M14-Didik-Petra

5
  Seminar Nasional Teknik Mesin IV 30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Didik Wahjudi  , Soejono Tjitro, Rhismawati Soeyono Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. Indonesia  E-mail:  [email protected], [email protected]  ABSTRAK P.T. X merasa perlu untuk mempertahankan keunggulannya sebagai produsen kemasan plastik yang bermutu dan harganya bersaing. Namun hal ini tidak mudah tercapai. Kondisi yang saat ini perlu diperbaiki adalah sering terjadinya gangguan pada proses produksi. Pada umumya, penyebab gangguan proses produksi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia, mesin, dan lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di atas adalah performance mesin produksi yang digunakan. Mesin b low molding di P.T. X sering mengalami perbaikan karena kerusakan maupun untuk preventive mantenance. Jika mesin sampai mengalami kerusakan mendadak karena keadaan mesin yang kurang terpelihara dengan baik, maka kualitas produk akan terganggu dan prodtiktifitas akan menurun. Hal di atas dapat dilihat dari nilai OEE (overall equipment effectiveness) yang masih rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang ada di divisi BM I adalah 67.76%. Untuk itu, P.T. X ingin meningkatkan overall equipment effectiveness perlatannya melalui implementasi total  productive maintenance.  Langkah pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data mengenai waktu breakdown, waktu produksi, waktu setup dan adjustment, kecepatan aktual mesin, jumlah produksi, dan jumlah reject. Data tersebut diperlukan untuk menghitung availability rate, performance rate, dan total  yield, yang selanjutnya diperlukan untuk menghitung enam kerugian utama (six big losses) awal.  Langkah berikutnya adalah melakukan kajian kondisi apa saja yang dapat diperbaiki dengan megimplementasikan TPM pada tiga mesin yang dipilih sesuai permintaan perusahaan. Hal ini dikarenakan mesin-mesin blow molding P.T. X mempunyai 3 jenis karakteristik yang berbeda. Terakhir, penulis menghitung OEE yang bisa dicapai dengan menjalankan TPM dan membandingkannya dengan OEE awal.  Melalui penerapan TPM nilai OEE di P.T. X dapat ditingkatkan dari 67.76% menjadi 81.88%. Keberhasilan implementasi TPM di P.T. X sangat tergantung pada perubahan paradigma para  pekerja dalam menjalankan jadwal preven tive maintenance, sebagai bagian dari implementasi TPM. Kata kunci: overall equipment effectiveness, total productive maintenance. 1. Pendahuluan Pada umumnya penyebab gangguan produksi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia, mesin, dan lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di atas adalah  performance mesin produksi yang digunakan. Mesin blow molding sering mengalami perbaikan karena kerusakan maupun untuk  preventive maintenance. Jika mesin mengalami kerusakan mendadak karena kurang terpelihara, kualitas produk dan produktifitas makin menurun. Hal di atas terlihat dari nilai OEE (overall equipment effectiveness)  yang rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang ada di BM 1 adalah 67.76% (Tabel 7). Implementasi  preventive maintenance di PT X belum optimal karena mesin-mesin masih sering mengalami perbaikan corrective maintenance. Mesin yang mengalami corrective maintenance harus dimati- kan hingga perbaikan selesai. Tindakan ini menyebab- kan peningkatan biaya produksi karena perbaikan dila- kukan ketika produksi berjalan, sehingga membuang waktu produktif. Departemen Pemeliharaan di PT X bertanggung  jawab mengatasi masalah kerusakan ringan dan berat, sehingga tugas mereka menjadi sangat berat. Hal ini dapat mengakibatkan mesin harus menunggu untuk dilakukan  preventive maintenance. Pada akhirnya, hal ini akan menghambat produktifitas. Kondisi di atas bisa diperbaiki dengan menerapkan Total Productive Maintenance  (TPM) yang melibatkan semua operator dalam proses pemeliharaan. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan Total Productive Maintenance  (TPM) sebagai sarana untuk meningkatkan OEE di divisi blow molding PT X. Implementasi TPM pada production engineering  

Transcript of M14-Didik-Petra

5/11/2018 M14-Didik-Petra - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/m14-didik-petra 1/5

 

Seminar Nasional Teknik Mesin IV 

30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia 

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

Didik Wahjudi , Soejono Tjitro, Rhismawati SoeyonoJurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra

Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. Indonesia 

E-mail: [email protected], [email protected] 

ABSTRAK

P.T. X merasa perlu untuk mempertahankan keunggulannya sebagai produsen kemasan plastik yang

bermutu dan harganya bersaing. Namun hal ini tidak mudah tercapai. Kondisi yang saat ini perlu

diperbaiki adalah sering terjadinya gangguan pada proses produksi. Pada umumya, penyebab

gangguan proses produksi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia, mesin, dan

lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di atas adalah performance mesin produksi yang

digunakan. Mesin blow molding di P.T. X sering mengalami perbaikan karena kerusakan maupun

untuk preventive mantenance. Jika mesin sampai mengalami kerusakan mendadak karena keadaan

mesin yang kurang terpelihara dengan baik, maka kualitas produk akan terganggu dan prodtiktifitas

akan menurun. Hal di atas dapat dilihat dari nilai OEE (overall equipment effectiveness) yang masih

rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang ada di divisi BM I adalah 67.76%. Untuk itu,

P.T. X ingin meningkatkan overall equipment effectiveness perlatannya melalui implementasi total productive maintenance.

  Langkah pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data mengenai waktu breakdown,

waktu produksi, waktu setup dan adjustment, kecepatan aktual mesin, jumlah produksi, dan jumlah

reject. Data tersebut diperlukan untuk menghitung availability rate, performance rate, dan total

  yield, yang selanjutnya diperlukan untuk menghitung enam kerugian utama (six big losses) awal.

  Langkah berikutnya adalah melakukan kajian kondisi apa saja yang dapat diperbaiki dengan

megimplementasikan TPM pada tiga mesin yang dipilih sesuai permintaan perusahaan. Hal ini

dikarenakan mesin-mesin blow molding P.T. X mempunyai 3 jenis karakteristik yang berbeda.

Terakhir, penulis menghitung OEE yang bisa dicapai dengan menjalankan TPM dan

membandingkannya dengan OEE awal.

  Melalui penerapan TPM nilai OEE di P.T. X dapat ditingkatkan dari 67.76% menjadi 81.88%.

Keberhasilan implementasi TPM di P.T. X sangat tergantung pada perubahan paradigma para

 pekerja dalam menjalankan jadwal preventive maintenance, sebagai bagian dari implementasi TPM.

Kata kunci: overall equipment effectiveness, total productive maintenance.

1. PendahuluanPada umumnya penyebab gangguan produksi dapat

dikategorikan menjadi tiga, yaitu faktor manusia,

mesin, dan lingkungan. Faktor terpenting dari kondisi di

atas adalah  performance mesin produksi yang

digunakan. Mesin blow  molding sering mengalami

perbaikan karena kerusakan maupun untuk  preventive

maintenance. Jika mesin mengalami kerusakanmendadak karena kurang terpelihara, kualitas produk 

dan produktifitas makin menurun. Hal di atas terlihat

dari nilai OEE (overall equipment effectiveness) yang

rendah. Untuk tahun 2005 nilai OEE mesin-mesin yang

ada di BM 1 adalah 67.76% (Tabel 7).

Implementasi   preventive maintenance di PT X

belum optimal karena mesin-mesin masih sering

mengalami perbaikan corrective  maintenance. Mesin

yang mengalami corrective  maintenance harus dimati-

kan hingga perbaikan selesai. Tindakan ini menyebab-

kan peningkatan biaya produksi karena perbaikan dila-

kukan ketika produksi berjalan, sehingga membuang

waktu produktif.

Departemen Pemeliharaan di PT X bertanggung

  jawab mengatasi masalah kerusakan ringan dan berat,

sehingga tugas mereka menjadi sangat berat. Hal ini

dapat mengakibatkan mesin harus menunggu untuk dilakukan  preventive maintenance. Pada akhirnya, hal

ini akan menghambat produktifitas.

Kondisi di atas bisa diperbaiki dengan menerapkan

Total Productive Maintenance (TPM) yang melibatkan

semua operator dalam proses pemeliharaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan Total

Productive Maintenance (TPM) sebagai sarana untuk 

meningkatkan OEE di divisi blow molding PT X.

Implementasi TPM pada production engineering 

5/11/2018 M14-Didik-Petra - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/m14-didik-petra 2/5

 

Seminar Nasional Teknik Mesin IV 

30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia 

section divisi blow molding di PT X diharapkan dapat

mengurangi breakdown, meningkatkan produktifitas,

dan meningkatkan lifetime mesin.TPM merupakan suatu sistem perawatan mesin

yang melibatkan operator produksi dan semua

departemen termasuk produksi, pengembangan produk,

pemasaran, dan administrasi. Operator tidak hanyabertugas menjalankan mesin, tetapi juga merawat mesin

sebelum dan sesudah pemakaian.

Implementasi TPM dapat diklasifikasikan menjadi

2 tahap, yaitu tahap implementasi awal dan tahap

implementasi penuh. Pada tahap implementasi awal,

perusahaan mengimplementasikan TPM pada salah satu

mesin untuk proyek percontohan. OEE dari mesin

tersebut dihitung sebelum dan dibandingkan denganOEE sesudah implementasi TPM.

Six big losses dihitung untuk mengetahui overall

equipment effectiveness (OEE) dari suatu peralatan agar

dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan mesin

tersebut. Six big losses dapat dikategorikan menjadi tiga

macam, yaitu availability rate, performance rate, dan

total yield.

  Availabilty rate dipengaruhi 2 komponen, yaitu

breakdown losses dan set up and adjustment losses 

serta dihitung dengan rumus berikut (Stephens, 2004):

( ) %100% ×−

=

load time

timedowntimeload ratety Availabili  

Performance rate memiliki 2 komponen, yaitu idling

and minor stoppage losses dan speed losses. Besarnya

 performance rate dihitung dengan rumus:

( ) %100 

% ×

×

=

timeoperating

output timecycleoptimalrateePerformanc

Total yield  didukung 2 komponen, yaitu quality defectsand rework required losses dan   yield losses. Besarnyatotal yield dihitung dengan rumus:

( ) %100% ×−

=

input 

reject input  yield Total  

Sedangkan overall equipment effectiveness (OEE)

adalah besarnya efektifitas yang dimiliki oleh peralatan

atau mesin, dapat dihitung dengan rumus (Stephens,

2004):

( )  yield TotalratePerformrate AvailOEE   ..% ××=  

2. Metodologi 

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapaitujuan penelitian adalah sebagai berikut:

a.  Menganalisa kondisi umum perusahaan dan sistem

pemeliharaan

b.  Mengumpulkan data 6 kerugian utama sebelum

implementasi TPM

Data-data yang perlu dikumpulkan untuk 

implementasi TPM adalah waktu breakdown,

waktu produksi, waktu set up and adjustment ,

kecepatan aktual mesin, jumlah produksi, dan

 jumlah reject. 

c.  Mengolah data overall equipment effectiveness 

(OEE) sebelum implementasi TPMMesin yang memiliki OEE terendah akan

digunakan untuk proyek percontohan.

d.  Mengkaji implementasi TPM sesuai dengan

kondisi perusahaane.  Memilih objek mesin

f.  Mengolah dan menganalisa data overall equipment 

effectiveness (OEE) sesudah implementasi TPM

g.  Membandingkan kondisi sebelum dan sesudah

implementasi TPM

h.  Membuat kesimpulan dan saran untuk perusahaan

3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan pada divisi BM1 yang

merupakan proses utama di P.T. X. Divisi BM1

memiliki empat jenis mesin, yaitu 500 S, 500 DS, 1500

DS, dan 1000 DST.  Maintenance pada divisi blow

moulding dilakukan oleh operator  production

engineering  section secara  preventive maupuncorrective.

Sebelum melakukan implementasi TPM, penulis

menghitung nilai OEE peralatan. Nilai OEE untuk ketiga mesin yang dipilih ditunjukkan pada Tabel 1 di

bawah ini.

Tabel 1. Nilai OEE Bulan Januari 2005

Mesin Avail.

 Rate

 Perform.

 Rate

Total 

Yield OEE

500 S 94.99% 94.28% 99.26% 88.89%

500 DS 1 95.55% 91.83% 96.11% 84.33%

500 DS 3 88.30% 87.61% 99.21% 76.75%

1500 DS 2 92.90% 86.68% 93.31% 75.14%

1500 DS 3 91.16% 87.20% 95.66% 76.04%

1500 DS 4 83.36% 73.14% 87.74% 53.50%

1500 DS 5 84.41% 41.72% 47.46% 16.72%

1500 DS 6 88.71% 82.68% 93.20% 68.35%

1500 DS 7 95.76% 91.77% 95.84% 84.22%

1500 DS 8 87.80% 81.19% 92.47% 65.91%

1500 DS 9 75.73% 47.46% 62.64% 22.51%

OEE rata-rata = 64.76%

Dari tabel di atas tampak bahwa nilai OEE daribeberapa mesin dapat ditingkatkan. Untuk itu,

perusahaan menetapkan target nilai OEE dari mesin-

mesin tersebut untuk bulan Januari seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 2. Peningkatan ini dicapai

dengan melakukan beberapa hal, yaitu:a.   Availability rate

•  Meningkatkan dan mengoptimalkan waktu preventive maintenace untuk tiap-tiap mesin

sebesar 10% (Dewi, 2006)

5/11/2018 M14-Didik-Petra - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/m14-didik-petra 3/5

 

Seminar Nasional Teknik Mesin IV 

30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia 

•  Mencegah kerusakan mesin sehingga waktu

downtime untuk  machine  trouble tidak terjadi,

misalnya dengan melakukan pelumasan sesuai

dengan jadwal dan kondisi mesin itu sendiri.

•  Mencegah mesin tidak berproduksi kecuali mesin

dalam keadaan no order .

b.  Performance Rate 

•  Meningkatkan commercial hours dengan cara

menurunkan waktu downtime.

•  Mengoptimalkan jumlah cavity actualnya sesuai

dengan cavity standard nya, sehingga output  yang

dihasilkan meningkat. Misalnya dari 2 cavity

menjadi 4 cavity untuk mesin 500 DS 6.

c.  Total Yield 

•  Meningkatkan output netto dengan cara

meminimalkan reject .

Tabel 2. Target Nilai OEE bulan Januari 2005

Mesin  Avail. Rate Perform.

 Rate

Total 

Yield OEE

500 S 94.99% 94.28% 99.26% 88.89%

500 DS 1 95.55% 91.83% 96.11% 84.33%

500 DS 3 94.65% 94.65% 99.22% 88.88%

1500 DS 2 92.90% 86.68% 99.31% 75.14%

1500 DS 3 91.16% 87.20% 95.61% 76.04%

1500 DS 4 93.05% 93.05% 99.01% 85.73%

1500 DS 5 93.14% 59.05% 99.01% 54.46%

1500 DS 6 96.12% 96.12% 99.01% 91.47%

1500 DS 7 95.76% 91.77% 95.84% 84.22%

1500 DS 8 94.77% 94.78% 99.01% 88.93%

1500 DS 9 85.52% 85.83% 99.01% 72.67%

OEE rata-rata = 80.98%

 

Setelah itu, penulis melakukan analisa six big

losses pada mesin yang menjadi obyek utama

penelitian, yaitu 500 S, 500 DS 1, dan 1500 DS 7.

Berikut adalah analisa six big losses pada mesin 500 S,

500 DS 1, dan 1500 DS 7 selama bulan Januari sampai

Desember 2005, kemudian dianalisa peluang

perbaikannya melalui implementasi TPM. Analisa six

big losses untuk ketiga mesin tersebut adalah sebagai

berikut:

a.   Availabilty rate

•   Breakdown losses

Pada semua objek mesin didapati beberapa hari

yang tidak berproduksi sama sekali karena mesin

mengalami kerusakan, spare part  tidak tersedia, spare

 part  sudah tidak standar, kondisi mesin menurun

dikarenakan usia mesin. Sedangkan faktor tenaga kerja

  juga berperan karena skill operator yang kurang

memahami kondisi dan karakteristik mesin. Selain itu,

perbaikan untuk kerusakan sederhana terpaksa

menunggu personil pemeliharaan ( production

engineering section).

Solusi TPM-  Melakukan   preventive maintenance terencana

untuk mengembalikan kondisi mesin agar tidak sering rusak.

-  Membuat prosedur penanganan kerusakan

sederhana dan melatih para operator agar mampu

melakukan tindakan perbaikan kerusakan

sederhana.

-  Mendukung pelaksanaan autonomous maintenance 

dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat,

nyaman dan aman, memberikan penghargaan, sertamemberikan pelatihan kepada operator.

•  Set  up and  adjustment  losses

Terjadi waktu penyetelan yang berbeda-beda pada

setiap mesin. Hal ini disebabkan oleh kondisi mesin

yang berbeda-beda, jenis order yang terlalu beragam,

dan seringnya berganti order. Dari segi tenaga kerja,

kondisi yang menyebabkan adanya setup and 

adjustment losess adalah skill dan metode kerja operator

tidak seragam. Selain itu, toolset  untuk  set up mesin

kadang belum tersedia sehingga membutuhkan waktu

yang lama.

Solusi TPM-  Mengaplikasikan group technolgy sehingga jenis

order yang dikerjakan pada setiap mesin berkurang.

-  Memberikan pelatihan tentang prosedur perbaikan

yang standar.-  Menyediakan toolset  agar operator mempunyai

toolset sendiri-sendiri.

Hasil availability rate (Tabel 3) pada mesin obyek 

untuk bulan Januari sampai Desember 2005 dapat

dianalisa sebagai berikut:

-  Mesin 500S memiliki availability rate terendah di

bulan Mei 2005 sebesar 59.88% dan dapat

ditingkatkan menjadi 81.12%

-  Mesin 500DS 1 memiliki availability rate terendah

di bulan Agustus 2005 dan dapat ditingkatkan

menjadi 57.52%

-  Mesin 1500DS 7 memiliki availability rate 

terendah di bulan bulan Mei 2005 dan dapat

ditingkatkan menjadi 91.38%

Tabel 3. Analisa availability rate tahun 2005

Mesin BulanSebelum

implementasi

Sesudah

implementasi

500 S

500 DS 1

1500 DS 7

Mei

Agustus

Mei

59.88 %

47.58 %

89.13 %

81.12 %

57.52 %

91.38 %b.  Performance rate

•   Minor stoppage losses

Waktu menganggur dan penghentian-penghentian

5/11/2018 M14-Didik-Petra - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/m14-didik-petra 4/5

 

Seminar Nasional Teknik Mesin IV 

30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia 

kecil dimasukkan ke dalam speed losses, maka tidak 

dilakukan perhitungan khusus untuk  minor stoppage

losses.

•  Speed losses

Utilisasi mesin aktual ditentukan oleh departemen

  product development , logistik dan produksi. Nilai inisudah termasuk toleransi untuk waktu menganggur dan

penghentian-penghentian kecil. Hal yang

mempengaruhi speed losses adalah kondisi mesin,

  jumlah operator yang masuk kerja, dan ketersediaan

bahan baku.

Solusi TPM-  Melakukan   preventive maintenance terencana

untuk mengembalikan kondisi mesin agar tidak 

sering rusak.

-  Menjaga ketersediaan bahan baku melalui

penjadwalan produksi yang baik.

Hasil   performance rate (Tabel 4) pada mesin

obyek untuk bulan Januari sampai Desember 2005

dapat dianalisa sebagai berikut:

-  Mesin 500 S memiliki  performance rate terendah

di bulan Mei 2005.

-  Mesin 500 DS 1 memiliki   performance rate 

terendah di bulan Agustus 2005.

-  Mesin 1500 DS 7 memiliki   performance rate 

terendah di bulan Mei 2005.

Setelah permasalahan yang menyebabkan rendahnya

  performance rate diperbaiki, nilai   perfromance rate 

meningkat seperti pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Analisa performance rate tahun 2005

Mesin BulanSebelum

implementasi

Sesudah

implementasi500 S

500 DS 1

1500 DS 7

Mei

Agustus

Mei

46.43 %

23.70 %

89.53 %

83.76 %

73.31 %

92.72 %

c.  Total yield  

•  Quality defects and  rework  losses 

Angka reject sudah cukup rendah. Oleh sebab itu,

faktor-faktor penunjang harus tetap dijaga, bahkan

dtingkatkan.

•  Yield losses

Jumlah waste cukup rendah. Meskipun dalam

  jumlah sedikit, namun tetap ada produk reject  yang

dibuang karena kotor atau tidak memenuhi syarat.Mesin yang berhenti produksi dalam waktu lama

menyebabkan terjadinya waste karena bahan baku yang

sudah menjadi dingin harus dibuang dan didaur ulang.

Hasil total yield (Tabel 5) pada objek mesin untuk 

bulan Januari sampai Desember 2005 dapat dianalisa

sebagai berikut:

-  Mesin 500 S memiliki total yield terendah di bulan

Maret 2005.

-  Mesin 500 DS 1 memiliki total yield  terendah di

bulan Agustus 2005.

-  Mesin 1500 DS 7 memiliki total yield  terendah dibulan Januari 2005.

Nilai total yield  setelah mengadospsi solusi TPM juga

ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisa total yield tahun 2005

Mesin BulanSebelum

implementasi

Sesudah

implementasi

500 S

500 DS 1

1500 DS 7

Maret

Agustus

Januari

76.00 %

42.16 %

95.84 %

99.30 %

99.01 %

95.84 %

d.  Overall equipment effectiveness (OEE)

Nilai OEE (Tabel 4.16.) masing-masing mesin

dapat dianalisa sebagai berikut:

-  Mesin 500 S memiliki nilai OEE terendah di bulan

Mei 2005.

-  Mesin 500 DS 1 memiliki nilai OEE terendah di

bulan Agustus 2005.-  Mesin 1500 DS 7 memiliki nilai OEE terendah di

bulan Mei 2005.

Hasil peningkatan nilai OEE setelah

mengimplementasikan TPM juga ditunjukkan pada

Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Analisa OEE tahun 2005

Mesin BulanSebelum

implementasi

Sesudah

implementasi

500 S

500 DS 1

1500 DS 7

Mei

Agustus

Mei

25.90 %

4.75%

78.49 %

67.27 %

41.75 %

84.13 %

Dari tabel di atas, mesin 500 S mengalami peningkatanOEE sebesar 41.37%, mesin 500 DS 1 sebesar 37%,

dan mesin 1500 DS 7 sebesar 5.64%. Sedangkan Tabel

7 memberikan hasil perhitungan OEE sebelum dan

sesudah implementasi TPM pada semua mesin.

Tabel 7. Nilai OEE untuk semua mesin tahun 2005

Bulan Sebelum TPM Sesudah TPM

Januari 64.76 % 80.98 %

Pebruari 51.92 % 83.59 %

Maret 48.01 % 77.18 %

April 62.82 % 80.48 %

Mei 60.59 % 78.60 %

Juni 75.99 % 84.00 %

Juli 80.22 % 86.59 %Agustus 66.03 % 77.85 %

September 78.39 % 85.25 %

Oktober 78.51 % 81.91 %

Nopember 71.13 % 81.62 %

Desember 74.71% 84.54%

Rata-rata 67.76 % 81.88 %

5/11/2018 M14-Didik-Petra - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/m14-didik-petra 5/5

 

Seminar Nasional Teknik Mesin IV 

30 Juni 2009, Surabaya, Indonesia 

4.  Kesimpulan

•  Nilai OEE tahun 2005 untuk semua mesin

meningkat dari 67.76% menjadi 81.88% setelah

mengimplementasikan TPM.

5.  Daftar Pustaka

1. 

Corder, Anthony, ”Teknik ManajemenPemeliharaan”, Erlangga, Jakarta. 1996.

2.  Dewi, Purnama, “Perancangan Jadwal Preventive

Maintenance Yang Optimal Pada Divisi Blow

Molding Di PT X”, Tugas Akhir No:

01041119/IND/2006, Jurusan Teknik Industri,

Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2006.

3.  Productivity & Quality Management Consultants,

“Pelatihan Dua Hari Total Productive

Maintenance”, Productivity & Quality

Management, Surabaya, 2002.

4.  Stephens, Matthew P., “Productivity And

Reliability-Based Maintenance Management”,

Pearson Education Inc., New Jersey, 2004.

5.  Dillon, Andrew P., “Autonomous Maintenance For

Operators”, Productivity Press, Portland, OR, 1997.

6.  Wireman, Terry, “Total Productive Maintenance”,

2nd

ed., Industrial Press, New York, 2004.