Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

19
Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012 357 PENERAPAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN BAGI KORPORASI DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA Maret Priyanta Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung [email protected] Abstract Pollution or environmental destruction caused by business activities, whether directly or indirectly, will decrease the quality and function of the environment. In development, the protection and management of the environment is promoted through legal compliance as a mere preventive effort; nonetheless, pollution or destruction of the environment by business activities will create a major impact on the environment of the present and future generations. Implementation of the Ultimum remedium principle in corporate criminal environmental law enforcement is intended as a last resort to an environmental law settlement. The principle of premium remedium should be considered and studied more deeply, considering the impact of business activities that cause pollution or environmental destruction. Corporate liability is imposed by applicable administrative, civil, and criminal laws and regulations, but the problems in the settlement of the case depend on the category of pollution or destruction that occurs, as well as whether a case can apply the principle of avoiding ultimum remedium settlement through application of criminal law, or apply settlement through administrative, civil and criminal law. Keywords: Environmental crime, Corporation, Environmental Law Enforcement A. Pendahuluan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Selain itu juga menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia, menjamin

description

pidana lingkungan

Transcript of Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Page 1: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

357

PENERAPAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN BAGI KORPORASI DALAM PENEGAKAN HUKUM

LINGKUNGAN DI INDONESIA

Maret PriyantaFakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung

[email protected]

AbstractPollution or environmental destruction caused by business activities, whether directly or indirectly, will decrease the quality and function of the environment. In development, the protection and management of the environment is promoted through legal compliance as a mere preventive effort; nonetheless, pollution or destruction of the environment by business activities will create a major impact on the environment of the present and future generations. Implementation of the Ultimum remedium principle in corporate criminal environmental law enforcement is intended as a last resort to an environmental law settlement. The principle of premium remedium should be considered and studied more deeply, considering the impact of business activities that cause pollution or environmental destruction. Corporate liability is imposed by applicable administrative, civil, and criminal laws and regulations, but the problems in the settlement of the case depend on the category of pollution or destruction that occurs, as well as whether a case can apply the principle of avoiding ultimum remedium settlement through application of criminal law, or apply settlement through administrative, civil and criminal law.

Keywords: Environmental crime, Corporation, Environmental Law Enforcement

A. Pendahuluan

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Selain itu juga menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia, menjamin

Page 2: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

358

kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem serta pelestarian fungsi lingkungan dalam rangka pembangunan berkelanjutan agar terpenuhinya keadilan bagi generasi masa kini dan generasi masa depan.1

Dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional, diarahkan bahwa dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat Internasional.2

Adapun beberapa hal yang menjadi kekhawatiran dan rencana pembangunan nasional berkenaan dengan lingkungan hidup antara lain : 3

1. Kondisi sumber daya hutan saat ini sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan akibat meningkatnya praktik pembalakan liar (illegal logging) dan penyelundupan kayu, meluasnya kebakaran hutan dan lahan, meningkatnya tuntutan atas lahan dan sumber daya hutan yang tidak pada tempatnya, meluasnya perambahan dan konversi hutan alam, serta meningkatnya penambangan resmi maupun tanpa izin. Tahun 2004, kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 59,2 juta hektar dengan laju deforestasi setiap tahun mencapai 1,6-2 juta hektar;

2. Sumber daya kelautan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini karena beberapa hal, antara lain, (1) belum adanya penataan batas maritim; (2) adanya konflik dalam pemanfaatan ruang di laut; (3) belum adanya jaminan keamanan dan keselamatan di laut; (4) adanya otonomi daerah menyebabkan belum ada pemahaman yang sama terhadap pengelolaan sumber daya kelautan; (5) adanya keterbatasan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya kelautan; dan (6) belum adanya dukungan riset dan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan;

1 Bandingkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

3 Ibid.

Page 3: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

359

3. Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang memerhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Keberadaan masyarakat adat yang sangat bergantung pada sumber daya alam dan memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam juga belum diakui. Kearifan lokal sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan

4. Desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan meningkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, baik antarwilayah, antara pusat dan daerah, serta antar penggunaan. Untuk itu, kebijakan pengelolaan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun mendatang agar Indonesia tidak mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis air, krisis pangan, dan krisis energi.

Penurunan kualitas lingkungan pada prinsipnya akan terus menerus terjadi secara alamiah, hukum lingkungan mengatur kegiatan manusia yang mempercepat penurunan kualitas lingkungan melalui suatu kegiatan usaha yang hanya mungkin apabila kegiatan usaha tersebut dilaksanakan oleh suatu korporasi yang berbadan hukum dan kegiatan usahanya diduga dapat mencemari dan merusak lingkungan serta memberikan dampak besar dan penting kepada lingkungan.

Suatu korporasi yang akan melakukan atau mengajukan suatu kegiatan usaha dalam pengelolaan lingkungan disyaratkan untuk memenuhi berbagai macam aturan dalam menunjang penaatan hukum lingkungan, baik dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagai syarat untuk memperoleh izin dan berbagai macam perizinan khususnya izin lingkungan sebagai izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan.

Page 4: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

360

Meskipun secara administratif dan substansi suatu korporasi telah memenuhi berbagai syarat untuk memperoleh izin dalam pengelolaan lingkungan, pada kenyataaan masih banyak korporasi yang melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan. Hal ini menjadi penting saat dampak dari kegiatan suatu korporasi telah memberikan dampak berupa kerugian secara langsung kepada manusia pada khususnya dan lingkungan pada umumnya.

Dalam sistem hukum lingkungan di Indonesia, penegakan hukum menjadi sangat penting dalam perlindungan lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan ditujukan untuk penegakan hukum secara hukum administrasi melalui pengadilan tata usaha Negara, pengadilan Umum (Perdata dan Pidana).

Dalam salah satu kasus tindak pidana korporasi, Pengadilan Negeri Manado dalam Putusannya Nomor 284/Pid/B/2005/PN Manado Tanggal 17 November 2006, dengan mendasarkan pada unsur Menimbang menyatakan bahwa PT. NMR Manado (Terdakwa I) dan Richard Bruce Ness (Terdakwa II) tidak terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana. Putusan Pengadilan Negeri Manado ini antara lain didasarkan kepada pertimbangan pemerintah selama ini tidak pernah memberi peringatan/teguran apalagi sanksi kepada PT. NMR berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Pertimbangan lain adalah bahwa tidak terbukti kalau perkara dengan Terdakwa I dan II telah memenuhi kriteria bahwa sanksi bidang hukum lain (administrasi, perdata, mediasi/ADR) tidak efektif dan tidak ditaati oleh PT. NMR.4

4 Hurizal Chan, Catatan Hukum Terhadap Keputusan Pengadilan Negeri Manado Atas Perkara Pidana PT. Newmount Minahasa Raya (PT. NMR) DAN MR. Richard Bruce Ness/Perkara Teluk Buyat, Procedding Bedah Kasus Sengketa Lingkungan Putusan Pengadilan Negeri Manado No. 284/Pid.B/2005/PN.MDO.(PT NMR), Pusat Pengkajian Penyelesaian Sengketa Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Kementerian Negera Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Bandung 2008.

Page 5: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

361

Penegakan hukum lingkungan menjadi permasalahan saat menentukan upaya hukum apa yang dapat dilakukan dalam penyelesaian suatu kasus lingkungan. Dari upaya hukum yang dapat dilakukan apakah penegakan hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana dapat dilakukan secara bersama-sama atau tidak. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam penjelasan umum angka 6 menegaskan bahwa penegakan hukum pidana dalam memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan. Ketentuan dalam penjelasan tersebut menggambarkan bahwa secara materiil penegakan hukum pidana dapat diterapkan sebagai pilihan utama (premium remedium) bagi setiap korporasi yang melakukan kegiatan usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup selain pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan yang diatur dalam undang-undang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

B. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia?

2. Bagaimanakah penegakan hukum pada tindak pidana lingkungan bagi korporasi diterapkan ?

Page 6: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

362

C. Metode PenelitianPenelitian dilakukan dengan menggunakan metode Pendekatan

yuridis normatif, Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis. Diawali dengan mendeskripsikan berbagai permasalahan lingkungan, dan kemudian menganalisisnya secara sistematis dengan analisis kualitatif berdasarkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tersier serta ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

D. Kerangka PemikiranKonstitusi negara Indonesia menegaskan bahwa Indonesia adalah

negara hukum.5 Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa Hukum adalah keseluruhan asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.6 Fungsi hukum menjamin keteraturan (kepastian) dan ketertiban, sedangkan tujuan hukum tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dan falsafah hidup yang menjadi dasar hidup masyarakat yang bermuara kepada keadilan.7 Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya mamandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan ma-nusia dalam masyarakat, tapi pula mencakup lembaga (institution) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.8

Dalam masyarakat berlaku aturan-aturan yang menentukan hubungan antara manusia. Hukum mengambil tempat yang penting dalam aturan itu ter-utama untuk menjaga agar kepentingan dapat dirumuskan menjadi kesatuan yang harmonis.9 Filsafat hukum mencoba mencari dasar kekuatan mengikat daripada hukum, yaitu apakah ditaatinya hukum itu disebabkan oleh pejabat yang berwenang atau memang masyarakat mengakuinya karena hukum terse-5 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Amademen Ketiga6 Mochtar Kusumaatmadja dan B Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu

Pengenalan Pertama Ruang Lingkup berlakunya Ilmu Hukum, PT Alumni Bandung, 2000, hlm.4.

7 Ibid8 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bina

Cipta, 1976), hal.159 Bandingkan dengan N.E. Algra, K. Van Duyvendijk, dkk, Mula Hukum : Beberapa Bab

Mengenai Hukum dan Ilmu untuk Pendidikan Hukum dalam Pengantar Ilmu Hukum, (Bina Cipta, 1983), hal.15

Page 7: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

363

but dinilai sebagai suatu hukum yang hidup di dalam masyarakat itu.10 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) alinea keem-

pat menyatakan bahwa negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indone-sia, seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.11 Negara mempunyai tanggung jawab terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya buatan). Lebih lanjut Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 Amandemen Kedua menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Hukum lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan.12 Lingkungan hidup sebagai kes-atuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, terma-suk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelang-sungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.13 Dalam rumusan pengertian lingkungan tersebut, haruslah juga dipandang bahwa manusia termasuk di dalamnya sebagai bagian dari lingkungan serta setiap perilakunya akan mempengaruhi alam.14

Dalam ekologi, lingkungan secara ilmiah disebut ekosistem dan ma-nusia berada sebagai salah satu bagian (sub sistemnya). Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai sub sistem yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi dan geografi serta corak ragam yang berbeda serta mengakibatkan daya tampung dan daya dukung lingkungan yang ber-lainan. Keselarasan, keserasian dan keseimbangan daya tampung dan daya dukung akan meningkatkan ketahanan sub sistem, yang berarti juga mening-katkan ketahanan lingkungan secara keseluruhan.

10 Bandingkan dengan Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 81

11 Lihat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat12 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I: Umum, Cetakan Ketiga, (Putra A

Bardin, 2001), hal. 6713 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.14 Bandingkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

Page 8: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

364

Hukum lingkungan sebagai gejala hukum, lazimnya dipelajari dan dipahami berdasarkan ajaran-ajaran hukum pada umumnya. Manusia hidup dalam pergaulan hidup yang selalu terikat kepada peraturan-peraturan hidup, baik yang bersifat hukum maupun hal lain seperti peraturan susila dan peraturan sopan santun.15 Lingkungan hidup pada hakekatnya merupakan suatu ekosistem, maka hukum yang mengatur segi-segi lingkungan hidup harus pula dipandang sebagai suatu sistem pula. Sistem hukum16 sebagaimana dikemukakan oleh Sunaryati Hartono17 terdiri atas sub sistem – sub sistem hukum, yang antara lain adalah sub sistem hukum lingkungan. Sub sistem Hukum Lingkungan terdiri dari asas-asas, kaidah-kaidah dan juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkannya dalam kenyataan.18 Metode pendekatan dalam pengelolaan lingkungan hidup, menggunakan metode utuh menyeluruh (komprehensif-integral) dengan selalu mengutamakan keselarasan dan kelestarian. 19

Hukum Lingkungan mencakup penaatan dan penegakan hukum (compliance and enforcement), yang meliputi bidang hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana. Secara terminologi istilah penaatan mempunyai arti tindakan preemtif, preventif dan proaktif. Penegakan mempunyai arti tindakan represif. Apalagi diformulasikan antara preventif dengan represif maka akan berwujud berupa sanksi. Karena itu pada hakekatnya Hukum Lingkungan lebih menekankan kepada nilai-nilai penaatan hukum terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup, dibandingkan pada nilai-nilai penegakan hukumnya. Nilai-nilai penaatan hukum harus diberikan bobot yang kuat dan harus dapat diformalkan kedalam rumusan peraturan perundang-undangan.20

15 Munadjat Danusaputro, Op.Cit., hal. 10416 Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1993), hal. 35 – 4017 Sunaryati Hartono, Politik Hukum dalam Perkembangan Globalisasi, (Bandung:

Alumni, 1991), hal. 4618 Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit, hal. 1419 Munadjat Danusaputro, Op. Cit., hal. 20620 Amiruddin A. Dajaan Imami, dkk, Asas Subsidiaritas : Kedudukan dan Implementasi

dalam Penegakan Hukum Lingkungan, (PP-PSL FH UNPAD dan Bestari, 2009), hal.1

Page 9: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

365

Sistem hukum lingkungan dalam arti sempit, meliputi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki terdiri atas Undang Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat, Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.21 Hukum itu bersifat hierarki, artinya ketentuan yang paling bersumber dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya.22 Dalam teorinya tersebut, terdapat kaidah dasar dari suatu tata hukum nasional yang merupakan suatu kaidah fundamental, Kaidah dasar tersebut disebut grundnorm yang merupakan asas-asas hukum yang bersifat abstrak, bersifat umum atau hipotesis.23

Sebuah korporasi menurut hukum perdata adalah suatu legal person (rechtspersoon), yang merupakan suatu badan hukum dan memiliki sifat sebagai legal personality. Artinya, dapat melakukan perbuatan hukum serupa halnya dengan manusia (natuurlijke persoon). Di Amerika Serikat dikenal konsep untuk meminta pertanggungjawaban pidana korporasi, yaitu doktrin respondeat superior atau vicarious liability. Menurut doktrin ini, apabila pekerja suatu korporasi melakukan suatu tindak pidana dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud menguntungkan korporasi, tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada korporasi. Ini bertujuan mencegah perusahaan melindungi diri dan melepas tanggung jawab dengan melimpahkannya pada para pekerjanya. Ajaran vicarious liability biasanya berlaku dalam hukum perdata tentang perbuatan melawan hukum (the law of tort), yang kemudian diterapkan pada hukum pidana.24

Kejahatan korporasi telah dikenal dalam sistem hukum Indonesia sejak diundangkannya Undang-Undang Darurat No. 17 Tahun 1951 tentang Penimbunan Barang-Barang (UU Drt. No. 17/1951). Dalam Pasal 11 ayat (1)

21 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

22 Bandingkan dengan Hans Kelsen, Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, Translated By Anders Wedberg, (New York: Russell and Russell, 1973), hal. 134. diterjemahkan oleh penulis.

23 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Mandar Maju, 1998, hal.26

24 Amiruddin A. Dajaan Imami, dkk, Op.Cit, hal.52

Page 10: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

366

UU Drt. No. 17/1951 telah diatur ketentuan sebagai berikut: “Bilamana suatu perbuatan yang boleh dihukum berdasarkan undang-undang ini, dilakukan oleh suatu badan hukum, maka tuntutan itu dilakukan dan hukuman dijatuhkan terhadap badan-badan hukum itu atau terhadap orang-orang termaksud dalam ayat (2) pasal ini, atau terhadap kedua-duanya”. Dengan demikian, UU Drt. No. 17/1951 dan berbagai undang-undang khusus lainnya di luar KUHP yang mengatur mengenai korporasi sebagai pelaku tindak pidana, telah memperluas atau menambah subyek tindak pidana dari semula hanya terbatas kepada manusia menjadi memasukkan pula korporasi sebagai subyek tindak pidana.25

Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam Pasal 116-120 yang pada intinya menyatakan bahwa apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

D. Analisis Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Lingkungan Indonesia sebagai negara hukum, diharuskan mengatur segala perma-

salahan berdasarkan norma hukum yang berlaku. Hukum lingkungan men-gatur hubungan hukum antara unsur-unsurnya sehingga dalam pengelolaan lingkungan hidup berorientasi pada pelestarian fungsi dari lingkungan untuk kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. Hukum dalam ben-tuk peraturan perundang-undangan mengikat kepada masyarakat dan ditaat-inya karena hukum (peraturan perundang-undangan) dibuat oleh pejabat yang berwenang atau memang masyarakat mengakuinya karena hukum tersebut dinilai sebagai suatu hukum yang hidup di dalam masyarakat itu. Hukum lingkungan dipahami berdasarkan ajaran-ajaran hukum pada umumnya, na-mun harus juga memperhatikan metode pendekatan dalam pengelolaan ling-kungan hidup, menggunakan metode utuh menyeluruh (Komprehensif-inte-gral) dengan selalu mengutamakan keselarasan dan kelestarian.25 Ibid.

Page 11: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

367

Tanggung jawab Negara terhadap perlindungan dan pengelolaan ling-kungan hidup baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya buatan harus didukung oleh berbagai peraturan dan peran serta berbagai pi-hak yang berkepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, korporasi dan masyarakat dengan sudut pandang bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Dalam rumusan pengertian lingkungan haruslah juga dipandang bah-wa manusia termasuk di dalamnya sebagai bagian dari lingkungan serta se-tiap perilakunya akan mempengaruhi alam. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh korporasi sebagai legal person (rechtspersoon), yang merupakan suatu badan hukum dan memiliki sifat sebagai legal personality memberikan dam-pak positif bagi pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, namun dapat juga memberikan dampak negatif, apabila kegiatan yang dilakukan berdam-pak besar dan penting terhadap lingkungan apabila kegiatan usaha tersebut menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan. Berdasarkan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Penge-lolaan Lingkungan Hidup, tindak pidana lingkungan dikategorikan sebagai kejahatan, sehingga dalam tanggung jawab pidananya dapat dibebankan ke-pada organ yang ada dalam korporasi. Ini bertujuan mencegah perusahaan melindungi diri dan melepas tanggung jawab dengan melimpahkannya pada para pekerjanya.

Hukum lingkungan mencakup penaatan dan penegakan hukum (com-pliance and enforcement), yang meliputi bidang hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana. Suatu kegiatan usaha yang dilakukan oleh korporasi harus menempuh proses penaatan hukum dengan mengajukan berbagai macam persyaratan perizinan untuk mengkaji layak tidaknya suatu kegiatan usaha dilakukan. Pada prinsipnya setiap kegiatan usaha akan memberikan dampak terhadap lingkungan sekitar, namun besar kecilnya dampak tergantung jenis kegiatan usaha, dan sebagaian besar keg-iatan usaha di bidang pengelolaan lingkungan yang memanfaatkan dan atau mengeksploitasi unsur-unsur dalam lingkungan memiliki dampak besar dan penting terhadap lingkungan.

Page 12: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

368

Pencemaran atau perusakan lingkungan yang dilakukan oleh korpora-si merupakan salah satu unsur bagi pemberlakuan proses penegakan hukum lingkungan yang mempunyai arti tindakan represif. Dalam hukum lingkun-gan dikenal salah satu asas subsidiaritas yang mengedepankan upaya hukum lain sebelum memberlakukan hukum pidana yaitu penegakan hukum admin-istrasi Negara, hukum perdata dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang me-wajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Namun Penerapan asas ultimum remedium dibatasi hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu yang juga diatur dalam norma, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.

Apabila dikaji lebih lanjut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup membuka pelu-ang sebesar-besarnya bagi pencemaran atau perusakan lingkungan yang ber-dampak besar kepada lingkungan untuk mengedepankan penegakan hukum pidana sebagai pilihan utama (premium remedium) apabila pencemaran atau perusakan tidak terkait dengan pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan karena Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindun-gan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengkategorikannya baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan sebagai pelanggaran dan bukan sebagai keja-hatan lingkungan.

Pada prinsipnya penegakan hukum lingkungan administrasi, perdata dan pidana dapat diterapkan secara bersama-sama, dikarenakan tujuan dari masing-masing berbeda. Penegakan hukum administrasi ditujukan untuk pencabutan izin agar suatu kegiatan usaha tidak secara terus menerus melaku-kan pencemaran, penegakan hukum perdata ditujukan untuk ganti kerugian dan pemulihan lingkungan dan penegakan hukum pidana ditujukan untuk memberikan efek jera dan presedence kepada korporasi lainnya agar tidak melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan.

Page 13: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

369

Apabila dikaji lebih lanjut penegakan hukum lingkungan dapat di-kategorikan apabila suatu kegiatan usaha melakukan pencemaran atau peru-sakan lingkungan. Pencemaran yang didefinisikan masuk atau dimasukkan-nya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan dimana pencemarannya masih dapat dipulihkan dapat diterapkan asas ultimum remedium dengan penyelesaian melalui pen-egakan hukum administrasi berkaitan dengan izin dan hukum perdata untuk memberikan ganti kerugian dan pemulihan lingkungan dan dimungkinkan menyelesaikan sengketa dengan mekanisme di luar pengadilan (negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau arbitrase). Namun disisi lain apabila pencemaran su-dah dikategorikan pencemaran berat yang telah merusak fungsi lingkungan, penerapan asas ultimum remedium dapat dikesampingkan, dan penegakan hukum lingkungan administrasi, perdata dan pidana dapat diterapkan secara bersama-sama (simultan).

Dalam tindak pidana lingkungan bagi korporasi, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur hal-hal antara lain :1. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas

nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:a. badan usaha; dan/ataub. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana

tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

2. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.

3. Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.

Page 14: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

370

4. Terhadap tindak pidana badan hukum, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.

5. Badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;c. perbaikan akibat tindak pidana;d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/ataue. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3

(tiga) tahun.Sanksi bagi Tindak pidana lingkungan secara jelas telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Hal yang memberikan perbedaan dengan sanksi pidana biasa pada tindak pidana lingkungan terdapat pada pidana tambahan dan pengkajian lebih lanjut antara lain :1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana belum terdapat

pengaturan lebih tegas mengenai manfaat dan peruntukan perampasan keuntungan yang dimaksud.

2. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan sebenarnya dapat juga dijatuhkan melalui sanksi administrasi yaitu pencabutan izin usaha melalui Pengadilan Tata usaha Negara.

3. Perbaikan akibat tindak pidana masih belum dapat didefinisikan secara jelas mengingat perbaikan akibat tindak pidana khususnya bagi kerusakan lingkungan menjadi tidak terukur dan dapat menjadi tumpang tindih dengan kewajiban pemulihan lingkungan pada penegakan hukum perdata;

4. Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak cukup sulit didefinisikan, dikarenakan dalam pencemaran berat atau perusakan lingkungan cenderung fungsi lingkungan akan sulit untuk dipulihkan ke keadaan semula.

5. Penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun

Page 15: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

371

dalam pelaksanaannya diperlukan manager lingkungan yang bertugas mengembalikan fungsi manajemen lingkungan korporasi sebagaimana sebelum terjadi pencemaran atau perusakan, pada dasarnya sanksi tambahan ini ditujukan untuk tetap menjaga keberlangsungan kegiatan korporasi, namun bentuk dan pengaturannya belum secara tegas dan diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berkenaan dengan penerapan penegakan hukum lingkungan, Pengadilan Negeri Manado dalam Putusannya Nomor 284/Pid/B/2005/PN Manado, tanggal 17 November 2006, hakim mendasarkan putusan kepada pertimbangan pemerintah selama ini tidak pernah memberi peringatan/tegoran apalagi sanksi kepada PT. NMR yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Pertimbangan lain adalah bahwa tidak terbukti kalau perkara dengan Terdakwa I dan II telah memenuhi kriteria bahwa sanksi bidang hukum lain (administrasi, perdata, mediasi/ADR) tidak efektif dan tidak ditaati oleh PT. NMR.

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 190 K/Pid/2005 tanggal 15 Maret 2005 (perkara pradilan dalam hukum kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 21/Pid/Prap/PN Jakarta Selatan Tanggal 23 Desember 2004), menyatakan bahwa pengecualian dalam penerapan asas subsidiaritas sifatnya alternatif, sehingga apabila satu syarat saja terpenuhi maka hukum pidana dapat langsung diterapkan. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Mahkamah Agung pengecualian tersebut bersifat alternatif sehingga apabila salah satu syarat saja terpenuhi, maka hukum pidana dapat diterapkan. Kasus pencemaran Lingkungan Hidup Teluk Buyat merupakan kasus pencemaran lingkungan yang menjadi sorotan dan perhatian masyarakat baik nasional maupun internasional. Ditambahkan oleh Mahkamah Agung bahwa sesuai dengan pengertian asas subsidiaritas, sudah seharusnya hukum pidana digunakan dengan terpenuhinya unsur-unsur adanya kesalahan pelaku sudah terlalu berat, akibat perbuatannya relatif besar dan perbuatan telah menimbulkan keresahan masyarakat.26

26 Hurizal Chan, Loc. Cit.

Page 16: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

372

Sejalan dengan hal tersebut, Kejaksaan Agung dalam surat Nomor B-60/E/Ejp/01/2002 tanggal 29 Januari 2002 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia, telah memberi pedoman teknis yustisial penanganan perkara tindak pidana Lingkungan Hidup. Berkaitan dengan asas subsidiaritas dalam pedoman dimaksud, antara lain dinyatakan bahan kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak Lingkungan Hidup baru dapat dimulai bila telah dilaksanakannya tindakan hukum tersebut dibawah ini :27

a. Aparat yang berwenang menjatuhkan sanksi administratif sudah menindak pelanggar dengan menjatuhkan suatu sanksi administratif tersebut tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi; dan

b. Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme alternatif diluar pengadilan dalam bentuk musyawarah/perdamaian/negosisasi mediasi namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan, namum upaya tersebut juga tidak efektif, baru kegiatan dapat dimulai/instrument penegakan hukum pidana lingkungan hidup dapat digunakanKedua syarat asas subsidiaritas dalam bentuk upaya tersebut di atas

dapat dikesampingkan, apabila dipenuhi tiga syarat/kondisi tersebut dibawah ini: tingkat kesalahan pelaku relatif berat, akibat perbuatanya relatif berat, dan perbuatan pelanggaran menimbulkan keresahan masyarakat.

Dalam permasalahan penegakan hukum lingkungan, aparatur penegak hukum sudah seharusnya memiliki persepsi yang sama berkenaan dengan tindak pidana lingkungan bagi korporasi yang melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan. Pencemaran atau perusakan lingkungan pada umumnya dilakukan oleh korporasi yang melakukan kegiatan usaha dalam mengelola lingkungan serta memiliki dampak besar dan penting berdasarkan kajian dan peraturan perundang-undangan. Sistem hukum lingkungan mengedepankan fungsi penaatan dalam hukum lingkungan menjadi salah satu aspek yang 27 Ibid.

Page 17: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

373

penting. Menjadi sangat penting untuk mencegah (upaya preventif) agar kegiatan usaha tersebut tidak berdampak langsung kepada masyarakat dan perusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan dapat dihindari karena lingkungan kehilangan daya tampung, daya dukung dan daya lentingnya akibat terlampauinya baku mutu untuk kepentingan generasi masa kini dan masa depan

E. KesimpulanPenerapan sanksi pidana dalam penegakan hukum lingkungan di

Indonesia sudah seharusnya diberlakukan dengan memperhatikan dampak yang ditimbulkan dan tergantung pada kategori pencemaran atau perusakan yang terjadi apakah suatu kasus tersebut dapat diterapkan asas ultimum remedium dengan menempatkan penyelesaian melalui hukum pidana sebagai upaya terakhir. Namun berdasarkan dampak yang ditimbulkankannya, penyelesaian kasus pencemaran atau perusakan lingkungan dapat menerapkan hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana secara simultan.

Dalam penegakan hukum lingkungan, pada prinsipnya kegiatan usaha yang menimbulkan dampak besar dan penting sebagian besar atau cenderung akan dilakukan oleh kegiatan usaha yang berbentuk korporasi, sehingga pertanggungjawaban apabila terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan dibebankan kepada korporasi. Dalam penegakan hukum administrasi, perdata dan pidana, korporasi dibebankan pertanggungjawaban berdasarkan peraturan perundang-undang, namun permasalahan dalam penyelesaian melalui mekanisme hukum pidana dapat menjadi premium remedium apabila memenuhi unsur tingkat kesalahan pelaku relatif berat, akibat perbuatanya relatif berat, dan perbuatan pelanggaran menimbulkan keresahan masyarakat. Penempatan sanksi pidana sebagai premium remedium tidak menghapuskan upaya hukum lainnya hukum administrasi dan hukum perdata mengingat fungsi dan tujuan masing-masing instrument penegakan hukum lingkungan tersebut yang berbeda.

Page 18: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Maret Priyatna: Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi Korporasi Dalam Penegakan...

374

Daftar Pustaka

Amiruddin A. Dajaan Imami, dkk, Asas Subsidiaritas : Kedudukan dan Im-plementasi dalam Penegakan Hukum Lingkungan, PP-PSL FH UN-PAD dan Bestari, 2009

Hans Kelsen, Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, Translated By Anders Wedberg, Russell and Russell, New York 1973

Hurizal Chan, Catatan Hukum Terhadap Keputusan Pengadilan Negeri Manado Atas Perkara Pidana PT. Newmount Minahasa Raya (PT. NMR) DAN MR. Richard Bruce Ness/Perkara Teluk Buyat, Proced-ding Bedah Kasus Sengketa Lingkungan Putusan Pengadilan Negeri Manado No. 284/Pid.B/2005/PN.MDO.(PT NMR), Pusat Pengkaji-an Penyelesaian Sengketa Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Kementerian Negera Lingkungan Hidup Repub-lik Indonesia, Bandung 2008

Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993

-------------- dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, 2001

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasi-onal, Bina Cipta, 1976

----------------------------------, dan B Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup berlakunya Ilmu Hu-kum, PT Alumni Bandung, 2000

Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I: Umum, Cetakan Ketiga, Putra A Bardin 2001

N.E. Algra, K. Van Duyvendijk, dkk, Mula Hukum : Beberapa bab mengenai hukum dan ilmu untuk pendidikan hukum dalam pengantar ilmu hu-kum, Bina Cipta, 1983

Page 19: Lw-11!03!2011-Penerapan Tindak Pidana Lingkungan

Law Review Volume XI No. 3 - Maret 2012

375

Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Mandar Maju, 1998

Sunaryati Hartono, Politik Hukum dalam Perkembangan Globalisasi, Alum-ni, Bandung, 1991

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945 Amademen Ketiga

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelo-laan Lingkungan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Pe-rundang-undangan