LP Sepsis Neo

33
LAPORAN PENDAHULUAN “SEPSIS NEONATAL” Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Pediatrik di Ruang Perinatologi RS dr. Saiful Anwar Malang OLEH: Maigestu Galuh Dwi S 140070300011178 PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

LP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis NeoLP Sepsis Neo

Transcript of LP Sepsis Neo

Page 1: LP Sepsis Neo

LAPORAN PENDAHULUAN

“SEPSIS NEONATAL”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Pediatrik

di Ruang Perinatologi RS dr. Saiful Anwar Malang

OLEH:

Maigestu Galuh Dwi S 140070300011178

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2016

Page 2: LP Sepsis Neo

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATAL

A. DEFINISI SEPSISThe International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom

klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi.

Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat,

renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. Sepsis ditandai dengan

adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan.

Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama

satu bulan pertama kehidupan yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan

protozoa.Mikroorganisme ini dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir (DEPKES, 2007;

Surasmi, 2003).Sepsis neonatorum terjadi dalam 28 hari pertama kelahiran dan dapat

meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari (Mochtar, 2005).

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik

dan terdapat bakteri dalam darah.Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung

cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat

meninggal dalam 24 sampai 48jam.

Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat

minggu pertama kehidupan.Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam

600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi

merupakan penyebabdari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih

sering terjadi pada bayibaru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg

Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir,

tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir.Sepsis yang baru timbul

dalamwaktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi

yangdidapat di rumah sakit).

B. KLASIFIKASI SEPSISBerdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua

bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis

neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode

pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in

utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran

hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.

Page 3: LP Sepsis Neo

Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang

diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien

semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih

rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%.7 SAD sering dihubungkan dengan infeksi

intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan infeksi postnatal terutama

nosokomial. Tabel di bawah ini mencoba menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan

awitan dan sumber infeksi.

Table 1.Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.

Dini Lambat

Awitan <72 jam >72 jam

Sumber Infeksi Jalan Lahir Lingkungan (Nosokomial

C. ETIOLOGI SEPSISMayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram negatif

(-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi jamur, dan

sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang

mungkin menyebabkan SIRS.Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai

menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru,

saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.).Agen-agen yang menginfeksi

atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau

tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir

segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan

kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini. Sepsis bisa disebabkan

oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram

positif, gram negatif, jamur, dan virus

Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp.

Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.

Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut

endotoksin.Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat

menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan

mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis.

Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus,

streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin yang

berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.

Page 4: LP Sepsis Neo

D. FAKTOR RISIKO SEPSISSepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.Pelepasan endotoksin

oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan

penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang

progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak

kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis

metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan

kematian (Bobak, 2005)

Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga

kelompok, yaitu host, agent, dan environment.

1. Hosta. Faktor Bayi

1) Umur

Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara statistik

angka kematian akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi berumur < 7

hari dibandingkan pada bayi berumur 7-28 hari (p<0,001). Hasil penelitian

Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian uji

diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi penderita sepsis

neonatorum berumur <7 hari 77,2% dan >7 hari 22,8%

2) Jenis Kelamin

Laki-laki empat kali lebih beresiko terkena sepsis dibandingkan perempuan, dan

kemungkinan ini berhubungan dengan kerentanan host berdasarkan jenis kelamin.

Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian

kasus kontrol di RSUD Curup kabupaten Rejang Lebong Bengkulu menyebutkan

bahwa menurut faktor bayi, kejadian sepsis neonatorum banyak terjadi pada bayi

laki-laki (61,2%). Hasil penelitian Patel, dkk (1994) di University of Mississippi

Medical Center (UMMC), proporsi penderita sepsis neonatorum tertinggi pada bayi

laki-laki (54,3%). PenelitianJumah, dkk (2007) di Basrah Maternity and Children

Hospital, penderita sepsis neonatorum lebih banyak pada bayi laki-laki, diantaranya

56,75% yang hidup dan 43,25% yang meninggal

3) Prematuritas

Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan

sepsis.Risiko meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir. Bayi prematur

adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir

prematur mempunyai berat badan lahir rendah, namun bayi yang mempunyai berat

badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran prematur.Bayi prematur rentan

mengalami infeksi/septikemia.Infeksi/septikemia empat kali beresiko menyebabkan

kematian bayi prematur.Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari

Page 5: LP Sepsis Neo

pada bayi cukup bulan.Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi

pada paruh terakhir trimester ketiga.Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum

terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.Imaturitas kulit juga

melemahkan pertahanan kulit.

Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8 per 1.000

kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan dengan berat

badan lahir rendah.

4) Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan 2500 gram saat

lahir. Tujuh persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini.Kebanyakan

persoalan terjadi pada bayi yang beratnya kurang dari 1500 gramdengan angka

kematian yang tinggi dan membutuhkan perawatan dan tindakan medik khusus.

Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi dengan berat badan lahir sangat rendah

(berat lahir <1500g) dari National Institute of Child Health and Human Development

(NICHD) pada tahun 1991-1993, 1,9% bayi terbukti mengalami sepsis dalam 72 jam

pertama kehidupan, meskipun hampir 50 % bayi di kelompok ini dianggap memiliki

sepsis klinis dan diobati dengan antibiotik selama lebih dari lima hari. Dua puluh

enam persen dari bayi tersebut meninggal.

5) Status Kembar

Bayi kembar berisiko tinggi untuk infeksi streptococcus grup B dan infeksi lain

walaupun sudah dikendalikan untuk prematuritasnya selain itu bayi lahir dengan

status kembar kemungkinan akan lahir dengan BBLR, sehingga akan berisiko

mengalami sepsis karena organ tubuhnya belum sempurna sehingga sistem

imunnya kurang yang menyebabkan mudah terkena infeksi.

Menurut Mochtar, berat badan satu janin kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan

dari janin tunggal. Berat badan masing-masing janin kembar tidak sama, umunya

berselisih antara 50 sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi darah tidak

sama, maka yang satu kurang bertumbuh dari yang lainnya. Pengaruh kehamilan

kembar pada janin adalah umur kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya

jumlah janin dalam kehamilan kembar, sehingga kemungkinan terjadinya bayi

prematur sangat tinggi

b. Faktor Ibu

1) Umur Ibu

Umur ibu melahirkan dibagi dalam 3 kelompok usia remaja dengan umur < 20

tahun, kelompok usia reproduksi sehat dengan umur 20-35 tahun dan kelompok

usia risiko tua dengan umur > 35 tahun. Ibu hamil dengan umur lebih muda sering

mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil kehamilan tidak baik. Pada

kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah juga meningkat.33

Page 6: LP Sepsis Neo

Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun 1999 ditemukan

84% ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20 tahun dan usia lebih

dari 35 tahun (umur risiko tinggi).

Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian

studi kohort di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis neonatorum di

kelompok umur ibu kurang dari 20 tahun adalah 14,2 %, lebih tinggi dari insidens

sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih. Usia ibu kurang dari 20 tahun

diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman Streptococcus Grup Beta di jalan

lahir.

2) Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

kesehatan bayi.Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang ibu dinilai lebih

banyak memperoleh infromasi yang dibutuhkan.Selain itu, ibu dengan tingkat

pendidikan relatif tinggi lebih mudah menyerap informasi atau himbauan yang

diberikan.Dengan demikian mereka dapat memilih sertamenentukan alternatif

terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan sehingga dapat

melahirkan bayi sehat.

Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap derajat

kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa pendidikan paling

berpengaruh adalah pendidikan ibu.

3) Pekerjaan Ibu

Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga.

Penelitian Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada

golongan berpenghasilan rendah. Dimana suami bekerja sebagai buruh, kemudian

diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan I dan II.Sedangkan istrinya (ibu

hamil) pada umumnya tidak bekerja.Rendahnya kedudukan tingkat dan macam

pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga rendah.

Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu menopang

kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah tangga,

menyiapkan makanan, mengasuh dan merawat anak.Salah satu studi menunjukkan

bahwa 25% dari rumah tangga sangat bergantung pada pendapatan kaum

perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake kalori kurang selama

hamil akan lebih mudah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang merupakan

faktor risiko terjadinya infeksi

4) Lama Kehamilan

Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang

terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:

Page 7: LP Sepsis Neo

Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36

minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-2.500 gram.

Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-40

minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.

Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau

lebih dari waktu partus cukup bulan

5) Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum mulainya

persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan.Paling sering

ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi secara

spontan dalam beberapa jam.Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan

kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat

imaturitas janin.

Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi dengan

KPD saling mempengaruhi.Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan KPD,

demikian pula KPD dapat memudahkan infeksi asendens.Infeksi asendens ini dapat

berupa amnionitis dan korionitis, gabungan keduanya disebut korioamnionitis. Bila

ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1%

dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.

Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan

penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD pada ketuban

pecah kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7 kali dan pada 18-

24 jam adalah 9 kali. Selain itu, KPD merupakan faktor risiko utama prematuritas

yang merupakan penyumbang utama SAD dan kematian perinatal

6) Infeksi dan Demam (>38o) pada Masa Perpartum

Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi

vagina oleh Streptococcus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan

komplikasi obstetrik lainnya. Ibu yang menderita infeksi ketika hamil dapat

menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu maupun janin dan bayi neonatal

seperti infeksi neonatal.

7) Cairan Ketuban Hijau Keruh dan Berbau

Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan

penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat

proporsi ibu dengan keadaan air ketuban keruh melahirkan bayi yang mengalami

sepsis neonatorum sebanyak 33,1%.Menurut hasil penelitian Simbolon di instalasi

kebidanan Rumah Sakit Pusat Sardjito Yogyakarta dari bulan Januari 2001

ditemukan 72 % faktor risiko sepsis neonatorum adalah BBLR dengan keadaan air

ketuban bau busuk.

Page 8: LP Sepsis Neo

8) Riwayat Persalinan Ibu

Bayi yang lahir dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria)

berisiko mengalami sepsis neonatorum.Infeksi dapat diperoleh bayi

darilingkungannya diluar rahim ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang

terkontaminasi. Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan

desain penelitian kasus kontrol di kabupaten Rejang Lebong propinsi Bengkulu,

kejadian sepsis neonatorum menurut riwayat persalinan menunjukkan bahwa

kejadian sepsis neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan riwayat

persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria). Bayi yang

lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum

dibandingkan dengan bayi yang lahir secara normal.

9) Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)

Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai kontrol

untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga dapat

mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan.Pemeriksaan

kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama

sampai saat berlangsungnya persalinan.Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah

untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi sehingga risiko kematian

ibu atau bayi dapat dikurangi.Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat

mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang sangat rentan terkena

sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat dideteksi

secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan

mengakibatkan infeksi pada bayinya.

Menurut Ulina (2004) dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati Kecamatan

Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan antenatal yaitu

K1 (81%) dan K4 (66,7%). Dari hasil cakupan tersebut terlihatrelatif tinggi drop out

antara K1 dan K4 yaitu sebesar 14,3%. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini

disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ibu hamil merasa kurang membutuhkan

pelayanan antenatal karena beranggapan dirinya sehat, pendidikan ibu rendah,

kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya perawatan pada masa

kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki waktu untuk

memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan keluarga sehubungan dengan

kondisi ibu hamil.

2. AgentAgent/organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli dan

Streptococcus group B (yang bersama-sama bertanggungjawab atas 50-75% kasus

pada kebanyakan pusat pelayanan kesehatan), Streptococcus termasuk kelompok

bakteri yang heterogen, dan tidak ada satu sistem pun yang mampu untuk

Page 9: LP Sepsis Neo

mengklasifikasikannya. Ada dua puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes (group

A), streptococcus agalactiae (group B) dan jenis enterococcus (group D), dapat dicirikan

dengan berbagai tampilannya yang bervariasi: dari karakteristik koloni pertumbuhan,

pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis α, hemolisis ß, atau tanpa hemolisis),

komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi biokimia. Jenis Streptococcus

pneumonia (pneumococcus) lebih lanjut dikalsifikasikan berdasarkan komposisi antigen

polisakarida pada kapsul.

Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus aureus,

Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp,Listeria

monocytogenes dan bakteri anaerob. Sepsis awitan dini akan terlihat sebagai proses

nyata, yang mengenai banyak organ pada minggu pertama kehidupan,

sedangkansepsis awitan lambat, sering dimanifestasikan sebagai meningitis setelah

minggu pertama kehidupan.

Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme yang

berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir, dan

setelah itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber di

rumah sakit. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas terjadinya

sepsis awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, P.

aeruginosa dan Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis awitan lambat

3. EnvironmentBeberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum terutama

berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah pasien yang

terlalu banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan, kurangnya handuk

atau tissue, tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak nyaman, buruknya

kebersihan, buruknya ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan isolasi, dapat

meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.

Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih

menjadi masalah sampai saat ini.Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak

adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini.

Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap

mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis

E. PATOFISIOLOGI SEPSISSelama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena

terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan

beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.

Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi

perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:

Page 10: LP Sepsis Neo

1. Infeksi AntenatalInfeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu,

kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui

sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit

lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan

infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining

terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).

2. Infeksi IntranatalInfeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang

berasal dari vagina dan serviks.Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan

vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis.Akibat korionitis, maka

infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi.Selain itu korionitis

menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus

respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana.

Gambar 1. Infeksi akibat chorioamnionitis

Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan

lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat

kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan

Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC)

Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap

lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan

3. Infeksi PascanatalInfeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari

lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan

dan oleh yang merawatnya.Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar

adalah bakteri Gram negatif.Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi

pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal.

Page 11: LP Sepsis Neo

Gambar 1. Lintas infeksi pada neonatus di dalam kandungan

Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons

tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh

yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien.

Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh

karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan

pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.

F. MANIFESTASI KLINIS SEPSISGejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali sama dengan

gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat.Peningkatan suhu

tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi cukup bulan.Hipotermia lebih

sering ditemukan daripada hipertermia.Leukosit pada neonatus mempunyai rentang yang

luas yaitu antara 4.000 s/d 30.000 per mm3.

Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemukan karena tidak

spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi.Karena itu, dibutuhkan suatu dugaan

keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada

neonatus dapat digolongkan sebagai:

Tabel 2. Gejala Klinik Spesifik

No. Gejala dan Tanda

1. Keadaan Umum Malas minum, tidak bugar,

hipotermi/hipertermi, Sklerema,

edema

Infeksi Pranatal

Infeksi Intranatal

Page 12: LP Sepsis Neo

2.

3.

4.

5.

6.

Sistem Susunan Saraf

Sistem Saluran Nafas

Sistem Kardiovaskular

Sistem Saluran

Pencernaan

Sistem Hematologi

Pusat Hipotoni, iritabel, kejang, letargi,

tremor, ubun-ubun,cembung, high

pitch cry

Pernafasan tidak teratur, apnea,

takipnea, (>60x/mnt), sesak nafas,

sianosis

Takikardi (>160x/mnt), akral dingin,

syok

Mencret, muntah, perut kembung

Kuning, pucat, splenomegali, ptekie,

purpura, pendarahan

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SEPSIS1. Pemeriksaan Hematologi

a. Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai

perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, netropeni,

peningkatan ratsio netrofil imatur/total/(I/T) lebih 0,2

b. Peningkatan protein fase akut, peningkatan IgM

c. Ditemukan pada pemeriksaan kultur, pengecatan gram dalam darah, urin dan

cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman

d. Analisa gas darah ditemukan hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat

e. Pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah lekosit

terutama PMN, jumlah lekosit 20/ml (umur < 7 hari) dan 10/ml (umur > 7 hari)

meningkatkan kadar protein, penurunan ini sesuai dengan meningitis yang sering

terjadi pada sepsis

f. Gangguan metabolik hipoglikemia atau hiperglikemia, asidosis metabolic

g. Peningkatan kadar bilirubin

2. Pemeriksaan Radiologi

a. Pneumoni konginetal berupa konsolidai bilateral atau efusi pleura

b. Pneumonia karena infeksi intra partum, berupa infiltrasi dan desrtuksi jaringan

bronkopulmoner, atelektasis segmental, atau lobaris, gambaran retikulogranuler

difus (seperti penyakit membran hialin) dan efusi pleura.

Page 13: LP Sepsis Neo

c. Pneumonia dan infeksi postnatal, gambaran sesuai dengan pola kuman

setempat.

3. Jika ditemukan gejala neurologis, bisa dilakukan CT Scan kepala, dapat ditemuakan

obstruksi aliran cairan serebrospinal, infark atau abses. Pada ultrasonografi dapat

ditemukan ventrikulitis.

4. Beberapa pemeriksaan lain dapat dilakukan sesuai dengan penyakit penyerta

H. PENATALAKSANAAN SEPSISEliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis

neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan

mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan

pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan

komplikasi yang tidak diinginkan.

1. Pemberian Antibiotik

Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa

menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus

dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur

tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis baik,

pemberian antibiotik harus dihentikan.

a. Pemilihan antibiotic untuk sepsis awitan dini

Pada bayi dengan sepsis awitan dini, terapi empirik harus meliputi Streptococcus

Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes.Kombinasi penisilin dan ampisilin

ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimokroba lebih luas dan umumnya

efektif terhadap semua organisme penyebab sepsis awitan dini. Kombinasi ini

sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.

b. Pemilihan antobiotik untuk sepsis awitan lambat

Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat digunakan

untuk terapi awal sepsis awitan lambat.Pada kasus infeksi Staphylococcus

(pemasangan kateter vaskular), obat anti staphylococcus yaitu vankomisin ditambah

aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal.

Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada

masing-masing unit perawatan neonatus.

2. Terapi Suportif

Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih

yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi,gangguan

kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun.Pada keadaan tersebut

dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan

pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi

Page 14: LP Sepsis Neo

adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian

intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah,

granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF), inhibitor

reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.

I. KOMPLIKASI SEPSISKomplikasi sepsis neonatorum antara lain:

1. Meningitis

2. Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau

leukomalasia periventrikular

3. Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acut

respiratory distress syndrome (ARDS).

4. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian

dan/atau toksisitas pada ginjal.

5. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari

gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental

6. Kematian

J. PENCEGAHAN SEPSIS1. Pencegahan Primordial

Primordial prevention (pencegahan awal) ini dimaksudkan untuk memberi kondisi

pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak mendapat dukungan dari

kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.46 Bentuk pencegahan ini berupaya

untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan

wanita usia produktif terhadap faktor risiko terjadinya sepsis pada bayinya. Upaya yang

dapat dilakukan untuk mencegah sepsis neonatorum sebagai pencegahan primordial

adalah:

a. Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup pada ibu

untuk mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan diri sehingga

terhindar dari penyakit infeksi.

b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan saat hamil

(Antenatal Care) dengan cara mencari informasi melalui buku, televisi atau media

massa lainnya.

c. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi dengan

berat badan lahir rendah.

2. Pencegahan Primer

Page 15: LP Sepsis Neo

Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan

kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.Pencegahan primer juga

diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada

seseorang dengan faktor risiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan

primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah:

a. Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu

Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan. Beberapa hal

yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang baik dan bermutu

antara lain:

1) Semua wanita hamil mendapat kesempatan dan menggunakan kesempatan untuk

menerima pengawasan serta pertolongan dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.

2) Pelayanan yang diberikan bermutu.

3) Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun ada

kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit jika terjadi

komplikasi.

4) Diwajibkan bersalin di rumah sakit untuk:

Wanita dengan komplikasi obstetrik (panggul sempit, preeklampsia-eklampsia,

kelainan letak, dll).

Wanita dengan riwayat obstetrik yang jelek (perdarahan postpartum, kematian

janin sebelum lahir, dll).

Jarak kelahiran <2 tahun atau >5 tahun.

Wanita hamil dengan penyakit umum, seperti penyakit jantung, diabetes, dll.

Wanita dengan kehamilan ke-4 atau lebih.

Wanita dengan umur 35 tahun ke atas dan kurang dari 20 tahun

Primigravida (wanita yang hamil untuk pertama kali)

Wanita dengan keadaan di rumah yang tidak memungkinkan persalinan dengan

aman.

Tinggi badan <150 cm.

Persalinan prematurus dan postmaturus.

b. Pengawasan Ibu dan Bayi pada Saat Intranatal dan Postnatal

Pengawasan terhadap infeksi baik pada saat intranatal maupun postnatal.

Melakukan pengamatan pada ibu dan bayi untuk mengetahui ada tidaknya

penyulit persalinan sehingga dapat segera ditangani secara cepat dan tepat.

Pengawasan terhadap terjadinya perlukaan kelahiran.

c. Perawatan Antenatal

Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya

menurunkan angka kematian ibu dan perinatal.Dianjurkan agar pada setiap kehamilan

dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku.

Page 16: LP Sepsis Neo

Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil

dan perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal

dalam menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan

yang cukup mengenai pemeliharaan bayinya.Perawatan antenatal juga perlu dilakukan

untuk mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang

sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat

dideteksi penyakit infeksi yang dialami ibu yang dapat mengakibatkan sepsis

neonatorum.

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa

kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:

Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.

Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.

Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu

d. Mencuci Tangan

Dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu syarat

penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial.Oleh Karena itu, mencuci tangan

menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling penting.Tujuan mencuci

tangan adalah untuk menurunkan bioburden (jumlah mikroorganisme) pada tangan dan

untuk mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien,

tenaga perawatan kesehatan (TPK) dan peralatan.Tenaga perawatan diharuskan

mencuci tangan sebelum dan setelah memegang bayi untuk menghindari terjadinya

infeksi pada bayi tersebut.

Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan tenaga perawatan

kesehatan pada risiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga perawatan kesehatan

yang mencuci tangan kurang adekuat memindahkan organisme-organisme seperti

Staphylococcus, Escheriscia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella secara langsung

kepada hospes yang rentan, yang menyebabkan infeksi nosokomial dan epidemik di

semua jenis lingkungan pasien. Kepatuhan mencuci tangan sangat penting dalam

mencegah infeksi nosokomial.

e. Pemberian ASI Secepatnya

Upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan dengan keadaan gizi

bayi yang baik.Pemeliharaan gizi bayi dan balita yang baik memerlukan pengaturan

makanan yang tepat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI secara benar dan

tepat.Air susu ibu memegang peranan yang penting untuk menjaga kesehatan dan

kelangsungan hidup bayi. Awal menyusui yang baik adalah 30 menit setelah bayi lahir

karena dapat merangsang pengeluaran ASI selanjutnya, disamping itu akan terjadi

interaksi atau hubungan timbal balik dengan cepat antara ibu dengan bayi.

Page 17: LP Sepsis Neo

Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya infeksi

pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk memperoleh

infeksi daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektifitas ASI tergantung dari

jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin sedikit risiko untuk

terkena infeksi. Insidensi infeksi nosokomial pada bayi prematur yang mendapat ASI

(29,3%) lebih kecil dibandingkan dengan bayi prematur yang mendapat susu formula

(47,2%).

f. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi

Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai dapat

mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama NICU

(Neonatal Intensive Care Unit) memerlukan paling sedikit 1 ruangan isolasi untuk 2

pasien yang terinfeksi, dan ruangan untuk cuci tangan, ruangan tempat memakai baju

steril untuk tindakan invasif, dan tempat penyimpanan alat-alat atau material yang sudah

dibersihkan.

g. Perawatan Persalinan Aseptik

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dan pemberian ampicillin

1 gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam selama persalinan.

Pemberian ampicillin dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi awitan dini (early-onset)

sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah dini, serta menurunkan

resiko infeksi Streptococcus Grup B sampai 36%. Pada wanita dengan korioamnionitis

dapat diberikan ampicillin dan gentamicin, yang dapat menurunkan angka kejadian

sepsis neonatorum sebesar 82% dan infeksi Streptococcus Grup B sebesar 86%.

Sedangkan wanita dengan faktor risiko sepertikorioamnionitis atau ketuban pecah dini

serta bayinya, sebaiknya diberikan ampisilin dan gentamisin intravena selama

persalinan. Antibiotik tersebut diberikan sebagai obat profilaksis

3. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap

menderita.Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan

pengobatan yang tepat.

Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa

perkembangan.Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan

kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan

perjalanan infeksi.Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4

variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan

variabel inflamasi.

Kriteria Diagnosis Sepsis pada Neonatus

Variabel Klinis

Page 18: LP Sepsis Neo

· Suhu tubuh tidak stabil

· Denyut nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit

· Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen

· Letargi

· Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L )

· Intoleransi minum

Variabel Hemodinamik· TD < 2 SD menurut usia bayi

· TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari )

· TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )

Variabel Perfusi Jaringan· Pengisian kembali kapiler > 3 detik

· Asam laktat plasma > 3 mmol/L

Variabel Inflamasi· Leukositosis ( > 34000x109/L )

· Leukopenia ( < 5000 x 109/L )

· Neutrofil muda > 10%

· Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2

· Trombositopenia <100000 x 109/L

· C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal

Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya membuat

sendiri kriteria yang cocok untuk dipakai ditempatnya.Pengkajian secara statistik

mengenai hal ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun gejala klinis

sangat sulit digolongkan karena saling tumpang tindih.

4. Pencegahan TersierTujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta

usaha rehabilitasi.Penderita sepsis neonatorum mempunyai risiko untuk mengalami

kematian jika tidak dilakukan diagnosis dini dan terapi yang tepat. Untuk itu bayi-bayi

yang menderita sepsis perlu mendapat penanganan khusus dari petugas kesehatan

dalam rangka mencegah kematian dan membatasi gangguan lain yang dapat timbul di

kemudian hari.

MASALAH KEPERAWATAN1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis)

2. Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hyphothermi.

3. Penurunan perfusi jaringan

4. Resiko tinggi deficit volume cairan.

Page 19: LP Sepsis Neo

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

6. Gangguan rasa nyaman nyeri.

PROSES KEPERAWATAN1. Pengkajian

a. Keadaan Umum

1) Bayi umumnya nampak tidak sehat.

2) Buruknya kontrol suhu : hypothermi, hyperthermi

b. Sistem sirkulasi

Pucat, cyanosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung abnormal

(bradikardi, takikardi, aritmia).

c. Sistem pernapasan

Pernapasan irreguler, apneu/tachipneu, retraksi.

d. Sistem syaraf

1) Kurangnya aktivitas : lethargi, hiporefleksia, koma, sakit kepala, pusing,

pingsan.

2) Peningkatan aktivitas : iritabilitas, tremor, kejang.

3) Gerakan bola mata tidak normal

4) Tonus otot menigkat/berkurang.

e. Sistem Saluran cerna

Tidak mau minum, muntah, diare, adanya darah dalam feses, distensi abdomen.

f. Sistem Hemopoeitik

Jaundice, pucat, ptechie, cyanosis, splenomegali.

g. Pemeriksaan Diagnostik

1) Kultur (luka, sputum, urine, darah) : mengidentifikasi organisme penyebab

sepsis.

2) SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena

hemokonsentrasi, leukositosis, dam trombositopenia.

3) Elektrolit serum : Asidosis, perindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.

4) Glukosa serum : Hiperglikemia.

5) GDA : Alkalosis respiratory dan hipoksemia.

2. Diagnosa Keperawatana. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis) sehubungan

dengan perkembangan infeksi opportunistik.

b. Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hypothermi sehubungan

dengan peningkatan tingkat metabolisme tubuh, vasokontriksi/vasodilatasi

pembuluh darah.

Page 20: LP Sepsis Neo

c. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya supply

oksigen/pernapasan irreguler.

d. Resiko tinggi defisit volume cairan sehubungan dengan diare, muntah,

perpindahan cairan dari jaringan interstitial ke vaskuler.

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual,

muntah, metabolisme meningkat.

3. Intervensi Keperawatan a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis) sehubungan

dengan perkembangan infeksi opportunistik.

1) Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi.

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun

menggunakan sarung tangan.

3) Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan.

4) Gunakan teknik steril

5) Monitor suhu/peningkatan suhu secara teratur

6) Amati adanya menggigil

7) Pantau TTV klien

8) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian antibiotik

b. Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hypothermi sehubungan

dengan peningkatan tingkat metabolisme tubuh, vasokontriksi/vasodilatasi

pembuluh darah.

1) Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforesis.

2) Pantau suhu lingkungan/pengaturan suhu lingkungan.

3) Isolasi anak/bayi dalam inkubator

4) Beri kompres (dingin, hangat) bila terjadi peningkatan/penurunan suhu.

5) Catat peningkatan/penurunan suhu tubuh bayi.

6) Kolaborasi dengan team medis dalam pemeriksaan laboratorium (leukosit

meningkat).

c. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan supply okigen

berkurang/pernapasan irreguler.

1) Kaji ulang terhadap pola pertumbuhan prenatal dan atau penurunan jumlah

cairan amnion seperti yang dideteksi oleh ultrasonografi.

2) Perhatikan jenis kelahiran dan kejadian intra partum yang menandakan

hipoksia.

3) Perhatikan waktu dan skor Apgar, observasi pola pernafasan.

Page 21: LP Sepsis Neo

4) Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, upaya, observasi dan laporkan tanda

dan gejala distress pernafasan, bedakan dari gejala yang berhubungan

dengan polisitemia.

5) Auskultasi bunyi nafas secara teratur.

6) Hisap selang nasofaring sesuai kebutuhan, setelah pemberian suplemen

oksigen pertama.

7) Auskultasi nadi apikal, perhatikan adanya sianosis.

8) Cegah komplikasi latrogenik berkenaan dengan distress dingin,

ketidakseimbangan metabolik dan ketidakcukupan kalori.

Kolaborasi 9) Pantau pembacaan oksimeter nadi.

10) Pantau pemeriksaan lab sesuai indikasi, PH serum, GDA, dan HT.

11) Berikan O2 hangat dan lembab, berikan vertilasi bantuan sesuai indikasi.

12) Lakukan suction.

13) Hindari pelaksanaan suction yang terlalu sering.

Observasi dan kaji respon bayi terhadap terapi oksigen

(Doenges,2000).

d. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan diare, muntah dan

perpindahan cairan dari interstitial ke vaskuler.

1) Pantau intake dan out put.

2) Timbang berat badan setiap hari.

3) Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum,

osmolalitas, kreatinin, Ht dan Hb.

4) Kaji suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume dan konsentrasi urine.

5) Berikan : bentuk-bentuk cairan yang menarik, wadah yang tidak biasa (cangkir

berwarna, sedotan) dan sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum

jika tiba giliran anak).

(Carpenito, 2000)

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah dan metabolisme meningkat.

1) Kaji BB dalam hubungannya dengan usia gestasi dan ukuran.

Dokumentasikan pada grafik pertumbuhan. Timbang BB setiap hari.

2) Pertahankan lingkungna termonetral, termasuk penggunaan incubator sesuai

indikasi. Pantau suhu pemanas bayi dan lingkungan dengan sering.

3) Lakukan pemberian makan awal dan sering serta lanjutkan sesuai toleransi.

4) Kaji toleransi terhadap makanan. Perhatikan warna feses, konsistensi dan

frekwensi, adanya penurunan subtansi, lingkar abdomen, muntah dan residu

lambung.

Page 22: LP Sepsis Neo

5) Pantau masukan dan haluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap

hari.

6) Kaji tingkat dehidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, BJ urine, kondisi

membran mukosa dan fluktuasi BB.

7) Pantau kadar Dextrosix segera setelah kelahiran dan secara rutin sampai

glukosa serum distabilkan.

8) Kaji tanda-tanda hipoglikemia.

Kolaborasi9) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

10) Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi : kalsium glukonat 10%.

11) Buat akses intravaskuler sesuai indikasi.

12) Berikan nutrisi parenteral.

13) Diskusikan komplikasi jangka panjang dari malnutrisi pada bayi SGA dan

kegemukan pada bayi LGA, diskusikan pentingnya protein selam

pertumbuhan otak (Doenges, 2000).

Page 23: LP Sepsis Neo

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E.dkk. 2000. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FK UI.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Info Medika Jakarta.