio de JaneiroPada konferensi ini dihasilkan Deklarasi Rio (Rio Declaration on Environment and Development)yang menyoroti isi kerjasama, partsipasi masyarakat, sanitasi dan air minum, pemukiman, pem-bangunan berkelanjutan. Selain itu juga dicanangkan Agenda 21

1997 Forum Air Dunia I (Ist World Water Forum) di MarrakechForum ini berhasil mengeluarkan Deklarasi Marrakech yang menyoroti air sanitasi, pengelolaanair bersama, ekosistem konservasi, kualitas gender, dan penggunaan air secara efisien.

2000 Forum Air Dunia II (2rd World Water Forum) di HagueDalam forum ini disepakati World Water Vision; Marketing Water Everybody’s Business yangmenyatakan bahwa air mempunyai beragam kepentingan dan kegunaan baik untuk keperluandomestik, makanan, irigasi.

Pada tahun ini juga dicanangkan Deklarasi PBB (UN Millenium Declaration) yang mencanangkanMillenium Development Goal (MDG) yang salah satunya adalah mengurangi separuh proporsipenduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi pada tahun2015.

2002 World Summit on Sustainable Development di JohannesburgPada pertemuan ini para pemimpin dunia menegaskan kembali komitmennya terhadap MDG

2003 Forum Air Dunia III (3rd World Water Forum) di JepangDalam forum ini berhasil diterbitkan suatu Laporan tentang Pembangunan Air Edisi I (1st edition ofthe World Development Report)

Keputusan dan Konferensipenting yang terjadi selama 30 tahun

http://www.unesco.org/water/wwap/milestones/

Informasi yang tercantum di situs ini merupakan bagian

dari dari situs UNESCO ( United Nation Educational

Scientific and Cultural Organization). Dalam 30 tahun

terakhir tercatat beberapa peristiwa penting yang terkait

dengan program Air Minum dan Penyehatan

Lingkungan yaitu:

Info17

InfoInfoInfo

Page 9: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Apa yang melatar-belakangi lahirnyaprogram WASPOLAini?Sebetulnya kalau kitalihat sampai sekarangkita tidak memilikinational policy untukair minum dan penye-hatan lingkungan. Itumenyebabkan kitasering disetir olehdonor agencies. Nah, makanya kita butuh itu, yangnanti kita jadikan pegangan bila kita berhadapandengan donor agencies bila kita perlu dia. Syukur-syukur kalau itu bisa dibiayai dari dana kita sendiri,kendati faktanya tidak bisa karena keterbatasan yangada. Nah, nanti kita sampaikan kepada mereka, inilahkebijaksanaan nasional kita, Anda mau mengikuti atautidak. Kalau mau kita negosiasi, kalau tidak ya sorry,thank you for your help. Dengan cara seperti ini kitaakan lebih fokus.Sebagai contoh, sekarang dalam hubungan bilateral,negara-negara yang membantu kita kadang-kadangmempunyai preferensi lokasi. Misalnya Australia,mereka lebih memilih Indonesia Timur. Why? Mengapamereka tak mau Indonesia Barat, toh masalah diIndonesia juga banyak. Jerman misalnya dalamprogram Transmigration Area Development (TAD)memilih Kalimantan Timur. Kenapa nggak mau keMaluku Tenggara atau ke Sulawesi Tenggara? JugaBank Dunia dan lainnya.Saya yakin kalau mereka memiliki satu visi dengankita untuk memecahkan masalah AMPL ini, mestinyamereka tak memiliki lagi wilayah tertentu. Kenapa kitanggak sama-sama saja?

Melihat ini suatu yang baru, bagaimana awalprogram ini disusun?Pada waktu nyusun, kita sempat bingung karena airminum dan penyehatan lingkungan ini sedemikian luas.Apakah kita dasarnya perkotaan dan pedesaanberdasarkan kawasan, atau berdasarkan apa? Kalaudasarnya kawasan perkotaan dan perdesaan,logikanya kawasan perkotaan kan semakinberkembang luas sehingga kawasan pedesaan takditangani karena kecepatan pertumbuhan di perkotaan

kan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Apabegitu? Akhirnya kita melihat secara fungsionalbahwa ada yang bisa dikelola oleh institusi dan olehmasyarakat. Kebetulan keduanya letaknya sesuaidengan pedesaan dan perkotaan. Biasanyapedesaan dikelola masyarakat sedangkanperkotaan oleh institusi. Ini kebetulan saja. Kita tidakberangkat dari pedesaan dan perkotaan, karena kitatidak ingin mendiskriminasi. Misalnya orang kotadapat seperti ini, orang desa seperti ini. Siapa yangmenentukan hak seperti itu? Dulu orang kota misalnyamembutuhkan air 100 liter per detik, orang desa 60

meter per detik. Siapa yang menjustifikasi seperti itu?Mengapa harus ada diskriminasi pelayanan? Makanyakita tidak mau berangkat dari situ. Kita ingin berangkatdari institusi yang mengelolanya. Jadi ada yangdikelola masyarakat dan institusi. Kalau mungkinkedua-duanya secara bersamaan.

Sampai sejauh mana capaian programWASPOLA ini?Sekarang national policy kita baru bisa yangcommunity based (berbasis masyarakat). Itu yangselesai. Kita akan beranjak ke yang institutional based(berbasis lembaga).

Mengapa harus seperti itu?Pada waktu kita memiliki tiga pola tadi, kompleksitasmasalahnya berbeda-beda. Maka kita mulai dari yangmudah yakni community based. Karena ini padadasarnya sudah dimulai dari Pelita I dan II. Ada yangnamanya Inpres Sarkes (sarana kesehatan). Hanyasaja sifatnya supply driven. Penduduk desa butuh apa,maka kita alokasikan sesuai logika kita seperti ini. Tapidi situ sudah ada komponen empowerment meskisedikit sekali. Nah arus itu makin menguat setelah adareformasi bahwa komunitas itu harus diberdayakan.Namun alat untuk itu tidak ada. Kemudian coba kitacari alat apa yang paling tepat. Ternyata supply drivenitu sudah tidak tepat. Karena rasa memilliki masyarakatterhadap sarana dan prasarana itu rendah. Sekarangkita rubah menjadi demand driven yakni tergantungkepada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tapiitu pun juga masih kurang karena belum tentu ini akanmeningkatkan rasa memiliki masyarakat. Oleh karenaitu dalam program ini harus ada kontribusi masyarakat.Inilah salah satu cara untuk meningkatkan sense of

“Kita Perlu National Policy”

WawancaraWawancaraWawancara

Wawancara7

Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas,Ir. Basah Hernowo, MA

Judul : The Contribution of People’sParticipation Evidence from 121 RuralWater Supply Projects

Penulis : Deepa NarayanPenerbit : Environmentally Sustainable

Development Occasional paper SeriesNo. 1 The World Bank, WashingtonD.C., July. 1995

Tebal : viii + 108 halaman

Info

Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan(AMPL) di Indonesia yang selama ini lebih banyak

menggunakan pendekatan ‘supply driven’ menjadikantidak optimalnya hasil pembangunan. Fasilitas yang telahterbangun banyak yang terbengkalai karena tidak sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Memasuki era tahun 2000-an, seiring dengan telah disepakatinya Kebijakan Nasional

Air Minum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisMasyarakat maka pembangunan AMPL telah mulaimengedepankan pendekatan “demand responsive

approach’ (pendekatan tanggap kebutuhan).

Dalam konteks di atas, maka buku ini (walaupun relatiftelah beredar cukup lama) masih sangat relevan untuk menjadisemacam panduan bagi pihak yang berkepentingan (stakeholder)dalam pembangunan AMPL.

Disadari oleh hampir semua orang bahwa keuntunganpartisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dapatmendorong suksesnya proyek pembangunan. Namun buktipendukungnya bersifat kualitatif sehingga banyak praktisi yangbersifat meragukannya. Laporan ini berusaha menjelaskan hal diatas melalui tiga pertanyaan penting. Pertama, seberapa besarpartisipasi masyarakat memberi kontribusi terhadap keefektifanproyek? Kedua, karakteristik masyarakat dan pemerintah yangbagaimana yang dapat mempercepat proses? Ketiga, bagaimanapartisipasi masyarakat dapat didorong melalui kebijakan dandesain proyek air minum pedesaan di 49 negara berkembang.Hasilnya ternyata bahwa partisipasi masyarakat memang memberikontribusi terhadap keefektifan proyek.

Pembangunan infrastruktur telah disepakati merupakan kunci utamapembangunan ekonomi. Sejak tahun 1950 sampai 1990 sebagian besar negaraberkembang bergantung pada investasi pemerintah dalam penyediaaninfrastuktur khususnya energi, telekomunikasi, transportasi, dan air minum. Namundisadari bahwa kecepatannya relatif melambat. Akibatnya antara laindiperkirakan jumlah penduduk yang tidak terlayani air minum mencapai 1milyar, dan sejumlah 1,2 milyar tidak mempunyai sarana sanitasi dasar. Selainitu, ketidakefisienan cenderung tinggi.

Kendala di atas disertai kemampuan keuangan pemerintah yang semakinberkurang sehingga mau tidak mau pemerintah perlu mencari jalan keluarmelalui partisipasi swasta. Kondisi ini menjadikan partisipasi swasta dalam

pembangunan infrastruktur mulai marak khususnya sejak tahun 1980-an. Dalamkonteks ini maka laporan ini menjadi sangat bermanfaat dalam menjelaskan

fenomena keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktursecara objektif berdasarkan data-data dan analisiskecenderungan investasi swasta di sektor energi,telekomunikasi, transportasi, dan air minum di negaraberkembang sepanjang periode 1990-2001. Paling tidak ada2.500 proyek infrastruktur swasta selama periode 1990-2001 di132 negara berkembang dengan jumlah investasi mencapaiUSD 754 milyar yang menjadi dasar kajian laporan ini.

Partisipasi Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur:Kecenderungan di Negara Berkembang; 1990-2001

Sektor Energi, Telekomunikasi, Transportasi dan Air Minum

Judul : Private Participation in Infrastructure; Trendin Developing Countries in 1999-2001.Energy, Telecomunication, Transportation,Water

Penulis : Ada Karina Izaguire dkk.Penerbit : The World Bank dan Public Private

Infrastructure Advisory Facility (PPIAF), 2003Tebal : xiii + 160 halaman

16

InfoInfoInfoKontribusi Partisipasi Masyarakat

Bukti Empiris dari 121Proyek Air Minum Perdesaan

Page 10: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

belonging masyarakat. Nah, inilah yang kitaformulasikan dalam satu kebijakan dan strategi. Kitamencoba mengakomodasi semua kepentinganstakeholder baik itu dari luar maupun pemerintahdaerah dan komunitas. Kita memfasilitasi saja sampaiketemu formulasi yang seperti ini. Memang kalau dilihatdari bahasa birokrat seolah-olah tidak ada artinya tapidari bahasa masyarakat itu sudah bagus. Kitabahasanya tak lagi memerintah tapi membukawawasan.

Bagaimana dengan institutional based ?Itu lebih kompleks karena masalah di institutionalbased itu terkait dengan ‘’coorporate culture’’ masing-masing sektor khususnya yang sudah dikelola olehperusahaan daerah (PD). Ternyata NPL (Nonperforming loan) sangat besar dan itu tidak bisa kitapecahkan dengan satu kebijakan. Itu harus multi sektorbaik DPR, menteri keuangan, dan Pemda. Harusdipecahkan bersama. Makanya kita pecahkanbertahap untuk menyusun national policy for institutionalbased. Kita akan kerja keras lagi karena terlalu banyakkepentingan dan stakeholder yang terlibat.

Apa langkah ke depan setelah adanya nationalpolicy seperti ini?Kita harapkan tidak lagi disetir oleh donor agency. Kitabisa mandiri. Syukur-syukur kalau bisa dibiayai dariAPBN, tanpa utang. Tapi itu tampaknya tidak mungkin.Sekarang saja anggaran untuk pemukiman hanya 1,135trilyun per tahun. Kecil sekali. Makanya kita harusmelihat sumber-sumber pembiayaan lain untuk itu.Kalau kesenjangan sampai 2009, 50 trilyun denganpertumbuhan optimistik, maka harus tersedia 10 trilyununtuk air minum dan penyehatan lingkungan. Inimasalah. Makanya selain kita ‘berjualan’, kita jugadituntut bisa menerangkan kepada pemerintah daerahmisalnya daripada beli kendaraan dinas lebih baikanggaran AMPL yang dinaikkan. Misalnya dari 3persen APBD menjadi 8 persen. Nah kalau daerah mautapi beralasan tidak punya uang maka kita akan ajakberbagi beban.

Pendekatan program ini memerlukan perubahanparadigma. Kendala apa yang muncul?Banyak. Yang pasti masih banyak orang yang tidakmau berubah khususnya birokrat. Yang kedua adalahego dari masing-masing sektor? Bahwa dia selalu inginleader dalam sektor. Yang ketiga struktur kelem-bagaan. Perlu perubahan struktur kelembagaanmisalnya pemerintah lebih pada peran fasilitasi secaranyata bukan lip service saja. Mau nggak pemerintahturun bersama masyarakat memecahkan masalah.Soalnya ini menjadi kebiasaan dulu. Makanya perluada perubahan kultur dan usaha bersama.

“Masih banyakyang harus dilakukan”

Richard Hopkins,Team Leader WASPOLA Project

WASPOLA pada awalnya menemui banyak kendalakarena program ini menggunakan pendekatan yangberbeda, yaitu terfokus pada proses dan kerja sama/koordinasi antarinstansi secara informal maupun formalsebagai landasan penyusunan kebijakan. Pada awalperkembangannya WASPOLA berjalan sangat lambat,hal ini disebabkan oleh belum terbangunnyakesepahaman dalam menjalankan program, terutamapengembangan kebijakan melalui pendekatan proses.Hal lain yang terjadi pada tahap awal adalahperubahan personal dalam kelompok kerja yangsangat tinggi, sehingga memerlukan upaya yang relatifkeras untuk menjaga konsistensi dan progres darikegiatan WASPOLA secara keseluruhan. Ternyatapendekatan tersebut berhasil membangun rasamemiliki maupun komitmen yang tinggi daripemerintah, dan ini dapat terlihat dari padatnyakegiatan WASPOLA dalam dua tahun terakhir,khususnya yang berkaitan dengan upaya penyusunankebijakan yang berbasis lembaga, kerjasama denganpemerintah kabupaten, dan memetik pelajaran pentingdari masing-masing daerah. Baru pada akhir tahunkedua, kegiatan berjalan menunjukkan akselerasinya,saat itu kelompok kerja dari instansi terkait mulaimemperlihatkan minatnya dalam kegiatan WASPOLA.Hal itu didorong oleh suatu realita bahwa tanggungjawab pembangunan sektor air minum dan penyehatanlingkungan dilimpahkan kepada pemerintah daerah,sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Tahunketiga sampai dengan terakhir (2003) menunjukkanaktivitas Kelompok Kerja WASPOLA yang semakinmeningkat dan produktif. Tidak saja dalam kegiatandiskusi kebijakan, tetapi juga dalam beberapa aktivitaslapangan yang mendukung dalam reformasikebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa memilikidari pihak pemerintah terhadap kegiatan sudahsemakin baik. Pada akhirnya semua pihak, terutamakelompok kerja lintas departemen menyadari bahwapengembangan kebijakan dengan metoda partisipatif,walaupun awalnya dipandang sangat membosankan,tetapi menghasilkan banyak hal yang berguna. Danyang lebih penting kebijakan yang dihasilkan dapatditerima oleh semua pihak, karena semuanya terlibatdalam proses pengembangannya.Walaupun sudahbanyak hasil yang dicapai tetapi pekerjaan masihbanyak yang harus dilakukan.

815

LenggangLenggangLenggang

Lenggang

wal Agustus lalu Kelompok KerjaAMPL mengunjungi Desa Pagelaran,

Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bagor.Desa ini merupakan laboratorium lapanganyang menjadi ajang uji coba penerapanKebijakan Nasional di bidang air minum danpenyehatan lingkungan.

Kondisi desa ini tergolong unik. Dipusat desa berada sumber air Ciburial yangmenjadi sumber air bagi PDAM KabupatenBogor, namun penduduknya justru kesulitanair apalagi di musim kering. Keadaan iniutamanya melanda RW 8 yang letaknya disebelah selatan sumber air Ciburial dansecara topografi memang lebih tinggi.Kepala Desa Pagelaran, H Achmad Tohir,menjelaskan wilayahnya pada Mei tahun2000 mengalami bencana muntaber besar-besaran. Ini akibat buruknya prasarana airdan lingkungan di desa tersebut. ‘’Beritanyasampai ke mana-mana,‘’ katanya.

Karena musibah itulah desa inikemudian memperoleh proyek imbalswadaya dari Pemda Kabupaten Bogorsenilai Rp 20 juta pada tahun 2001. Darisitulah kemudian masyarakat bergerakmencari sumber air sendiri. Akhirnyamasyarakat memperoleh sumber air yangletaknya di Desa Pasir Erih, KecamatanTaman Sari, pada sebidang tanah seluas290 meter persegi. Debitnya 10,6 liter perdetik. Lokasi sumber air letaknya 13 meterlebih tinggi dari Pagelaran. Pada awal 2003air sudah mengalir meski dengan pemipaanyang sederhana. ‘’Masyarakat pun mulaiberubah. Awalnya mandi sungai, kini sudahmulai di kamar mandi,‘’ kata Kades.

Dalam dialog dengan metode MPAyang dipandu oleh Suprapto, SKM dariKelompok Kerja AMPL terungkappengelolaan air belum baik. Selama ini baru

satu orang yang menangani. ‘’Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak,‘’ kataA Suhardja, salah satu Ketua RT. Ini terjadikarena pembagian air belum merata.

Kendati begitu, warga ada yangmerasa puas. Ini diungkapkan Endih, ketuaRT yang lain. Alasannya, karena RT-nyamemang berada paling atas. Namun ia jugamenemukan masih banyak air yangterbuang karena tidak ada sistem bukatutup di rumah-rumah.

Dari berbagai tanggapanmasyarakat, Suprapto, dengan gayanyayang khas, menyimpulkan beberapamasalah teknis seperti perlunyamemperbesar sumber air, konstruksi harusdiperkuat, pengelolaan belum maksimal.

Masyarakat ketika dimintaikontribusinya menyatakan sanggupmenyediakan tenaga dan uang iuranbulanan sekitar Rp 5.000. Pemerintah akanmenyediakan pipa dan semen.

Sebagai tahap awal masyarakatdiminta membuat peta perumahan dan jalurpipa yang diharapkan sehingga semuawarga RW 8 dapat menikmati air tersebut.Masyarakat dengan antusias menyanggupi.Dalam waktu dekat tim akan kembali kedesa tersebut untuk menindaklanjuti hasilkerja masyarakat.

Aspirasi: Seorang Ketua RT di Desa Pagelaran sedang menyampaikan aspirasinyaberkenaan dengan proyek air bersih di desanya dengan dipandu fasilitator dariKelompok Kerja AMPL

Secercah Harapandi Pagelaran

A

Page 11: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Latar BelakangBerangkat dari kenyataan bahwa tanggung

jawab pembangunan sektor air minum dan penyehatanlingkungan sekarang ini berada di tangan pemerintahdaerah, maka Kelompok Kerja WASPOLA melakukansuatu terobosan baru dalam pengembangankebijakan, khususnya dalam sektor air minum danpenyehatan lingkungan. Dengan melibatkanstakeholder yang luas, khususnya di tingkat daerah,diharapkan aspirasi daerah dapat terakomodasikan,dan pada akhirnya kebijakan yang dikembangkandapat diterapkan di tingkat daerah.

Setelah gagasan di atas disepakati padatingkat kelompok kerja nasional, kemudian timbulbeberapa pertanyaan yang harus dijawab, berapasumber daya yang diperlukan dalam memfasilitasiperan serta daerah di seluruh Indonesia, siapa yangakan melakukannya, bagaimana mekanismenya,berapa lama waktu yang diperlukan, dan lainsebagainya.

Tentu tidak mudah memfasilitasi 400-ankabupaten/kota dalam waktu yang relatif singkat,sedangkan Kebijakan Nasional Pembangunan AMPLBerbasis Masyarakat sendiri harus segera disele-saikan untuk mencapai konsep akhir padapertengahan tahun 2003. Dengan pertimbanganketerbatasan sumber daya, diputuskan bahwa hanyabeberapa daerah terpilih yang dilibatkan dalam tahappertama, sedangkan tahap selanjutnya akan dilakukandengan skala lebih luas disertai penyempurnaanpendekatan, setelah belajar dari tahap pertamatentunya.

Menentukan beberapa daerahpun bukanpersoalan yang mudah, karena ada kekhawatirankeikutsertaannya hanya karena dorongan kepatuhandaerah kepada pusat, bukan karena pemahamankesadaran pentingnya pembangunan sektor AMPL didaerahnya secara khusus dan Indonesia secaraumum. Di sisi lain, WASPOLA yang mempromosikanpendekatan tanggap kebutuhan (demand responsiveapproach ) juga ingin menghindarkan pola penunjukansepihak, yang tidak memberikan peluang kepadadaerah untuk mengemukakan keinginan ataukeberatannya terhadap program yang ditawarkan.Sehingga daerah yang terpilih dapat memberikan

sumbangsih yang optimal dalam prosespenyempurnaan kebijakan, juga diharapkan langsungdapat diadaptasikan dalam penyusunan kebijakansektor AMPL di daerah.

Pemilihan DaerahDari serangkaian diskusi yang dilakukan

dalam lingkup kelompok kerja, disepakati untukmengundang beberapa daerah yang memiliki potensidalam memperkaya kebijakan yang sedang disusun.Pemilihan didasarkan kepada adanya kegiatan yangsejalan dengan implementasi kebijakan, misalnya adaproyek yang secara prinsip sudah menerapkankaidah-kaidah yang dikandung dalam kebijakan,seperti proyek WSLIC2, proyek sanitasi UNICEF, danproyek air bersih yang dikelola oleh KfW/GTZ.Diupayakan agar pemilihan daerah juga seoptimalmungkin dapat memperlihatkan sebaran yangmemadai secara geografis.

Ada keraguan awalnya, apakah daerah mauturut serta dalam kegiatan pengembangan kebijakan,yang nota bene tidak ada hubungannya dengan proyekfisik. Biasanya daerah tertarik dengan kegiatan fisikatau kegiatan yang diikuti dengan kegiatanpembangunan fisik. Tetapi kegiatan WASPOLA samasekali tidak membawa proyek fisik. Semata-matahanya dialog kebijakan, yang ditengarai akanmembosankan.

Oleh: Sofyan IskandarWASPOLA Project Coordinator

Secara garis besar, tujuan ujicoba KebijakanNasional Pembangunan AMPL BerbasisMasyarakat adalah:1. Diperolehnya masukan dari daerah guna

penyempurnaan2. Diadaptasinya pokok-pokok kebijakan

yang dituangkan dalam kebijakan AMPLdalam pengembangan kebijakan daerah

3. Diperolehnya masukan dalam pemasarankebijakan ke daerah lain

Opini OpiniOpiniOpini9

Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan NasionalPembangunan Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat

Suatu pendekatan baru dalam pengembangan kebijakan

14

LenggangLenggangLenggangLenggang

tusan-utusan dari 33 kabupaten dantujuh propinsi menghadiri pertemuantahunan koordinasi TKK (Tim Koordinasi

Kabupaten) dan TKP (Tim KoordinasiPropinsi) di Hotel Hilton, Surabaya, 20-22Agustus 2003. Pertemuan itu bertujuanuntuk meningkatkan kerja sama TKK danTKP dalam pelaksanaan proyek WSLIC II(Water and Sanitation for Low IncomeCommunities), mengevaluasi pelaksanaankegiatan proyek WSLIC II, dan perencanaankegiatan WSLIC II. Sebagai studi bandingpara peserta dibawa ke beberapa lokasi diKabupaten Malang untuk meninjau daridekat proyek tersebut.

Acara dibuka oleh Deputi Sarana danPrasarana Bappenas Ir E. Suyono DikunPh.D, IPM dan sekaligus memberikanpengarahan. Dalam pengarahannyadikatakan bahwa pembangunan daerah

harusmemperhatikankeragaman dankebutuhan daerah.Artinya penyelenggaraanpembangunan daerahharus memperhatikanaspirasi masyarakat danberbasis daerah.Pemerintah pusat,lanjutnya, hanya akanmenjalankan fungsipengarah danmempercayakansepenuhnya kekuatandaerah dalammelaksanakan programpembangunan.

‘’Berdasarkan tanggung jawab tersebutmaka pemerintah memiliki komitmen yangkuat untuk meningkatkan kapasitas daerah,‘’katanya.

Berkaitan dengan proyek WSLIC inidihimbau agar daerah mengalokasikan danapendamping dari APBD terutama untukdigunakan lintas sektor karena dana APBNsangat terbatas.

Pertemuan itu juga dihadiri DirekturKesehatan dan Gizi, Bappenas, Drs ArumAtmawikarta, SKM, MA, Direktur Permukimandan Perumahan, Bappenas, Ir BasahHernowo, MA, Sekditjen PemberantasanPenyakit Menular dan PenyehatanLingkungan Depkes, Dr Syafii Ahmad, MPH,Sesditjen Bina Pembangunan Daerah,Depdagri, Ir Suhatmansyah IS, MSi, DirekturPerkotaan dan Perdesaan Wilayah Timur,Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan,HM Nur Nasution, MSC, Direktur BinaSumber Daya Alam dan Tekonologi TepatGuna, Ditjen Pemberdayaan MasyarakatDesa, Depdagri, Drs H Syamsul Arief Rifai,Msi.

Setelah pertemuan di ruangan,peserta mengunjungi proyek WSLIC II diKabupaten Malang.

Dialog: Para peserta pertemuan tahunan koordinasi TKK dan TKP proyek WSLIC IIsedang berdialog dengan pengelola proyek di Desa Ngebruk, Kab. Malang, Jawa Timur.

Pertemuan TahunanKoordinasi TKK danTKP Proyek WSLIC II

U

Page 12: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

10Ternyata praduga tersebut sama sekali tidak

terbukti, bahkan dari 10 daerah yang diundang kedalam semiloka yang diadakan di Yogyakarta padatanggal 9-11 Oktober 2002, semua daerah menyatakanberminat turut serta dalam kegiatan ujicobapelaksanaan kebijakan nasional AMPL.

Keberhasilan dalam meyakinkan daerahbahwa pembangunan sektor AMPL memerlukanperhatian khusus, lahir dari suatu upaya yang dilakukansecara terbuka dan partisipatif. Pada kesempatantersebut dijelaskan tentang maksud dan tujuan dariujicoba kebijakan, dan kegiatan apa saja yangmungkin dilakukan. Di samping itu juga daerah secarabersama-sama mendiskusikan bagaimana caranyaagar kebijakan tersebut dapat diaplikasikan di daerah.Termasuk di dalamnya penetapan kriteria daerah yangpaling memenuhi syarat untuk turut serta dalamkegiatan ujicoba kebijakan, apabila tidak semuadaerah dapat ikut serta.

Daerah yang diundang ke dalam SemilokaKebijakan Nasional AMPL1. Kabupaten Sumba Timur, NTT2. Kabupaten Sumba Barat, NTT3. Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT4. Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah5. Kabupaten Garut, Jawa Barat6. Kabupaten Subang, Jawa Barat7. Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel8. Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumbar9. Kabupaten Solok, Sumbar10. Kabupaten Pasaman, Sumbar

Tiga kriteria yang penting pemilihan daerahmenurut peserta semiloka:1. Adanya dukungan daerah dinyatakan

dengan surat kepala daerah2. Komitmen partisipasi dalam kegiatan yang

dinyatakan dengan kesanggupan memben-tuk atau memfungsikan tim teknis daerah

3. Kondisi wilayah, hubungannya dengankompleksitas masalah dan sebarangeografis

Dari 10 daerah yang mengajukanminat turut serta, ternyata yang dipilihhanya 4 daerah. Hal ini disebabkan sumberdaya yang dimiliki Kelompok Kerja WASPOLA sangatterbatas. Keempat daerah tersebut adalah KabupatenSumba Timur, Kabupaten Subang, Kabupaten MusiBanyuasin, dan Kabupaten Solok.

Proses UjicobaSecara garis besar, proses ujicoba kebijakan

dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tahappemahaman, tahap pendalaman, dan tahap kerjamandiri. Hanya tahap pertama dan kedua yangmendapat dukungan fasilitasi dari Sekretariat/Kelompok Kerja WASPOLA, sedangkan tahap kerjamandiri merupakan aktivitas yang dilakukan sendiri olehdaerah dalam mengembangkan kebijakan daerah danoperasionalisasinya.

Tahap pemahaman, intinya adalahmemberikan pemahaman tentang pentingnya sektorAMPL terhadap stakeholder kunci di daerah, dilakukandengan kunjungan baik formal maupun informal, diskusi,pertemuan, sampai dengan lokakarya. Kegiatan utamayang dilakukan pada tahap ini di semua daerah adalahdengan melakukan kajian kondisi pelayanan AMPLmasa lalu, masa sekarang, dan kondisi yang akandatang. Sehingga stakeholder daerah mengenalimasalah, tantangan, dan peluang yang dihadapi dalampembangunan sektor AMPL di daerahnya. Lebih jauhstakeholder daerah dapat mulai menyusun rencanagaris besar dalam pembangunan AMPL di daerahnya.

Tahap pendalaman, adalah kelanjutan daritahap sebelumnya yang intinya mengajak stakeholderdaerah dalam mengkaji substansi kebijakan nasionalAMPL. Proses yang ditempuh adalah mendiskusikanpokok-pokok kebijakan yang dibahas secarapartisipatif dalam konteks kedaerahan. Untukmemperkaya pemahaman, dilakukan juga kajianterhadap proyek yang gagal dan yang berhasil. Denganmelakukan kunjungan ke lokasi proyek, melakukanwawancara dengan kelompok masyarakat pengguna,dan kemudian mengangkat temuan-temuan ke dalamsuatu pertemuan pembahasan di tingkat kabupaten.

Hasil UjicobaAdanya pemahaman stakeholder daerah bahwakeberlanjutan pelayanan prasarana dan saranaAMPL ditentukan oleh lima faktor yaitu sosial,kelembagaan, pembiayaan, teknis dan lingkungan.Seluruh daerah memahami bahwa semuakomponen saling berkaitan, tetapi masing-masingdaerah memandang ada faktor tertentu yangdominan. Di Sumba Timur misalnya, faktor sosialdianggap lebih dominan, karena keberhasilanpembangunan prasarana dan sarana AMPL akan

masyarakat yang sifatnya mendorong danmemberdayakan masyarakat agar mereke dapatmerencanakan, membangun dan mengelola sendiriprasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan serta melaksanakan secara mandirikegiatan pendukung lainnya.

Peran Aktif MasyarakatSeluruh masyarakat harus terlibat secara aktif

dalam setiap tahapan pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan. Namun demikian, mengingatketerbatasan ruang dan waktu maka keterlibatantersebut melalui mekanisme perwakilan yangdemokratis serta mencerminkan danmerepresentasikan keinginan dan kebutuhanmayoritas masyarakat.

Pelayanan Optimal dan Tepat SasaranYang dimaksud dengan optimal adalah

kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dankemampuan masyarakat, pemerataan akses untuksemua lapisan masyarakat, dan kenyamanan dalammendapatkan pelayanan. Sedangkan tepat sasarandiartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dansarana air minum dan penyehatan lingkungan yangdibangun sesuai dengan permasalahan yangdihadapi oleh masyarakat.

Penerapan Prinsip Pemulihan BiayaKapasitas dan kemampuan anggaran

pemerintah (pusat dan daerah) yang ada tidakmencukupi untuk terus membangun dan mengelolaprasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan bagi masyarakat. Untuk menunjangkeberlanjutan pelayanan maka pembangunan danpengelolaan pelayanan air minum dan penyehatanlingkungan perlu memperhatikan prinsip pemulihanbiaya.

Sehubungan dengan hal tersebut, penerapanprinsip pemulihan biaya tersebut harusdikomunikasikan secara terbuka, agar semua pihakyang berkepentingan (stakeholder ) terutamamasyarakat pengguna, agar mereka mengetahuibesarnya investasi dalam pembangunan prasaranadan sarana tersebut.

Keberpihakan pada MasyarakatMiskin

Pada prinsipnya seluruh masyarakatIndonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan airminum dan penyehatan lingkungan yang layak danterjangkau. Oleh sebab itu, dengan melihatketerbatasan yang dimiliki maka pembangunan airminum dan penyehatan lingkungan harusmemperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompokmasyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidakberuntung lainnya dalam proses pengambilankeputusan sehingga kebutuhan mereka dapatterpenuhi secara layak, adil dan terjangkau.

Peran Perempuan dalam PengambilanKeputusan

Peranan perempuan untuk memenuhikebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untukkepentingan sehari-hari sangat dominan, sehinggasudah sewajarnya perempuan diikutsertakan secaraaktif dalam pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan. Hal ini didukung melalui studi yangdilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadapproyek-proyek air minum dan penyehatan lingkunganyang dilakukan di Indonesia, Pelibatan perempuan,mulai dari perencanaan, pelaksanaan danpengelolaan prasarana dan sarana air minum danpenyehatan lingkungan terbukti meningkatkankeberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yangdibangun.

Akuntabilitas Proses PerencanaanDalam era desentralisasi dan keterbukaan

maka pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan harus menempatkan masyarakat sasarantidak lagi sebagai objek pembangunan namun sebagaisubjek pembangunan. Kebijakan ini bertujuanmeningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadapprasarana terbangun serta meningkatkan kemampuanmasyarakat untuk mengenali lebih dini sistempengelolaannya. Untuk itu, pembangunan air minumdan penyehatan lingkungan harus lebih terbuka,transparan serta memberikan peluang kepada semuapelaku untuk memberikan kontribusi sesuai dengankemampuan sumber daya yang ada pada seluruhtahapan pembangunan, mulai dari perencanaan,pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan danpengembangan pelayanan.

Peran Pemerintah sebagai FasilitatorFasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian

prasarana dan sarana fisik maupun subsidi langsung,namun pemerintah harus memberikan bimbinganteknis dan non teknis secara terus menerus kepada

* Disarikan dari dokumen Kebijakan NasionalPembangunan Air Minum dan PenyehatanLingkungan Berbasis Masyarakat yang telahdisepakati oleh lintas sektor terdiri dariBappenas, Depdagri, Depkeu,Depkimpraswil, dan Depkes.

13

Page 13: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

dalam menghimpun pendapat dari kalangan yangluas dalam waktu yang relatif singkatDengan mengabaikan bentuk legal dari kebijakanyang saat ini belum ada, daerah dapatmengadaptasi pokok-pokok kebijakan yang ada,karena secara substansial dapat diterima dandipahami. Tetapi bukan berarti tidak diperlukanbentuk legal.

PenutupSetelah dokumen Kebijakan Nasional

Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat inidiperbaiki dan disahkan, tahap selanjutnya adalahpelaksanakan secara nasional. Yang masih menjadipekerjaan rumah bagi Kelompok Kerja Nasionaladalah bagaimana menentukan cara yang efektifdalam pelaksanaannya. Apakah dilakukan dengancara persis seperti yang telah dilakukan pada empatdaerah ujicoba, tentunya diperlukan sumber daya yangcukup besar, terutama pendanaan dan kesiapanfasilitator yang berkualitas. Diperlukan upaya-upayaterobosan guna melaksanakan kebijakan ini, supayakebijakan ini bukan saja diterima secara formal, tetapijuga diterapkan dalam tataran operasional. Disampingitu yang tidak kalah pentingnya adalah fleksibilitasKelompok Kerja Nasional terhadap masukan-masukan dari daerah lain yang mungkin belumtertampung, yang mungkin dapat diakomodasikandalam tahap penyempurnaan selanjutnya.

MPA: Anggota kelompok kerja AMPL sedang memfasilitasi wargamasyarakat untuk menentukan kebijakan dengan sendirinyamenggunakan metodologi pendekatan partisipasi.

11

TUJUAN

1. UmumTerwujudnya kesejahteraan masyarakat melaluipengelolaan air minum dan penyehatan lingkung-an yang berkelanjutan

2. Khususa. Meningkatkan pembangunan, penyediaan, pe-

meliharaan prasarana dan sarana air minumdan penyehatan lingkungan

b. Meningkatkan kehandalan dan keberlanjutanpelayanan prasarana dan sarana air minumdan penyehatan lingkungan.

BUTIR-BUTIR KEBIJAKAN

Air merupakan Benda Sosial dan BendaEkonomi

Hingga saat ini sebagian anggota masyarakatmasih berpandangan bahwa air sebagai sumberkehidupan semata-mata merupakan benda sosial(public goods ) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi.Dampaknya adalah masyarakat tidak mempunyaikeinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumberdaya air (kualitas dan kuatitas), dan mengeksploitasiair sebagai benda bebas dan berlebihan, dan stagnasi(kemacetan) dalam pengembangan ilmu dan teknologiuntuk penggunaan kembali (reuse ) dan pendaur-ulangan (recycle ) air.

Untuk mengubah pandangan tersebutdiperlukan upaya kampanye publik kepada seluruhlapisan masyarakat bahwa air merupakan bendalangka yang mempunyai nilai ekonomi danmemerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya,baik berupa uang maupun waktu. Sesuai dengan sifatsebagai benda ekonomi, maka prinsip utama dalampelayanan air minum dan penyehatan lingkunganadalah pengguna harus membayar atas pelayananyang diperolehnya.

Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasardalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan

Pendekatan tanggap kebutuhan menem-patkan masyarakat pada posisi teratas dalampengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihansistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupuntata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkanefektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintahsebagai fasilitator harus memberikan pilihan yangdiinformasikan (informed choice ) yang menyangkutseluruh aspek pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan, seperti aspek tenologi,pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya sertakelembagaan pengelolaan.

Pembangunan Berwawasan LingkunganPembangunan air minum, mulai dari

pengambilan sumber air, pengaliran air baku,pengolahan air minum, jaringan distribusi air minumsampai dengan sambungan rumah dilaksanakandengan mempertimbangkan kaidah dan normakelestarian lingkungan. Demikian juga pembangunanprasarana dan sarana penyehatan lingkungan,khususnya pengelolaan limbah dan persampahan jugadilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarianlingkungan. Dengan demikian diharapkan adanyasinergi antara upaya peningkatan kualitas hidupmasyarakat dengan upaya peningkatan kelestarianlingkungan.

Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan SehatAgar pelayanan air minum dan penyehatan

lingkungan dapat memberikan manfaat secaraberkelanjutan, maka pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan harus mampu mengubahperilaku masyarakat dalam menjaga danmeningkatkan derajat kesehatan sebagai dasarmenuju kualitas hidup lebih baik. Upaya yang dilakukanadalah menjadikan komponen pendidikan perilakuhidup bersih dan sehat sebagai komponen utamaselain komponen fisik dalam pembangunan air minumdan penyehatan lingkungan.

KEBIJAKAN NASIONALPEMBANGUNAN AIR MINUM

DAN PENYEHATAN LINGKUNGANBERBASIS MASYARAKAT *

12

RagamRagamRagamRagamtercapai apabila hambatan sosial

berupa struktur sosial masyarakat dapatdimanfaatkan secara optimal. Sedangkan

di Kabupaten Subang, dipandang masalah teknislebih menentukan, mengingat daerahnya terbagimenjadi 3 karakter wilayah, yaitu pegunungan,dataran, dan pantai. Pemilihan pendekatan danteknologi menjadi perhatian daerah Subang. DiSolok, peranan kelembagaandianggap dominan, ketikaperanan nagari memiliki posisiyang strategis dalamkeberlanjutan pelayananAMPL. Seperti di Subang,Kabupaten Musi Banyuasin jugamemandang aspek teknologidominan, berkaitan denganwilayah pasang surut danbantaran sungai yang relatifluas.Adanya pengakuan daripeserta daerah bahwa pokok-pokok kebijakan secara umumdapat dipahami, juga dapatdijadikan acuan oleh daerahdalam pelaksanaan pembang-unan sektor AMPL. Di KabupatenSubang, tim kerja daerah dapatmerumuskan visi dan misiprogram AMPL yaitu SubangSehat 2008. Tim kerja daerahMusi Banyuasin meninjaukembali target Muba Sehat2005. Tim kerja daerah Solok memformulasikanSolok Sehat 2010. Tim kerja daerah Sumba Timurmemperkaya pemahaman terhadap visi misiSumba Timur khususnya sektor AMPL.Walaupun sudah dapat dipahami, tetapi konsepkebijakan yang ada masih memerlukan perbaikan,khususnya penggunaan istilah yang kurang jelasmaknanya.Terjadi peningkatan intensitas komunikasi dankoordinasi antar stakeholder AMPL daerah, hal inidapat mendorong efisiensi pembangunan sektorAMPLPengenalan metodologi partisipatif dalampengembangan kebijakan merupakan daya tarikbagi daerah, karena disamping dapat memberikanmasukan secara substansial, juga metoda tersebutdapat dicontoh dalam perencanaan pembangunansecara umum. Metoda ini dipandang cukup efektif

Page 14: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

dalam menghimpun pendapat dari kalangan yangluas dalam waktu yang relatif singkatDengan mengabaikan bentuk legal dari kebijakanyang saat ini belum ada, daerah dapatmengadaptasi pokok-pokok kebijakan yang ada,karena secara substansial dapat diterima dandipahami. Tetapi bukan berarti tidak diperlukanbentuk legal.

PenutupSetelah dokumen Kebijakan Nasional

Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat inidiperbaiki dan disahkan, tahap selanjutnya adalahpelaksanakan secara nasional. Yang masih menjadipekerjaan rumah bagi Kelompok Kerja Nasionaladalah bagaimana menentukan cara yang efektifdalam pelaksanaannya. Apakah dilakukan dengancara persis seperti yang telah dilakukan pada empatdaerah ujicoba, tentunya diperlukan sumber daya yangcukup besar, terutama pendanaan dan kesiapanfasilitator yang berkualitas. Diperlukan upaya-upayaterobosan guna melaksanakan kebijakan ini, supayakebijakan ini bukan saja diterima secara formal, tetapijuga diterapkan dalam tataran operasional. Disampingitu yang tidak kalah pentingnya adalah fleksibilitasKelompok Kerja Nasional terhadap masukan-masukan dari daerah lain yang mungkin belumtertampung, yang mungkin dapat diakomodasikandalam tahap penyempurnaan selanjutnya.

MPA: Anggota kelompok kerja AMPL sedang memfasilitasi wargamasyarakat untuk menentukan kebijakan dengan sendirinyamenggunakan metodologi pendekatan partisipasi.

11

TUJUAN

1. UmumTerwujudnya kesejahteraan masyarakat melaluipengelolaan air minum dan penyehatan lingkung-an yang berkelanjutan

2. Khususa. Meningkatkan pembangunan, penyediaan, pe-

meliharaan prasarana dan sarana air minumdan penyehatan lingkungan

b. Meningkatkan kehandalan dan keberlanjutanpelayanan prasarana dan sarana air minumdan penyehatan lingkungan.

BUTIR-BUTIR KEBIJAKAN

Air merupakan Benda Sosial dan BendaEkonomi

Hingga saat ini sebagian anggota masyarakatmasih berpandangan bahwa air sebagai sumberkehidupan semata-mata merupakan benda sosial(public goods ) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi.Dampaknya adalah masyarakat tidak mempunyaikeinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumberdaya air (kualitas dan kuatitas), dan mengeksploitasiair sebagai benda bebas dan berlebihan, dan stagnasi(kemacetan) dalam pengembangan ilmu dan teknologiuntuk penggunaan kembali (reuse ) dan pendaur-ulangan (recycle ) air.

Untuk mengubah pandangan tersebutdiperlukan upaya kampanye publik kepada seluruhlapisan masyarakat bahwa air merupakan bendalangka yang mempunyai nilai ekonomi danmemerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya,baik berupa uang maupun waktu. Sesuai dengan sifatsebagai benda ekonomi, maka prinsip utama dalampelayanan air minum dan penyehatan lingkunganadalah pengguna harus membayar atas pelayananyang diperolehnya.

Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasardalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan

Pendekatan tanggap kebutuhan menem-patkan masyarakat pada posisi teratas dalampengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihansistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupuntata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkanefektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintahsebagai fasilitator harus memberikan pilihan yangdiinformasikan (informed choice ) yang menyangkutseluruh aspek pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan, seperti aspek tenologi,pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya sertakelembagaan pengelolaan.

Pembangunan Berwawasan LingkunganPembangunan air minum, mulai dari

pengambilan sumber air, pengaliran air baku,pengolahan air minum, jaringan distribusi air minumsampai dengan sambungan rumah dilaksanakandengan mempertimbangkan kaidah dan normakelestarian lingkungan. Demikian juga pembangunanprasarana dan sarana penyehatan lingkungan,khususnya pengelolaan limbah dan persampahan jugadilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarianlingkungan. Dengan demikian diharapkan adanyasinergi antara upaya peningkatan kualitas hidupmasyarakat dengan upaya peningkatan kelestarianlingkungan.

Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan SehatAgar pelayanan air minum dan penyehatan

lingkungan dapat memberikan manfaat secaraberkelanjutan, maka pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan harus mampu mengubahperilaku masyarakat dalam menjaga danmeningkatkan derajat kesehatan sebagai dasarmenuju kualitas hidup lebih baik. Upaya yang dilakukanadalah menjadikan komponen pendidikan perilakuhidup bersih dan sehat sebagai komponen utamaselain komponen fisik dalam pembangunan air minumdan penyehatan lingkungan.

KEBIJAKAN NASIONALPEMBANGUNAN AIR MINUM

DAN PENYEHATAN LINGKUNGANBERBASIS MASYARAKAT *

12

RagamRagamRagamRagamtercapai apabila hambatan sosial

berupa struktur sosial masyarakat dapatdimanfaatkan secara optimal. Sedangkan

di Kabupaten Subang, dipandang masalah teknislebih menentukan, mengingat daerahnya terbagimenjadi 3 karakter wilayah, yaitu pegunungan,dataran, dan pantai. Pemilihan pendekatan danteknologi menjadi perhatian daerah Subang. DiSolok, peranan kelembagaandianggap dominan, ketikaperanan nagari memiliki posisiyang strategis dalamkeberlanjutan pelayananAMPL. Seperti di Subang,Kabupaten Musi Banyuasin jugamemandang aspek teknologidominan, berkaitan denganwilayah pasang surut danbantaran sungai yang relatifluas.Adanya pengakuan daripeserta daerah bahwa pokok-pokok kebijakan secara umumdapat dipahami, juga dapatdijadikan acuan oleh daerahdalam pelaksanaan pembang-unan sektor AMPL. Di KabupatenSubang, tim kerja daerah dapatmerumuskan visi dan misiprogram AMPL yaitu SubangSehat 2008. Tim kerja daerahMusi Banyuasin meninjaukembali target Muba Sehat2005. Tim kerja daerah Solok memformulasikanSolok Sehat 2010. Tim kerja daerah Sumba Timurmemperkaya pemahaman terhadap visi misiSumba Timur khususnya sektor AMPL.Walaupun sudah dapat dipahami, tetapi konsepkebijakan yang ada masih memerlukan perbaikan,khususnya penggunaan istilah yang kurang jelasmaknanya.Terjadi peningkatan intensitas komunikasi dankoordinasi antar stakeholder AMPL daerah, hal inidapat mendorong efisiensi pembangunan sektorAMPLPengenalan metodologi partisipatif dalampengembangan kebijakan merupakan daya tarikbagi daerah, karena disamping dapat memberikanmasukan secara substansial, juga metoda tersebutdapat dicontoh dalam perencanaan pembangunansecara umum. Metoda ini dipandang cukup efektif

Page 15: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

10Ternyata praduga tersebut sama sekali tidak

terbukti, bahkan dari 10 daerah yang diundang kedalam semiloka yang diadakan di Yogyakarta padatanggal 9-11 Oktober 2002, semua daerah menyatakanberminat turut serta dalam kegiatan ujicobapelaksanaan kebijakan nasional AMPL.

Keberhasilan dalam meyakinkan daerahbahwa pembangunan sektor AMPL memerlukanperhatian khusus, lahir dari suatu upaya yang dilakukansecara terbuka dan partisipatif. Pada kesempatantersebut dijelaskan tentang maksud dan tujuan dariujicoba kebijakan, dan kegiatan apa saja yangmungkin dilakukan. Di samping itu juga daerah secarabersama-sama mendiskusikan bagaimana caranyaagar kebijakan tersebut dapat diaplikasikan di daerah.Termasuk di dalamnya penetapan kriteria daerah yangpaling memenuhi syarat untuk turut serta dalamkegiatan ujicoba kebijakan, apabila tidak semuadaerah dapat ikut serta.

Daerah yang diundang ke dalam SemilokaKebijakan Nasional AMPL1. Kabupaten Sumba Timur, NTT2. Kabupaten Sumba Barat, NTT3. Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT4. Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah5. Kabupaten Garut, Jawa Barat6. Kabupaten Subang, Jawa Barat7. Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel8. Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumbar9. Kabupaten Solok, Sumbar10. Kabupaten Pasaman, Sumbar

Tiga kriteria yang penting pemilihan daerahmenurut peserta semiloka:1. Adanya dukungan daerah dinyatakan

dengan surat kepala daerah2. Komitmen partisipasi dalam kegiatan yang

dinyatakan dengan kesanggupan memben-tuk atau memfungsikan tim teknis daerah

3. Kondisi wilayah, hubungannya dengankompleksitas masalah dan sebarangeografis

Dari 10 daerah yang mengajukanminat turut serta, ternyata yang dipilihhanya 4 daerah. Hal ini disebabkan sumberdaya yang dimiliki Kelompok Kerja WASPOLA sangatterbatas. Keempat daerah tersebut adalah KabupatenSumba Timur, Kabupaten Subang, Kabupaten MusiBanyuasin, dan Kabupaten Solok.

Proses UjicobaSecara garis besar, proses ujicoba kebijakan

dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tahappemahaman, tahap pendalaman, dan tahap kerjamandiri. Hanya tahap pertama dan kedua yangmendapat dukungan fasilitasi dari Sekretariat/Kelompok Kerja WASPOLA, sedangkan tahap kerjamandiri merupakan aktivitas yang dilakukan sendiri olehdaerah dalam mengembangkan kebijakan daerah danoperasionalisasinya.

Tahap pemahaman, intinya adalahmemberikan pemahaman tentang pentingnya sektorAMPL terhadap stakeholder kunci di daerah, dilakukandengan kunjungan baik formal maupun informal, diskusi,pertemuan, sampai dengan lokakarya. Kegiatan utamayang dilakukan pada tahap ini di semua daerah adalahdengan melakukan kajian kondisi pelayanan AMPLmasa lalu, masa sekarang, dan kondisi yang akandatang. Sehingga stakeholder daerah mengenalimasalah, tantangan, dan peluang yang dihadapi dalampembangunan sektor AMPL di daerahnya. Lebih jauhstakeholder daerah dapat mulai menyusun rencanagaris besar dalam pembangunan AMPL di daerahnya.

Tahap pendalaman, adalah kelanjutan daritahap sebelumnya yang intinya mengajak stakeholderdaerah dalam mengkaji substansi kebijakan nasionalAMPL. Proses yang ditempuh adalah mendiskusikanpokok-pokok kebijakan yang dibahas secarapartisipatif dalam konteks kedaerahan. Untukmemperkaya pemahaman, dilakukan juga kajianterhadap proyek yang gagal dan yang berhasil. Denganmelakukan kunjungan ke lokasi proyek, melakukanwawancara dengan kelompok masyarakat pengguna,dan kemudian mengangkat temuan-temuan ke dalamsuatu pertemuan pembahasan di tingkat kabupaten.

Hasil UjicobaAdanya pemahaman stakeholder daerah bahwakeberlanjutan pelayanan prasarana dan saranaAMPL ditentukan oleh lima faktor yaitu sosial,kelembagaan, pembiayaan, teknis dan lingkungan.Seluruh daerah memahami bahwa semuakomponen saling berkaitan, tetapi masing-masingdaerah memandang ada faktor tertentu yangdominan. Di Sumba Timur misalnya, faktor sosialdianggap lebih dominan, karena keberhasilanpembangunan prasarana dan sarana AMPL akan

masyarakat yang sifatnya mendorong danmemberdayakan masyarakat agar mereke dapatmerencanakan, membangun dan mengelola sendiriprasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan serta melaksanakan secara mandirikegiatan pendukung lainnya.

Peran Aktif MasyarakatSeluruh masyarakat harus terlibat secara aktif

dalam setiap tahapan pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan. Namun demikian, mengingatketerbatasan ruang dan waktu maka keterlibatantersebut melalui mekanisme perwakilan yangdemokratis serta mencerminkan danmerepresentasikan keinginan dan kebutuhanmayoritas masyarakat.

Pelayanan Optimal dan Tepat SasaranYang dimaksud dengan optimal adalah

kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dankemampuan masyarakat, pemerataan akses untuksemua lapisan masyarakat, dan kenyamanan dalammendapatkan pelayanan. Sedangkan tepat sasarandiartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dansarana air minum dan penyehatan lingkungan yangdibangun sesuai dengan permasalahan yangdihadapi oleh masyarakat.

Penerapan Prinsip Pemulihan BiayaKapasitas dan kemampuan anggaran

pemerintah (pusat dan daerah) yang ada tidakmencukupi untuk terus membangun dan mengelolaprasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan bagi masyarakat. Untuk menunjangkeberlanjutan pelayanan maka pembangunan danpengelolaan pelayanan air minum dan penyehatanlingkungan perlu memperhatikan prinsip pemulihanbiaya.

Sehubungan dengan hal tersebut, penerapanprinsip pemulihan biaya tersebut harusdikomunikasikan secara terbuka, agar semua pihakyang berkepentingan (stakeholder ) terutamamasyarakat pengguna, agar mereka mengetahuibesarnya investasi dalam pembangunan prasaranadan sarana tersebut.

Keberpihakan pada MasyarakatMiskin

Pada prinsipnya seluruh masyarakatIndonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan airminum dan penyehatan lingkungan yang layak danterjangkau. Oleh sebab itu, dengan melihatketerbatasan yang dimiliki maka pembangunan airminum dan penyehatan lingkungan harusmemperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompokmasyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidakberuntung lainnya dalam proses pengambilankeputusan sehingga kebutuhan mereka dapatterpenuhi secara layak, adil dan terjangkau.

Peran Perempuan dalam PengambilanKeputusan

Peranan perempuan untuk memenuhikebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untukkepentingan sehari-hari sangat dominan, sehinggasudah sewajarnya perempuan diikutsertakan secaraaktif dalam pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan. Hal ini didukung melalui studi yangdilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadapproyek-proyek air minum dan penyehatan lingkunganyang dilakukan di Indonesia, Pelibatan perempuan,mulai dari perencanaan, pelaksanaan danpengelolaan prasarana dan sarana air minum danpenyehatan lingkungan terbukti meningkatkankeberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yangdibangun.

Akuntabilitas Proses PerencanaanDalam era desentralisasi dan keterbukaan

maka pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan harus menempatkan masyarakat sasarantidak lagi sebagai objek pembangunan namun sebagaisubjek pembangunan. Kebijakan ini bertujuanmeningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadapprasarana terbangun serta meningkatkan kemampuanmasyarakat untuk mengenali lebih dini sistempengelolaannya. Untuk itu, pembangunan air minumdan penyehatan lingkungan harus lebih terbuka,transparan serta memberikan peluang kepada semuapelaku untuk memberikan kontribusi sesuai dengankemampuan sumber daya yang ada pada seluruhtahapan pembangunan, mulai dari perencanaan,pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan danpengembangan pelayanan.

Peran Pemerintah sebagai FasilitatorFasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian

prasarana dan sarana fisik maupun subsidi langsung,namun pemerintah harus memberikan bimbinganteknis dan non teknis secara terus menerus kepada

* Disarikan dari dokumen Kebijakan NasionalPembangunan Air Minum dan PenyehatanLingkungan Berbasis Masyarakat yang telahdisepakati oleh lintas sektor terdiri dariBappenas, Depdagri, Depkeu,Depkimpraswil, dan Depkes.

13

Page 16: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Latar BelakangBerangkat dari kenyataan bahwa tanggung

jawab pembangunan sektor air minum dan penyehatanlingkungan sekarang ini berada di tangan pemerintahdaerah, maka Kelompok Kerja WASPOLA melakukansuatu terobosan baru dalam pengembangankebijakan, khususnya dalam sektor air minum danpenyehatan lingkungan. Dengan melibatkanstakeholder yang luas, khususnya di tingkat daerah,diharapkan aspirasi daerah dapat terakomodasikan,dan pada akhirnya kebijakan yang dikembangkandapat diterapkan di tingkat daerah.

Setelah gagasan di atas disepakati padatingkat kelompok kerja nasional, kemudian timbulbeberapa pertanyaan yang harus dijawab, berapasumber daya yang diperlukan dalam memfasilitasiperan serta daerah di seluruh Indonesia, siapa yangakan melakukannya, bagaimana mekanismenya,berapa lama waktu yang diperlukan, dan lainsebagainya.

Tentu tidak mudah memfasilitasi 400-ankabupaten/kota dalam waktu yang relatif singkat,sedangkan Kebijakan Nasional Pembangunan AMPLBerbasis Masyarakat sendiri harus segera disele-saikan untuk mencapai konsep akhir padapertengahan tahun 2003. Dengan pertimbanganketerbatasan sumber daya, diputuskan bahwa hanyabeberapa daerah terpilih yang dilibatkan dalam tahappertama, sedangkan tahap selanjutnya akan dilakukandengan skala lebih luas disertai penyempurnaanpendekatan, setelah belajar dari tahap pertamatentunya.

Menentukan beberapa daerahpun bukanpersoalan yang mudah, karena ada kekhawatirankeikutsertaannya hanya karena dorongan kepatuhandaerah kepada pusat, bukan karena pemahamankesadaran pentingnya pembangunan sektor AMPL didaerahnya secara khusus dan Indonesia secaraumum. Di sisi lain, WASPOLA yang mempromosikanpendekatan tanggap kebutuhan (demand responsiveapproach ) juga ingin menghindarkan pola penunjukansepihak, yang tidak memberikan peluang kepadadaerah untuk mengemukakan keinginan ataukeberatannya terhadap program yang ditawarkan.Sehingga daerah yang terpilih dapat memberikan

sumbangsih yang optimal dalam prosespenyempurnaan kebijakan, juga diharapkan langsungdapat diadaptasikan dalam penyusunan kebijakansektor AMPL di daerah.

Pemilihan DaerahDari serangkaian diskusi yang dilakukan

dalam lingkup kelompok kerja, disepakati untukmengundang beberapa daerah yang memiliki potensidalam memperkaya kebijakan yang sedang disusun.Pemilihan didasarkan kepada adanya kegiatan yangsejalan dengan implementasi kebijakan, misalnya adaproyek yang secara prinsip sudah menerapkankaidah-kaidah yang dikandung dalam kebijakan,seperti proyek WSLIC2, proyek sanitasi UNICEF, danproyek air bersih yang dikelola oleh KfW/GTZ.Diupayakan agar pemilihan daerah juga seoptimalmungkin dapat memperlihatkan sebaran yangmemadai secara geografis.

Ada keraguan awalnya, apakah daerah mauturut serta dalam kegiatan pengembangan kebijakan,yang nota bene tidak ada hubungannya dengan proyekfisik. Biasanya daerah tertarik dengan kegiatan fisikatau kegiatan yang diikuti dengan kegiatanpembangunan fisik. Tetapi kegiatan WASPOLA samasekali tidak membawa proyek fisik. Semata-matahanya dialog kebijakan, yang ditengarai akanmembosankan.

Oleh: Sofyan IskandarWASPOLA Project Coordinator

Secara garis besar, tujuan ujicoba KebijakanNasional Pembangunan AMPL BerbasisMasyarakat adalah:1. Diperolehnya masukan dari daerah guna

penyempurnaan2. Diadaptasinya pokok-pokok kebijakan

yang dituangkan dalam kebijakan AMPLdalam pengembangan kebijakan daerah

3. Diperolehnya masukan dalam pemasarankebijakan ke daerah lain

Opini OpiniOpiniOpini9

Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan NasionalPembangunan Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat

Suatu pendekatan baru dalam pengembangan kebijakan

14

LenggangLenggangLenggangLenggang

tusan-utusan dari 33 kabupaten dantujuh propinsi menghadiri pertemuantahunan koordinasi TKK (Tim Koordinasi

Kabupaten) dan TKP (Tim KoordinasiPropinsi) di Hotel Hilton, Surabaya, 20-22Agustus 2003. Pertemuan itu bertujuanuntuk meningkatkan kerja sama TKK danTKP dalam pelaksanaan proyek WSLIC II(Water and Sanitation for Low IncomeCommunities), mengevaluasi pelaksanaankegiatan proyek WSLIC II, dan perencanaankegiatan WSLIC II. Sebagai studi bandingpara peserta dibawa ke beberapa lokasi diKabupaten Malang untuk meninjau daridekat proyek tersebut.

Acara dibuka oleh Deputi Sarana danPrasarana Bappenas Ir E. Suyono DikunPh.D, IPM dan sekaligus memberikanpengarahan. Dalam pengarahannyadikatakan bahwa pembangunan daerah

harusmemperhatikankeragaman dankebutuhan daerah.Artinya penyelenggaraanpembangunan daerahharus memperhatikanaspirasi masyarakat danberbasis daerah.Pemerintah pusat,lanjutnya, hanya akanmenjalankan fungsipengarah danmempercayakansepenuhnya kekuatandaerah dalammelaksanakan programpembangunan.

‘’Berdasarkan tanggung jawab tersebutmaka pemerintah memiliki komitmen yangkuat untuk meningkatkan kapasitas daerah,‘’katanya.

Berkaitan dengan proyek WSLIC inidihimbau agar daerah mengalokasikan danapendamping dari APBD terutama untukdigunakan lintas sektor karena dana APBNsangat terbatas.

Pertemuan itu juga dihadiri DirekturKesehatan dan Gizi, Bappenas, Drs ArumAtmawikarta, SKM, MA, Direktur Permukimandan Perumahan, Bappenas, Ir BasahHernowo, MA, Sekditjen PemberantasanPenyakit Menular dan PenyehatanLingkungan Depkes, Dr Syafii Ahmad, MPH,Sesditjen Bina Pembangunan Daerah,Depdagri, Ir Suhatmansyah IS, MSi, DirekturPerkotaan dan Perdesaan Wilayah Timur,Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan,HM Nur Nasution, MSC, Direktur BinaSumber Daya Alam dan Tekonologi TepatGuna, Ditjen Pemberdayaan MasyarakatDesa, Depdagri, Drs H Syamsul Arief Rifai,Msi.

Setelah pertemuan di ruangan,peserta mengunjungi proyek WSLIC II diKabupaten Malang.

Dialog: Para peserta pertemuan tahunan koordinasi TKK dan TKP proyek WSLIC IIsedang berdialog dengan pengelola proyek di Desa Ngebruk, Kab. Malang, Jawa Timur.

Pertemuan TahunanKoordinasi TKK danTKP Proyek WSLIC II

U

Page 17: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

belonging masyarakat. Nah, inilah yang kitaformulasikan dalam satu kebijakan dan strategi. Kitamencoba mengakomodasi semua kepentinganstakeholder baik itu dari luar maupun pemerintahdaerah dan komunitas. Kita memfasilitasi saja sampaiketemu formulasi yang seperti ini. Memang kalau dilihatdari bahasa birokrat seolah-olah tidak ada artinya tapidari bahasa masyarakat itu sudah bagus. Kitabahasanya tak lagi memerintah tapi membukawawasan.

Bagaimana dengan institutional based ?Itu lebih kompleks karena masalah di institutionalbased itu terkait dengan ‘’coorporate culture’’ masing-masing sektor khususnya yang sudah dikelola olehperusahaan daerah (PD). Ternyata NPL (Nonperforming loan) sangat besar dan itu tidak bisa kitapecahkan dengan satu kebijakan. Itu harus multi sektorbaik DPR, menteri keuangan, dan Pemda. Harusdipecahkan bersama. Makanya kita pecahkanbertahap untuk menyusun national policy for institutionalbased. Kita akan kerja keras lagi karena terlalu banyakkepentingan dan stakeholder yang terlibat.

Apa langkah ke depan setelah adanya nationalpolicy seperti ini?Kita harapkan tidak lagi disetir oleh donor agency. Kitabisa mandiri. Syukur-syukur kalau bisa dibiayai dariAPBN, tanpa utang. Tapi itu tampaknya tidak mungkin.Sekarang saja anggaran untuk pemukiman hanya 1,135trilyun per tahun. Kecil sekali. Makanya kita harusmelihat sumber-sumber pembiayaan lain untuk itu.Kalau kesenjangan sampai 2009, 50 trilyun denganpertumbuhan optimistik, maka harus tersedia 10 trilyununtuk air minum dan penyehatan lingkungan. Inimasalah. Makanya selain kita ‘berjualan’, kita jugadituntut bisa menerangkan kepada pemerintah daerahmisalnya daripada beli kendaraan dinas lebih baikanggaran AMPL yang dinaikkan. Misalnya dari 3persen APBD menjadi 8 persen. Nah kalau daerah mautapi beralasan tidak punya uang maka kita akan ajakberbagi beban.

Pendekatan program ini memerlukan perubahanparadigma. Kendala apa yang muncul?Banyak. Yang pasti masih banyak orang yang tidakmau berubah khususnya birokrat. Yang kedua adalahego dari masing-masing sektor? Bahwa dia selalu inginleader dalam sektor. Yang ketiga struktur kelem-bagaan. Perlu perubahan struktur kelembagaanmisalnya pemerintah lebih pada peran fasilitasi secaranyata bukan lip service saja. Mau nggak pemerintahturun bersama masyarakat memecahkan masalah.Soalnya ini menjadi kebiasaan dulu. Makanya perluada perubahan kultur dan usaha bersama.

“Masih banyakyang harus dilakukan”

Richard Hopkins,Team Leader WASPOLA Project

WASPOLA pada awalnya menemui banyak kendalakarena program ini menggunakan pendekatan yangberbeda, yaitu terfokus pada proses dan kerja sama/koordinasi antarinstansi secara informal maupun formalsebagai landasan penyusunan kebijakan. Pada awalperkembangannya WASPOLA berjalan sangat lambat,hal ini disebabkan oleh belum terbangunnyakesepahaman dalam menjalankan program, terutamapengembangan kebijakan melalui pendekatan proses.Hal lain yang terjadi pada tahap awal adalahperubahan personal dalam kelompok kerja yangsangat tinggi, sehingga memerlukan upaya yang relatifkeras untuk menjaga konsistensi dan progres darikegiatan WASPOLA secara keseluruhan. Ternyatapendekatan tersebut berhasil membangun rasamemiliki maupun komitmen yang tinggi daripemerintah, dan ini dapat terlihat dari padatnyakegiatan WASPOLA dalam dua tahun terakhir,khususnya yang berkaitan dengan upaya penyusunankebijakan yang berbasis lembaga, kerjasama denganpemerintah kabupaten, dan memetik pelajaran pentingdari masing-masing daerah. Baru pada akhir tahunkedua, kegiatan berjalan menunjukkan akselerasinya,saat itu kelompok kerja dari instansi terkait mulaimemperlihatkan minatnya dalam kegiatan WASPOLA.Hal itu didorong oleh suatu realita bahwa tanggungjawab pembangunan sektor air minum dan penyehatanlingkungan dilimpahkan kepada pemerintah daerah,sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Tahunketiga sampai dengan terakhir (2003) menunjukkanaktivitas Kelompok Kerja WASPOLA yang semakinmeningkat dan produktif. Tidak saja dalam kegiatandiskusi kebijakan, tetapi juga dalam beberapa aktivitaslapangan yang mendukung dalam reformasikebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa memilikidari pihak pemerintah terhadap kegiatan sudahsemakin baik. Pada akhirnya semua pihak, terutamakelompok kerja lintas departemen menyadari bahwapengembangan kebijakan dengan metoda partisipatif,walaupun awalnya dipandang sangat membosankan,tetapi menghasilkan banyak hal yang berguna. Danyang lebih penting kebijakan yang dihasilkan dapatditerima oleh semua pihak, karena semuanya terlibatdalam proses pengembangannya.Walaupun sudahbanyak hasil yang dicapai tetapi pekerjaan masihbanyak yang harus dilakukan.

815

LenggangLenggangLenggang

Lenggang

wal Agustus lalu Kelompok KerjaAMPL mengunjungi Desa Pagelaran,

Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bagor.Desa ini merupakan laboratorium lapanganyang menjadi ajang uji coba penerapanKebijakan Nasional di bidang air minum danpenyehatan lingkungan.

Kondisi desa ini tergolong unik. Dipusat desa berada sumber air Ciburial yangmenjadi sumber air bagi PDAM KabupatenBogor, namun penduduknya justru kesulitanair apalagi di musim kering. Keadaan iniutamanya melanda RW 8 yang letaknya disebelah selatan sumber air Ciburial dansecara topografi memang lebih tinggi.Kepala Desa Pagelaran, H Achmad Tohir,menjelaskan wilayahnya pada Mei tahun2000 mengalami bencana muntaber besar-besaran. Ini akibat buruknya prasarana airdan lingkungan di desa tersebut. ‘’Beritanyasampai ke mana-mana,‘’ katanya.

Karena musibah itulah desa inikemudian memperoleh proyek imbalswadaya dari Pemda Kabupaten Bogorsenilai Rp 20 juta pada tahun 2001. Darisitulah kemudian masyarakat bergerakmencari sumber air sendiri. Akhirnyamasyarakat memperoleh sumber air yangletaknya di Desa Pasir Erih, KecamatanTaman Sari, pada sebidang tanah seluas290 meter persegi. Debitnya 10,6 liter perdetik. Lokasi sumber air letaknya 13 meterlebih tinggi dari Pagelaran. Pada awal 2003air sudah mengalir meski dengan pemipaanyang sederhana. ‘’Masyarakat pun mulaiberubah. Awalnya mandi sungai, kini sudahmulai di kamar mandi,‘’ kata Kades.

Dalam dialog dengan metode MPAyang dipandu oleh Suprapto, SKM dariKelompok Kerja AMPL terungkappengelolaan air belum baik. Selama ini baru

satu orang yang menangani. ‘’Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak,‘’ kataA Suhardja, salah satu Ketua RT. Ini terjadikarena pembagian air belum merata.

Kendati begitu, warga ada yangmerasa puas. Ini diungkapkan Endih, ketuaRT yang lain. Alasannya, karena RT-nyamemang berada paling atas. Namun ia jugamenemukan masih banyak air yangterbuang karena tidak ada sistem bukatutup di rumah-rumah.

Dari berbagai tanggapanmasyarakat, Suprapto, dengan gayanyayang khas, menyimpulkan beberapamasalah teknis seperti perlunyamemperbesar sumber air, konstruksi harusdiperkuat, pengelolaan belum maksimal.

Masyarakat ketika dimintaikontribusinya menyatakan sanggupmenyediakan tenaga dan uang iuranbulanan sekitar Rp 5.000. Pemerintah akanmenyediakan pipa dan semen.

Sebagai tahap awal masyarakatdiminta membuat peta perumahan dan jalurpipa yang diharapkan sehingga semuawarga RW 8 dapat menikmati air tersebut.Masyarakat dengan antusias menyanggupi.Dalam waktu dekat tim akan kembali kedesa tersebut untuk menindaklanjuti hasilkerja masyarakat.

Aspirasi: Seorang Ketua RT di Desa Pagelaran sedang menyampaikan aspirasinyaberkenaan dengan proyek air bersih di desanya dengan dipandu fasilitator dariKelompok Kerja AMPL

Secercah Harapandi Pagelaran

A

Page 18: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Apa yang melatar-belakangi lahirnyaprogram WASPOLAini?Sebetulnya kalau kitalihat sampai sekarangkita tidak memilikinational policy untukair minum dan penye-hatan lingkungan. Itumenyebabkan kitasering disetir olehdonor agencies. Nah, makanya kita butuh itu, yangnanti kita jadikan pegangan bila kita berhadapandengan donor agencies bila kita perlu dia. Syukur-syukur kalau itu bisa dibiayai dari dana kita sendiri,kendati faktanya tidak bisa karena keterbatasan yangada. Nah, nanti kita sampaikan kepada mereka, inilahkebijaksanaan nasional kita, Anda mau mengikuti atautidak. Kalau mau kita negosiasi, kalau tidak ya sorry,thank you for your help. Dengan cara seperti ini kitaakan lebih fokus.Sebagai contoh, sekarang dalam hubungan bilateral,negara-negara yang membantu kita kadang-kadangmempunyai preferensi lokasi. Misalnya Australia,mereka lebih memilih Indonesia Timur. Why? Mengapamereka tak mau Indonesia Barat, toh masalah diIndonesia juga banyak. Jerman misalnya dalamprogram Transmigration Area Development (TAD)memilih Kalimantan Timur. Kenapa nggak mau keMaluku Tenggara atau ke Sulawesi Tenggara? JugaBank Dunia dan lainnya.Saya yakin kalau mereka memiliki satu visi dengankita untuk memecahkan masalah AMPL ini, mestinyamereka tak memiliki lagi wilayah tertentu. Kenapa kitanggak sama-sama saja?

Melihat ini suatu yang baru, bagaimana awalprogram ini disusun?Pada waktu nyusun, kita sempat bingung karena airminum dan penyehatan lingkungan ini sedemikian luas.Apakah kita dasarnya perkotaan dan pedesaanberdasarkan kawasan, atau berdasarkan apa? Kalaudasarnya kawasan perkotaan dan perdesaan,logikanya kawasan perkotaan kan semakinberkembang luas sehingga kawasan pedesaan takditangani karena kecepatan pertumbuhan di perkotaan

kan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Apabegitu? Akhirnya kita melihat secara fungsionalbahwa ada yang bisa dikelola oleh institusi dan olehmasyarakat. Kebetulan keduanya letaknya sesuaidengan pedesaan dan perkotaan. Biasanyapedesaan dikelola masyarakat sedangkanperkotaan oleh institusi. Ini kebetulan saja. Kita tidakberangkat dari pedesaan dan perkotaan, karena kitatidak ingin mendiskriminasi. Misalnya orang kotadapat seperti ini, orang desa seperti ini. Siapa yangmenentukan hak seperti itu? Dulu orang kota misalnyamembutuhkan air 100 liter per detik, orang desa 60

meter per detik. Siapa yang menjustifikasi seperti itu?Mengapa harus ada diskriminasi pelayanan? Makanyakita tidak mau berangkat dari situ. Kita ingin berangkatdari institusi yang mengelolanya. Jadi ada yangdikelola masyarakat dan institusi. Kalau mungkinkedua-duanya secara bersamaan.

Sampai sejauh mana capaian programWASPOLA ini?Sekarang national policy kita baru bisa yangcommunity based (berbasis masyarakat). Itu yangselesai. Kita akan beranjak ke yang institutional based(berbasis lembaga).

Mengapa harus seperti itu?Pada waktu kita memiliki tiga pola tadi, kompleksitasmasalahnya berbeda-beda. Maka kita mulai dari yangmudah yakni community based. Karena ini padadasarnya sudah dimulai dari Pelita I dan II. Ada yangnamanya Inpres Sarkes (sarana kesehatan). Hanyasaja sifatnya supply driven. Penduduk desa butuh apa,maka kita alokasikan sesuai logika kita seperti ini. Tapidi situ sudah ada komponen empowerment meskisedikit sekali. Nah arus itu makin menguat setelah adareformasi bahwa komunitas itu harus diberdayakan.Namun alat untuk itu tidak ada. Kemudian coba kitacari alat apa yang paling tepat. Ternyata supply drivenitu sudah tidak tepat. Karena rasa memilliki masyarakatterhadap sarana dan prasarana itu rendah. Sekarangkita rubah menjadi demand driven yakni tergantungkepada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tapiitu pun juga masih kurang karena belum tentu ini akanmeningkatkan rasa memiliki masyarakat. Oleh karenaitu dalam program ini harus ada kontribusi masyarakat.Inilah salah satu cara untuk meningkatkan sense of

“Kita Perlu National Policy”

WawancaraWawancaraWawancara

Wawancara7

Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas,Ir. Basah Hernowo, MA

Judul : The Contribution of People’sParticipation Evidence from 121 RuralWater Supply Projects

Penulis : Deepa NarayanPenerbit : Environmentally Sustainable

Development Occasional paper SeriesNo. 1 The World Bank, WashingtonD.C., July. 1995

Tebal : viii + 108 halaman

Info

Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan(AMPL) di Indonesia yang selama ini lebih banyak

menggunakan pendekatan ‘supply driven’ menjadikantidak optimalnya hasil pembangunan. Fasilitas yang telahterbangun banyak yang terbengkalai karena tidak sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Memasuki era tahun 2000-an, seiring dengan telah disepakatinya Kebijakan Nasional

Air Minum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisMasyarakat maka pembangunan AMPL telah mulaimengedepankan pendekatan “demand responsive

approach’ (pendekatan tanggap kebutuhan).

Dalam konteks di atas, maka buku ini (walaupun relatiftelah beredar cukup lama) masih sangat relevan untuk menjadisemacam panduan bagi pihak yang berkepentingan (stakeholder)dalam pembangunan AMPL.

Disadari oleh hampir semua orang bahwa keuntunganpartisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dapatmendorong suksesnya proyek pembangunan. Namun buktipendukungnya bersifat kualitatif sehingga banyak praktisi yangbersifat meragukannya. Laporan ini berusaha menjelaskan hal diatas melalui tiga pertanyaan penting. Pertama, seberapa besarpartisipasi masyarakat memberi kontribusi terhadap keefektifanproyek? Kedua, karakteristik masyarakat dan pemerintah yangbagaimana yang dapat mempercepat proses? Ketiga, bagaimanapartisipasi masyarakat dapat didorong melalui kebijakan dandesain proyek air minum pedesaan di 49 negara berkembang.Hasilnya ternyata bahwa partisipasi masyarakat memang memberikontribusi terhadap keefektifan proyek.

Pembangunan infrastruktur telah disepakati merupakan kunci utamapembangunan ekonomi. Sejak tahun 1950 sampai 1990 sebagian besar negaraberkembang bergantung pada investasi pemerintah dalam penyediaaninfrastuktur khususnya energi, telekomunikasi, transportasi, dan air minum. Namundisadari bahwa kecepatannya relatif melambat. Akibatnya antara laindiperkirakan jumlah penduduk yang tidak terlayani air minum mencapai 1milyar, dan sejumlah 1,2 milyar tidak mempunyai sarana sanitasi dasar. Selainitu, ketidakefisienan cenderung tinggi.

Kendala di atas disertai kemampuan keuangan pemerintah yang semakinberkurang sehingga mau tidak mau pemerintah perlu mencari jalan keluarmelalui partisipasi swasta. Kondisi ini menjadikan partisipasi swasta dalam

pembangunan infrastruktur mulai marak khususnya sejak tahun 1980-an. Dalamkonteks ini maka laporan ini menjadi sangat bermanfaat dalam menjelaskan

fenomena keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktursecara objektif berdasarkan data-data dan analisiskecenderungan investasi swasta di sektor energi,telekomunikasi, transportasi, dan air minum di negaraberkembang sepanjang periode 1990-2001. Paling tidak ada2.500 proyek infrastruktur swasta selama periode 1990-2001 di132 negara berkembang dengan jumlah investasi mencapaiUSD 754 milyar yang menjadi dasar kajian laporan ini.

Partisipasi Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur:Kecenderungan di Negara Berkembang; 1990-2001

Sektor Energi, Telekomunikasi, Transportasi dan Air Minum

Judul : Private Participation in Infrastructure; Trendin Developing Countries in 1999-2001.Energy, Telecomunication, Transportation,Water

Penulis : Ada Karina Izaguire dkk.Penerbit : The World Bank dan Public Private

Infrastructure Advisory Facility (PPIAF), 2003Tebal : xiii + 160 halaman

16

InfoInfoInfoKontribusi Partisipasi Masyarakat

Bukti Empiris dari 121Proyek Air Minum Perdesaan

Page 19: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

embangun lebih mudah daripada memelihara.Bukti atas ungkapan itu mudah ditemukanpada banyak proyek fisik milik pemerintah.

Tanpa kecuali, sejumlah prasarana dan saranapelayanan air minum dan penyehatan lingkungan(AMPL) pun mengalami nasib memprihatinkan.Efektivitas proyek-proyek itu rendah, danpemanfaatannya tidak optimal. Keberlanjutannya punterputus karena masyarakat tidak mampumengoperasikan dan memeliharanya.

Adalah Methodology Participatory Assess-ments (MPA) yang mampu menjamin efektivitas dankeberlanjutan sarana. MPA merupakan alat yangdikembangkan untuk melakukan penilaian agarpembuat kebijakan, manajer program, dan masyarakatsetempat dapat memonitor kesinambungan saranamereka dan mengambil tindakan perbaikan.

Metodologi ini mengungkapkan cara-carakaum perempuan dan keluarga yang kurang mampuberpartisipasi dan mengambil manfaat atas suatu sa-rana bersama-sama kaum lelaki dan keluarga yangberada. Juga diperlihatkan faktor-faktor kunci menujukeberhasilan dalam proyek AMPL yang dikelola ma-syarakat. Pada saat bersamaan juga memungkinkankita melakukan agregasi kuantitatif atas data moni-toring tingkat masyarakat agar dapat digunakan padatingkat program dan tingkat pembuatan kebijakan.

MPA menggunakan pendekatan ParticipatoryRural Appraisal (PRA) dan Self esteem, Associatestrength, Resourcefulness, Action Planning,Responsibility (SARAR) yang dikenal efektifmendorong partisipasi masyarakat. Namun MPAmenambahkan ciri-ciri berikut:- MPA ditujukan kepada dinas pelaksana maupun ma-syarakat untuk mencapai sarana yang dikelola seca-ra berkesinambungan dan digunakan secara efektif.MPA dirancang untuk melibatkan semua stakeholderutama dan menganalisis keberadaan empat kompo-nen penting masyarakat: lelaki miskin, perempuanmiskin, lelaki kaya, perempuan kaya. Jadi MPA meng-operasionalkan kerangka analisis gender dan kemis-kinan untuk menaksir kesinambungan sarana AMPL.- MPA menggunakan satu set indikator yang sectorspecific untuk mengukur kesinambungan, kebutuhan,gender, dan kepekaan akan kemiskinan. Masing-ma-sing diukur dengan menggunakan urutan alat parti-sipatori pada masyarakat, dinas pelaksana, dan pem-buat kebijakan. Hasil penilaian pada tingkat masya-rakat dibawa oleh wakil-wakil masyarakat penggunadan dinas pelaksana ke dalam rapat stakeholder,dengan maksud untuk bersama-sama mengevaluasi

PendekatanPartisipatif

M

6faktor-faktor kelembagaan yangberpengaruh pada dampak proyek dankesinambungan pada tingkat lapangan.Hasil dari penilaian kelembagaan digunakan untukmelakukan tinjau ulang atas kebijakan pada tingkatprogram atau tingkat nasional.- MPA menghasilkan sejumlah data kualitatif tingkatdesa, sebagian darinya dapat dikuantitatifkan ke da-lam sistem ordinal oleh para warga desa itu sendiri.Data kuantitatif ini dapat dianalisis secara statistik.

Dengan cara ini kita dapat melakukan analisisantarmasyarakat, antarproyek, dan antarwaktu, sertapada tingkat program. Dengan demikian MPA dapatmenghasilkan informasi manajemen untuk proyek ska-la besar dan data yang sesuai untuk analisis program.

Siapa yang dapat memanfaatkan MPA?MPA membuka kemungkinan penggunaannya untukbermacam-macam keperluan. Informasi kualitatif yangdihasilkan secara visual dapat dengan mudah dikon-versikan ke dalam proses numerik atau presentasi gra-fis. Hasil yang berupa grafik tingkat masyarakat akandiperoleh segera setelah diterapkannya perangkatpartisipatori terhadap kelompok-kelompok dalam ma-syarakat, lelaki-perempuan, kaya dan miskin, yang laludapat dipresentasikan di depan dan diverifikasikankepada warga masyarakat secara keseluruhan. Datasejenis dari waktu atau masyarakat yang berlainansetelah dikonsolidasikan dapat digunakan untukmembantu para manajer atau personil proyek melihatkecenderungan yang terjadi dan menganalisis pe-nyebabnya. Hasil penilaian atas beberapa proyek se-telah dikonsolidasikan pada tingkat program atau ting-kat nasional dapat dipakai untuk analisis kebijakan,

Apa persyaratan dalam menggunakan MPA?MPA dirancang sebagai bagian integral suatu proyek,bukan sekadar tambahan atau berdiri sendiri. Karenaitu MPA memerlukan lembaga penyandang dana yangmerasa terpanggil untuk merancang sebuah proyekbaru atau sebuah proyek partisipatori yang sedangberjalan yang ingin menerapkan penilaian partisipatori.

Walaupun di banyak negara terdapat se-jumlah fasilitator yang berpengalaman dalam meng-gunakan metode partisipatori, namun masih diperlukanpelatihan khusus dalam menggunakan MPA. Pertama,MPA menambahkan kerangka analitis yang mendo-rong ke arah kesinambungan dan memberi kemung-kinan mengubah data partisipatori menjadi kode kuan-titatif untuk digunakan ke dalam analisis kesinam-bungan. Kedua, karena watak keseluruhannya adalahpartisipatori, MPA mendorong proses pembelajaranpara peserta. Fasilitator yang telah terampil dan pekaakan masalah gender dan kemiskinan merupakan kun-ci untuk mendorong daur pembelajaran dan tindakanpada semua tingkat.

Sumber: Dokumen Kebijakan Nasional Pem-bangunan Air Minum dan Penyehatan LingkunganBerbasis Masyarakat.

1990-1990 Pencanangan Dekade Internasional Air Minum dan Sanitasi (International Drinking Water andSanitation Decade)

1992 Konferensi Internasional Air dan Lingkungan di Dublin.Pada konferensi ini dihasilkan suatu pernyataan yang dikenal dengan Dublin Statement on Waterand Sustainable Development yang memberi perhatian terhadap nilai ekonomi dari air, keterli-batan perempuan, dan kemiskinan.

Konferensi Lingkungan dan Pembangunan (UNCED Earth Summit) di Rio de JaneiroPada konferensi ini dihasilkan Deklarasi Rio (Rio Declaration on Environment and Development)yang menyoroti isi kerjasama, partsipasi masyarakat, sanitasi dan air minum, pemukiman, pem-bangunan berkelanjutan. Selain itu juga dicanangkan Agenda 21

1997 Forum Air Dunia I (Ist World Water Forum) di MarrakechForum ini berhasil mengeluarkan Deklarasi Marrakech yang menyoroti air sanitasi, pengelolaanair bersama, ekosistem konservasi, kualitas gender, dan penggunaan air secara efisien.

2000 Forum Air Dunia II (2rd World Water Forum) di HagueDalam forum ini disepakati World Water Vision; Marketing Water Everybody’s Business yangmenyatakan bahwa air mempunyai beragam kepentingan dan kegunaan baik untuk keperluandomestik, makanan, irigasi.

Pada tahun ini juga dicanangkan Deklarasi PBB (UN Millenium Declaration) yang mencanangkanMillenium Development Goal (MDG) yang salah satunya adalah mengurangi separuh proporsipenduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi pada tahun2015.

2002 World Summit on Sustainable Development di JohannesburgPada pertemuan ini para pemimpin dunia menegaskan kembali komitmennya terhadap MDG

2003 Forum Air Dunia III (3rd World Water Forum) di JepangDalam forum ini berhasil diterbitkan suatu Laporan tentang Pembangunan Air Edisi I (1st edition ofthe World Development Report)

Keputusan dan Konferensipenting yang terjadi selama 30 tahun

http://www.unesco.org/water/wwap/milestones/

Informasi yang tercantum di situs ini merupakan bagian

dari dari situs UNESCO ( United Nation Educational

Scientific and Cultural Organization). Dalam 30 tahun

terakhir tercatat beberapa peristiwa penting yang terkait

dengan program Air Minum dan Penyehatan

Lingkungan yaitu:

Info17

InfoInfoInfo

Page 20: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

endekatan tanggap kebutuhan (DemandResponsive Approach) adalah suatupendekatan yang menempatkan kebutuhan

masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalampengambilan keputusan termasuk di dalamnyapendanaan. Hal ini menjadikan keterlibatanmasyarakat berlangsung dalam keseluruhan tahapanmulai dari melakukan perencanaan, pembiayaan,pelaksanaan dan pengelolaan sistem yang sesuaidengan kebutuhan dan kesediaan membayar darimasyarakat. Pendekatan ini memerlukan perubahandalam penanganan kegiatan dari seluruh pihak yangberkepentingan (stakeholders) baik masyarakat.LSM, sektor swasta, maupun pemerintah.

Karakteristik utama dari pendekatan ini adalah: Masyarakat menyusun pilihan-pilihannya tentang:

Apakah ingin berpartisipasi atau tidak dalamkegiatan?

Pilihan-pilihan terhadap teknologi dan cakupanpelayanan berdasar kesediaan membayar

Kapan dan bagaimana bentuk pelayananBagaimana dana akan dikelola dandipertanggungjawabkan

Bagaimana bentuk pengoperasian danpengelolaan pelayanan

Pemerintah memegang peran sebagai fasilitator,dengan menetapkan kebijakan dan strateginasional yang jelas, mendorong konsultasi yangmelibatkan keseluruhan pihak yang berkepen-tingan dan memfasilitasi peningkatan kapasitassumber daya manusia dan pembelajaran.Kondisi yang kondusif bagi terjadinya partisipasidari beragam pihak yang berkepentingan terhadapkegiatan yang dilakukan masyarakatInformasi yang memadai diberikan kepadamasyarakat dan prosedur baku disiapkan untukmembantu proses pengambilan keputusanbersama oleh masyarakat.

PendekatanTanggapKebutuhan

PPembentukan kelompok kerja ini didasari padapemikiran bahwa pembangunan air minum danpenyehatan lingkungan tidak hanya terkait pada satubidang tertentu tetapi harus merupakan kesatuan daribeberapa aspek, yaitu aspek teknis, kelembagaan,pembiayaan, sosial dan lingkungan hidup.Berdasarkan pemahaman itulah maka dibentukKelompok Kerja Air Minum dan PenyehatanLingkungan, yang terdiri dari departemen-departementerkait, yaitu Departemen Dalam Negeri, DepartemenKesehatan, Departemen Permukiman dan PrasaranaWilayah, dan Departemen Kesehatan, sertadikoordinasikan oleh Bappenas.

Selain terkait dengan kegiatan Proyek Penyediaan AirMinum dan Penyehatan Lingkungan (ProyekWASPOLA, WSLIC-2, Pro-Air, CWSH, SANIMAS) ,Kelompok Kerja juga terlibat pada penyusunanKebijakan Nasional Pembangunan Air Minum danPenyehatan Lingkungan. Saat ini baru diselesaikanKebijakan Nasional Pembangunan Air Minum danPenyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat dansedang dalam tahap penyusunan Kebijakan NasionalAir Minum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisLembaga-, ataupun kegiatan uji coba penerapankebijakan di daerah dan kegiatan kampanye publikmengenai air minum dan penyehatan lingkungan, yangditempuh melalui kegiatan penyusunan jurnal airminum dan penyehatan lingkungan, pembuatan posterataupun komik.

Diharapkan keanggotaan Kelompok Kerja ini semakinmeluas sehingga kegiatan yang dilakukan punsemakin beragam dalam rangka peningkatanaksesibilitas masyarakat akan air minum danpenyehatan lingkungan. Selain itu, diharapkan pola-pola kerja sama ini dapat direplikasi di daerah (baikpropinsi dan kabupaten/kota) sehingga kegiatanpembangunan air minum dan penyehatan lingkungandalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakatdapat dilaksanakan dengan baik.

Sekilas tentangKELOMPOK KERJAAIR MINUM DAN

PENYEHATAN LINGKUNGAN‘’ Lak opo dadak duwe WC? (Kenapa harus punyaWC/jamban?)’’ Itulah yang selalu dikatakan wargaDesa Ental Sewu dulu ketika kepada merekaditanyakan tentang jamban. Pernyataan serupa jugadikemukakan warga sekitar desatersebut. Di benak mereka terpatripemahaman bahwa memba-ngun jamban itu mahalkarena jamban selalu identikdengan septic tank yangbesar. Karenanya, merekalebih senang buang airbesar (BAB) di parit atausungai. Padahal daerahmereka berada di ketiakkota Sidoarjo, JawaTimur.

Kondisi ini meng-gugah Sutrisno Hadi, (56tahun) pensiunan pegawainegeri, yang sekaligusmotivator di Yayasan Sehatyang bermarkas di Ental Sewuuntuk mengubah budaya ma-syarakat setempat.

Berdasarkan survei yang dilakukan olehyayasan di dusun Mlaten Desa Sidokepung tahun2001, dari lebih kurang 90 rumah sebanyak 7 rumahyang memiliki jamban, di desa Ental Sewu dari sekitar700 KK sebanyak lebih kurang 340 KK yang memilikijamban.

Yayasan Sehat berpikir kondisi ini akanberdampak buruk terhadap kesehatan masyarakatdan lingkungan pemukiman pada umumnya di masamendatang bila tidak ditangani sejak dini. Hanya sajauntuk mengubah budaya masyarakat ini memangbukanlah mudah.

Sutrisno berpendapat kesadaran perludibangun mulai dari tingkat keluarga dan harusmenjadi kesadaran bersama seluruh masyarakat, daripenanganan bersifat domestik (dari rumah ke rumah)harus berproses menjadi sistemik. Penanamankesadaran ini dilaksanakan melalui program JambanKeluarga dan Pembuangan Limbah Keluarga.

Dengan sabarnya ia meyakinkan masyarakatagar memiliki jamban, dengan melalui kunjunganrumah, berbicara dalam forum pertemuan RT, dan

dalam setiap pertemuan. Dengan kelakar namunpenuh meyakinkan pada keluarga-keluarga yangmempunyai beberapa anak gadis, namun tidakmemiliki jamban Sutrisno mengatakan, ‘’Yen ono

wong arep nglamaranak sampeanyen dek-e permi-si buang hajatarep mbok go-wo nok ngen-di? Neng kalita?‘’ (Kalau adaorang maumelamar anakgadismu, kalaudia permisimau buang ha-

jat mau dibawake mana? Ke su-

ngai?). Di sampingcara di atas pesan

demi pesan disam-paikan secara tertulis untuk

mengimbau dan meyakinkan‘’jangan buang hajat di sembarang

tempat’’. Cara-cara tersebut ternyata cukup mampumenumbuhkan kesadaran mereka.

Dalam pikiran Sutrisno, kalau tidak darisekarang kapan lagi promosi perilaku hidup sehat?Apakah harus menunggu bantuan dari pemerintah?Bukankah sebenarnya masyarakat mampu?Nyatanya mereka mampu membeli barang-barangyang berharga. Bukankah dengan memliki jambanitu juga merupakan cara menghargai dirinya?Persoalannya adalah kesadaran. Dan kesadaranitulah yang harus ditumbuhkan.

Selama ini, menurut Sutrisno, banyak upayayang dilakukan oleh pemerintah untuk jambankeluarga karena pendekatannya pendekatan proyektidak berawal dari prakarsa masyarakat sendiri,banyak prasarana dan sarana tersebut yang tidakberfungsi. Dengan kata lain untuk urusan jamban danpenyehatan lingkungan, bangunan kesadaran danpemberdayaan masyarakat minimal harusdisejajarkan dengan bangunan fisik itu sendiri. Janganhanya fisiknya saja karena akan menuai masalah.

Dan pikiran itu benar. Membangun jambantak harus mahal dan masyarakat mampu untuk itu.

Punya Jamban,Awalnya Berat Kini Bangga

Pengalaman Yayasan SEHAT Indonesia di Sidoarjo, Jawa Timur

Cermin

Septic tank, dulu menjadi ‘’hantu ‘’

18

CerminCermin

Cermin5

Page 21: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Belum Sehat: Kebanyakan masyarakat belum memperhartikan pola hidupsehat.

namun masih sedikit dalam tahapan pengambilankeputusan.- Penghematan waktu bagi perempuan sehingga dapatmelakukan kegiatan lain.- Perempuan aktif menjadi anggota kelompokpengguna air.- Masyarakat membiayai pembangunan jamban secaramandiri, dan tingkat penggunaan jamban tinggi.- Perempuan aktif menjadi anggota kelompok kese-hatan.

Pada hakikatnya pembangunan prasaranadansarana AMPL adalah untuk masyarakat, tanpau p a y am e l i b a t k a nmereka dalamtingkat yangcukup signi-fikan, maka ak-s e p t a b i l i t a sdan keber-lanjutan hasilpembangunanakan sangatsulit dicapai. Inimembuktikanbahwa pende-katan pem-bangunan airminum dan pe-n y e h a t a nl i n g k u n g a nyang dijalan-kan pemerin-tah selama iniperlu diubah.

Belajar daripenga lamanmasa lalu ‘’baik daridalam maupun luar negeri ‘’ maka lahirlah kemudianProyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana KegiatanAir Minum dan Penyehatan Lingkungan atau Water Sup-ply and Sanitation Policy Formulation and Action Plan-ning (WASPOLA). Program berjangka waktu lima tahunini terdiri atas tiga komponen, yakni: prosespembelajaran, penyusunan kebijakan, danpelaksanaan kegiatan. Fokus program diarahkan padafasilitas penyediaan air minum dan penyehatanlingkungan yang dikelola masyarakat pengguna. Dalampengembangan kebijakan, WASPOLA yang berada dibawah pimpinan pemerintah Indonesia memperolehdukungan kemitraan dan pendanaan dari pemerintahAustralia AusAID dan Bank Dunia, melalui Water andSanitation Program for East Asia and the Pacific (WSP-

19

--

Untuk meyakinkan Sutrisno mengajakberhitung bersama masyarakat;

berapa anggota keluarga yang akan menggunakanjamban tersebut, direncanakan untuk berapa tahunakan dikuras, material apa yang akan dipakai. Denganperhitungan yang sederhana ditemukan ukuran septictank yang pas dan tidak mahal. Untuk meyakinkanlebih lanjut, dari material yang diperlukan apa yangsudah tersedia dan tidak perlu dibeli juga diyakinkan.

Pinjaman dari Yayasan SEHAT IndonesiaSebagaimana disampaikan di atas

sebenarnya masyarakat mampu,tetapi sayang mengeluarkan biayauntuk jamban, masyarakat baruterdorong apabila ada bantuanwalaupun dengan cara pinjamandan mengangsur. Dari danasebesar Rp. 3.250.000 hasil iuran/sumbangan pengurus yayasanpada September 2001. Per Juli 2003dana tersebut bergulir danberkembang menjadi Rp. 8.530.000dan telah melayani lebih dari 80keluarga termasuk layananpinjaman untuk perbaikan SPAL,dengan besaran pinjaman antaraRp.300.000-Rp 600.000 denganmasa angsuran antara 4 bulansampai dengan 8 bulan.

Dalam pelaksanaanpinjamannya yayasan danpeminjam menyepakati perjanjianyang dituangkan dalam kontrakpinjaman. Setiap peminjamandikenakan biaya pertambahan nilaiuntuk menjamin mendapatkanbarang yang senilai untuk peminjamberikutnya dan daftar tunggu lainnyasebesar 1.5% setiap bulan. Per-tambahan nilai bukan berarti bunga layaknya bank, tapisemata-mata untuk menjamin keberanjutan kegiatanini.

Walaupun demikian, ada sebagian orang didesa ini beranggapan yayasan telah melakukankegiatan riba atau untuk rentenir. Setelah diberikanpenjelasan dan ditunjukkan bagaimana catatan keu-angan pada akhirnya mereka memahami. Pelajaranyang dipetik dalam hal ini adalah pentingnya sosialisasiterus menerus dan mencari format yang tepat padalokasi yang masih mempertentangkan bunga bank.

Tidak hanya jambanJurus jamban ternyata dapat menumbuhkan

kesadaran masyarakat untuk butuh meningkatkankualitas prasana dan sarana PHBS (Perilaku HidupBersih dan Sehat). Pada awalnya masyarakat datanguntuk urusan jamban akhirnya berkembangmengajukan pinjaman untuk perbaikan saluran air

limbah dari dapurnya, bahkan untuk membuat jendelasupaya rumahnya dapat sinar yang cukup demikianpula ada yang pinjam untuk memperbaiki lantaidapurnya. Pesan sehat terus digulirkan oleh YayasanSEHAT di samping jamban termasuk pesan buangsampah pada tempatnya dengan menempatkan tongsampah Yayasan SEHAT di masjid dan mushola.

Sejak dimulainya akad kredit pertama tanggal10 September 2000 sampai 31 Juli 2003 perkembangancakupan pelayanan Yayasan SEHAT Indonesia untukjamban dan sarana sanitasi lainnya adalah sebagaiberikut:

Perkembangan cakupan pelayananuntuk jamban dan SPAL (Saluran Pembuangan Air

Limbah) Yayasan SEHAT Indonesiatahun 2000/2003

Februari 2001 18 10 18 10

Agustus 2001 18 2 36 12

Februari 2002 9 3 47 15

Agustus 2002 5 7 52 23

Februari 2003 4 6 56 29

Juli 2003 4 10 60 39

58 38 269 128

Bulan Jumlah akad kredit Perkembangancakupan pelayanan

Jamban/WC SPAL Jamban/WC SPAL

30 September 2000 31 Juli 2003

Rp. 3.350.000 Rp. 8.530.000

Menumbuhkan rasa bangga saya punya jambanObsesi Yayasan SEHAT Indonesia adalah

bagaimana jamban merupakan kebanggaan,demikian pula SPAL yang sehat juga menjadikebanggaan. Pesan: ‘’Saya Bangga Punya Jamban’’tampaknya pas. Hal ini dibuktikan oleh beberapapeminjam pada saat membangun tetangga melihatakhirnya tumbuh keinginannya untuk juga membangundan bertanya bagaimana caranya agar bisa mendapatpinjaman dari Yayasan SEHAT Indonesia. ‘’Wahuenak-e rek ndak perlu maneh neng kali (wah enaksekali sekarang tidak perlu lagi ke sungai),’’ demikianyang disampaikan oleh beberapa orang yangsekarang telah memiliki jamban. Mereka telah banggapunya jamban.

4EAP).

Kegiatan WASPOLA ditanganisebuah komite, Central Project Committe, yangterdiri atas instansi-instansi lintas sektoral; BAPPENAS,Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan,Departemen Keuangan, dan Departemen Pemukimandan Prasarana Wilayah. Dalam kesehariannya,kegiatan WASPOLA dilakukan oleh Kelompok Kerjadari instansi-instansi yang sama. Kedua lembaga inidikoordinasikan oleh BAPPENAS. Pendekatankemitraan tak hanya sebatas instans-instansi danlembaga tingkat pusat saja, tetapi meluas sampai ke

p e m e r i n t a h a ndaerah; lemba-g a - l e m b a g apendanaan multi-lateral dan bila-teral; LSM lokal,nasional, mau-pun internasio-nal; dan masya-rakat pada u-mumnya.

Lima tahunmasa kerjaWASPOLA telahberakhir Juli 2003lalu. Sebuahdokumen berta-juk KebijakanNasional Pem-bangunan Air Mi-num dan Penye-hatan Ling-kungan. Berba-sis Masyarakattelah tersusun.Kebijakan inimerupakan satuparadigma baru,

negara-negara donor bahkan telah mengadopsinya.Kini sejumlah tantangan berada di depan mata.Masalahnya bila kelak kebijakan itu telah memperolehlegalitas, bakal masih memerlukan kerja panjang dalampelaksanaannya secara nasional. Adakah kebijakannasional ini bakal mampu menjawab tantanganMillenium Development Goal (MDG)? Bagaimana puladengan tantangan PBB yang menetapkan air minumsebagai hak asasi? Agaknya tugas Kelompok Kerjabelum berakhir benar. Pemikiran dan karya merekamasih terus dibutuhkan.

Page 22: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Air merupakan kebutuhan mutlak manusia. Kita sadar benar

betapa air merupakan sumber kehidupan. Manifestasi menyangkut peran

air itu sayangnya justru menyuburkan pandangan bahwa air semata-mata

merupakan benda sosial atau public good: air dapat diperoleh secara gratis.

Akibat pandangan ini masyarakat tidak menghargai air sebagai

benda langka yang memiliki nilai ekonomi. Mereka mengeksploitasi air

secara bebas dan berlebihan. Masyarakat pun cenderung tidak berkeinginan

untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air, baik dari segi kualitas

maupun kuantitas. Dampak lain yang timbul adalah terjadinya stagnasi

dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk penggunaan kembali

(reuse) dan pendaur-ulangan (recycle) air.

Pandangan itu tak ada salahnya, tentu saja sepanjang

ketersediaan air tercukupi. Kenyataannya ketersediaan air tak pernah

mampu memenuhi tingkat kebutuhan manusia. Bagi masyarakat yang kini

dilanda kekeringan akibat kemarau panjang, misalnya, air bersih yang

langka bukan lagi benda sosial. Pengorbanan besar dibutuhkan untuk

memperoleh air. Mereka harus memperdalam sumurnya, mesti antre dan

menunggu berjam-jam sampai volume air meninggi agar bisa ditimba, atau

bahkan terpaksa harus membelinya.

Air Sebagai Benda Ekonomi

efektivitas tinggi ini ditangani sebuah LSM denganmelibatkan masyarakat pengguna pada setiap tahappembangunan.

Strategi pembangunannya ditempuh denganmembentuk lembaga yang melibatkan seluruhkomponen masyarakat; menggunakan pendekatanpartisipatori dalam memecahkan masalah; memberipelatihan dalam aspek pengelolaan, disain, konstruksi,operasi dan pemeliharaan, serta pelatihan perilakuhidup bersih dan sehat (PHBS). Indikator keberhasilankedua proyek itu adalah:- Desain sarana tepat guna yang dapat diterima seluruhlapisan masyarakat termasuk perempuan, sistemsederhana namun cukup handal.- Proyek dapat diterima oleh masyarakat dan mampumemotivasi mereka berpartisipasi secara aktif,termasuk dalam aspek keuangan.- Masyarakat termotivasi dan mampu melaksanakanoperasi dan pemeliharaan sarana.- Masyarakat membayar pelayanan air bersih sesuaidengan tarif yang disepakati.- Perempuan terlibat dalam setiap tahapan proyek,

berdasarkan jenis pelayanan danpembentukan unit pengelolaan

dilakukan secara demokratis.Pada akhirnya pengguna prasarana

dan sarana air minum dan penyehatan lingkunganmempunyai kemampuan untuk membayar setiap jenispelayanan air minum dan penyehatan lingkungansejauh hal itu sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangatpeduli akan kualitas dan bersedia membayar lebihasalkan pelayanan memenuhi kebutuhan.

Hasil studi Bank Dunia terhadap 121 proyek airminum di seluruh dunia yang dilaksanakan olehberbagai lembaga dan organisasi menyimpulkanbahwa peran aktif masyarakat dalam membuatkeputusan dan menangani proyek secara langsungmenghasilkan pelayanan air bersih dan penyehatanlingkungan permukiman yang efektif dan berkelanjutan.

Analisis terhadap hasil pelaksanaan ke-121proyek air minum itu menghasilkan kesimpulan bahwa20 di antaranya merupakan proyek yang sangat efektif.Dua dari 20 proyek dengan tingkat efektivitas tinggitersebut berada di Indonesia. Kedua proyek yangmenurut Bank Dunia dinyatakan berhasil dengan tingkat

Kampanye publik (public campaign) diperlukan untuk mengubah

pandangan masyarakat tersebut. Seluruh lapisan masyarakat ditingkatkan

pemahamannya bahwa air merupakan benda langka yang bernilai ekonomi

dan memerlukan pengorbanan - berupa uang atau waktu - untuk

mendapatkannya. Kesadaran baru masyarakat tentang melekatnya nilai

ekonomi pada air diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat

dalam memanfaatkan air: menjadi lebih bijak dalam mengeksploitasi air,

lebih efisien dalam memanfaatkan air, dan mempunyai keinginan berkorban

untuk mendapatkan air.

Air jelas bernilai, dan siapapun harus berkorban kalau hendak

mengambil manfaatnya. Apalagi pelayanan air minum dan penyehatan

lingkungan memang butuh biaya operasional dan pemeliharaan demi

kelanjutannya. Pelayanan yang berkelanjutan akan terwujud hanya bila

tercapai kesetaraan atas harga yang harus dibayar, nilai air di mata pengguna,

dan besarnya biaya pelayanan.

Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi, maka

prinsip utama dalam pelayanan AMPL adalah ”pengguna harus

membayar atas pelayanan yang diperolehnya”.

Kunci pendekatan Yayasan SEHAT Indonesiauntuk program Pendidikan Hidup Bersih dan Sehat:

1. Menumbuhkan kesadaran pentingnya saranadan prasarana penyehatan lingkungan permu--kiman.

2. Menumbuhkan minat keluarga untuk memiliki sa-rana dan prasana sanitasi keluarga dan menjadi-kannya sebagai prioritas utama.

3. Menjadikan masyarakat untuk dapat mengeva-luasi sendiri manfaat dari sarana penyehatan ling-kungan keluarganya dan membandingkannyaketika belum memiliki atau membandingkan de-ngan keluarga lain yang tidak memliki saranapenyehatan lingkungan.

4. Menjadikan masyarakat bangga punya sarana,menggunakan dan memeliharanya.

5. Mendorong keluarga lain mengadopsi denganatau tanpa bantuan lembaga atas dasar pema-haman dan kesadaran atas manfaat pentingnyasarana penyehatan lingkungan.

Cita-citaApa yang dilakukan oleh Yayasan SEHAT

adalah contoh kegiatan dalam skala kecil, namunpendekatan yang dilakukan bermakna strategis. Yangdiharapkan yayasan adalah:

Diadopsi dan dikembangkannya pendekatan pra-karsa masyarakat dalam kegiatan penyehatanlingkungan oleh berbagai pihak.

Dimasukkannya pendekatan penyertaan masya-rakat melalui peran LSM yang memiliki komitmenterhadap penyehatan lingkungan menjadi strategipembangunan Pemerintah Daerah.

Masih banyaknya desa/kelurahan yang memilikipermasalahan penyehatan lingkungan termasukpada lokasi umum kemitraan dengan LSM, sepertiYayasan SEHAT Indonesia, akan menjadi modelyang berkelanjutan.

· Yayasan SEHAT Indonesia akan menjadimitra berbagai pihak dalam fasilitasi pengembanganrencana strategi desa, kelurahan dan daerah di bidangpenyehatan lingkungan.

Upaya yang dilakukan oleh Yayasan SEHATIndonesia

Berbagi pengalaman dengan Pemda Sidoarjokhususnya dengan Dinas Kesehatan, DinasLingkungan dan Kimpraswil.

Menjadi mitra Pemda dalammemfasilitasi partisipasi masyarakatdan dalam pembangunan prasaranalingkungan di 4 desa/kelurahan.

TantanganSebagai lembaga yang peduli terhadap penyehatanlingkungan tantangan selama ini antara lain:

Bagaimana mengubah kesadaran kritis masya-rakat dari berfikir individual menjadi sistemik dalammenangani penyehatan lingkungan.

Bagaimana mengubah cara pandang pihak yangdiajak bermitra khususnya sebagian staf peme-rintah melihat sebagai pencari proyek sebagai-mana umumnya kontraktor.

Bagaimana menggali sumber daya pendanaankegiatan yang selama masih terbatas pada ber-basis komitmen dan tenaga sukarela tanpa imbalkarya.

Bagaimana meyakinkan dan mendorong peme-rintah dan pihak lain untuk mengembangkan ske-ma kemitraan secara utuh dengan Yayasan SE-HAT Indonesia untuk program penyehatan l i n g -kungan tidak terbatas pada ide-ide saja melain-kan termasuk skema pembiayaannya sebagaikonsekuensi keberlanjutan prgram.

Model Kemitraan yang memungkinkan denganyayasan SEHAT Indonesia

Pemberian dana hibah untuk peningkatan ca-kupan sarana penyehatan lingkungan dan akandikembangkan dalam bentuk dana bergulir dandikelola oleh masyarakat sendiri dan keberlanjut-annya dibawah kontrol dan fasilitasi yayasan.

Pemberian pinjaman tanpa bunga oleh pemerin-tah atau pihak lain untuk pengembangan pro-gram penyehatan lingkungan. Pengelolaan keu-angan sepenuhnya oleh Yayasan SEHAT Indo-nesia dan dikembalikan dalam jangka setidak-ti-daknya 3 tahun.

Pemberian pinjaman dengan bunga ringan de-ngan masa pengembalian setidak-tidaknya 5 ta-hun dengan masa tenggat angsur minimal 1 tahun.

Pemberian technical assistance (bantuan teknis)pada proyek-proyek terkait penyehatan lingkung-an.

203

Page 23: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

usim kemarau berkepanjangan menimbulkandampak kekeringan yang parah di wilayahPulau Jawa dan Madura. Masyarakat kesulitan

memperoleh air bersih. Kemarau yang diperkirakan baruakan berakhir Oktober 2003 ini bakal makinm e m p e r b u r u kketersediaan air untukdikonsumsi dan keperluansanitasi. Bila kelangkaanair tak teratasi maka dapatdipastikan ancaman pe-nyebaran wabah diare,infeksi saluran pernafasanatas (ISPA), dan penyakitkulit bakal sulit dihindarkan.

Kini instansi-instan-si terkait sibuk berupaya menanggulangi masalah krisisair minum dan penyehatan lingkungan di daerah yangkekeringan itu. Ini memang masalah insidental karenafaktor gangguan alam. Namun sekaligus juga menunjuk-kan bahwa lingkungan telah rusak yang menga-kibatkan menipisnya air baku dan ketiadaan sumberair yang dapat dimanfaatkan.

Ironisnya, pengulangan selalu terjadi dan selalumenimpa kalangan masyarakat miskin. Dengan katalain, dari segi kuantitas, lingkup pembangunan air minumdan penyehatan lingkungan masih terbatas. Cakupanpelayanan juga masih terbatas dan tak mampumengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahanjumlah penduduk.

Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100juta penduduk Indonesia yang belum memilikikemudahan terhadap pelayanan air minum danpenyehatan lingkungan yang memadai. Sebagianmasyarakat yang tidak memiliki kemudahan itu adalahmasyarakat miskin dan masyarakat kawasanpedesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiaptahun.

Pengalaman masa lalu menunjukkanprasarana dan sarana air minum dan penyehatanlingkungan yang dibangun tidak dapat berfungsi denganoptimal. Penyebab masalah ini, antara lain, masyarakatsasaran tidak dilibatkan sejak perencanaan, konstruksi,

hingga kegiatan operasi dan pemeliharaan. Pilihanteknologi yang terbatas juga mempersulit masyarakatuntuk menentukan prasarana dan sarana yang hendakdibangun dan digunakan sesuai dengan kebutuhan,budaya, dan kemampuan masyarakat setempat untuk

mengelola prasarana dankondisi daerah tersebut.

Keterlibatan masya-rakat yang rendah jugamengakibatkan pelayananprasarana dan sarana airminum dan penyehatanlingkungan itu tidak berke-lanjutan. Efektivitasnya punrendah pula lantaran in-vestasi pembangunan pra-

sarana dan sarana itu berorientasi supply driven. Hasilinvestasi itu banyak yang tidak dimanfaatkan olehmasyarakat karena mereka tidak membutuhkan,sebaliknya banyak pula masyarakat yang membu-tuhkan pelayanan prasarana dan sarana itu tapi tidakmendapatkan pelayanan.

Dari berbagai pelaksanaan program danproyek air minum dan penyehatan lingkungan dengandana luar negeri dan APBN diperoleh kesimpulanantara lain bahwa efektivitas dan keberlanjutanpelayanan lebih baik bila pembangunannya melibatkanmasyakat. Selain itu pengelolaan prasarana dansarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakatpengguna dalam pengambilan keputusan dankelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakatyang lebih besar pada pelaksanaan operasi danpemeliharaan.

Keterlibatan perempuan, masyarakat yangkurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya)secara seimbang dalam pengambilan keputusan untukkegiatan operasional dan pemeliharaan, menghasilkanefektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayananyang tinggi. Efektivitas dan keberlanjutan itu tercapaikarena pilihan pelayanan dan konsekuensi biayanyaditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumahtangga. Kontribusi pembangunan ditentukan

WASPOLA: Lahirkan KebijakanNasional Pembangunan Air Minum

dan Penyehatan MasyarakatBerbasis Masyarakat

M

Pada hakikatnyapembangunan sarana AMPL

adalah untuk masyarakat, tanpa upayamelibatkan mereka dalam tingkat yangcukup signifikan, maka akseptabilitas dan

keberlanjutan hasil pembangunanakan sangat sulit dicapai.

Laporan UtamaLaporan Utama

Laporan UtamaTergantung Permintaan

Warga Desa Aikmel di KabupatenLombok Timur dulu sebelum ada saluran air yangmencapai desa itu termasuk desa yang sulit air.Betapa tidak, desa ini letaknya di lereng GunungRinjani sedangkan sumber air berada jauh di lembahgunung berapi tersebut. Untuk mencapai sumber airpaling tidak dibutuhkan waktu selama tiga jamdengan jalan kaki. Jalan tidak bisa ditempuh dengankendaraan.

Tak heran bila sebagian besar warga jarangmandi. Anak-anak mereka menggunakan ‘’topengmonyet’’ alias hanya membersihkan mata ketikabangun tidur. Ibadahpun tak nikmat karena hanyabisa tayamum. Padahal masjid dan mushollanyatergolong bagus.

Direktur Pemukiman dan PerumahanBappenas Ir Basah Hernowo MA, sempat bertanyakepada mereka, ‘’Bagaimana kalau mereka habisberhubungan suami istri?’’ Mereka menjawab, ‘’Yatayamum saja.’’Tapi seorang warga membisiki,‘’Wah itu tergantung permintaan.’’‘’Permintaan yang gimana?’’ Tanya Pak Basah lagi.

Dengan pelan-pelan pria ini mengatakan,‘’Siapa yang ngajak terlebih dahulu, dialah yangwajib mengambil air.’’Wow bisa ketahuan nih siapayang agresif

Buat Nangkring

BEST, sebuah LSM yang bergerak di bidangpenyehatan lingkungan membangun MCK di wilayahTangerang, Banten. Pipa-pipa air di salurkan keMCK. Kran-kran dipasang di dalam MCK dan adajuga yang berada di luar.

Anehnya, hampir semua kran yang dipasangdi luar MCK patah tiap bulannya. Para aktivis LSM initak habis pikir mengapa itu terjadi. Apakah tangan-tangan warga begitu kuat sehingga begitu membukakran, kran langsung patah ataukah ada yang sengajamerusak kran-kran tersebut? Sementara waktujawaban itu tak terjawab. Soalnya begitu kran itudiganti lagi, maka kran-kran itu patah lagi pada bulanberikutnya.

Selidik punya selidik, kran-kran itu bukanpatah karena tangan tapi karena kaki. Kok bisa?Ternyata, kran-kran itu dijadikan tempat berpijakpara lelaki iseng yang ingin mengintip ke dalam MCKalias buat nangkring. Soalnya disain bangunanmemang terbuka. Ohhh..pantas...

Biar Nenek Asal Aman

Berdasarkan pengalaman LSM, fasilitasumum yang dikelola nenek-nenek ternyata lebihaman, terjaga, dan menguntungkan dibandingkanyang dikelola para pria apalagi anak muda.Mengapa bisa begitu?

Umumnya nenek-nenek itu cerewet dan taktakut kepada siapapun termasuk anak mudasekalipun. Siapa yang mau macam-macam di tempatumum seperti MCK, bisa disemprot oleh nenek-nenek.Misalnya, ‘’He jangan ngintip!’’ Dan dapat dipastikantidak akan ada yang berani dengan nenek-nenek.Kalau nekat melawan orang pasti menertawakan danakan bilang, ‘’Beraninya sama nenek-nenek.’’

Selain itu, nenek-nenek tergolong sulit untukdipalak karena bisa jadi akan marah-marah. Nahlho’’. Preman aja nggak berani’’

Sumber Angin, Keluar Air

Bukan sulap, bukan sihir. Ini adalah faktayang terjadi di sebuah desa di Muara Enim, SumateraSelatan. Sistem air bersih di desa itu bersumber darimata angin ‘’bukan mata air.

Ketika tim kerja AMPL mengunjungi desatersebut, tim disuguhi pemandangan yang cukupmenggembirakan. Sebagian warga telahmemperoleh air bersih dari sistem perpipaan yangcukup bagus. Air ngocor cukup lancar.

Tapi ketika tim ingin mengetahui dari manasumber air itu berasal, warga terkesan menutup-nutupi. Akhirnya, tim mencoba menelusuri sendiri dimana letak sumber air itu dengan menyusuri sistemperpipaan yang ada.

Benar saja, sesampai di suatu tempatkejanggalan mulai muncul. Pipa diletakkan asal saja.Naik ke atas lagi, tim menemukan bak yangseharusnya untuk menampung air tak terurus danawut-awutan. ‘’Pipa intake mengawang,’’ kata salahsatu anggota tim.

Tapi mengapa air di bawah mengocor?Pertanyaan itulah yang tak terjawab. Darimana air ituberasal? Mungkinkan angin bisa berubah menjadiair?

Untuk mengetahui lebih jauh, tim sempatbertanya kepada aparat desa. Dan jawabannya punsama bahwa air memang bersumber dari mata air itu.Bahkan untuk meyakinkan, aparat desa itu punsampai bersumpah segala? Dari dunia lain kaliiii........

RagamRagamRagam

21

Ringan2

Page 24: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan telah berlangsung lama.Tentunya banyak hasil yang telah dicapai di samping masih ditemuinya beberapa kendala danhasil-hasil pembangunan yang belum optimal. Terlepas dari itu semua, perhatian terhadap sektorair minum dan penyehatan lingkungan dalam beberapa tahun terakhir terasa mulai meningkat.

Beberapa kejadian penting yang menjadi tonggak perubahan tersebut. Pertama, padaSeptember 2000 dalam Pertemuan Millenium PBB, para pemimpin dunia telah menyepakati untukmenetapkan tujuan dan target yang terukur untuk menangani kemiskinan, penyakit, buta huruf,degradasi lingkungan dan diskriminasi terhadap wanita. Pernyataan ini kemudian dikenal sebagaiMillenium Development Goals (MDGs). Terkait dengan sektor air minum dan sanitasi maka telahdisepakati bahwa pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mendapat pelayananair minum telah dapat tertangani. Sementara menyangkut sanitasi, maka pada tahun 2020 harustelah tercapai perbaikan yang berarti terhadap kehidupan paling tidak 100 juta penghuni kawasankumuh. Kedua, dalam Johannesburg Summit 2002, target air minum dipertegas sementara targetsanitasi dipertajam menjadi pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mempunyaisanitasi telah dapat terpenuhi. Ketiga, air minum yang aman dan sehat merupakan hak asasi manusia.Demikian pernyataan Komite Hak-hak Ekonomi, Budaya, dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menyadari semakin pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan, maka salah satu isuyang mengemuka adalah rendahnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dan pihakberkepentingan (stakeholder ). Memperhatikan kendala ini, maka dipandang perlu untukmeningkatkan keterlibatan seluruh pihak berkepentingan (stakeholder) dalam pembangunan airminum dan penyehatan lingkungan. Keterlibatan pihak berkepentingan akan sangat membantumempercepat pencapaian tujuan dan sasaran program air minum dan penyehatan lingkungan.

Salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah melakukan kampanye publik. Kampanyepublik akan merupakan suatu cara yang dapat menciptakan suatu kondisi yang menjadikan programair minum dan penyehatan lingkungan sebagai salah satu prioritas baik bagi pemerintah maupunmasyarakat sendiri. Salah satu bentuk dari kampanye publik tersebut adalah berupa penerbitanmedia informasi yang diharapkan merupakan salah satu media untuk mempercepat prosespenyebaran informasi program air minum dan penyehatan lingkungan. Media informasi ini akanmenjadi wahana interaksi paling tidak antara instansi pemerintah, perguruan tinggi, swasta, negara/lembaga donor, dan masyarakat sendiri. Diharapkan media ini akan membantu menciptakan jaringankerja (networking) air minum dan penyehatan lingkungan di antara pihak berkepentingan(stakeholders).

Apalah arti sebuah nama, demikian Shakespeare. Namun sebuah media informasi tanpanama, bagaikan kepala tak berwajah. Proses penamaan pun ternyata tidak semudah yangdibayangkan. Banyak pilihan yang terbersit tapi terasa sulit untuk memilih. PERCIK akhirnyamerupakan pilihan akhir. Pertanyaannya adalah apa makna di balik nama tersebut. Dari katanyapercik secara harfiah berarti air yang terlontar keluar. Lontaran air akan menggapai sekitarnyamenunjukkan keberadaannya. Dari sudut ini, kami mengartikan lontaran air tersebut sebagaimetamorfosa dari kampanye publik. Sebuah tugas yang diemban oleh media informasi ini.

Sebagaimana layaknya sebuah media informasi yang masih baru, maka tentunya masihdiperlukan banyak penyempurnaan sebelum media ini dapat tampil sebagai media informasi yangmumpuni. Untuk itu, saran dan kritik dari berbagai pihak akan sangat kami hargai.

Sebagaimana kata orang bijak, langkah besar itu selalu didahului oleh langkah pertama.Langkah pertama telah terayun, harapan kami ini merupakan awal dari perjalanan menuju pemenuhanobsesi kita semua.

Dari RedaksiDari RedaksiDari RedaksiDari Redaksi22

GlosariAir Bersih (clean water) : air yang digunakan untukkeperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhisyarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak.

Air Minum (drinking water) : air yang melalui prosespengolahan atau tanpa proses pengolahan yangmemenuhi syarat kesehatan dan dapat langsungdiminum (keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907Tahun 2002).

Penyehatan Lingkungan (environmental sanitation):upaya pencegahan terjangkitnya dan penularanpenyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar(jamban) , pengelolaan limbah rumah tangga (termasuksistem jaringan perpipaan air limbah), drainase, dansampah.

Pembangunan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis masyarakat: pembangunanyang menempatkan masyarakat sebagai pengambilkeputusan dan penanggung jawab , pengelola adalahmasyarakat dan atau lembaga yang ditunjuk olehmasyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formalserta penerima manfaat diutamakan pada masyarakatsetempat dengam sumber investasi berasal dari manasaja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta,ataupun donor).

Pengelolaan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis lembaga: bentukpengelolaan yang bercirikan pengelolanya memilikibadan hukum dengan bentuk dinas, perusahaan atauswasta , yang dapat bersifat profit atau non profit, danpengambilan keputusan berada pada pengelolanya.

Pengelolaan air minum dan penyehatanlingkungan berbasis gabungan lembaga danmasyarakat: bentuk pengelolaan bersama antaralembaga dan masyarakat yang beraspek legalitasformal maupun non formal, di mana pengambilankeputusan dilakukan bersama dengan tanggungjawab sesuai kesepakatan dan aturan main yang jelas.

Kebutuhan (demand) vs Keinginan (wish)

Kebutuhan (demand) : kesediaan masyarakatpengguna untuk mendapatkan pelayanan prasaranadan sarana air minum dan penyehatan yangdikehendaki berdasarkan pilihan yang tersedia sesuaidengan kondisi setempat yang disertai sikap relaberkorban (willingness to pay).

Keinginan (wish) : adalah kemauanmasyarakat pengguna untukmendapatkan pelayanan prasaranadan sarana air minum dan penyehatan lingkungan,yang keputusannya masih dapat dipengaruhi olehpihak lain.

Pendekatan tanggap kebutuhan (DemandResponsive Approach/DRA) : suatu pendekatan yangmenempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktoryang menentukan dalam pengambilan keputusantermasuk di dalamnya pendanaan.

Masyarakat pengguna (users) : masyarakat yangmemanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana airminum dan penyehatan lingkungan.

Keberlanjutan (sustainability) : sifat atau ciri terus-menerus kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakatpengguna secara mandiri dengan mempertimbangkanaspek teknis, keuangan, sosial, kelembagaan, danlingkungan.

Kesetaraan (equity) : persamaan/kesamaan aksesuntuk memanfaatkan prasarana dan sarana bagiseluruh masyarakat.

Penggunaan efektif (effective use) : kemudahanpemanfaatan pelayanan AMPL yang dapat dinikmatioleh masyarakat pengguna secara adil, tepat guna,dan dengan cara yang sehat.

Pendekatan partisipatif (participatory approach) :suatu pendekatan yang menggunakan satu ataubeberapa metode yang melibatkan pihak terkaitsecara aktif dalam proses pemberdayaan, untuk:a. mengekspresikan pengetahuan, gagasan, danmenentukan pilihan pelayanan; danb. mengambil insiatif dalam mengindentifikasi danmemecahkan masalah, pengambilan keputusan sertapelaksanaan pekerjaan secara bersama-sama.

Pemberdayaan (empowerment) : upaya yangdilakukan seseorang atau sekelompok orang untukmemandirikan masyarakat lewat perwujudan potensikemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsadan kreativitas.

Sumber:Dokumen Kebijakan Nasional Pembangunan AirMinum dan Penyehatan Lingkungan BerbasisMasyarakat.

GlosariGlosariGlosari

1

Page 25: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003

Percik, Media Informasi AirMinum dan Penyehatan Lingkungan

Penasihat/Pelindung:Direktur Jenderal Tata Perkotaandan Perdesaan, DEPKIMPRASWIL

Penanggung jawab:1. Direktur Pemukiman danPerumahan, BAPPENAS

2. Direktur Penyehatan Air danSanitasi, DEPKES

3. Direktur Perkotaan danPerdesaan Wilayah Timur,

DEPKIMPRASWIL4. Direktur Bina Sumber DayaAlam dan Teknologi Tepat Guna,

DEPDAGRI5. Direktur Penataan Ruang dan

Lingkungan Hidup DEPDAGRI

Dewan Redaksi:Oswar Mungkasa, Sucipto, JohanSusmono, Supriyanto Budi Susilo

Redaktur Pelaksana:Hartoyo, Rheida Pambudhy,Maraita Listyasari, RewangBudiyana, Handi Legowo.

Sekretaris Redaksi:Essy Aisiyah

Sirkulasi:Helda Nusi, Mahruddin, Prapto

Alamat Redaksi:Jl. Cianjur No. 4, Menteng,

Jakarta PusatTelp. (021) 3142046

e-mail: [email protected] menerima tulisan/naskah.

Kirim ke alamat di atas.

Daftar IsiDari Redaksi 1

Laporan Utama:WASPOLA: Lahirkan Kebijakan NasionalPembangunan Air MInum dan PenyehatanLingkungan Berbasis Masyarakat.

2

Wawancara:“Kita Perlu National Policy”

7

Opini:Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan NasionalPembangunan AMPL Berbasis Masyarakat

1 2Ragam:Kebijakan Nasional Pembangunan AMPLBerbasis Masyarakat

9

Lenggang 1 4

Info 1 6

Cermin:Punya Jamban, Awalnya Berat KiniBangga.

1 8

Ringan 2 1

Glosari 2 2

Agenda 2 3

UNITED NATION, Dubai Municipality (United Arab Emirates) dan UN-HABITATmenyelenggarakan Dubai International Award for Best Practices to Improve the LivingEnvironment (DIABP). DIABP memegang peran penting dalam mengidentifikasi danmendokumentasikan ‘Best Practices’ dari seluruh dunia. Sejak tahun 1996, telah berhasildikompilasi sebayak 1.600 ‘best practices’ dari 140 negara. DIABP berfungsi untuk mengenalidan mempublikasikan inisiatif perbaikan lingkungan baik perkotaan maupun perdesaan yangberkesinambungan di seluruh dunia. Tujuan dari kegitan ini adalah untuk mengenali danmemperkuat kesadaran akan pentingnya usaha memperbaiki lingkungan.

Penghargaan ini terbuka bagi organisasi pemerintah, pemerintah kota dan asosiasinya,LSM, organisasi berbasis masyarakat, sektor swasta, lembaga riset dan perguruan tinggi, mediamassa, yayasan, bahkan individu.

Best Practices diartikan sebagai kontribusi yang dianggap berhasil dalam memperbaikilingkungan. Kriteria yang dipergunakan dalam menilai Best Practices adalah berupa (i)menunjukkan dampak nyata terhadap perbaikan kuaitas hidup masyarakat khususnya masyarakatmiskin dan kurang beruntung. Salah satu kegiatan yang termasuk kategori ini adalahpengembangan penyediaan air minum dan sanitasi; (ii) merupakan hasil efektif kerjasama antarapublik, swasta dan masyarakat. Best Practises paling tidak merupakan kerjasama antara duaaktor (publik, swasta dan masyarakat); (iii) berkelanjutan dari aspek sosial, budaya, ekonomi danlingkungan.

Batas waktu penyerahan materi yang akan dilombakan adalah paling lambat 31 Maret2004. Namun jika materi diserahkan sebelum 31 Januari 2004, maka pihak penyelenggara akanmemberikan masukan terhadap materi yang diserahkan.

Dari 10 pemenang yang terpilih, maka setiap pemenang akan menerima sebesar USD30.000 berikut sertifikat dan trophy. Selain itu, wakil dari pemenang akan diundang pada acarapemberian penghargaan yang akan diserahkan pada Hari Habitat Dunia pada bulan Oktober2004.

Contoh best practices dapat diakses pada http://www.bestpractices.org. Informasiselengkapnya tentang format dan persyaratan materi dapat diakses pada http://dubai-award.dm.gov.ae atau menghubungi [email protected] atau [email protected].

DUBAI INTERNATIONALAWARD

AGENDA KELOMPOK KERJA AMPL

2 SEPTEMBER 2003 : Workshop Tingkat Pusat CWSHP ADB di Jakarta24-25 SEPTEMBER 2003 : Pertemuan Perencanaan dan Evaluasi Pro Air di Denpasar

23Agenda Agenda

AgendaAgenda

Page 26: Majalah Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 'PERCIK' Edisi Perdana Agustus 2003