LP SC PROM FC new

46
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA, PROM, FC SECTIO CESARIA (SC) a. Definisi SC Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005). Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Y, 2007). Jadi operasi Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin (persalinan buatan), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. b. Indikasi SC Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginam mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin. a) Indikasi Medis Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu : 1) Power

description

SC PROM

Transcript of LP SC PROM FC new

Page 1: LP SC PROM FC new

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA, PROM, FC

SECTIO CESARIA (SC)

a. Definisi SC

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga

histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998). Sectio

caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005). Sectio

caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan

melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu

(laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih

(Dewi Y, 2007).

Jadi operasi Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan

janin (persalinan buatan), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian

depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding

rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat.

b. Indikasi SC

Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginam mungkin akan

menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin.

a) Indikasi Medis

Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :

1) Power

Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan

lemah, ibu menderita penyakit jantung atau penyakit menahun lain yang

mempengaruhi tenaga.

2) Passenger

Diantaranya, anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak lintang, primi

gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu

lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress

syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).

Page 2: LP SC PROM FC new

3) Passage

Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan pada jalan

lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa

menular ke anak, seperti herpes genitalis, condyloma lota (kondiloma

sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi yang

menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita),

hepatitis B dan hepatitis C (Dewi Y, 2007).

b) Indikasi sectio caesaria pada Ibu

1) Usia

Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun,

memiliki resiko melahirkan dengan operasi, apalagi pada wanita dengan

usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki

penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung,

kencing manis, dan preeklamsia. Eklampsia dapat menyebabkan ibu

kejang sehingga persalinan harus dilakukan dengan sectio caesarea.

2) Tulang Panggul

Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak

sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu

tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan

proses persalinan.

3) Persalinan sebelumnya dengan sectio caesarea

Sebenarnya persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi

persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.

Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan

pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan

lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja dilakukan.

4) Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku

sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan

kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit

bernafas.

5) Kelainan Kontraksi Rahim

Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (incoordinate uterine

action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar

Page 3: LP SC PROM FC new

pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong

sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar.

6) Ketuban Pecah Dini

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi

harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke

luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah

cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.

7) Rasa Takut Kesakitan

Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan

mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit

di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat. Kondisi tersebut dapat

terjadi karena keadaan ibu yang pernah atau baru melahirkan merasa

takut, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini bisa karena alasan

secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan sakit. Kecemasan yang

berlebihan juga akan mengambat proses persalinan alami yang

berlangsung (Kasdu, 2003).

c) Indikasi sectio caesaria pada anak

1) Ancaman Gawat Janin (fetal distress)

Detak jantung janin melambat (normalnya detak jantung janin berkisar

120-160). Namun dengan CTG (cardiotocography) detak jantung janin

melemah, lakukan sectio caesarea segara untuk menyelamatkan janin.

2) Bayi Besar (makrosemia)

3) Letak Sungsang

Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai

dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang

satu dan bokong pada posisi yang lain.

4) Faktor Plasenta

Plasenta previa

Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau

selruh jalan lahir.

Plasenta lepas (Solutio placenta)

Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari

dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan

Page 4: LP SC PROM FC new

untuk menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan

oksigen atau keracunan air ketuban.

Plasenta accreta

Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada

umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan berulang kali, ibu

berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu yang pernah

operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan

menempelnya plasenta).

5) Kelainan Tali Pusat

Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)

Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada

keadaan ini, tali pusat berada di depan atau di samping atau tali pusat

sudah berada di jalan lahir sebelum bayi

Terlilit tali pusat

Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali

pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari

plasenta ke tubuh janin tetap aman (Kasdu, 2003).

c. Kontraindikasi SC

Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemia

berat  sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Sarwono, 1991).

d. Etiologi

Adapun penyebab dilakukan operasi sectio caesarea adalah :

Kelainan dalam bentuk janin

1) Bayi terlalu besar

Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan

bayi sulit keluar dari jalan lahir.

2) Ancaman gawat janin

Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter

memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh

kondisi ibu yang kurang menguntungkan.

3) Janin abnormal

Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan

hidrosephalus, dapat menyebabkan diputuskannya dilakukan operasi.

Page 5: LP SC PROM FC new

4) Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena

kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi

daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami

sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara

normal.

5) Kelainan panggul

Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis dapat

menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan. Terjadinya kelainan

panggul ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan pertumbuhan

dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami penyakit tulang

(terutama tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan

sehingga terjadi kerusakan atau patah panggul.

6) Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan

pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu,

2003).

e. Jenis-jenis SC

Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

Sectio caesarea transperitonealis (SCTP)

Insisi pada dinding perut garis tengah dari simfisis sampai beberapa

centimeter di bawah pusat. Setelah peritoneum dibuka, dipasang speculum

perut, peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan

pinset kemudian plika vesiko urinaria dibuka dan insisi diteruskan melintang

jauh ke lateral, kandung kencing didorong kebawah dengan jari. Segmen

bawah uterus yang sudah tidak terhalang peritoneum dan kandung kencing

yang biasanya sudah menipis diadakan insisi melintang selebar 10

sentimeter dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk

menghindari terbukanya cabang-cabang arteri uterine. Selanjutnya

memecahkan selaput ketuban dan mengeluarkan janin serta plasenta.

Kelebihan:

o Mengeluarkan janin dengan cepat

o Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

Page 6: LP SC PROM FC new

o Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan:

o Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada

reperitonealis yang baik

o Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri

spontan

o SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen

bawah rahim)

Sectio Caesar Corporal/ Klasik

Insisi bagian tengah korpus uteri sepanjang 10 sampai 12 cm dengan ujung

bawah di atas batas plika vesiko uterine. Komplikasi yang biasa timbul pasca

operasi caesar adalah infeksi puerperal, perdarahan, luka kandung kencing,

embolisme paru, lemahnya dinding uterus yang mengakibatkan rupture uteri

pada kehamilan berikutnya (Sarwono, 1999).

Kelebihan:

o Penjahitan luka lebih mudah

o Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

o Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan

penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum

o Perdarahan tidak begitu banyak

o Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil

Kekurangan :

o Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat

menyebabkan uteri  pecah sehingga mengakibatkan perdarahan

banyak

o Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

Vagina (section caesarea vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai

berikut (Mochtar, Rustam, 1992) :

a. Sayatan memanjang ( longitudinal )

b. Sayatan melintang ( Transversal )

c. Sayatan huruf T ( T insicion )

Page 7: LP SC PROM FC new

Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :

1. Sayatan melintang

Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan

melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas

batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntunganya adalah

parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri

(robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah

rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh

lebih sempurna (Kasdu, 2003).

2. Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)

Meliputi sebuah pengirisan memanjang di bagian tengah yang memberikan

suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini

sekarang jarang dilakukan karena rentan terhadap komplikasi (Dewi Y, 2007).

f. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta

previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture

uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,

dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu

tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan

masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan

fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri

pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan

perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.

Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada

dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,

pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan

merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan

rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan

ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan

menimbulkan masalah risiko infeksi.

Page 8: LP SC PROM FC new

g. Komplikasi SC

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :

Infeksi puerperal ( Nifas )

o Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

o Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut

sedikit kembung

o Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

Perdarahan

o Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

o Perdarahan pada plasenta bed

Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

peritonealisasi terlalu tinggi

Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya

h. Pemeriksaan Diagnostik

Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

Pemantauan EKG

JDL dengan diferensial

Elektrolit

Hemoglobin/Hematokrit

Golongan darah

Urinalisis

Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi

Ultrasound sesuai pesanan

i. Penatalaksanaan Medis

1) Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian

cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak

terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan

yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara

bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah

diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

2) Diet

Page 9: LP SC PROM FC new

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca

operasi, berupa air putih dan air teh.

3) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

o Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

o Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang

sedini mungkin setelah sadar

o Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

o Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah

duduk (semifowler)

o Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan

sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

4) Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.

Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis

operasi dan keadaan penderita.

5) Pemberian obat-obatan

o Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap

institusi

o Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

o Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobion, vit. C

6) Perawatan luka

Page 10: LP SC PROM FC new

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah

harus dibuka dan diganti

7) Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi,dan pernafasan.

(Manuaba, 1999)

j. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan SC

a) Pengkajian

o Identitas klien dan penanggung

o Keluhan utama klien saat ini

o Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

o Riwayat penyakit keluarga

o Keadaan klien meliputi :

Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan

kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL

Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda

kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.

Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik

diri, atau kecemasan.

Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal

epidural.

Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,

distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus

mungkin ada.

Pernapasan

Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

Keamanan

Page 11: LP SC PROM FC new

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

b) Diagnosa Keperawatan

o Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section

caesarea)

o Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering

bekas operasi

o Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur

pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi

o Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan

pembedahan

o Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

c) Rencana Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)

o Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol

o Kriteria hasil :

Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol

Wajah tidak tampak meringis

Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai

kemampuan

o Intervensi :

1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor

presipitasi.

2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah

meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara

efektif.

3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas,

tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)

Page 12: LP SC PROM FC new

4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif, latihan

napas dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.)

5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya,

dan suara)

6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka

bekas operasi (SC)

o Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan klien tidak mengalami infeksi

o Kriteria hasil :

Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio

laesa)

Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi

nadi = 60 - 100x/ menit)

WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL) 

o Intervensi :

1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat

waktu pecah ketuban.

2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)

3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan

balutan sesuai indikasi

5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah

menyentuh luka

6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah

WBC / sel darah putih

7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan

darah selama prosedur pembedahan

8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup

9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

Page 13: LP SC PROM FC new

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur

pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

o Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 6 jam

diharapkan ansietas klien berkurang

o Kriteria hasil :

Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah

Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang 

o Intervensi :

1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem

pendukung

2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati

3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan

ansietas yang dirasakan

4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping

5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post operasi

6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu

7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

Page 14: LP SC PROM FC new

PROM (Premature Rupture of Membrane)

a. Definisi

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan

berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya

kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua

faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi

yang dapat berasal dari vagina serviks (Prawiroharjo, 2002).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila

pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.

(Prawirohardjo, 2005).

Premature Rupture of Membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya

ketuban sebelum waktunya melahirkan, yaitu pada usia kehamilan aterm atau

lebih dari 37 minggu, dimana dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah

dalam proses persalinan (Valemhnska, 2009).

b. Etiologi

Penyebab PROM masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara

pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat

dengan PROM, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.

Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun

asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan

terjadinya PROM.

2. Serviks yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh

karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage).

3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh

beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya

PROM. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan

dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya PROM karena

biasanya disertai infeksi.

4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan

terhadap membran bagian bawah.

5. Keadaan sosial ekonomi

Page 15: LP SC PROM FC new

6. Faktor lain

a. Faktor golongan darah

b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat

menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit

ketuban.

c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.

d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

c. Faktor Risiko

Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm

o kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)

o riwayat persalinan preterm sebelumnya

o perdarahan pervaginam

o pH vagina di atas 4.5

o Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

o flora vagina abnormal

o fibronectin > 50 ng/ml

o kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada

stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

o Inkompetensi serviks (leher rahim)

o Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

o Riwayat KPD sebelumya

o Trauma

o servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm)

pada usia kehamilan 23 minggu

o Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm

o iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic

o maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-

eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi

intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks,

servisitis/vaginitis akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm.

Page 16: LP SC PROM FC new

o fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan

janin terhambat, gawat janin, kematian janin.

o cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban

pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.

o placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau

lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.

o uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis,

aktifitas uterus idiopatik

Taylor menyatakan bahwa ada hubungan PROM dengan hal-hal berikut :

o Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban

pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis

terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini

o Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)

o Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)

o Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,

disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.

o Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu

dini.

d. Fisiologi Amnion

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan

amnion dan lapisan korion terdapat likuora amnii (air ketuban). Volume likuor

amnii pada hamil cukup bulan adalah 1.000-1.500 ml. Warna putih, agak keruh

serta mempunyai bau yang khas yaitu bau amis dan berasa amis. Reaksinya

agak alkalis dan netral dengan berat jenis 1.008. Komposisinya terdiri atas 98%

air dan sisanya terdiri atas garam organik serta bahan organik dan bila teliti

dengan benar terdapat rambut lanugo sel-sel epitel dan vernik kaseosa, protein

ditemukan rata-rata 2,6% gr/liter sebagian besar sebagai albumin.

Peredaran cairan ketuban sekitar 500 cc/jam atau sekitar 1% terjadi

gangguan peredaran pada air ketuban melebihi 1.500 cc air ketuban dapat

digunakan sebagai bahan penelitian untuk kematangan paru-paru janin

(Sarwono, 1999).

Faal air ketuban :

o Untuk proteksi janin

Page 17: LP SC PROM FC new

o Mencegah pelengketan janin dengan amnion.

o Agar janin dapat bergerak dengan bebas.

o Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.

o Meratakan tekanan intra uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban

pecah.

o Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks membuka.

o Sebagai pelicin saat persalinan

e. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai

berikut :

o Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan

vaskularisasi.

o Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan

mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

o Banyak teori, yang menentukan hal – hal diatas seperti defek kromosom,

kelainan kolagen sampai infeksi.

o Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler

korion dan trofoblas.

Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas

dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika terdapat infeksi dan

inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan

kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion

/ amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

Etiologi dari PROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998). Selain

itu, yang penting untuk diingat adalah meskipun dengan berbagai karaktersitik

yang berbeda dari PROM dan pecahnya membran fetus secara normal selama

proses persalinan, hanya terdapat sedikit bukti bahwa mekanisme yang terlibat

didalamnya tidak identik. Hal ini menyebabkan dimulainya suatu pandangan

bahwa PROM merupakan presentasi dari akselerasi atau proses yang berlebihan

dari suatu mekanisme yang mengawali pecahnya ketuban secara spontan dalam

proses persalinan (Parry and Strauss, 1998).

Mekanisme ruptur dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan

dengan melemahnya membran secara menyeluruh akibat dari kontraksi dan

peregangan yang berulang. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kekuatan tegangan

Page 18: LP SC PROM FC new

dari membran yang berkurang pada spesimen yang didapatkan setelah

persalinan dibandingkan dengan spesimen yang didapatkan melalui sectio

cesarean. Membran yang pecah secara dini, mengalami defek lokal

dibandingkan perlemahan kekuatan tegangan secara menyeluruh (Parry and

Strauss, 1998).

Area sekitar daerah ruptur telah dideskripsikan sebagai “zona terbatas

dengan morfologi yang terganggu secara ekstrim (restricted zone of extreme

altered morphology)” yang ditandai dengan pembengkakan dan ganguan pada

jaringan kolagen fibrilar pada lapisan jaringan ikat amnion (compact, fibroblast,

spongy layers). Karena zona ini tidak meliputi seluruh tempat terjadinya ruptur,

maka zona ini dapat muncul sebelum terjadinya pecah ketuban dan

melambangkan titik awal pecahnya ketuban (Parry and Strauss, 1998; Jazayeri

2010).

Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen

abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PPROM.Cross-links

kolagen, yang dibentuk melalui beberapa seri reaksi yang diinisiasi enzim lysyl

oxidase, meningkatkan kekuatan regangan dari kolagen fibrilar. Enzim lysyl

oxidase diproduksi oleh sel mesenkim dari amnion. Lysyl oxidase merupakan

enzim yang tembaga dependen, dimana ibu dengan PROM memiliki konsentrasi

tembaga yang lebih rendah dalam serum ibu dan serum tali pusat dibandingkan

dengan ibu yang dilakukan amniotomi dalam persalinan. Hal yang serupa terjadi

pada wanita yang memiliki konsentrasi ascorbic acid yang rendah, yang mana

dibutuhkan untuk pembentukan struktur triple helical dari kolagen, memiliki

insidensi PROM yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan konsentrasi

ascorbic acid yang normal(Parry and Strauss, 1998; Medina, 2006).

Faktor lainnya adalah merokok, yang secara independen dapat

meningkatkan resiko terjadinya PROM. Merokok memiliki hubungan dengan

menurunnya konsentrasi serum ascorbic acid. Selain itu, kadmium dalam

tembakau telah terbukti meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam,

dalam trophoblast yang dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga. Fakta-

fakta ini menunjukkan bahwa penurunan ketersediaan tembaga dan ascorbic

acid mungkin ikut berperan dalam pembentukan selaput ketuban yang abnormal

pada perokok. Secara keseluruhan, menurunnya cross-links dari kolagen,

kemungkinan karena defisiensi dalam diet ataupun gaya hidup dapat menjadi

faktor resiko ibu untuk mengalami PROM (Parry and Strauss, 1998).

Page 19: LP SC PROM FC new

Faktor resiko lainnya adalah infeksi. Sebenarnya, telah lama diperdebatkan

infeksi intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM. Terdapat

bukti tidak langsung bahwa infeksi traktus genetalia mengawali pecah ketuban

baik pada hewan dan manusia. Pada penelitian menggunakan kelinci, inokulasi

pada serviks dengan Escherichia coli (E. coli) menghasilkan kultur cairan amnion

yang positif pada 97% hewan coba dan persalinan preterm pada separuh dari

hewan coba. Sebagai perbandingan kontrasnya, inokulasi serviks dengan salin

tidak menyebabkan infeksi atau kelahiran preterm. Identifikasi mikroorganisme

patologik pada flora vagina ibu segera setelah terjadi pecah ketuban

menyediakan bukti yang mendukung konsep bahwa infeksi bakteri memiliki

peranan dalam patogenesis PROM. Juga, data epidemiologik menunjukkan

hubungan antara kolonisasi traktus genetalia oleh streptococcus grup B,

Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae,dan mikroorganisme yang

menyebabkan bakterial vaginosis (bakteri anaerobik vagina, Gardnerella

vaginalis,spesiesMobiluncus, dan mycoplasma genetalia) dengan peningkatan

resiko PPROM. Lebih lanjut lagi, pada beberapa penelitian dengan pengobatan

antibiotik pada wanita yang terinfeksi menurunkan insiden PPROM.Mekanisme

pecah selaput ketuban dengan infeksi intrauterin sebagai faktor resiko

melibatkan beberapa mekanisme, yang mana setiap mekanisme menginduksi

degradasi dari matriks ekstraseluler. Beberapa organisme yang biasanya

terdapat sebagai normal flora vagina, termasuk Streptococcus grup B,

Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis,dan mikroorganisme yang

menyebabkan bakterial vaginosis mensekresi protease yang dapat

mendegradasi kolagen dan melemahkan kekuatan regangan selaput

ketuban.Selanjutnya, pada percobaan in vitro aktivitas proteolitik matriks selaput

ketuban dapat dihambat dengan pemberian antibiotik (Parry& Strauss, 1998).

Selain itu, respon inflamasi dari pasien juga ikut berperan sebagai

mekanisme potensial lainnya yang mungkin dapat memberikan sebagian

penjelasan mengenai hubungan antara infeksi bakteri pada traktus genetalia dan

terjadinya PROM. Respon inflamasi pasien yang diperantarai oleh neutrofil

polimorfonuklear dan makrofag akan memproduksi sitokin, matrix

metalloproteinase, dan prostaglandin pada daerah infeksi. Sitokin inflamasi,

termasuk interleukin-1 dan TNF α (tumor necrosis factor α), yang diproduksi oleh

monosit yang terstimulasi, akan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada

level transkripsional dan posttranslasi pada sel korion janin. Lebih lanjut, infeksi

Page 20: LP SC PROM FC new

bakteri dan respon inflamasi pejamu akan menginduksi produksi prostaglandin

oleh selaput ketuban, yang mana dianggap meningkatkan resiko terjadinya

PROM karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen selaput

ketuban. Strain tertentu dari bakteria vagina memproduksi fosfolipase A2 yang

melepaskan prekursor prostaglandin, arachidonic acid, dari membran fosfolipid

amnion. Lebih lanjut, seperti disebutkan diatas, respon imun pejamu terhadap

infeksi bakteri termasuk produksi sitokin oleh monosit teraktivasi yang

meningkatkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion. Peningkatan produksi

prostaglandin E2 ini tampaknya melibatkan induksi cyclooxygenase II, enzim

yang mengubah arachidonic acid menjadi prostaglandin. Walaupun pengaturan

tepatnya dari sintesis prostaglandin E2 dalam hubungannya dengan infeksi

bakteri dan respon inflamasi pejamu tidak dipahami, dan hubungan langsung

antara produksi prostaglandin dan PROM tidak dapat dikembangkan, tetapi

prostaglandin (khususnya prostaglandin E2dan prostaglandin F2α) telah

dianggap sebagai mediator dari persalinan pada semua mamalia. Juga, diketahui

bahwa prostaglandin E2 menyebabkan terhentinya sintesis kolagen dalam

selaput ketuban dan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada fibroblast

manusia (Parry and Strauss, 1998).

Komponen lainnya dari respon pasien terhadap infeksi adalah produksi

glukokortikoid.Pada kebanyakan jaringan kerja antiinflamasi dari glukokortikoid

diperantarai oleh supresi produksi prostaglandin.Walaupun demikian, secara

berlawanan pada beberapa jaringan, termasuk jaringan amnion, glukokortikoid

menstimulasi produksi prostaglandin. Lebih lanjut lagi, dexametason

menurunkan sintesis dari fibronektin dan kolagen tipe II pada kultur primer dari

sel epitel amnion. Penemuan-penemuan ini mengarahkan pada kesimpulan

bahwa produksi glukokortikoid sebagai respon terhadap stress akibat infeksi

mikroba memfasilitasi terjadinya PROM (Parry and Strauss, 1998).

Selain hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, hormon juga ikut terlibat

dalam proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduksi.

Hormon progesteron dan estradiol berperan menurunkan konsentrasi MMP-1

dan MMP-3 dan meningkatkan konsentrasi inhibitor metalloproteinase jaringan

pada fibroblast serviks dari kelinci. Konsentrasi progesteron yang tinggi

menurunkan produksi kolagenase pada fibroblast serviks hewan coba, meskipun

konsentrasi progesteron dan estradiol yang rendah menstimulasi produksi

kolagenase pada hewan coba dengan kehamilan. Relaxin, sebuah hormon

Page 21: LP SC PROM FC new

protein yang meregulasi remodeling dari jaringan ikat, diproduksi secara lokal

oleh desidua dan plasenta, yang melawan efek inhibisi dari estradiol dan

progesteron dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 pada selaput

ketuban. Ekspresi dari gen relaxin meningkat sebelum onset persalinan dalam

selaput ketuban janin yang aterm. Berdasarkan penjelasan ini, adalah penting

untuk mempertimbangkan peran estrogen, progesteron, dan relaxin dalam

proses reproduksi meskipun keterlibatan hormonhormon ini dalam proses pecah

ketuban masih harus dijelaskan lebih lanjut (Parry and Strauss, 1998).

Overdistensi uterus akibat adanya polihidramnion atau kehamilan

multifetus menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya

meningkatkan resiko terjadinya PROM. Peregangan mekanik dari selaput

ketuban menyebabkan terjadinya up-regulation dari produksi beberapa faktor

amnion, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8. Peregangan juga

meningkatkan aktivitas MMP-1 selaput ketuban. Seperti telah disebutkan

sebelumnya, prostaglandin E2 dapat meningkatkan iritabilitas uterus,

menurunkan sintesis kolagen selaput ketuban, dan meningkatkan produksi MMP-

1 dan MMP-3 oleh fibroblast, sedangkan interleukin-8, yang diproduksi oleh sel

amnion dan korion, adalah bersifat kemotaktik bagi neutrofil dan dapat

menstimulasi aktivitas kolagenase. Produksi interleukin-8, yang terdapat dalam

konsentrasi rendah pada cairan amnion selama trimester kedua tetapi pada

kehamilan lanjut didapatkan dalam konsentrasi yang tinggi, dihambat oleh

progesteron. Oleh karenanya, produksi amnion berupa interleukin-8 dan

prostaglandin E2 merupakan gambaran dari perubahan biokimia pada selaput

ketuban yang mungkin dapat diinisiasi dengan kekuatan fisik (peregangan

membran), merekonsiliasi hipotesis pecah ketuban yang diinduksi secara

mekanik dan biokimia (Parry and Strauss, 1998; Medina, 2006).

f. Manifestasi Klinis

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui

vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin

cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris

warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi

sampai kelahiran. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut

jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

Page 22: LP SC PROM FC new

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat

dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH

normal dari vagina adalah 4 - 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1 - 7,3.

Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan

trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.

o Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anomali janin

atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.

o Amniosintesis

Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan

paru janin.

o Pemantauan janin

Membantu dalam mengevaluasi janin

o C-reactive protein

Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan adanya inflamasi, seperti

korioamnionitis

Penilaian Klinik

Menurut Prawirohardjo (2009), penilaian klinik yang dilakukan pada PROM

adalah sebagai berikut:

a) Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan

ketuban di vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian

terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan

cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin Test) merah

menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia

kehamilan, kelainan janin.

b) Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.

c) Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi: bila suhu ibu ≥38˚C, air

ketuban keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA

(Leukosit Esterase) Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami

takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.

d) Tentukan tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur,

periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi

kehamilan) antara lain dengan menilai skor pelviks.

Page 23: LP SC PROM FC new

h. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi

dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial. Oleh

karena itu, penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci,

sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam

rahim. Memberikan profilaksis antibiotik dan membatasi pemeriksaan dalam

merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Disamping itu makin kecil umur

kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam lahir yang dapat memicu

terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg

(Manuaba, 1998).

a) Penanganan Konservatif

o Rawat di rumah sakit

o Berikan antibiotika (Ampicillin 4 x 500 mg/eritromisin) dan Metronidazole.

o Jika umur kehamilan 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih

keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

o Jika umur kehamilan 34-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi

berikan tokolitik, deksametason dan induksi sesudah 2 jam.

o Jika umur kehamilan 34-37 minggu ada infeksi beri antibiotik dan lakukan

induksi.

o Nilai tanda-tanda infeksi.

o Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid untuk memicu

kematangan paru janin (Sarwono, 2001).

b) Penanganan Aktif

o Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi oxytiksin bila gagal seksio

caesaria dapat pula diberikan Misoprostol 50 mg intra vaginal tiap 6 jam

maksimal 4 kali.

o Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan

kehamilan diakhiri.

i. Komplikasi

o Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.

o Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.

o Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat

hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).

Page 24: LP SC PROM FC new

o Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban

habis.

o Komplikasi infeksi intrapartum

komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia,

atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki

vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian

ibu.

komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

j. Rencana Keperawatan

Risiko infeksi, (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat, gawat

janin)

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko :

- Prosedur Infasif

- Kerusakan jaringan dan

peningkatan paparan

lingkungan

- Malnutrisi

- Peningkatan paparan

lingkungan patogen

- Imonusupresi

- Tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb,

Leukopenia, penekanan

respon inflamasi)

- Penyakit kronik

- Imunosupresi

- Malnutrisi

- Pertahan primer tidak

adekuat (kerusakan kulit,

NOC :

Immune Status

Knowledge : Infection

control

Risk control

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama…… pasien tidak

mengalami infeksi

dengan kriteria hasil:

Klien bebas dari tanda

dan gejala infeksi

Menunjukkan

kemampuan untuk

mencegah timbulnya

infeksi

Jumlah leukosit dalam

batas normal

Menunjukkan perilaku

hidup sehat

NIC :

Pertahankanteknikaseptif

Batasipengunjung bila perlu

Cucitangansetiapsebelum dan

sesudahtindakankeperawatan

Gunakan baju, sarung tangan

sebagai alat pelindung

Ganti letak IV perifer dan dressing

sesuai dengan petunjuk umum

Gunakan kateter intermiten untuk

menurunkan infeksi kandung kencing

Tingkatkan intake nutrisi

Berikan terapi

antibiotik:.................................

Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal

Pertahankan teknik isolasi k/p

Inspeksi kulit dan membran mukosa

terhadap kemerahan, panas,

drainase

Page 25: LP SC PROM FC new

trauma jaringan,

gangguan peristaltik)

Status imun,

gastrointestinal,

genitourinaria dalam

batas normal

Monitor adanya luka

Dorong masukan cairan

Dorong istirahat

Ajarkan pasien dan keluarga tanda

dan gejala infeksi

Kaji suhu badan pada pasien

neutropenia setiap 4 jam

Kecemasan (Ansietas) b.d Perubahan dalam: status kesehatan

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan

dengan

Faktor keturunan, Krisis

situasional, Stress,

perubahan status

kesehatan, ancaman

kematian, perubahan

konsep diri, kurang

pengetahuan dan

hospitalisasi

DO/DS:

- Insomnia

- Kontak mata kurang

- Kurang istirahat

- Berfokus pada diri sendiri

- Iritabilitas

- Takut

- Nyeri perut

- Penurunan TD dan

denyut nadi

- Diare, mual, kelelahan

NOC :

- Kontrol kecemasan

- Koping

Setelah dilakukan asuhan

selama ……………klien

kecemasan teratasi dgn

kriteria hasil:

Klien mampu

mengidentifikasi dan

mengungkapkan

gejala cemas

Mengidentifikasi,

mengungkapkan dan

menunjukkan tehnik

untuk mengontol

cemas

Vital sign dalam batas

normal

Postur tubuh,

ekspresi wajah,

bahasa tubuh dan

tingkat aktivitas

NIC :

Anxiety Reduction

(penurunankecemasan)

Gunakan pendekatan yang

menenangkan

Nyatakan dengan jelas harapan

terhadap pelaku pasien

Jelaskan semua prosedur dan apa

yang dirasakan selama prosedur

Temani pasien untuk memberikan

keamanan dan mengurangi takut

Berikan informasi faktual mengenai

diagnosis, tindakan prognosis

Libatkan keluarga untuk

mendampingi klien

Instruksikan pada pasien untuk

menggunakan tehnik relaksasi

Dengarkan dengan penuh

perhatian

Identifikasi tingkat kecemasan

Bantu pasien mengenal situasi

yang menimbulkan kecemasan

Page 26: LP SC PROM FC new

- Gangguan tidur

- Gemetar

- Anoreksia, mulut kering

- Peningkatan TD, denyut

nadi, RR

- Kesulitan bernafas

- Bingung

- Bloking dalam

pembicaraan

- Sulit berkonsentrasi

menunjukkan

berkurangnya

kecemasan

Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi

Kelola pemberian obat anti

cemas:........

Defisiensi Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dalam hal mengenal tanda dan

gejala penyakit

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kurang Pengetahuan

Berhubungan dengan :

keterbatasan kognitif,

interpretasi terhadap

informasi yang salah,

kurangnya keinginan untuk

mencari informasi, tidak

mengetahui sumber-sumber

informasi.

DS: Menyatakan secara

verbal adanya masalah

DO: ketidakakuratan

mengikuti instruksi,

perilaku tidak sesuai

NOC:

Kowlwdge : disease

process

Kowledge : health

Behavior

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama …. pasien

menunjukkan

pengetahuan tentang

proses penyakit dengan

kriteria hasil:

Pasien dan keluarga

menyatakan

pemahaman tentang

penyakit, kondisi,

prognosis dan

program pengobatan

Pasien dan keluarga

NIC :

Kaji tingkat pengetahuan pasien dan

keluarga

Jelaskan patofisiologi dari penyakit

dan bagaimana hal ini berhubungan

dengan anatomi dan fisiologi,

dengan cara yang tepat.

Gambarkan tanda dan gejala yang

biasa muncul pada penyakit, dengan

cara yang tepat

Gambarkan proses penyakit, dengan

cara yang tepat

Identifikasi kemungkinan penyebab,

dengan cara yang tepat

Sediakan informasi pada pasien

tentang kondisi, dengan cara yang

tepat

Sediakan bagi keluarga informasi

tentang kemajuan pasien dengan

Page 27: LP SC PROM FC new

mampu melaksanakan

prosedur yang

dijelaskan secara

benar

Pasien dan keluarga

mampu menjelaskan

kembali apa yang

dijelaskan perawat/tim

kesehatan lainnya

cara yang tepat

Diskusikan pilihan terapi atau

penanganan

Dukung pasien untuk

mengeksplorasi atau mendapatkan

second opinion dengan cara yang

tepat atau diindikasikan

Eksplorasi kemungkinan sumber

atau dukungan, dengan cara yang

tepat

Nyeri akut b.d agen cidera (fisik) luka operasi

Nyeri akut berhubungan

dengan:

Agen injuri (biologi, kimia,

fisik, psikologis), kerusakan

jaringan

DS:

- Laporan secara verbal

DO:

- Posisi untuk menahan

nyeri

- Tingkah laku berhati-hati

- Gangguan tidur (mata

sayu, tampak capek, sulit

atau gerakan kacau,

menyeringai)

- Terfokus pada diri sendiri

- Fokus menyempit

(penurunan persepsi

waktu, kerusakan proses

berpikir, penurunan

NOC :

Pain Level,

pain control,

comfort level

Setelah dilakukan

tinfakan keperawatan

selama …. Pasien tidak

mengalami nyeri, dengan

kriteria hasil:

Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab

nyeri, mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan

manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri

NIC :

Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non

farmakologi: napas dala, relaksasi,

distraksi, kompres hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi

nyeri: ……...

Tingkatkan istirahat

Page 28: LP SC PROM FC new

interaksi dengan orang

dan lingkungan)

- Tingkah laku distraksi,

contoh : jalan-jalan,

menemui orang lain

dan/atau aktivitas,

aktivitas berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti

diaphoresis, perubahan

tekanan darah,

perubahan nafas, nadi

dan dilatasi pupil)

- Perubahan autonomic

dalam tonus otot

(mungkin dalam rentang

dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif

(contoh : gelisah,

merintih, menangis,

waspada, iritabel, nafas

panjang/berkeluh kesah)

- Perubahan dalam nafsu

makan dan minum

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda

nyeri)

Menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri

berkurang

Tanda vital dalam

rentang normal

Tidak mengalami

gangguan tidur

Berikan informasi tentang nyeri seperti

penyebab nyeri, berapa lama nyeri

akan berkurang dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan

sesudah pemberian analgesik pertama

kali

Page 29: LP SC PROM FC new

FETAL COMPROMISE

A. DEFINISI

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan

oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut

(kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi) (Bisher

and Mackay, 1986).

B. ETIOLOGI

Penyebab dari fetal distress diantaranya :

Ibu : hipotensi atau syok yang disebabkan oleh apapun, penyakit

kardiovaskuler, anemia, penyakit pernafasan, malnutrisi, asidosis dan

dehidrasi.

Uterus : kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu lama, degenerasi

vaskuler.

Plasenta : degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta.

Tali pusat : kompresi tali pusat.

Fetus : infeksi, malformasi dan lain-lain.

C. PEMBAGIAN GAWAT JANIN

1. Gawat janin sebelum persalinan

Gawat janin sebelum persalinan biasanya merupakan gawat janin yang

bersifat kronik berkaitan dengan fungsi plasenta yang menurun atau bayi

sendiri yang sakit (Hariadi, 2004).

Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin menurun. Pasien mengalami kegagalan dalam

pertambahan berat badan dan uterus tidak bertambah besar. Uterus yang

lebih kecil daripada umur kehamilan yang diperkirakan memberi kesan

retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion. Riwayat dari satu

atau lebih faktor-faktor resiko tinggi, masalah-masalah obstetri, persalinan

prematur atau lahir mati dapat memberikan kesan suatu peningkatan

resiko gawat janin.

Faktor predisposisi

Faktor-faktor resiko tinggi meliputi penyakit hipertensi, diabetes mellitus,

penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia, dan lain-lain.

Page 30: LP SC PROM FC new

Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat janin sepenjang

a) Denyut jantung dalam batas normal (b) akselerasi sesuai dengan

gerakan janin

b) Tidak ada deselerasi lanjut dengan adanya kontraksi uterus.

Ultrasonografi : Pengukuran diameter biparietal secara seri dapat

mengungkapkan bukti dini dari retardasi pertumbuhan intrauterin.

Gerakan pernafasan janin, aktifitas janin dan volume cairan ketuban

memberikan penilaian tambahan kesekatan janin. Oligihidramnion

memberi kesan anomali janin atau retardasi pertumbuhan.

Penatalaksanaan

Keputusan harus didasarkan pada evaluasi kesehatan janin inutero dan

maturitas janin. Bila pasien khawatir mengenai gerakan janin yang

menurun pemantauan denyut jantung janin atau dimiringkan atau

oksitosin challenge test sering memberika ketenangan akan kesehatan

janin. Jika janin imatur dan keadaan insufisiensi plasenta kurang tegas,

dinasehatkan untuk mengadakan observasi tambahan. Sekali janin matur,

kejadian insufisiensi plasenta biasanya berarti bahwa kelahiran

dianjurkan. Persalinan dapat diinduksi jika servik dan presentasi janin

menguntungkan. Selama induksi denyut jantung janin harus dipantau

secara teliti. Dilakukan sectio secaria jika terjadi gawat janin, sectio

sesaria juga dipilih untuk kelahiran presentasi bokong atau jika pasien

pernah megalami operasi uterus sebelumnya.

2. Gawat janin selama persalinan

Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin. Tanpa oksigen

yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan

menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap,

glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun.

Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat janin.

Tetapi biasanya tidak ada gejala-gejala subyektif. Seringkali indikator

gawat janin yang pertama adalah perubahan dalam pola denyut jantung

janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya variabilitas, atau deselerasi

lanjut). Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi

Page 31: LP SC PROM FC new

uterus yang hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan dapat

menyebabkan asfiksia janin.

Faktor-faktor etiologi

a. Insufisiensi uteroplasental akut

- Aktivitas uterus berlebihan.

- Hipotensi ibu.

- Solutio plasenta.

- Plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasental kronik

- Penyakit hipertensi.

- Diabetes mellitus.

- Isoimunisasi Rh.

Postmaturitas atau dismaturitas

c. Kompresi tali pusat

d. Anestesi blok paraservikal

Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin : pencatatan denyut jantung janin yang

segera dan kontinu dalam hubungan dengan kontraksi uterus memberika

suatu penilaian kesehatan janin yang sangat membantu dalam

persalinan. Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin adalah:

a. Bradikardi : denyut jantung janin kurang dari 120 kali permenit.

b. Takikardi : akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (> 160)

dapat dihubungkan dengan demam pada ibu sekunder terhadap

terhadap infeksi intrauterin. Prematuritas dan atropin juga dihubungkan

dengan denyut jantung dasar yang meningkat.

c. Variabilitas: denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi

sistem saraf otonom janin oleh mediksi ibu (atropin, skopolamin,

diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesik narkotik).

d. Pola deselerasi: Deselerasi lanjut menunjukan hipoksia janin yang

disebabkan oleh insufisiensi uteroplasental.

b. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus

adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukan kompresi

sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilikus. Peringatan

tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan

Page 32: LP SC PROM FC new

atau tiadanya variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola

gelombang sinus.

Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip umum

a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat.

b. Perbaiki aliran darah uteroplasental.

c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi

kehamilan merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada

faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan

jalannya persalinan.

Langkah-langkah khusus :

a. Posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring, sebagai

usaha untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan

aliran darah uteroplasental. Perubahan dalam posis juga dapat

membebaskan kompresi tali pusat. oksigen diberikan 6 liter/menit,

sebagai usaha meningkatkan penggantian oksigen fetomaternal.

b. Oksitosin dihentikan karena kontraksi uterus akan mengganggu

sirkulasi darah keruang intervilli.

c. Hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL. Transfusi darah

dapat diindikasikan pada syok hemorragik.

b. Pemeriksaan pervaginan menyingkirkan prolaps tali pusat dan

menentukan perjalana persalinan. Elevasi kepala janin secara lembut

dapat merupakan suatu prosedur yang bermanfaat.

c. Pengisapan mekoneum dari jalan nafasi bayi baru lahir mengurangi

resiko asfirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung

dan mulut dibersikan dari mekoneum dengan kateter penghisap.

Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan

laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan

mekoneum dengan pipa endotrakeal (Melfiawati, 1994).