Lp Stroke Hemoragik

31
BAB I KONSEP MEDIS A. ANATOMI Jaringan gelatinosa otak dan medulla oblongata spinal dilindungi oleh tulang belakang dan tulang tengkorak dan oleh tiga lapisan jaringan penyambung yaitu pia mater, arakhnoid dan duramater. Masing-masing merupakan suatu lapisan yang terpisah dan kontinu, antara lapisan pia mater dan arakhnoid terdapat hubungan yang dikenal dengan nama trabekula. Gambar.1. Penampang kranium dan korteks | 1

description

stroke hemoragik

Transcript of Lp Stroke Hemoragik

BAB IKONSEP MEDISA. ANATOMIJaringan gelatinosa otak dan medulla oblongata spinal dilindungi oleh tulang belakang dan tulang tengkorak dan oleh tiga lapisan jaringan penyambung yaitu pia mater, arakhnoid dan duramater. Masing-masing merupakan suatu lapisan yang terpisah dan kontinu, antara lapisan pia mater dan arakhnoid terdapat hubungan yang dikenal dengan nama trabekula.Gambar.1. Penampang kranium dan korteks

Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, pia mater merupakan lapisan vaskuler dimana pembuluh-pembuluh darahnya berjalan menuju susunan saraf pusat (SSP) untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf. Arakhnoid merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus dan avaskuler. Arakhnoid meliputi otak dan medulla spinalis, tetapi tidak mengikuti kountur luar seperti pia mater disebut ruang subarakhnoid dimanan terdapat arteri, vena serebral.Dura mater merupakan suatu jaringan ikat, tidak elastis dan mirip kulit sapi yang terdiri dari dua lapisan, lapisan luar dinamakan dura endosteal dan bagian dalam dinamakan dura meningeal.Medulla spinalis di pertahankan di sepanjang kanalis vertebralis oleh 20 sampai 22 pasang ligamentum yang melekat pada dura pada jarak-jarak tertentu ini, merupakan perpanjangan lateral dari jaringan kolagen pia mater yang memisahkan radiks dorsal dan radialis ventralPada umumnya arteri serebri mempunyai fungsi konduksi. Arti konduksi (arteri karotis interna, serebri anterior, media dan posterior, arteri vertebro-basilaris, dan cabang-cabang utama dari arteri ini) membentuk suatu jalinan pembuluh darah yang luas meliputi permukaan otak.Otak manusia kira-kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa. Otak menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kkal energi setiap hari. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah terhenti selama 10 detik saja, maka kesadaran mungkin akan hilang dan penghentian dalam beberapa menit dapat menimbulkan kerusakan irreversibel (Sjamsuhidajat, 2005).

B. DEFENISIMenurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA), adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.C. ETIOLOGI1. Trombosis (penyakit tromboklusif)40 % kaitannya dengan kerusakan local dinding pada akibat anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan piak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal, sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.2. EmbolismeEmbolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit.3. Pendarahan serebriPerdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh subtura arteri serebri extrapasasi darah terjadi didaerah otak dan atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak didekatnya akan tergeser dan tertekan.

Ada beberapa factor resiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu:1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya.Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah serebral.2. Aneurisma pembuluh darah serebral Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan ditempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menyebabkan perdarahan.3. Kelainan jantung/penyakit jantug Kerusakan jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasiyang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.4. Diabetes Mellitus (DM)Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan mikrovaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.5. Usia lanjut Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak.6. Polositemia Pada polisitemia terjadi peningkatan viskositas darah dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.7. Peningkatan kolesterol (lipid total)Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.8. ObesitasPada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya di otak.9. PerokokPada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah dan nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.10. Kurang aktifitas fisik Kurang aktifitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku) salah satunya pembuluh darah otak.

4. PATOFISIOLOGIHemoragi stroke menyebabkan terjadinya iskemik dalam kaitan/berkurangnya atau hilangnya persediaan darah bagi otak, yang disebabkan oleh rufturnya pembuluh darah serebral. Jaringan otak berhenti berfungsi jika oksigen defisit lebih dari 60-90 detik dan setelah beberapa jam akan menyebabkan nekrosis yang sifatnya irreversibel yang mungkin menyebabkan ke arah kematian. Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruftur arteri serebri. Sehingga darah dipaksa masuk/menekan ke dalam jaringan otak, merusak neuron (sel-sel otak) sehingga bagian otak yang terkena tidak dapat berfungsi dengan benar. Darah sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan.

STROKEHemoragik Non Hemoragik Pecah pembuluh darahOklusi/sumbatan aliran darahPerfusi jaringan otakMenurunIskemia Metabolisme anaerobAktivitas elektrolit terganggu Asam laktat Pompa Na dan K gagalEdema otakPerfusi otak menurunNekrosis jaringan otak

5. MANIFESTASI KLINIKa) Kehilangan MotorikStroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik yang paling umum terjadi adalah : Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh.b) Kehilangan Komunikasi Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Disfasia atau afasia (bicara defktif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.c) Gangguan PersepsiGangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Gangguan persepsi yang dapat ditimbulkan yaitu: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Amorfosintesis, kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut. Gangguan hubungan visual-spasial, mendapatkan hubungan dua tau lebih objek dalam area spasial. Sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.d) Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek PsikologikBila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, lupa, kurang motivasi. e) Disfungsi Kandung KemihSetelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi. Kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respons terhadap pengisian kandung kemih.

6. KOMPLIKASIa) Hipoksia serebralDiminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapt diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.b) Aliran darah serebralBergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebri. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.c) Embolisme serebralEmbolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANGa) Pemeriksaan Radiologi Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, atau adanya titik oklusi/rupture. CT-Scan, memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark. Lumbal pungsi, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischemia Attack) atau serangan iskemik sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarachnoid atau perdarahan intracranial. MRI (Magnetic Resonance Imaging), menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena. Ultrasonografi Doppler, mengidentifikasi penyakit arterioveana. EEG (Electroencephalography), mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. Sinar X, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi arteri karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

b) Pemeriksaan Laboratorim Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

8. PENATALAKSANAANa) Penatalaksanaan pada fase akut Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke massif, karena henti pernapasan biasanya factor yang mengancam pada kehidupan pada situasi ini. Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilisasi, atau hipoventilasi. Jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda ggal jantung kongestif.b) Pengobatan Diuretic, untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan, mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskuler. Antitrombosit, dapat diresepkan karena trombosit memaikan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

BAB IIASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATANa. Aktivitas / istirahatGejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia).Tanda : Gangguan tonus otot, terjadi kelemahan umum Gangguan penglihatan Gangguan tingkat kesadaranb. SirkulasiGejala : adanya penyakit jantung (penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hypotensi postural.Tanda : Hipertensi arterial (dapat ditemukan pada CSV) sehubungan adanya embolisme / malformasi vaskuler. Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidak stabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor) Distritmia, perubahan EKG.c. Integritas EgoGejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asaTanda: Emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih dan gembira Kesulitan untuk mengekspresikan dirid. EliminasiGejala : Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan) bising usus negative (ileus paralitik)e. Makanan / CairanGejala : Nafsu makan hilang Mual, muntah selama fase akut Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagiaTanda : kesulitan menelan, obesitas (faktor resiko)f. NeurosensorikGejala : Sinkope / pusing, sakit kepala Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik, kontralateral Gangguan rasa pengecpan dan penciumanTanda : Tingkat kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragik Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa Kehilangan kemampuan untuk mengenali, gangguan persepsi Kehilangan kemampuan motorik saat pasien ingin menggerakan (apraksia)g. Nyeri / KenyamananGejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-bedaTanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / pasiah. PernapasanGejala : merokok (faktor resiko)Tanda : ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan napasi. Interaksi socialTanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasij. Penyuluhan dan pembelajaranGejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor resioko),kecanduan alcohol (resiko)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada kasus stroke hemoragic2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah; hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral. Data : Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori. Perubahan dalam respon motorik/sensorik, gelisah. Defisit sensorik, bahasa, intelektual, emosi. Perubahan tanda-tanda vital.3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler: kelemahan, parestesia, paralysis spastic. Data : Ketidakmampuan bergerak. Gangguan koordinasi. Keterbatasan rentang gerak. Penurunan kekuatan/ kontrol otot4. Gangguan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakansirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus/ kontrol otot fasial/oral, kelemahan/ kelehan umum Data : Gangguan artikulasi: tidak dapat bicara Ketidakmampuan untuk bicara(disartria) menyebutkan kata-kata, ketidakmampuan memahami bahasa tertulis/ ucapan. Tidak mampu melakukan komunikasi tertulis.5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan : Transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit), Stress psikologis (penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansietas). Data : Disorientasi waktu, tempat, orang Perubahan pola prilaku/respon biasanya terhadap rangsang; respon emosi berlebihan. Perubahan proses pikir/berpikir kacau. Perubahan dalam ketajaman sensori: hipoparestesia, perubahan rasa kecap. Ketidakmampuan mengenal objek (agnosia visual) Perubahan pola komunikasi Inkoordinasi motor.

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan, kehilangan kontrol/koordinasi otot, kerusakan perseptial/kognitif, nyeri/ketidaknyamanan, Depresi. Data : Gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari misalnya ketidakmampuan memindahkan makan dari piring ke mulut, tidak mampu memandikan bagian tubuh, memasang/melepaskan pakaian, kesulitan menyelesaikan tugas trilesting.7. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif. Data :a. Perubahan nyata pada struktur dan atau fungsi.b. Perubahan dalam pola biasanya: kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.c. Perubahan nyata atau dirasakan terhadap respon verbal/non verbal.d. Perasaan negatif tentang tubuh, perasaan putus asa/ tak berdaya.e. Berfokus pada kekuatan, fungsi atau penampilan masa lalu.f. Tidak menyentuh/ melihat pada bagian tubuh yang sakit.8. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat. Data : Minta informasi. Menyatakan kesalahan informasi. Tidak akurat mengikuti instruksi. Terjadi komplikasi yang tidak dicegah.

2. Intervensi Keperawatan dan Rasional Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan serebral.1. Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan penurunan perfusi cerebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.R/ Mempengaruhi penetapan intervensi, kegagalan memperbaiki setelah fase awal memerlukan tindakan/ pasien harus dirawat pada perawatan kritis untuk memantau peningkatan TIK.2. Pantau status neurologis sesering mungkin, bandingkan dengan standar.R/ Mengetahui kecendrungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK, mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi kerusakan SSP.3. Pantau tanda vital: adanya hipotensi / hipertensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan, auskultasi frekuensi dan irama : adanya murmurR/ Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps sirkulasi). Peningkatan TIK dapat terjadi karena edema, adanya bekuan darah, tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan perbedaan tekanan pada kedua lengan, Disritmia dan murmur mungkin mencerminkan adanya penyakit sebagai pencetus (katub).4. Catat pola dan irama pernafasan R/ Ketidakteraturan pernafasan memberikan gambaran peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi selanjutnya termasuk dukungan terhadap pernafasan.5. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.R/ Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara saraf simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap refleks cahaya mengkombinasikan. Fungsi saraf cranial optikus (II) dan saraf cranial okulomotor (III).6. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dalam posisi anatomis (netral). R/ Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage dan meningkatkan sirkulasi / perfusi cerebral.7. Pertahankan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung / aktivitas pasien sesuai indikasi, berikan istirahat secara periodik antara aktivitas dan perawatan, batasi lamanya setiap prosedur. R / Aktivitas / stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat total dan ketenangan diperlukan untuk pencegahan perdarahan dalam kasus hemoragik.8. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).R/ Menurunnya valsava dapat meningkatkan TIK dan berisiko terjadinya perdarahan.9. Kolaboratif: pemberian O2 sesuai indikasi. R/ Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan tekanan meningkat.10. Kolaboratif: artikoagulasi: Natrium warfarin (counmadin), heparin, antitrombosit, dipiridamol (persentive). R/ Meningkatkan/memperbaiki aliran darah cerebral, selanjutnya mencegah pembekuan, Kontra indikasi pada pasien dengan hipertensi sebagai akibat dari peningkatan resiko perdarahan.11. Kolaboratif : Dilaritin, fenobarbital. R/ Mengontrol kejang dan atau untuk sedative.12. Kolaboratif pelunak feces. R/Proses mengejan selama defekasi berhubungan dengan peningkatan TIK.

Diagnosa 2 : Gangguan mobilisasi fisik1. Kaji kemampuan secara fungsional, klasifikasi melalui skala 0-4 R / Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan untuk memilih intervensi yang akan dilakukan; bantuan minimal atau bantuan terus menerus.2. Ubah posisi minimal tiap 2 jam R / Menurunkan resiko terjadinya trauma / iskemik jaringan akibat tekanan yang menyebabkan sirkulasi jelek dan menimbulkan kerusakan pada kulit / dekubitus.3. Letakkan pada posisi telungkup 1-2 kali sehari jika pasien toleransi.R / Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional, tetapi hati-hati terhadap kemampuan pasien bernafas.4. Lakukan R O M aktif /pasifR/ Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktif.5. Bokong ekstremitas dalam posisi fungsional, gunakan food board selama periode paralysis flaksid, pertahankan posisi kepala netralR/ Mencegah kontraktur/foot drop. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuan untuk menyangga kepala dan palalisis flaksid dapat mengarah pada deviasi kepala kesalah satu sisi.6. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada lengan.R / Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku7. Tinggikan tangan dan kepalaR / Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema.8. Tempelkan Hand Roll keras pada telapak tangan dengan jari-jari dan ibu jari saling berhadapan.R / Alas / dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi anatomis (normal).9. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.R / Mempertahankan posisi fungsional.

Diagnosa 3 : Gangguan komunikasi verbal dan atau tertulis1. Kaji tipe/derajat disfungsi : tidak memahami kata, kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri. R / Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan cerebral, menentukan kesulitan pasien dalam beberapa tahap atau seluruh proses komunikasi2. Bedakan antara afasia dan disartriaR / Intervensi dipilih tergantung tipe kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterprestasikan simbol; bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik dan atau motorik; tidak mampu memahami tulisan / ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara.Disartria adalah dapat memahami, membaca dan menulis bahasa tetapi kesulitan membentuk / mengucapkan kata-kata sehubungan dengan kelemahan dan paralysis otot-otot daerah oral.3. Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana (buka mata, tunjuk kepintu), ulangi dengan kata / kalimat yang sederhanaR / Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik).4. Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.R / Melakukan penilaian terhadap kerusakan motorik (afasia motorik), pasien mungkin mengenalnya tetapi tidak dapat menyebutkannya.5. Minta pasien untuk menulis nama dan atau kalimat pendek. Jika tidak dapat menulis minta pasien untuk membaca kalimat pendek. R / Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca dengan benar (aleksia) yang merupakan bagian dari afasia sensorik dan motorik.6. Berikan metode komunikasi alternatif (menulis di papan tulis, gambar). Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi). R / Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasar keada-an/defisit yang mendasarinya.7. Anjurkan orang terdekat mempertahankan untuk komunikasi dengan pasien, seperti diskusi tentang hal-hal yang terjadi pada keluarga. R/ Mengurangi isolasi social pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.8. Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien seperti pekerjaan, keluarga dan hobby. R /Meningkatkan percakapan yang bermakna dan memberikan kesempatan untuk keterampilan praktis.9. Kolaborasi Rujuk ke ahli terapi wicara.

Diagnosa 4 : Perubahan persepsi sensori1. Evaluasi adanya gangguan pengelihatan, penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, (bidang horizontal/vertikal), diplopia. R / Gangguan pengelihatan dapat berdampak terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan meningkatkan resiko terjadinya cedera.2. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan. R / Menurunkan resiko terjadinya kecelakaan.3. Kaji kesadaran motorik (membedakan panas/dingin, tajam/tumpul), posisi bagian tubuh / otot, rasa persendian.R/ Penurunan kesadaran terhadap sensorik berpengaruh pada keseimbangan/posisi tubuh, mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko trauma.4. Lindungan dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan. R / Meningkatkan keamanan dan menurunkan resiko trauma.

Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (gunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari. R/ Membantu mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan. R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung. Bantuan yang diberikan yang bermanfaat dalam mecegah frustrasi. Penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan, harga diri dan meningkatkan pemulihan.3. Beri umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya. R/ Meningkatkan perasaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan dorongan pasien untuk berusaha secara kontinu.4. Buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada seperti: Letakkan makanan dan alat-alat lain pada sisi pasien yang tidak sakit. Posisikan perabot menjauhi dinding. R / Pasien akan mendapat melihat untuk memakan makanannya. Memberi keamanan ketika pasien bergerak diruangan untuk menurunkan resiko jatuh/terbentur perabot tersebut. 5. Kaji kemampuan untuk menggunakan urinal / badpan, bawa pasien kekamar mandi dengan teratur / interval waktu tertentu untuk berkemih jika mungkin.R/ Mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut, tetapi biasanya dapat menontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses penyembuhan.6. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan kepada kebiasaan pola normal, makanan yang berserat anjurkan minum banyak dan tingkatkan aktifitas.R/ Mengkaji perkembangan program latihan (mandiri) dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit (pengaruh jangka panjang).7. KolaborasiObat supositoria / pelunak feces.R/ Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu menciptakan / rangsang funsi defekasi teratur.

Diagnosa 7 : Resiko gangguan menelan.1. Tinjau ulang kemampuan menelan secara individual, catat luasnya paralisis fasial, gangguan lidah dan kemamuan untuk melindungi jalan nafas.R /Intervensi nutrisi / pemeliharaan rute makan ditentukan oleh factor-faktor ini.2. Meningkatkan upaya untuk melakukan proses menelan yang efektif : Bantu pasien dengan mengontol kepala R/ Menetralkan hiperekstensi, membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemapuan menelan . Letakkan pada posisi duduk / tegak selama dan setelah makan R/ Gravitasi memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadimya aspirasi. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.R/ Memberikan stimulasi sensoris (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan. Bantu memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan (telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak).R/ Makanan lunak / cairan kental lebih mudah untuk mengendalikan dalam mulut, menurunkan aspirasi.3. Kolaborasi : Cairan IV / makanan melalui NGT.R/ Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

| 22